Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN ANAK I

MANAJEMEN NYERI

(FARMAKO DAN NON FARMAKO)

Dosen Pembimbing : Iqlima Dwi Kurnia, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun oleh (Kelompok 3 A2-2017) :

1. Qoulam Mir Rabbirahim (131711133126)


2. Enggar Qur’ani Ayu (131711133091)

3. Irawati Dewi (131711133069)


4. Arik Setyani (131711133008)
5. Yulia Mariskasari (131711133127)
6. Nadia Sahara (131711133145)
7. Izzatul Iatiqomah (131711133125)
8. Della Yoliana (131711133148)
9. Wahidah (131711133149)
10. Fradhika Al Habib (131711133035)
11. Annisa Nur Ilmastuti (131711133089)
12. Yuni Rengen (131711133163)

Program Studi Pendidikan Ners

Fakultas Keperawatan

Universitas Airlangga

Tahun 2019
PEMBAHASAN

MANAJEMEN NYERI FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI PADA ANAK

I. Konsep Nyeri dan Manajemen Nyeri


Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri yang disebabkan pembedahan merupakan nyeri akut.
Penilaian nyeri pada anak cukup sulit dan penting untuk mencapai tatalaksana nyeri yang
optimal. Penilaian nyeri pada anak dapat dilakukan melalui: laporan langsung dari anak,
observasional / perilaku, fisiologik. Laporan langsung dari anak merupakan metode
penilaian yang paling baik. Secara garis besar penanganan nyeri pada anak pasca tindakan
pembedahan minor dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu terapi farmakologi dan non
farmakologi. Terapi farmakologi dengan analgesik bertujuan untuk mengurangi dan
menghilangkan nyeri sesegera mungkin. Analgesik yang dipergunakan terdiri dari opioid
dan non opioid. Analgetik opioid sering digunakan pada nyeri berat pasca pembedahan.
Sedangkan untuk nyeri ringan sampai sedang umumnya dipergunakan analgetik non opioid
seperti asetaminofen, aspirin, dan NSAID. Terapi non farmakologi yang sering digunakan
untuk menangani nyeri pasca pembedahan adalah distraksi (pengalihan perhatian) dimana
dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Intervensi yang dapat dilakukan pada distraksi dapat
berupa intervensi kognitif, perilaku, dan kombinasi. Terapi non farmakologi lain yang dapat
digunakan adalah transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS).

II. Manajemen Nyeri Farmakologi


Terapi farmakologi harus memperhatikan beberapa hal diantaranya pemilihan jenis
anti nyeri, waktu dan cara pemberian. Penggunaan analgesik meliputi dosis yang tepat sesuai
dengan berat badan, perkembangan fisiologi dan kondisi klinis. Tujuan terapi analgesik ini
untuk mengurangi dan menghilangkan nyeri sesegera mungkin, oleh karena itu dosis awal
yang digunakan harus optimal dan dosis selanjutnya dititrasi sesuai dengan respon pasien.
Pemberian analgesik multipel dengan dosis kecil tidak efektif dan akan memperpanjang
durasi nyeri, eksaserbasi cemas, dan meningkatkan efek samping analgesik yang berat yaitu
distress pernafasan. Anak membutuhkan analgesik yang lebih sedikit dibandingkan dengan
orang dewasa dan pemakaian obat harus dihentikan sesegera mungkin saat nyeri teratasi.

