ADRENALIN (EPINEFRIN)
Adrenalin adalah prototip (wakil) dari semua obat-obat adrenergik karena obat
ini memiliki sifat hampir semua obat-obat adrenergik. Adrenalin merupakan obat
penting di ICCU, ICU, atau Bagian Gawat Darurat, atau di kamar praktek dokter
untuk mengatasi syok anafilaktik. Henti jantung dan kondisi kegawatan lainnya.1,2
Efek vaskular. Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa,
dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor oleh epinefrin.
Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah,
akibat aktivasi reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada
epinefrin dibandingan dengan reseptor . Dominasi reseptor menyebabkan
peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah.1,3
Efek kardiovaskuler untuk norepinefrin, epinefrin, dan isoprotenolol
dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Perbedaan aksi dari ketiga katekolamin
dikarenakan karena perbedaan afinitas dari reseptor dan serta
penyebarannya pada pembuluh darah. 1,3
Pada Jantung. Epinefrin mengaktivasi reseptor 1 pada otot jantung, sel pacu
jantung, dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan
kronotropik positif epinefrin pada jantung, dan karena vasokonstriksi
SSP. 2,3
Metabolik. Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
melalui reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa 1-fosfat dan kemudian
glukosa 6-fosfat. 2,3
b. Farmakokinetik
Adrenalin dirusak oleh COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus sehingga obat ini hanya diberikan perinjeksi (sub kutan atau intra venous). Pada
penyuntukan subkutan, absorbsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal.
Absorbsi yang lebih cepat terjadi melalui penyuntukan IM. Adrenalin dimetabolisme
di hati yang kemudian hasil metaboliknya dikeluarkan melalui urine. 1,3
c. Indikasi
Henti jantung (Cardiac arrest): Dosis pada resusitasi jantung adalah 0,5-1 mg
2. SULFAT ATROPIN
Sulfat atropin merupakan anti-kolinergik yang sangat sering digunakan untuk
meningkatkan laju jantung. Atropin pertama diidolasi dari tumbuh-tumbuhan Atropa
belladonapada tahun 1831. Bezol & Bloebaum (1867) menunjukkan bahwa atropin
menghambat aktivitas saraf vagus (parasimpatis) pada jantung sehingga atropin
memiliki efek meningkatkan laju jantung. 1
a. Farmakodinamik
4
Saat ini diketahui bahwa atropin memblokade reseptor muskarinik pada otot
jantung, otot polos organ viseral dan sel kelenjar. Dosis kecil atropin menghambat
sekresi air liur, bronchus dan keringat, menurunkan sekresi lambung, menurunkan
motilitas otot polos visceral termasuk saluran cerna, saluran urogenital, dan empedu.
Pada orang tua dimana tonus vagus lemah, maka efek atropin biasanya tidak nyata.1,3
-
SSP. Atropine merangsang medula oblongata dan pusat lain di otak. Dalam
dosis kecil, atropin merangsang n.vagus sehingga frekuensi jantung
berkurang. Dalam dosis besar menyebabkan depresi napas, eksitasi,
karena terjadi
b. Farmakokinetik
-
lengkap. 2,3
Distribusi: atropin didistribusikan meluas ke dalam tubuh setelah penyerapan
kadar tertentu dalam SSP dicapai dalam 30 menit 1 jam. 2,3
c. Indikasi
Atropin (0,25 mg/vial dan 2 mg/vial) diberikan hanya secara parenteral (I.M
atau I.V). Dosis 0,25 mg (I.M) digunakan sebagai antispasmodik seperti kolik batu
ginjal, kolik batu empedu, dan memperlambat peristaltik pada penderita diare. Dosis
0.5 mg (I.V) digunakan untuk meningkatkan laju jantung pada penderita bradikardi
(sinus bradikardi maupun AV blok). Pada pasien tertentu kadang-kadang dosis 0.5 mg
(I.V) belum menimbulkan efek kronotropik positif, dosis dapat dinaikkan menjadi 1-2
mg. Dosis 2 mg (I.V) diberikan berkali-kali (atropinasi) untuk intoksikasi insektisida
organo-fosfat yang biasanya terjadi pada pasien bunuh diri. 1,3
terhadap SSP rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut
menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan pernapasan serta kematian. Pada individu yang
lebih tua, dapat menimbulkan midriasis dan siklopegia dan keadaan ini cukup gawat
karena dapat menyebabkan serangan glaukoma. 2,3
3. LIDOCAIN
Lidocain termasuk antiaritmia kelas IB yang menghambat penanjakan
potensial aksi namun memperpendek durasi potensial aksi. Obat antiaritmia golongan
ini sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi di serabut
Purkinje. Lidocain menurunkan kecepatan konduksi dan mempercepat repolarisasi
membrane pada keadaan iskemik.1,4
a. Farmakodinamik
Efek Elektrofisiologis Jantung
Automatisitas
Dalam kadar terapi, obat kelas IB sangat jarang menekan nodus SA, tetapi
penekanan dapat terjadi pada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam kadar
terapi, obat ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut Purkinje.
