Anda di halaman 1dari 32

DEVELOPMENT DYSPLASIA OF THE HIP

Oleh: Esty Gusmelisa


Pembimbing: dr. Erni Zainuddin, Sp.Rad
Pendahuluan

• Development dysplasia of the hip (DDH)  bawaan kelainan panggul yang didapat
sejak lahir berupa dislokasi pada panggul karena acetabulum dan caput femur tidak
berada pada tempat seharusnya

• DDH dapat disebabkan oleh banyak faktor :


- riwayat keluarga
- jumlah cairan amnion yang sedikit pada masa kehamilan
- posisi bayi pada kehamilan dan saat dilahirkan
- hormon ibu menyebabkan ligamen yang lemah saat mendekati kelahiran, kelahiran
pertama, munculnya masalah ortopedi yang lain, misalnya deformitas kaki
Tinjauan Pustaka
DEFINISI

• DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Dislocation of The Hip  deformitas


ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran. Kondisi ini berva
riasi dari pergeseran minimal ke lateral sampai dislokasi komplit dari caput femoris
keluar acetabulum.

• Ada tiga pola yang terlihat:


- Subluxation, caput femoris berada di acetabulum dan dapat mengalami dislokasi
parsial saat pemeriksaan
- Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal), keterlambatan dalam
perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap
dalam asetabulum
- Dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi dan kaput femur tidak
bersentuhan dengan asetabulum.
EPIDEMIOLOGI
• DDH berkisar 5 – 20% dari 1.000 kelahiran hidup dan sebagian besar akan
menjadi stabil setelah 3 minggu dan hanya 1-2% yang tetap tidak stabil.

• Dislokasi panggul kongenital tujuh kali lebih banyak pada perempuan daripada
laki – laki, sendi panggul kiri lebih sering terkena dan hanya 1- 5% yang bersifat
bilateral.

• Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada orang Amerika dan Jepang serta jarang
ditemukan pada orang Indonesia
ETIOLOGI

• Risiko DDH meningkat dengan faktor terkait kendala mekanik intrauterin dan posisi
abnormal pada trimester terakhir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan postnatal
dan predisposisi genetik.

• Faktor yang terkait dengan konstriksi mekanik fetus: berat badan lahir besar untuk
usia kehamilan, letak sungsang, dan oligohidramnion, lebih umum ditemukan pada
kasus DDH, tetapi faktor risiko perinatal yang paling penting dan berpotensi dapat
dihindari ialah persalinan pervaginam dari bayi-bayi letak sungsang.

• Dalam suatu studi, rasio kemungkinan untuk prevalensi DDH dilaporkan jauh lebih
tinggi untuk ibu daripada saudara kandung, ayah, dan anak-cucu, yang
menunjukkan efek maternal
• Faktor hormonal (yaitu tingginya kadar estrogen, progesterone, dan relaksin pada
ibu dalam beberapa minggu terakhir kehamilan) dapat memperburuk kelonggaran
ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan langkanya ketidakstabilan pada
bayi premature, yang lahir sebelum hormone-hormon mencapai puncaknya
Diagnosis
ANAMNESIS

• Langkah penting dalam anamnesis ialah wawancara mendalam dengan orang tua
mengenai adanya riwayat DDH dalam keluarga, posisi intra-uteri, posisi sungsang,
jumlah kehamilan (ketidak-stabilan lebih umum terjadi pada kelahiran anak
pertama), dan oligohidram-nion.

• Bila terdapat riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai presentasi


bokong, kita harus berhati – hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari
sekali. Pada nenonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan
panggul
• Apabila tidak terdeteksi saat baru lahir, ibu dapat menemukan adanya panggul
yang asimetri, a clicking hip, atau kesulitan dalam menggunakan pampers karena
keterbatasan abduksi.

• Pada dislokasi unilateral lipatan kulit terlihat asimetris dan kaki sedikit pendek dan
terputar ke arah eksternal; pada perabaan, jempol pemeriksaan ketika meraba
selangkangan mungkin tidak meraba adanya kaput femur.

• Pada dislokasi bilateral terdapat lebar perineum abnormal. Abduksi berkurang.