Tatalaksana farmakologi untuk nyeri pasca pembedahan terdiri dari analgesik opioid dan
non opioid.
1. Analgetik opioid
Analgetik opioid seperti kodein, fentanil sitrat, morfin sulfat diberikan pada nyeri sedang
sampai berat pasca pembedahan. Penggunan analgesik opioid tidak lebih berbahaya pada
anak dibandingkan dengan orang dewasa. Ketergantungan fisik (efek withdrawal akibat
penghentian obat secara tiba-tiba) dan depresi pernafasan lebih jarang dijumpai pada
anak. Namun tetap dianjurkan untuk tidak menghentikan obat secara cepat pada
penggunaan opioid dosis tinggi lebih dari 1 minggu. Direkomendasikan untuk
mengurangi opioid hingga menjadi ¾ dari dosis awal setelah penggunaan 24 jam. Kadang
pengurangan dosis (tapering off) dilakukan setelah penggunaan 1 sampai 2 minggu. Jika
dijumpai kejang setelah penghentian obat ini dapat diterapi dengan diazepam 0.1 hingga
0.3 mg / Kg berat badan tiap 6 jam. Efek samping opioid yang lebih sering terjadi pada
anak adalah konstipasi dibandingkan dengan depresi pernafasan. Opioid tidak
direkomendasikan pada bayi kurang dari 3 bulan kecuali dengan monitoring yang intensif
karena risiko depresi pernafasan yang lebih tinggi dan penurunan tekanan darah.
Pada nyeri ringan sampai sedang, analgetik opioid dapat diberikan secara oral dengan
memberikan edukasi kepada orangtua tentang pentingnya frekuensi dan keteraturan
minum obat untuk mencegah nyeri berulang, serta efek samping yang dapat terjadi seperti
mual dan muntah (biasanya hilang setelah pemberian beberapa hari) dan konstipasi.
Orangtua dianjurkan untuk segera menghubungi dokter jika nyeri semakin memberat,
pemberian opioid oral dosis ekstra pada anak, muncul kembali drowsiness, dan dosis obat
dikurangi.
Morfin merupakan opioid paling kuat dan paling banyak digunakan. Farmakokinetik
morfin hampir sama antara orang dewasa dan anak dengan waktu paruh sekitar 2 sampai
3 jam. Pemberian morfin secara oral memerlukan titrasi dosis karena bioavaibilitas yang
sangat bervariasi, sedangkan pemberian secara intramuskuler tidak dianjurkan karena
akan menimbulkan nyeri pada tempat suntikan dan kesulitan untuk mentitrasi. Kodein
dan tramadol yang merupakan opioid lemah dan kurang memegang peranan dalam
mengatasi nyeri pasca pembedahan pada anak.11 Dalam suatu penelitian diperlihatkan
bahwa penggunaan kodein yang dikombinasikan dengan asetaminofen memiliki efek
analgesik yang lebih baik dibandingkan penggunaan asetaminofen tunggal. Sekitar 10%
kodein yang diberikan akan dirubah menjadi morfin. Namun tidak semua individu
mempunyai kemampuan untuk merubah kodein menjadi morfin. Dosis obat analgetik
opioid tertera pada tabel di bawah ini.
Panduan dosis analgesik opioid untuk anak.
Panduan dosis inisial untuk analgesik opioid
obat dosis Dosis awal IV atau SC Rasio Dosis awal oral
dan interval dosis Dan interval
Parenta
l : oral
Parente oral BB < 50 Kg BB > 50 Kg BB < 50 BB > 50 Kg
ral Kg
Kodein 120 mg 200 mg NR NR 1:2 0.5-1 30-60 mg
mg/Kg tiap 3-4 jam
tiap 3-4
jam
Morfin 10 mg 30 mg Bolus: 0.1 Bolus: 5-8 1:3 0.3 15-20 mg
(jangka mg/Kb tiap mg (jangka mg/Kg tiap 3-4 jam
panjang) 2-4 jam Infus: panjang) tiap 3-4
60 mg Infus:0.03 1.5mg/jam 1:6 jam
(dosis mg/Kg (dosis
tunggal) tunggal)

