Anda di halaman 1dari 15

Makalah Farmakologi

“Analgetik Antipiretik dan Antiinflamasi”

Disusun Oleh : Kelompok IX


Anggota : 1. Ayu Khoirunnisa (202102047 )
2. Lintang Faturohman (202102063 )
3. Mulia Abdillah Sunarya (202102066 )

Dosen Pembimbing : Puput Risti.,M.Kep

Program Studi DIII Keperawatan


Stikes Muhammadiyah Klaten

1
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai

“obat Analgesik Antipiretik dan Antiinflamasi” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan

untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Farmakologi serta

agar menambah ilmu pengetahuan tentang obat Analgetik Antipiretik Antiinflamasi.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh

dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan

“Analgetik-Antipiretik dan Antiinflamasi”.

Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang makalah

ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

2
Daftar Isi

Cover Makalah…………………………………………….....…………………………….
….1
Kata Pengantar………………………………………………....………………………….
….2
Daftar Isi ………………………………………………………….........
………………………..3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..…....4
1.2 Tujuan …………………………………………………………………….......
…..4
Bab II Pembahasan
2.1 Analgetik..................…………..…………………………………………….5-8
2.2 Antipiretik.................…………………………………………………........9-10
2.3 Antiinflamasi………….............................................…………...11-14
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan …………….………………………………………………..........15
3.2 Saran …………….
……………………………………………………………........15
Daftar Pustaka …………….……………………………………………………….
…….........16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila
tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-
obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan
bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Interaksi
obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat sekaligus dalam satu periode
(polifarmasi ) digunakanbersama-sama. Interaksi obat berarti saling pengaruh antarobat
sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam
proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut
meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam
proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat
menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat
makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Obat-obat analgetik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)


merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda
secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki  banyak persamaan
dalam efek terapi maupun efek samping. Golongan  obat ini menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadfi PGG2 terganggu. Setiap
obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analgetik, antipiretik dan anti  inflamasi
2. Mengetahui penggolongan obat dari analgetik, antipiretik dan anti inflamasi
3. Mengetahui khasiat dari kerja obat-obat tersebut

4. Mengetahui cara penggunaan obat dari analgetik, antipiretik dan anti inflamasi

4
Bab II
Pembahasan

2.1 Analgetik
Pengertian Analgetik
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok yaitu
 obat golongan opioid
Golongan Opioid bekerja pada sistem saraf pusat
 NSAID.
golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau
kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat digambarkan
sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa terbakar,
menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang timbul dan berbeda
tempat nyeri.
jenis nyeri beserta obatnya, yaitu:
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,
keseleo. Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik perifer seperti :
 Paracetamol
Dewasa: 3-4 x sehari dengan dosis 500-1000 mg. Dosis maksimal
4000mg/hari.
Anak-anak: mengikuti sesuai aturan dokter atau petunjuk pemakaian
obat, dengan dosis 10-15mg/kgBB/setiap kali pemberian dengan
interval 6-8 jam.
 Acetosal (aspirin)

5
Sebagai antinyeri dan demam pada orang dewasa: 2325-650 mg setiap
4-6jam dengan maksimal dosis 4 gram/hari
Sebagai antinyeri sendi: dosis awal 2,4-3,6 gram/hari. Dosis
dipertahankan 3,6-5,4 mg/hari
 glafenin.
Dewasa
Konsumsi obat 3-4 x 200-400 mg per hari
Anak-anak
usia 10-15 tahun : 3 x 200 mg per hari
usia 5-9 tahun : 3 x 100 mg per hari
b. Nyeri yang disertai pembengkakan
Contohnya : Jatuh, tendangan, dan tubrukan
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik antiradang seperti :
 NSAID (ibu profen)
Dewasa: 3-4 x dengan dosis 200-400 mg atau sesuai anjuran dokter. Dosis
maksimal 1200mg/hari.
Anak-anak: 4-10 mg/kgBB/kali pemberian dengan interval 6-8 jam.
 NSAID (mefenaminat)
 Aminofenazon
c. Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa :
 Morfin
Bentuk: Tablet
Dewasa: 5–20 mg, tiap 4 jam.
Anak usia 1–5 tahun: 5 mg, tiap 4 jam. Dosis maksimal adalah 30 mg.
Anak usia 6–12 tahun: 5–10 mg, tiap 4 jam. Dosis maksimal adalah 60
mg.
Bentuk: Suntikan intraspinal
Dewasa: Dosis awal adalah 5 mg. Jika dibutuhkan, dosis dapat
ditambahkan sebanyak 1–2 mg setelah 1 jam.
Bentuk: Suntikan intratechal
Dewasa: 0,2–1 mg sebagai dosis tunggal.

