Adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan
respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Sering juga disebut opioida (= mirip opiat).
Tubuh memiliki zat opiat yakni zat-zat endorfin yang selain dapat mensintesanya sendiri tetapi
juga bekerja melalui reseptor opiat tersebut.
Zat-zat endorfin (morfin endogen): kelompok polipetida endogen yang terdapat di SSP dan dapat
menimbulakan efek yang menyerupai efek morfin, yaitu: -endorfin, dynorfin, enkefalin yang
menduduki reseptor yang berlainan.
Zat ini memiliki sifat analgetis kuat, dimana tidak mengubah persepsi nyeri melainkan
memperbaiki “penerimaannya”. Rangsangan listrik dari bagian tertentu otak mengakibatkan
peningkatan kadar endorfin SSP.
PENGGOLONGAN
Berdasarkan cara kerja :
1. Agonis Opiat : cara kerja sama dengan morfin yaitu bekerja sebagai agonis terutama pada
reseptor dan mungkin pada reseptor , (hanya berlainan potensi lama
kerja, ES, dan resiko kebiasaan dan ketergantungan fisik).
Contoh : alkaloida candu (morfin, kodein, heroin, dsb) dan zat sintetis (metadon dan
derivatnya, petidin dan derivatnya, dan tramadol).
2. Antagonis Opiat : Sebagai analgetika, menduduki salah satu reseptor yaitu tidak memiliki
aktivitas agonis pada semua reseptor.
Contoh : Naloksan, nalorfin, dsb
3. Kombinasi : Opioid dengan kerja campur. Zat ini dapat mengikat pada reseptor opioid
tetapi tidak mengaktifasi kerjanya dengan sempurna.
a. Agonis-Antagonis opioid : bekerja sebagai agonis pada beberapa reseptor dan sebagai antagonis
atau agonis lemah pada reseptor lain.
Contoh : Nalorfin, Pentazosin.
b. Agonis Parsial
Contoh : Buprenorfin.
MEKANISME KERJA:
Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor nyeri di SSP, hingga perasaan nyeri dapat
diblokir. Khasiat analgetis opioda berdasarkan kemampuannya menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang
belum ditempati endorfin. Tetapi bila analgetik tersebut digunakan secara terus-menerus, pembentukan
reseptor baru distimulasi dan produksi endorfin di ujung saraf otak dirintangi. Akibatnya terjadinya
kebiasaan dan ketagihan.
PENGGUNAAN:
WHO menyusun tangga analgetika melalui program penggunaan analgetik, yakni:
1. non-opioida : NSAID’s termasuk asetosal
2. opioida lemah : tramadol dan kodein, atau komb. Parasetamol dan Kodein.
3. opioida kuat : morfin dan derivatnya serta zat sintetis opioida.
ANTAGONIS MORFIN
Yaitu zat yang dapat melawan efek samping opioida tanpa mengurangi kerja analgetisnya, contoh :
naloksan, naltrekson, dan naltrofin. Digunakan terutama pada overdose dan intoksikasi. Khasiat
antagonisnya diperkirakan berdasarkan pergeseran opioida dari tempat di reseptor-reseptor otak.
MORFIN
Cara Kerja :
Supresi SSP : Sedatif- hipnotis, euforia, menekan pernafasan dan menghilangkan
refleks batuk. Stimulasi SSP (miosis, mual, muntah, konvulsi.
Efek Perifer : Obstipasi, retensi kemih, vasodilatasi pembuluh kulit.
Efek analgetik morfin:
1. Meninggikan ambang rangsang nyeri.
2. Mempengaruhi emosi (mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada
waktu persepsi nyari diterima oleh korteks serebri dari talamus) Pasien tetap
merasakan nyeri tetapi perasaan kuatir dan menarik diri tidak timbul.
3. Menidurkan (ambang rangsang nyeri meningkat).
Indikasi : Untuk nyeri hebat akut dan kronis, seperti pasca bedah dan infark
jantung, untuk fase terminal dari kanker.
Dosis :
Sediaan tablet Retard untuk memperpanjang kerjanya.
Dewasa : 3-6 dd 10-20 mg dalam bentuk garam-HCL untuk oral.
: 3-6 dd 5-20 mg untuk s.c dan i.m
Anak-anak : 2 dd 0,1-0,2 mg/kg oral.
Efek Samping : Mual dan muntah, pusing, tremor, dan konvulsi.
Penanganan :
Untuk intoksikasi dengan Naloksan intravena permula 0,4 mg, bila perlu diulang setiap
2-3 menit.
Pilihan lain dengan Nalorfin s.c/i.m/i.v 5-10 mg , bila perlu diulang setelah 10-15 menit
sampai max 40 mg sehari.
KODEIN
Indikasi : Sebagai anti batuk (anti tussif) dan analgetik
Dosis :
Pada nyeri : oral 3-6 dd 15-60 mg (dewasa), 3-6 dd 0,5 mg/kg (anak 1 tahun)
Batuk : 4-6 dd 10-20 mg, max 120 mg/hari (dewasa)
4-6 dd 1 mg/kg (anak-anak)
Efek Samping : resiko ES dan adiksi lebih ringan dari pada Morfin
TRAMADOL
Cara Kerja : Bekerja sentral dengan menduduki reseptor opioida tetapi tidak
menekan pernafasan, praktis tidak mempengaruhi sistem
kardiovakuler ataupun motilitas lambung-usus.
Indikasi : Analgetis sedang (analgetik opiat)
Dosis :
14 tahun : 3-4 dd 50-100 mg, max 400 mg/hari
anak 1 tahun : 3-4 dd 1-2 mg/kg
Efek Samping : termangu, berkeringat, pusing, mulut kering, mual dan muntah,
obstipasi, gatal, rash, nyeri kepala dan letih.
FENTANIL
Merupakan turunan Petidin. Jarang digunakan karena ES dan sifat adiksi kuat. Efek
analgetis agonis opioida nya 80 x lebih kuat daripada morfin. Mula kerja cepat (2-3 menit,
i.v). Digunakan pada anastesi.
METADON
Suatu campuran rasemis yang memiliki daya analgetisnya 2x lebih kuat daripada morfin,
dan berkhasiat anastesi lokal. Digunakan untuk menghindari gejala abstinensia setelah
penghentian penggunaan opioida khususnya obat pengganti heroin dan morfin pada
terapi substitusipara pecandu.
Dosis: Pada Nyeri oral 4-6 dd 2,5 – 10 mg, max 150 mg/hari.
Pemeliharaan Pecandu : Permulaan 20-30 mg setelah 3-4 jam 20 mg, lalu 50-100
mg selama 6 bulan.