gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya
anensefalus atau atresia esofagus).
d. Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa
kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang
abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu
yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen
hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Bayi
a.Kemungkinan tidak ada bukti gejala karena bayi dapat mengalami kesalahan
tempat femur minimal
b.
Lipatan gluteal yang tidak sejajar (posisi pronasi)
c.Pemendekan ekstremitas pada tempat yang terkena
d.
Abduksi terbatas pada pinggul sisi yang terkena
e.Adanya tanda-tanda Galeazzi
f. Temuan positif saat dilakukan Manuver Barlow
g.
Temuan positif saat dilakukan maneuver ortolani
2. Toddler dan anak yang lebih tua
1. Gaya berjalan seperti bebek (dislokasi pinggul bilateral)
2. Peningkatan lordosis lumbal (punggung cekung) saat berdiri (dislokasi
pinggul bilateral)
3. Tungkai yang terkena lebih pendek dari yang lain
4. Temuan positif pada uji trendeelenburg
5. Pincang.
D. PATOFISIOLOGI
Dysplasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip, DDH),atau
congenital dislocation of the hip, merupakan ketidaknormalan perkembangan antara
kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput femur) dan
mangkuk (asetabulum) sendi yang memberikan gerakan dan stabilitas pinggul.
Terdapat tiga pola dalam CDH :
1. Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal )- keterlambatan dalam
perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap
dalam asetabulum ;
2. Subluksasi dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak sepenuhnya
keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial ; dan
3. Dislokasi pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan
dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi
permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif yang terjadi
pada jaringan dan tulang yang berdekatan.
E.
PENATALAKSANAAN
Penanganan bervariasi sesuai keparahan manifestasi klinis, usia anak, dan
tingkat dysplasia. Jika dislokasi terkoreksi pada pada beberapa hari pertama
sampai beberapa minggu kehidupan, kesempatan untuk berkembangnya pinggul
normal akan lebih besar. Selama periode neonatal, pengaturan posisi dan
mempertahankan pinggul tetap fleksi dan abduksi dapat dicapai dengan
menggunakan alat bantu pengoreksi. Antara usia 6 dan 18 bulan, traksi digunakan
diikuti dengan imobilisasi gips. Jika jaringan lunak menghalangi dan menyulitkan
penurunan dan perkembangan sendi, dilakukan reduksi tertutup maupun terbuka
(bergantung pada apakah ada atau tidak kontraktur otot-otot adductor dan
kesalahan letak kaput femur yang terjadi) dan gips spika pinggul di pasang
F.
KOMPLIKASI
1. Dislokasi berulang
2. Displasia asetabular persisten
3. Nekrosis avaskular iatrogenic pada kaput femur
G.
INSIDEN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
pinggul kanan
7. Sering ada hubungannya dengan ketidaknormalan muskuluskeletal dan renal
congenital lain.
8. Peningkatan insidens terlihat diantara kultur yang membedung bayi terlalu rapat
dan mengikat bayi pada papan ayunan selama bulan-bulan awal kehidupan.
9. Ada hubungan antara CDH dan perkembangan arthritis pinggul sekunder pada
awal masa dewasa.
H.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiografi pelvis anteroposterior dan lauenstein lateral didapatkan
(kaji tingkat kesalahan letak atau dislokasi femur ; tidak berguna pada bayi yang
berusia kurang dari 1 bulan). Ultrasonografi, CT scan, dan MRI juga digunakan.
b.
c.
d.
e.
Adanya ataksia
Bergoyang-goyang
5. Persendian
Rentang gerak
Kontraktur
Kemerahan, edema, nyeri
Tonjolan abnormal
6. Tulang belakang
Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis
Adanya lesung pilonidal
Kaji tanda tanda iritasi kulit
Kaji respon anak terhadap traksi dan imobilisasi dengan adanya gips spika.
Kaji tingkat perkembangan anak
Kaji kemampuan pasien untuk mengelola perawatan gips spika di rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
c. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
3. Rencana Tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala Nyeri
Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghiangkan rasa nyeri
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
Tujuan : Klien dapat bergerak bebas
Criteria hasil : Klien dapat bergerak bebas
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn dan Linda A.Sowden. 2009 . Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
5.Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta
EGC.
Ratnayantinasrum.2010.blogspot.com (di akses 18 desember 2010)
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Erika, Kadek Ayu, dkk. 2008. Keperawatan Anak. Makasar : SIK UNHAS