Efek ini disebabkan oleh penurunan arus pacu dan peningkatan arus ion K+ keluar
sel. Lidocain dapat menekan automatisitas pada serabut Purkinje yang
Larutan
ini
tidak
mengandung
pengawet,
simpatomimetik
atau
vasokonstriktor lain. Aritmia katatrofik dapat terjadi bila preparat berisi amin
simpatomimetik digunakan secara tak sengaja. Untuk memperoleh kadar efektif
dengan cepat, diberikan dosis 0,7-1,4 mgkgBB secara intravena.. Dosis
berikutnya mungkin diperlukan 5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tidak lebih
dari 200-300 mg dalam waktu 1 jam. Dosis harus lebih kecil bila diberikan pada
psien gagal jantung. Untuk dosis muat obat dapat diberikan secara infuse cepat,
infuse intravena dengan kecepatan tetap digunakan untuk mempertahankan kadar
efektif. Infuse dalam rentang dosis 1-4 mg per menit menghasilkan kadar terapi
dalam plasma setinggi 1-5 gmL dalam waktu 7-10 jam. Pada pasien payah
jantung atau syok, kecepatan infuse yang sama menghasilkan kadar plasma
sedikitnya dua kali lebih tinggi, karena aliran darah ke hati berubah secara drastis.
Bila diberikan intramuscular sebesar 4-5 mgkg BB maka kadar lidocain efektif
tercapai dalam waktu 15 menit dan kadar terapi bertahan selama 90 menit.4,5
c. Indikasi
d. Efek Samping
Efek samping lidocain terhadap jantung sangat sedikit. Efek samping
utamanya adalah terhadap sistem saraf pusat. Pada kadar plasma mendekati
5gmL, gejala SSP seperti disosiasi, parestesia perioral, mengantuk dan agitasi,
tidak terlihat jelas. Pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan pendengaran
berkurang, disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. Bila terjadi gejala
di atas, kecepatan infuse harus diturunkan.4
e. Interaksi Obat
-blocker dapat mengurangi aliran darah hati pada pasien penyakit
jantung, dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolism lidocain dan
meningkatkan kadarnya dalam plasma. Obat-obat yang bersifat basa dapat
menggantikan lidocain dari ikatannya. Kadar lidocain plasma meninggi pada
pasien yang menerima cimetidine. Mekanisme interaksi ini kompleks, dan selama
pemberian cimetidine perlu penyesuaian dosis lidocain. Lidocain dapat
memperkuat efek suksinilkolin.4,5
4. MIDAZOLAM
10
thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik
karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang
masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan
kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak
aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.1,6
a. Farmakodinamik
Benzodiazepin aksi-pendek ini memiliki sifat antiansietas, sedative, amnesik,
anikolvulsan, dan relaksan otot skelet. Transmisi Neuromuskuler tidak dipengaruhi
dan aksi dari obat-obatan nondepolarisasi tidak berubah. Karena struktur cincin
imidazol, midazolam sangat larut dalam air pada pH rendah (<4) dengan cincin
11
terbuka dan lipofilik pada pH fisiologik (>4) dengan cincin tertutup. Kelarutannya
dalam air mempermudah pencampuran intravena, dan sifat lipofilik memperkecil
iritasi venosa. Dibandingkan dengan diazepam, mempunyai awitan yang lebih cepat
dengan reaksi local yang lebih sedikit, suatu lama aksi yang lebih pendek, efek
amnesik yang lebih besar, dan potensi lebih pendek, efek amnesik yang lebih besar,
dan potensi sedatifnya 3-4 kali lebih besar.
b. Farmakokinetik
Awitan Aksi: IV, 30 detik- 1 menit; IM, 15 menit; PO/rectal, menit;intranasal,< 10
menit; intranasal, < 5 menit
Efek Puncak: IV, 3-5 menit;IM, 15-30 menit; PO, 30 menit;intranasal, 10 menit;
rectal, 20-30 menit.
Lama Aksi: IV/IM, 15-80 menit; PO/rectal, 2-6 jam
Interaksi/Toksisitas: Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alcohol,
narkotik, sedative, anestetik volatil; menurunkan MAC untuk anastetik volatile;
efeknya diantagonis oelh flumazenil.4,6
Sediaan, Dosis, Cara Pemberian
Pramedikasi:
12
d. Pedoman/ peringatan
1. Mengurangi dosis pada manula, pasien Hipovolemik beresiko tinggi dan
penggunaan bersama sedative atau narkotik lain.