• Trandelenburg gait atau waddling gait dapat menjadi tanda terjadinya dislokasi
yang tidak terdeteksi
PEMERIKSAAN FISIK

1. Uji Ortolani
Bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan jari
-jari diletakkan pada trokanter mayor; pinggul difleksikan
sampai 90º dan diabduksi perlahan-lahan.
Biasanya abduksi berjalan lancar sampai hampir 90º.

• Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang,


tetapi kalau tekanan diberikan pada trokanter mayor
akan terdapat suatu bunyi halus sementara dislokasi
tereduksi, dan kemudian panggul berabduksi sepenuh
nya (sentakan ke dalam).
• Kalau abduksi berhenti di tengah jalan dan tidak ada
sentakan ke dalam, mungkin ada suatu dislokasi yang
tak dapat direduksi.
1. Uji Barlow
Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama,
tetapi disini ibu jari pemeriksa di tempatkan pada
lipatan paha dan dengan memegang paha bagian atas,
diusahakan mengungkit caput femoris ke
dalam dan keluar acetabulum selama abduksi dan addu
ksi. Kalau caput femoris normalnya berada
pada posisi reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan k
embali masuk lagi, panggul itu digolongkan
sebagai dapat mengalami dislokasi
(yaitu tak stabil).
1. Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan
panggul dalam keadaan fleksi 90° serta kedua paha saling
dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian
belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam
keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila
terdapat dislokasi panggul kongenital maka tungkai yang
mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih rendah dan
disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.
• Setiap panggul yang memiliki tanda – tanda ketidakstabilan walaupun sedikit diperi
ksa dengan ultrasonografi  memperlihatkan bentuk acetabulum dan posisi caput
femoris.

• Kalau terdapat kelainan, bayi dibebat dengan panggul yang berfleksi dan
berabduksi dan diperiksa kembali 6 minggu kemudian. Pada saat itu mungkin perlu
dinilai apakah panggul berhasil direduksi dan stabil, tereduksi tetapi tak stabil,
mengalami subluksasi atau dislokasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi
pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih

a. Rontgen Pelvic
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis horizontal Hilgen
reiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton
Keterangan:
• Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang
melintasi tulang rawan tri-radiatum.
• Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan
melalui aspek lateral dari asetabulum. Tepi
asetabulum pada bayi masih merupakan tulang
rawan sehingga tidak terlihat pada foto rontgen.
• Indeks Asetabular (Sudut Hilgenreiner) Dibentuk
oleh perpotongan antara garis sepanjang atap
asetabulum dengan garis Hilgenreiner.
• Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus
antara tepi atas foramen obturator dan bagian
medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila
terdapat dislokasi panggul.
2. Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan panggul


dengan foto rontgen. Pada bayi baru lahir, acetabulum dan caput femoris
dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada foto polos biasa tidak terlihat.
Dengan pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3 bulan, hubungan
antara caput femoris dan acetabulum dapat diamati.
Persiapan pemeriksaan pada USG:
1. Persiapan pasien
• Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada bayi adalah di atas 6
minggu.
• Bayi diposisikan secara supine (kaki bayi menghadap ke arah pemeriksa).
• Bayi boleh diposisikan secara dekubitus dengan meletakkan bantal di
punggungnya.
• Jika bayi memakai popok, popok dibuka supaya dapat di skaning secara coronal p
ada panggul.
• Bayi diiringi oleh tua.

2. Teknik Skanning
Panggul bayi diskaning secara coronal dan transversal untuk mengevaluasi panggul
dalam posisi neutral, abduksi / adduksi dan fleksi.
• USG nyata memberikan gambaran yang tepat mengenai tata hubungan antara
satu dengan yang lainnya.