Oksikod NA 15-20 mg NA NA NA 0.1-0.2 5-10 mg tiap


on mg/Kg 3-4 jam
tiap 3-4
jam
Metadon 10 mg 10-20 mg 0. 1 mg/Kg 5-8 mg tiap 1:2 0.1-0.2 5-10 mg tiap
4-8 jam mg/Kg 4-8 jam
tiap 4-8
jam
Fentanil 0.1 mg NA Bolus: 0.5-1 Bolus: 25- NA NA NA
mcg/Kg tiap 50 mcg tiap
1-2 jam 1-2 jam
Infus: 0.5-2 Infus: 25-
mcg/Kg/jam 100mcg/jam
Hidrom 15-2 6-8 mg Bolus: 0.02 Bolus: 1 mg 1:4 0.04 2-4 mg tiap
orfon mg mg/Kg tiap tiap 2-4 jam mg/Kg 3-4 jam
2-4 jam Infus: tiap 3-4
Infus: 0.006 0.3mg/jam jam
mg/Kg/jam
Meperidi 75-100 300 mg Bolus: 0.8-1 Bolus: 50- 1:4 2-3 100-150 mg
n mg mg/Kg tiap 75 mg tiap mg/Kg tiap 3-4 jam
2-3 jam 2-3 jam tiap 3-4
jam

Dosis direkomendasikan untuk anak usia diatas 6 bulan. Untuk anak kurang dari 6 bulan
dipergunakan 75% dari dosis yang direkomendasikan. NA (not applicable : tidak tersedia),
NR (not recommended : tidak dianjurkan).

2. Analgetik non opioid


Analgesik non opioid antara lain asetaminofen, aspirin, dan NSAID.
Asetaminofen merupakan metabolit dari fenasetin. Asetaminofen merupakan analgetik
lama yang telah dipergunakan lebih dari 100 tahun. Asetaminofen telah dipergunakan
secara luas sebagai analgetik dan antipiretik, menggantikan posisi aspirin (asam
asetilsalisilat) terutama pada anak karena adanya kecurigaan hubungan yang kuat antara
sindrom Reye dan aspirin. Akan tetapi asetaminofen merupakan analgesik yang lemah
dan kurang efektif pada penggunaan tunggal. Suatu penelitian pada orang dewasa
menunjukkan bahwa penggunaan asetaminofen yang dikombinasikan dengan NSAID
menghasilkan efikasi yang lebih baik dibandingkan pada penggunaan masing-masing
obat secara tunggal, namun kombinasi ini tidak menunjukkan hasil yang lebih baik pada
anak. Hal ini disangkakan karena pemakaian dosis asetaminofen yang terlalu rendah
dalam penelitian tersebut.
Asetaminofen dapat diberikan secara oral dan melalui rektal. Pemberian rektal
menghasilkan bioavaibilitas yang lebih rendah dan lebih bervariasi dibandingkan
pemberian oral. Pemberian intravena prodrug proparasetamol menunjukkan
bioavaibilitas terbaik. Konsentrasi serum maksimum dicapai setelah 30 sampai 60 menit
pemberian oral, dan 1 sampai 2.5 jam setelah pemberian rektal. Asetaminofen di
metabolisme oleh glukoronidase di hati dengan waktu paruh sekitar 2 sampai 3 jam.
Penggunaan dosis lebih dari 150 mg / Kg berat badan dapat menyebabkan kerusakan hati
(akibat akumulasi metabolit hepatotoksik).11 Dosis asetaminofen yang direkomendasikan
untuk penanganan nyeri pasca pembedahan minor diperlihatkan pada tabel di bawah ini

Dosis asetaminofen yang direkomendasikan untuk nyeri pasca pembedahan pada anak.
Cara Dosis Dosis Dosis
pemberian Loading maintenance maintenance
(mg/Kg) jangka Jangka panjang
pendek
Oral 25 - 30 80 60
rektal 35 - 40 80 Tidak
direkomendasikan