6
Bentuk: Suntikan intravena
Dewasa: Dosis awal adalah 1–10 mg, selama 4–5 menit, dilanjutkan
dengan 1 mg selama 5–10 menit.
(dibawah pengawasan dokter)
 Atropine
Dosis atropin untuk orang dewasa
Bradikardia: 0,4-1 miligram (mg), pemberian suntikan melalui
pembuluh darah setiap 1-2 jam sekali sesuai kebutuhan. Dosis
maksimum adalah 2 mg.
Penyumbatan atrioventricular: 0.4 mg hingga 0.6 mg, penyuntikkan
melalui otot atau kulit.
Anestesi: 0.4 mg hingga 0.6 mg, intravena melalui otot atau kulit.
Pembuangan cairan pada hidung (rhinorrhea): 0.4 mg hingga 0.6 mg,
bisa melalui otot atau kulit.
Cedera kepala: 0.4 mg hingga 0.6 mg, IV, bisa melalui otot atau kulit.
Dilatasi pupil (mydriasis), cycloplegia, dan mata malas (amblyopia):
satu tetes atropine ophthalmic 40 menit sebelum waktu maksimum dari
dilatasi.
Keracunan organofosfat: 0.8 mg, IM.
Jjika tidak ada efek samping setelah 30 menit penggunaan atau gejala
keracunan justru bermunculan, berikan 2 mg, melalui injeksi
intramuskular (IM), setiap satu jam hingga gejala reda atau hilang sama
sekali.
Dosis atropin (atropine) untuk anak-anak
Berikut dosis atropin untuk anak dengan kondisi bradikardia, anestesi
sebelum operasi, pembuangan cairan hidung, cedera kepala, dan
penyumbatan atrioventrikular.
3-7 kg: 0.1 mg, IV, IM, atau melalui kulit
8-11 kg: 0.15 mg, IV, IM, atau melalui kulit
11-18 kg: 0.2 mg, IV, IM, atau melalui kulit
18-29 kg: 0.3 mg, IV, IM, atau melalui kulit
29-41 kg: 0.4 mg, IV, IM, atau melalui kulit
lebih dari 41 kg: 0.4-0.6 mg, IV, IM, atau melalui kulit

7
Sementara itu, dosis obat sesuai dengan berat badan untuk anak-anak
keracunan organofosfat adalah sebagai berikut.
Berat badan lebih dari 41 kg: 2 mg
Berat badan 18-41 kg: 1mg
Berat badan 7-18 kg: 0.5 mg
Berat badan kurang dari 7 kg: 0.25 mg
Dosis atropin untuk anak-anak dilatasi pupil (mydriasis), cycloplegia,
dan mata malas (amblyopia).
Usia tiga bulan ke atas: satu tetes atropine ophthalmic 40 menit sebelum
waktu maksimum dari dilatasi.
Usia kurang dari tiga bulan: Dosis harus ditentukan oleh dokter sesuai
dengan kondisi pasien.
 Butylscopolamine
Dewasa: 20 mg, 4 kali sehari.
Anak-anak usia 6–11 tahun: 10 mg, 3 kali sehari.
 camylofen ( harus dengan resep dokter).
Dewasa : Tablet : 25 mg (1 tablet) 2-3x pemberian/hari. Injeksi : 1mL
(25mg) secara IM/IV, dengan maksimal 3x pemberian/hari.
d. Nyeri hebat menahun
Contoh : kanker, rematik, dan neuralgia berat.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik berupa :
 Fentanyl
Dewasa: Dosis awal adalah 1–2 mcg/kgBB per jam. Dosis pemeliharaan
2–20 mcg/kgBB/dosis melalui suntik IV. Anak usia >2 tahun: 2-3
mcg/kgBB melalui suntik IV atau IM setiap 1–2 jam sesuai dengan
kebutuhan.
 Dekstromoramida
 benzitramida.