2. Pasien dengan COPD biasanya peka terhadap efek depresi pernapasan
3. Penggunaannya merupakan kontraindikasi pada glaucoma sudut sempit atau
terbuka akut kecuali pasien mendapatkan terapi yang sesuai.
4. Hipotensi dan depresi pernapasan yang tidak diharapkan dapat terjadi jika
diberikan bersama opioid, pertimbangkan dosis yang lebih kecil.
5. Depresi dan henti pernapasan dapat terjadi jika digunakan untuk sedasi sadar.
Jika digunakan untuk sedasi sadar, jangan berikan sebagai suatu bolus. Terapi
13
kelebihan dosis dengan tindakan suportif dan flumazenil (IV lambat 0,2-1
mg).4,6
5. FENTANIL
Fentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya
adalah
N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl)
propanamide.
Pertama
kali
disintesa di Belgia pada akhir tahun 1950. Fentanil memiliki besar potensi analgesik
80 kali lebih baik daripada Morfin, dikenalkan pada praktek kedokteran pada tahun
1960-an sebagai anestesi intravena dengan nama merek dagang Sublimaze.
Kemudian dikenalkan juga analog dari Fentanil yaitu alfentanil (Alfenta) dan
Sufentanil (Sufenta) di mana Sufentanil memiliki potensi lebih baik daripada
Fentanil yakni sebesar 5 sampai 10 kali, dan Sufentanil ini biasanya digunakan di
dalam operasi jantung.15
Saat ini, Fentanil digunakan untuk anestesi dan analgesik. Sebagai contoh,
Duragesic adalah Fentanil transdermal dalam bentuk koyo yang digunakan untuk
terapi nyeri yang kronis, dan Actiq adalah Fentanil yang larut perlahanlahan di
dalam mulut, di mana obat ini efektif untuk terapi nyeri pada pasien yang menderita
kanker. Carfentanil (Wildnil) adalah analog dari Fentanil dengan potensi analgesik
10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan Morfin, dan obat ini digunakan dalam
praktik dokter hewan untuk melumpuhkan hewan-hewan yang berukuran besar.15
14
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat
dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari
fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis
dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular
dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal.
Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun.
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal
saraf
tepi.
Fentanil
dikombinasi
dengan
droperidol
untuk
menimbulkan
neuroleptalgenesia.4,7
b. Farmakokinetik
Awitan aksi
IV, dalam 30 detik; IM, < 8 menit
Efidural/spinal, 4-10 menit
Efek Puncak:
15
IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30
menit.
Lama Aksi:
IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.
Interaksi/Toksisitas:
Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi.
Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan
otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan
10 mg Morfin
Indikasi, Dosis, Cara Pemberian
Beberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu :
Nyeri hebat karena luka bakar.
Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin.
Nyeri hebat karena fraktur tulang.
Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal.
Pasien-pasien yang menderita kanker.7
Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)
Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit.
Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.
Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15
Adanya gangguan atau depresi pernafasan.
Hipotensi yang tidak terkoreksi.
Alergi terhadap zat-zat narkotik.
Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.
c. Efek Samping
16
d. Pedoman/ peringatan
1. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan
2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap
intubasi.
2. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan
pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.
3. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan
depresi pernapasan pada neonatus.
5. KETAMIN
17
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat
dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari
fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis
dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular
dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal.
Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun.
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi.
Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang
tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal
saraf
tepi.
Fentanil
dikombinasi
dengan
droperidol
untuk
menimbulkan
neuroleptalgenesia.4,7
18
b. Farmakokinetik
Awitan aksi
IV, dalam 30 detik; IM, < 8 menit
Efidural/spinal, 4-10 menit
Efek Puncak:
IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30
menit.
Lama Aksi:
IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.
Interaksi/Toksisitas:
Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi.
Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan
otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan
10 mg Morfin
Indikasi, Dosis, Cara Pemberian
Beberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu :
Nyeri hebat karena luka bakar.
Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin.
Nyeri hebat karena fraktur tulang.
Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal.
Pasien-pasien yang menderita kanker.7
Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)
19
Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit.
Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.
Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15
Adanya gangguan atau depresi pernafasan.
Hipotensi yang tidak terkoreksi.
Alergi terhadap zat-zat narkotik.
Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.
c. Efek Samping
Kardiovaskular: Bradikardia, hipotensi.
Pulmoner: depresi pernapasan, apnea
SSP: pusing, penglihatan kabur, kejang
GI: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliaris
Mata: Miosis
Muskuloskeletal: Kekauan otot.
e. Pedoman/ peringatan
4. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan
2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap
intubasi.
20
5. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan
pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.
6. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan
depresi pernapasan pada neonatus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kabo Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. P.10,154-74
21
22