• Diagnosis dapat ditegakkan apabila terdapat gambaran:


- Asimetris lipatan paha
- Uji Ortolani dan Galeazzi positif
- Asetabular indeks 40 derajat atau lebih besar
- Disposisi lateral kaput femoris pada radiogram
- Limitasi yang menetap dari gerakan sendi panggul dengan atau tanpa gambaran
radiologis yang abnormal
- Kombinasi dari hal-hal yang disebutkan diatas
Penatalaksanaan
• 3-6 bulan pertama

Tersedia USG. Setiap anak baru lahir dan infan yang memiliki resiko tinggi atau
diduga mengalami ketidakstabilan panggul diperiksa dengan USG.
- Apabila terlihat gambaran panggul yang tereduksi dan terdapat garis kartilago
yang normal, maka tidak membutuhkan terapi, tetapi anak harus tertap di observasi
selama 3-6 bulan.
- Apabila ditemukan displasia asetabulum atau ketidakstabilan panggul, panggul di
bebat dengan posisi fleksi dan abduksi.
- Dilakukan skaning berulang dengan USG sampai diperoleh stabilitas dan
gambaran anatomi yang normal atau keputusan untuk melepaskan bebat karena
akan dilakukannya tatalaksana yang lebih agresif.
Tidak tersedia USG. Semua anak yang beresiko tinggi, positif pada tes Barlow, dan
tes Ortolani, dijadikan suspek DDH dan dipasang bantal abduksi selama 6 minggu pe
rtama.
- Anak yang mengalami ketidakstabilan yang menetap di terapi dengan bebat
abduksi sampai panggul menjadi stabil dan pada gambaran x-tray atap asetabulum
yang baik (biasanya dalam 3-6 bulan).
- Apabila panggul sudah mengalami dislokasi pada pemeriksaan yang pertama kali,
dilakukan reduksi dan pembebatan abduksi digunakan saat permulaan.
- Reduksi dipertahankan sampai panggul stabil. Mungkin hanya memerlukan
beberapa minggu, tetapi kebijakan yang paling aman adalah penggunaan bebat
hingga foto x-tray memperlihatkan gambaran atap asetabulum yang baik.
Pembebatan
• Tujuan dari pembebatan  menahan panggul agar tetap fleksi dan abduksi. Posisi
yang ekstrim dihindari dan panggul harus masih dapat bergerak sedikit dalam
pembebatan.

• Bebat Von Rosen’s adalah suatu bebat lunak yang berbentuk H. Bebat ini
bermanfaat dan mudah digunakan dan dilepaskan.

• Pelvic harness lebih sulit digunakan tetapi lebih sulit digunakan tetapi memberikan
kebebasan pada anak untuk bergerak, sementara posisi masih dipertahankan.

• Tiga aturan dalam pembebatan:


- Panggul harus direduksi terlebih dahulu sebagaimana mestinya sebelum dibebat.
- Hindari posisi ekstrim
- Panggul masih dapat digerakkan
• Apabila panggul dibebat dalam keadaan subluksasi atau dislokasi, dinding
posterior asetabulum beresiko tinggi mengalami gangguan pertumbuhan yang
mengakibatkan rekonstruksi.
• Pada saat panggul tidak dapat tereduksi sebagaimana mestinya, pembebatan seb
aiknya tidak dilakukan. Reduksi tertutup atau reduksi terbuka menjadi pilihan terapi

• Follow up. Tindakan apa pun yang telah diambil, tindak lanjut tetap diteruskan
hingga anak dapat berjalan. Kadang-kadang sekalipun dengan terapi yang hati-hat,
panggul dapat memperlihatkan adanya dispplasia asetabulum tertentu dikemudian
hari.
• Dislokasi menetap 6-18 bulan
Pada keadaan panggul yang tetap tidak dapat direduksi secara total meskipun telah
dilakukan terapi awal, atau anak baru memperlihatkan gejala dikemudian hari karena
dislokasi yang tidak terdeteksi, panggul harus direduksi dengan metode tertutup. Apa
bila diperlukan, dapat dilakukan operasi. Reduksi dipertahankan sampai
perkembangan asetabulum memuaskan.