2.2 Antipiretik
Pengertian Antipiretik

8
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu
tubuh pada keadaan demam. Antipiretik bekerja dengan merangsang pusat
pengaturan panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi
akan dihambat dengan cara memperbesar pengeluarn panas yaitu dengan
menambah aliran darah ke perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat.
(Tjay,2007). Obat-obat antipiretik juga menekan gejala-gejala yang biasanya
menyertai demam seperti mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain.
Namun, pada kenaikan suhu yang rendah atau sedang, tidak terdapat banyak
bukti yang menunjukkan bahwa demam merupakan keadaan yang berbahaya
atau bahwa terapi antipiretik bermanfaat. Perintah pemberian antipiretik yang
rutin, dapat mengaburkan informasi klinis penting yang perlu dicari dengan
mengikuti perjalanan suhu tubuh apakah naik ataukah turun. Antipiretik
menyebabkan hipotalamus untuk mengesampingkan peningkatan interleukin
yang kerjanya menginduksi suhu tubuh. Tubuh kemudian akan bekerja untuk
menurunkan suhu tubuh dan hasilnya adalah pengurangan demam. Obat-obat
antipiretik tidak menghambat pembentukan panas. Hilangnya panas terjadi
dengan meningkatnya aliran darah ke perifer dan pembentukan keringat.
Efeknya ini bersifat sentral, tetapi tidak langsung pada neuron hipotalamus.
Cara menurunkan demam tinggi diduga dengan menghambat pembentukan
prostaglandin E1.
√Obat-obat yang memiliki efek antipiretik adalah:
1. Paracetamol
°Dewasa: 3-4 x sehari dengan dosis 500-1000 mg. Dosis maksimal
4000mg/hari.
°Anak-anak: mengikuti sesuai aturan dokter atau petunjuk pemakaian
obat, dengan dosis 10-15mg/kgBB/setiap kali pemberian dengan interval 6-8
jam.
°Paracetamol memiliki merek dagang: Tempra, Biogesic, Panadol,
Etervix, Naprex, Farmadol.

2. Ibuprofen untuk demam dan menghilangkan rasa nyeri


°Dewasa: 3-4 x dengan dosis 200-400 mg atau sesuai anjuran dokter.
Dosis maksimal 1200mg/hari.

9
°Anak-anak: 4-10 mg/kgBB/kali pemberian dengan interval 6-8 jam.
°Ibuprofen memiliki merek dagang: Arfen, Brufen, Proris, Farsifen

3. Aspirin
°Sebagai antinyeri dan demam pada orang dewasa: 2325-650 mg setiap 4-
6jam dengan maksimal dosis 4 gram/hari
°Sebagai antinyeri sendi: dosis awal 2,4-3,6 gram/hari. Dosis
dipertahankan 3,6-5,4 mg/hari
°Aspirin memiliki merek dagang: Aspilets, Thrombo, Aspilets.

•) Mekanisme Antipiretik

Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat


di hipotalamus ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui
bertambahnya aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat. Zat
antipiretik dapat mengikat enzim sikooksigenase yang memicu pembentukan
prostalandin, sehingga kadar prostagladin menurun kadarnya di daerah
thermostat dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebut adalah hasil
kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di
hipotalamus. (Tjay,2007)

2.3 Antiinflamasi
Pengertian anti inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktifasi atau merusak organisme yang
menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan.

10
Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. Namun kadang-
kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti
tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artritisrematid.
Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak
diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini
merupakan suatu obat yang heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS,
tidak banyak manfaat kliniknya karena ada AINS dari subgolongan yang sama
memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan
tetapi memiliki sifat yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek
sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Bebrapa AINS umumnya bersifat anti-inflamasi, analgesika dan antipiretik.
Efek antipiretiknya bari terlihat pada dosis yang lebih besar dari pada efek
analgesiknya, dan AINS relatif lebih toksis dari pada antipiretika klasik, maka obat-
obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti artritis
reumatoid, osteo-artritis, spondilitis ankliosa dan penyakit pirai. Respon individual
terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau
derivat kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan satu obat bisa dicoba
dengan obat sejenis dari derivat kimiawi yang sama. Semua AINS merupakan iritan
mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar obat-obat ini. Mekanisme
kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis
prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase
terdapat dalam 2 isoform yang disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform
tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam
pemelihraan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya
ginjal, saluran cerna, dan trombosit.
Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1 menghasilakan prostasiklin yang
bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar,
termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis
trombosit oleh KOKS-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh KOKS-2
di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan
agregasi trombosit.