Penggunaan NSAID dalam mengatasi nyeri pasca pembedahan pada anak


mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. NSAID efektif dalam menangani nyeri
ringan sampai berat pasca pembedahan. Obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dapat
berfungsi sebagai analgesik, antipiretik, anti inflamasi, dengan memblok aktivitas siklo-
oksigenase (COX) serta sintesis prostaglandin dan tromboksan. Terdapat 2 isoenzim
COX yaitu COX-1 dan COX-2. Volume distribusi dan clearance NSAID pada anak
meningkat dibandingkan dengan orang dewasa. Efek samping yang penting diketahui
dari NSAID adalah dapat menurunkan agregasi trombosit dan pemanjangan waktu
perdarahan kapiler, reaksi hipersensitivitas, mengganggu fungsi ginjal yang diperantarai
prostaglandin, dan iritasi lambung. Pemberian NSAID dihindarkan pada anak dengan
gangguan ginjal berat, dehidrasi dan gagal jantung. Penggunaan NSAID selama 1 sampai
3 hari pasca pembedahan tidak menimbulkan gejala gastrointestinal dibandingkan
plasebo.
Beberapa obat NSAID antara lain ibuprofen, natrium diklofenak, ketorolak, dan
ketoprofen. Pemberian ibuprofen secara rektal 40 mg / Kg berat badan yang dibagi dalam
4 dosis pada anak usia 1 tahun atau lebih terbukti dapat mengurangi nyeri pasca tindakan
bedah minor dan mengurangi penggunaan morfin dibandingkan plasebo. Ketorolak
tersedia untuk pemberian secara intravena. Dosis ketorolak 0.5 sampai 1.5 mg / Kg berat
terbukti efektif dalam mengurangi nyeri pasca pembedahan pada beberapa penelitian.
Diklofenak digunakan sebagai alternatif dari anestesi lokal pada pembedahan abdomen
bawah atau penis. Kombinasi diklofenak rektal 1 mg / Kg berat badan dengan anestesi
lokal menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan memblok lokal secara tunggal.
Dosis obat NSAID yang direkomendasikan untuk anak dalam mengatasi nyeri pasca
pembedahan diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Dosis NSAID untuk nyeri pasca pembedahan pada anak


NSAID (cara Dosis Juml Dosis
pemberian) tunggal ah maksimum
(mg/ dosis (mg/Kg/hari)
Kg) haria
n
Diklofenak (po / 1-2 1-3 2-4
pr)
Ibuprofen (po / 5-10 3-4 40
pr)
Ketorolak (po) 0.2-0.5 3-4 1
Ketoprofen (po) 1-2.5 2-3 5
po = peroral; pr = perektal

III. Manajemen Nyeri Non Farmakologi

1. Distraksi
Anak-anak kurang dari 6 tahun merespon dengan baik untuk teknik distraksi. Prinsip
distraksi adalah mengalihkan fokus anak terhadap nyeri yang dirasakan kepada
hal/kegiatan lain yang disenangi. Teknik distraksi dapat dilakukan melalui meniup
gelembung, mendengarkan musik, bermain, menonron video, dan lainnya.
2. Breathing Techniques
Pola pernapasan tertentu diatur agar dapat meningkatkan relaksasi anak. Teknik pola
pernapasan membutuhkan konsentrasi dan perhatian anak sehingga mengambil pikiran
dari rasa sakit prosedural. Hal ini mengajarkan anak untuk mengelola stres. Dua jenis
teknik pernapasan yang dapat digunakan diantaranya pernapasan dada berirama dalam
dan berpola pernapasan dangkal.
3. Guided Imagery
Guided Imagery adalah proses relaksasi dan fokus konsentrasi pada membayangkan
gambar. Teknik ini menggunakan suara dan gambaran dalam imajinasi seseorang untuk
menghasilkan rasa kesejahteraan. Guided Imagery berguna untuk kecemasan pra operasi
dan manajemen nyeri pasca operasi. Anak didorong untuk membayangkan berada di
tempat favorit dan kemudian membayangkan pemandangan, suara dan bau di tempat
favorit tersebut.
4. Progressive Muscle Relaxation
Anak dapat mencapai relaksasi, mengurangi kecemasan dan nyeri melalui identifikasi
bagian tubuh yang nyeri. Teknik ini mengajarkan anak secara sistematik progresif, fokus
pada tujuan merelaksasi tubuh tahap demi tahap. Hal ini dirancang untuk membantuk
anak-anak mengenali dan mengurangi ketegangan tubuh berhubungan dengan nyeri.
Instruksi yang diberikan kepada kelompok otot yang tegang dan tahan dalam kondisi itu
selama 10 detik dan perhatikan cara otot terasa tegang ketika dibandingkan dengan
bagaimana rasanya ketika ketegangan itu santai.
5. Biofeedback
Prinsipnya adalah untuk menerjemahkan keadaan fisik tubuh menjadi sinyal audio-visual.
Teknik ini menggunakan alat berupa elektroda yang dipasang secara eksternal di atas
setiap pelipis. Elektroda mengukur ketegangan kulit dalam microvolt. Anak belajar
mencapai relaksasi yang optimal dengan menggunakan umpan balik dari poligraf
sementara Ia menurunkan tingkat ketegangan actual yang sedang dialami. Tetapi ini
sangat efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala.
6. Hypnosis
Teknik ini melibatkan perhatian berfokus untuk mencapai tingkat yang lebih dalam
relaksasi. Kecenderungan anak-anak untuk memiliki rentang perhatian yang pendek
memungkinkan teknik hipnosis untuk lebih menangkap rentang perhatian dan anak tetap
fokus jauh dari prosedur yang menyakitkan. Hipnosis membantu mengubah persepsi
nyeri melalui sugesti positif.
7. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS merupakan metode yang menggunakan stimulasi listrik voltase rendah secara
langsung di area nyeri yang teridentifikasi, pada titik akupresur, sepanjang rasa saraf
perifer yang mempersarafi area nyeri tersebut, atau sepanjang kolom spinal. Penggunaan
TENS bermanfaat untuk mengurangi nyeri kronis dan akut, menurunkan kebutuhan opiat
dan kemungkinan depresi fungsi pernapasan karena penggunaan narkotik, dan
memfasilitasi keterlibatan klien dalam pelaksanaan nyeri.
DISKUSI DAN TANYA JAWAB

I. PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Pertanyaan :
13171133054 - Meirina Nur Asih
Kapan waktu efektif kita melakukan intervensi manajemen nyeri secara
farmakologis dan kapan waktu efektif kita menggunakan intervensi menejemen
nyeri secara non farmakologis? selain itu, wewenang kita sebagai perawat dalam
pemberian intervensi farmakologis itu terbatas dimana saja?

Jawaban :
13171133149 – Wahidah
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat juga
memiliki efek samping bagi tubuh. Apabila obat digunakan dalam batas yang
normal dan bijak, maka efek samping tersebut tidak akan membahayakan tubuh.
Kapan kita menggunakan intervensi manajemen nyeri farmakologi? Apabila
pasien dikatakan benar-benar butuh penanganan yang menggunakan obat,
penentuan ini dikolaborasikan dengan dokter yang bersangkutan. Kapan kita
menggunakan intervensi manajemen nyeri non-farmakologi? Yaitu disaat pasien
merasa bisa mentoleran rasa nyeri yang dirasakan. Manajemen non-farmakologi
bisa menjadi jalan lain.

2. Pertanyaan :
13171133055 – Lathifath’ul Rahayu
Untuk obat analgesik apakah ada efek sampingnya? Kalau ada tolong jelaskan
efek samping dari obat anasik, selain mengakibatkan ngantuk.