Reduksi tertutup. Reduksi tertutup dapat digunakan pada anak setelah usia 3 bulan.
Dilakukan dibawah anastesi umum dengan menggunakan arthrogram untuk
mengkonfirmasi reduksi yang konsentrik. Cara ini ideal tetapi mempunyai resiko
rusaknya pasokan darah pada kaput femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk
mengurangi resiko neksrosis avaskular, reduksi harus dilakukan berangsur-angsur di
mana traksi dilakuan secara vertikal pada kedua kaki. Secara berangsur-angsur
abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua kaki terentang lebar-lebar. Manu
ver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil dan dicek dengan rontgen pelvis.
• Apabila terjadi kegagalan pada taha reduksi konsentrik dengan metode reduksi
tertutup, diperlukan operasi terbuka pada usia 1 tahun. Panggul harus stabil dalam
posisi abduksi yang aman, yang dapat ditingkatkan dengan tenotomi aduktor
tertutup.

Pembebatan. Pembebatan panggul yang direduksi secara kosentrik ditahan dalam


suatu spika gips dalam keadaan 60° fleksi, 40° abduksi, dan 20° rotasi internal.
Setelah 6 minggu, spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi
memungkinkan pergerakan. Pelvic harness atau gips lutut dengan batang melintang
dapat digunakan. Bebat ini dipertahankan 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan
rontgen untuk memastikan kaput femoris tereduksi secara kosentrik dan atap
asetabulum berkembang dengan normal.

Operasi. Apabila konstentrik reduksi tidak dapat dicapai, operasi terbuka dibutuhkan.
• Dislokasi menetap 18 bulan – 4 tahun
- Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup jarang tercapai. Dokter bedah
kebanyakan lebih memilih dilakukannya arthrography dan reduksi terbuka.

Traksi. Meskipun reduksi tertutup tidak mencapai hasil yang diinginkan, periode traksi
(apabila dibutuhkan dikombinasikan dengan psoas dan adduktor tenotomi) mungkin
membantu dalam melonggarkan jaringan dan menurunkan kaput femoris berhadapan
dengan asetabulum.

Arthrography. Arthrogram dapat memperjelas struktur anatomi panggul dan menunju


kkan adanya displasia asetabulum.
Operasi. Kapsul sendi dibuka secara anterior, setiap kapsul yang tidak diperlukan
dibuang untuk pengurangan termasuk ligamentum teres yang hipertrofi dan
ligamentum asetabular transversus dan kaput femoris ditempatkan pada asetabulum.
Biasanya diperlukan osteotomi derotasi femur. Pada saat yang bersamaan, 1 cm
segmen dapat di buang dari femur proksimal untuk mengurangi tekanan pada
panggul.

Pembebatan. Setelah operasi, dilakukan pembebatan dengan spika gips selama 3


bulan dan kemudian dibiarkan tidak disanggah untuk memungkinkan pemulihan
gerakan selama 1-3 bulan. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan radiologis
sampai tercapai maturitas tulang.
• Dislokasi menetap lebih dari 4 tahun
- Reduksi dan stabilisasi menjadi sangat sulit dengan bertambahnya usia.
Namun, pada anak usia 4-8 tahun –terutama apabila dislokasi terjadi unilateral-
masih dapat diusahakan.