11
2.3 Antiinflamasi
Berikut contoh obat-obat antiinflamasi yang beredar di Indonesia saat ini :
1. Aspirin
untuk meredakan nyeri, demam, dan peradangan. Selain itu, obat yang dikenal
juga dengan nama asam asetisalisilat ini juga digunakan untuk mencegah
terbentuknya gumpalan darah, sehingga menurunkan risiko terjadinya serangan
jantung atau stroke pada penderita penyakit kardiovaskular.
Bentuk obat: Tablet
Merek dagang: Acetylsalicylic Acid, Ascardia, Aspilets, Astika, Bodrexin,
Cardio Aspirin, Cartylo, Contrexyn, Coplavix, Farmasal, Gramasal, Inzana,
Miniaspi 80, Naspro, Nogren, Nospirinal, Novosta, Thrombo Aspilets
Dosis :
Dosis awal 300–900 mg, dosis dapat diulang setelah 4–6 jam jika dibutuhkan.
Dosis maksimal 4.000 mg per hari.
Dosis untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-
75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya
dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan           

2.  Ibuprofen
untuk meredakan nyeri dan peradangan, misalnya sakit gigi, nyeri haid, dan
radang sendi.
Bentuk obat: Tablet, kapsul, sirup, suntik
Merek dagang: Arbupon, Bodrex Extra, Bodrexin IBP, Ibuprofen, Intrafen, Neo
Rheumacyl, Novaxifen, Oskadon SP, Paramex Nyeri Otot, Procold Obat Sakit
Kepala, Proris.
Dosis :
Oral: Dewasa             : 1200 – 1800 mg/ hr Dibagi 3 – 4 (maks 2.400 mg/hr
Anak > 30 Kg BB     : 20 mg/ kg BB/ hr
Anak < 30 kg BB      : maks 500 mg/ hr
PO                             : Berikan segera sesudah makan

12
3. Asam mefenamat
Bentuk obat: Tablet, kapsul, sirup
Merek dagang: Asmef, Lapistan, Mefinal, Mefinter, Novastan, Omestan, Opistan,
Ponstan, Trifastan.
Tujuan: mengatasi nyeri
Dewasa: 500 mg untuk dosis pertama, dilanjutkan dengan 250 mg tiap 6 jam
selama 7 hari.
Anak-anak 14 tahun ke atas: dosis ditentukan oleh dokter.
Tujuan: meredakan nyeri haid
Dewasa: 500 mg untuk dosis pertama, dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam
selama 2 sampai 3 hari.
Anak-anak 14 tahun ke atas: dosis ditentukan oleh dokter.

4.  Naproxen
Merek dagang: Alif 500, Xenifar
Tujuan: Mengatasi juvenile rheumatoid arthritis
Anak-anak usia >5 tahun: 10 mg/kgBB per hari, dibagi menjadi 2 jadwal
konsumsi.
Tujuan: Mengatasi rheumatoid arthritis, osteoarthritis, atau ankylosing
spondylitis
Dewasa: 500–1.000 mg per hari, yang bisa dibagi dalam 1 atau 2 jadwal
konsumsi.
Tujuan: Mengatasi penyakit asam urat
Dewasa: Dosis awal 750 mg, lalu dilanjutkan dengan 250 mg tiap 8 jam, hingga
nyeri reda.
Tujuan: Mengatasi nyeri otot, nyeri sendi, atau nyeri haid
Dewasa: Dosis awal 500 mg, lalu dilanjutkan dengan 250 mg tiap 6–8 jam
selama dibutuhkan. Dosis maksimal adalah 1.250 mg per hari.

13
Bab III
Penutup
1.1 Kesimpulan
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi semua
kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan efek samping,
respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai dengan hasil
interaksi obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan sulit diberikan. Karena
banyak obat tidak ideal, sebagai calon dari tim kesehatan harus berlatih “care” untuk
meningkatkan efek terapeutik dan meminimalkan kemungkinan bahaya yang
ditimbulkan obat. Sebagai salah satu calon dari tim kesehatan, harus paham betul akan
pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan
minimal.

1.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
- Untuk obat analgetik-antipiretik , dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi obat ini
secara berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan bagi
pemakainya.
- Dan untuk obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu berlebihan
atau ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat menyebabkan
terjadinya perubahan kerja enzim.

14
Daftar Pustaka

Berman, Audrey., dkk. 2009. Buku Ajar Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC.
dr. Theodorus. _______. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC.
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology).
Jakarta : Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I.
Katzung. G. Bertram 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik EdisiVIII Bagian ke II. Jakarta :
Salemba Medika.
Schmitz, Gery, dkk. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fak. Kedokteran UNSRI. 2008. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Jakarta : EGC.
https://www.honestdocs.id/analgetik-dan-antipiretik
https://www.alodokter.com/morfin
https://www.alodokter.com/obat-antiinflamasi-nonsteroid

15

Anda mungkin juga menyukai