Jawaban :
1) 13171133149 – Wahidah
Berdasarkan sepengetahuan saya, tidak ada obat yang tidak memiliki efek
samping. Jadi, setiap obat memiliki efek samping masing-masing, maka
dari itu kita harus bijak dalam penggunaan obat. Untuk efek samping dari
obat analgesik sendiri, selain menyebabkan kantuk, juga dapat
mengakibatkan orang tersebut cepat lemas. Selain itu contohnya saja obat
paracetamol memiliki efek samping menyebabkan kerusakan hati jika
digunakan dalam dosis tinggi. Dan berbagai macam obat analgesik
lainnya. Semoga jawabannya sudah memuaskan.
2) 131711133148 – Della Yoliana
saya setuju dengan wahidah bahwa tidak ada obat yang tidak memiliki
efek samping, semua obat memiliki efek samping namun sangat
tergantung kepada beberapa faktor seperti usia, genetika, fungsi ginjal,
fungsi hati dan jenis kelamin. Serta masing-masing senyawa analgesik ini
mempunyai cara kerja dan sifat yang berbeda-beda. Satu obat pereda nyeri
dapat mengandung satu macam zat saja, namun dapat pula
dikombinasikan dengan zat-zat lainnya yang dimaksudkan untuk
menambah khasiatnya atau untuk mengurangi efek sampingnya. Oleh
karena itu ketika kita akan menggunakan obat analgesik faktor yang harus
kita pertimbangkan adalah kondisi kesehatan Anda sendiri. Contoh :
Aspirin sebaiknya tidak digunakan jika mempunyai sakit maag, tukak
lambung, asma, rematik, tekanan darah tinggi, penyakit liver ataupun
ginjal, atau mudah mengalami perdarahan, sebab aspirin dapat memburuk
keadaan penyakit. Ibu hamil juga harus berhati-hati mengonsumsi aspirin
karena efeknya yang merangsang lambung.

3. Pertanyaan :
131711133112 – Meilinda Galih
Apakah bisa di spesifikan kembali manajemen nyeri non-farmakologis untuk
rentang usia pertumbuhan anak. Misal anak usia toddler lebih dianjurkan
manajemen nyeri non-farmakologi yang seperti apa? 

Jawaban :
131711133125 – Izzatul Istiqomah
untuk spesifiknya kelompok kami belum menemukan, tetapi dari sumber yang
saya temukan distraksi atau pengalihan perhatian merupakan metode intervensi
non farmakologi yang paling banyak digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas
pada anak. Teknik ini dilakukan oleh perawat, orangtua, dan klinisi. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa distraksi dapat mengurangi waktu dan jumlah tenaga
medis dalam melakukan prosedur atau tindakan bedah. Distraksi juga lebih
ekonomis dibandingkan penggunaan analgetik. Distraksi dibagi menjadi 2
kategori yaitu: 
(1) distraksi pasif, dimana anak diminta untuk tetap tenang saat tenaga medis
melakukan distraksi secara aktif (dengan bernyanyi, berbicara, atau membacakan
buku)
(2) distraksi aktif, dilakukan dengan partisipasi anak selama tindakan.

4. Pertanyaan :
131711133014 – Sesi Putri Arisandi
Pada file materi yang telah dilampirkan di atas disebutkan bahwa "Semua opiat
menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan,
tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung menurun".
Mengapa pemberian obat opiat yang teratur dapat menurunkan efek samping obat
tersebut? 

Jawaban :
131711133163 – Yuni Rengen
Sebelumnya saya mau meluruskan kalau obat opoid/opiat tidak dapat mengurangi
efek samping kalau di berikan secara teratur, dan yg dijelaskan di materi diatas
merupakan keslahan dalam menjelaskan. Berikut saya akan menjelaskan
pemberian obat opoid jika berlebihan. Analgesik opioid digunakan untuk
mengurangi nyeri sedang sampai berat, terutama yang pada bagian viseral.
Penggunaan berulang dapat mengakibatkan ketergantungan dan toleransi, tapi ini
bukan alasan tidak digunakannya dalam mengatasi nyeri pada penyakit terminal.
Penggunaan opioid kuat mungkin sesuai untuk beberapa kasus nyeri kronis non-
keganasan; pengobatan sebaiknya diawasi oleh dokter spesialis dan kondisi pasien
sebaiknya dikaji setiap interval tertentu EFEK SAMPING. Berbagai analgesik
opioid memiliki banyak efek samping yang sama walaupun ada perbedaan
kualitatif dan kuantitatif. Yang paling sering, diantaranya mual, muntah,
konstipasi, dan rasa mengantuk. Dosis yang lebih besar menimbulkan depresi
napas dan hipotensi. Overdosis, lihat Perawatan Darurat pada Keracunan.

5. Pertanyaan :
131711133036 – Mafthuhatul Maghfiroh
Tolong berikan salah satu contoh metode yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien
akan lupa terhadap nyeri yang dialami!