Dislokasi Unilateral. Pada anak diatas usia 8 tahun, biasanya panggul dapat
digerakan dan rasa nyeri hanya sedikit. Kondisi ini tidak memerlukan terapi, walaupun
terjadi gangguan keseimbangan. Apabila reduksi dilakukan, diperlukan operasi
terbuka dan rekonstruksi asetabulum.
Dislokasi Bilateral. Deformitas dan waddling gait simetris sehingga tidak terlalu
tampak adanya kelainan. Resiko dari operasi juga semakin besar karena kegagalan
pada satu sisi dapat menjadikannya deformitas yang tidak simetris. Oleh karena itu,
biasanya dokter bedah menghindari operasi pada usia diatas 6 tahun kecuali terasa
nyeri yang amat sangat di daerah panggul atau deformitas yang terjadi memang berat
. Pasien yang tidak diterapi dapat berjalan dengan tergoyang-goyang, atau bahkan
tidak menimbulkan gejala yang berarti.
Komplikasi
• Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk: redislocation,
kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan kemungkinan nekrosis paling
berat dari kaput femur.
• Tingkat nekrosis kaput femur bervariasi,
• Banyak penelitian menunjukkan bahwa abduksi ekstrim, khususnya
dikombinasikan dengan ekstensi dan rotasi internal, menghasilkan nekrosis
avaskular yang lebih tinggi kecuali dikoreksi segera setelah lahir, penekanan
abnormal menyebabkan malformasi perkembanga tulang paha dengan gaya
berjalan pincang.
• Jika kasus kelainan panggul developmental terlambat diobati, anak akan memiliki
kesulitan berjalan yang dapat mengakibatkan rasa sakit seumur hidup.
• Selain itu jika kondisi ini tidak diobati posisi pinggul abnormal akan memaksa
asetabulum untuk mencari posisi lain untuk menampung kaput femur.
Prognosis
• Secara keseluruhan, prognosis terapi displasia panggul pada anak sangat baik. Kh
ususnya apabila displasia diketahui sejak dini dan ditatalaksana dengan terapi tert
utup.
• Apabila terapi tertutup tidak berhasil dan reduksi terbuka diperlukan, prognosisnya
menjadi kurang baik, walaupun hasilnya terlihat memuaskan dalam jangka waktu p
endek.
• Prognosis pasien dengan displasia unilateral lebih baik dibandingkan displasia bilat
eral. Displasia bilateral membutuhkan terapi yang lebih rumit dan sering terjadi ket
erlambatan diagnosis.
• Angka kejadian nekrosis lebih tinggi pada grup displasia bilateral, tetapi perbedaan
ini disebabkan oleh umur yang lebih tua dan derajat dislokasi panggul yang lebih b
esar sebelum operasi. H
• asil klinis setelah operasi pada anak dengan dislokasia panggul bilateral lebih buru
k karena hasil yang seringkali asimetris.
Kesimpulan
• Development Dysplasia of the Hip (DDH) atau dislokasi panggul kongenital adalah
satu fase dari berbagai ketidakstabilan pinggul pada bayi baru lahir.
• DDH memiliki gambaran klinis seperti pergerakan yang terbatas di daerah yang ter
kena, posisi tungkai yang asimetris, lipatan lemak paha yang asimetris dan tungkai
pada sisi yang terkena tampak memendek.
• Diagnosis DDH ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan peme
riksaan radiologis.
• Penatalaksanaan DDH umumnya hanya dengan memasang bidai untuk mempert
ahankan sendi panggul dalam posisinya dan penderita usia 3-18 bulan, dapat dico
ba reduksi tertutup dan tindakan operasi dipertimbangkan bila reduksi ini tidak berh
asil dan bagi kelainan telah bersifat irreversible.
• Komplikasi DDH adalah redislokasi, kekakuan pinggul, infeksi, kehilangan darah, d
an nekrosis caput femoralis.
• Prognosis baik jika dideteksi dini dan segera ditangani jika tidak, dapat menyebabk
an komplikasi.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat, Dejong Wim. Buku Ajar ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. 2007
3. Rasad Sjariar. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008
4. Ultrasonography in screening for developmental dysplasia of the hip in newborns: systematic
review.Woolacot, BMJ.2005.
5. Gelfer P, Kennedy KA. Developmental dysplasia of the hip practice guidelines. Journal of Pe
diatric Health Care. 2008.
6. Dezateux C, Rosendahl K. Seminar for Developmental Dysplasia of the Hip. Lancet. 2007.
7. Storer SK, Skaggs DL. Developmental dysplasia of the hip. American Academy of Family Ph
ysicians. 2006.
8. Preventive Health Care, 2001 Update: Screening and Management of Developmental Dyspla
sia of the Hip in newborns. H. Patel CMAJ, 2001.
9. Developmental Dysplasia of the Hip from Six Months to Four Years of Age. Vitale et al, JAAO
S, 2001
10. Von Kries R, Ihme N, Oberle D, Stark R, Altenhofen L, Niethard FU. Effect of ultrasound scre
ening on the rate of first operative procedures for developmental hip dysplasia in Germany. L
ancet. 2003.

Anda mungkin juga menyukai