Jawaban :
1) 131711133127 – Yulia Mariskasari
Metode yang yang dapat digunakan untuk mengalihkan rasa nyeri adalah
salah satunya metode distraksi Distraksi adalah suatu metode untuk
mengatasi nyeri dengan mengalihkan perhatian klien yaitu dengan
bernapas pelan-pelan, masase sambil bernapas pelan-pelan,membayangkan
halhal yang indah, membaca koran, menonton TV (acara kegemaran),
mendengarkan music dan melakukan kegemaran ditempat tidur (menulis
buku cerita).
2) 131711133125 – Izzatul Istiqomah
Distraksi adalah suatu strategi manajemen nyeri dimana perhatian pasien
dialihkan dari rasa nyeri ke sesuatu hal yang lain (DeLaune & Ladner,
2011). Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan persepsi
nyeri dengan stimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Kozier, et al., (2010) membagi tipe distraksi kedalam empat kelompok,
yaitu: 
a. Distraksi Visual adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara menonton televisi, membaca majalah/koran/buku cerita atau imajinasi
terbimbing. 
b. Distraksi Auditor adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara mendengarkan musik atau dengan humor. 
c. Distraksi taktil adalah tekhnik pengalihan nyeri yang dilakukan dengan
cara melakukan latihan pernapasan lambat dan berirama, pijat dan
mengelus atau memegang binatang peliharaan atau mainan.  
d. Distraksi intelektual adalah pengalihan nyeri yang dilakukan dengan cara
mengisi teka-teki silang, bermain kartu atau melakukan hobi seperti
mengoleksi prangko dan menulis sebuah cerita.
3) 131711133008 – Arik Setyani
Salah satu metode yang digunakan untuk mengalihkan perhatian terhdapa
rasa nyeri ialah yang biasa disebut dengan distraksi. dimana distraksi ini
ada salah satu cara mengalihkan perhatian sang pasien terhadap  nyeri
ataupun penyakit yang dia alami. salah satu metode konkritnya ialah
mungkin dengan menonton televisi, mendengarkan radio, bahkan
jikapasien mampu mungkin bisamemainkan game online atau yang
lainnya. semuahal diatas dapat mengalihkan perhatian atau mengalihkan
rasa n yeri yang dialami pasien. Terimakasih

6. Pertanyaan :
131711133147- Joanka Delaneira
Tadi disebutkan intervensi untuk meminimalkan nyeri ada 3 yaitu kognitif,
perilaku dan kombinasi. Bisa tolong dijelaskan intervensi kombinasi itu seperti
apa? 

Jawaban :
131711133091 – Enggar Qur’ani Ayu
Yang dimaksud dengan intervensi kombinasi itu adalah manajemen nyeri yang
dilakukan dengan menggabungkan lebih dari dua intervensi baik dari segi
farmakologi maupun dari non farmakologi, misalnya menggabungkan antara
pemberian obat analgesik dengan memberikan hiburan kepda pasien yang
bertujuan agar pasien sedikit melupakan rasa nyeri yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA

American Medical Association. Pain management: pathophysiology of pain and pain


assessment. Diunduh dari:
http://www.ama-meonline.com/pain_mgmt/module01/index.htm. Tanggal 1 November
2013.

American Pain Society. The assessment and management of acute pain in infants, children, and
adolescents. Pediatrics. 2001;108:793-7.

Fortier MA, MacLaren JE, Martin SR, Perret-Karimi D, Kain ZN. Pediatric pain after
ambulatory surgery: where’s the medication?. Pediatrics. 2009;124:e588-95.
Ika Purnama Mardhan, Konsep Nyeri pada Anak, Scrib,
https://www.scribd.com/doc/167040121/KONSEP-NYERI-PADA-ANAK-doc [diakses
04 Maret 2019, pukul 14.30 WIB].

Pembedahan. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi
ke-2. Jakarta: EGC, 2005.h.265-88.

Anda mungkin juga menyukai