Anda di halaman 1dari 12

Terapi Tepid Sponge Untuk Mengatasi Hipertermia Pada Anak

Kelompok 1
Dian Handayani Silaban 1902004
Monika Pasaribu 1902022
Putri Manullang 1902025
Medianna Hutasoit 1902019
Lidya Olivia Siagian 2902014
Lamtiur Manalu 1902011
Pernando Tumanggor 1902024

Dosen Pengampuh : Benny Maria Lumbantoruan, SST,MKM

PRODI D-III KEPERAWATAN STIKES KESEHATAN BARU


DOLOKSANGGUL BUKIT INSPIRASI SIPALAKKI
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat
dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Makalah ini.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah kami ini boleh selesai sesuai dengngan waktu yang
ditetapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja khususnya bagi kami sebagai
Mahasiswa dan semua yang membaca Makalah ini, dan mudah-mudahan dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam menulis Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan Makalah kami ini.
Terimakasih.
Doloksanggul, 15 Mei 2021

Peyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pemberian Terapi Tepid Sponge Untuk Mengatasi Hipertermia Pada
Anak
1. Hipertermi
2. Terapi Tepid Sponge
2.2 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hipertermi
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
3.2 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam terjadi karena ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas
untuk mengimbangi produksi panas yang berlebih sehingga terjadi peningkatan
suhu tubuh.Demam tidk berbahaya jika dibawah 39oC, dan pengukuran tunggal
tidak menggambarkan demam.Selain adanya tanda klinis, penentuan demam juga
berdasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan
dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter dan Perry, 2009).
Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemikharus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkan (Kolcaba,2007, dalam Setiawati,2009).
Hipertermi disebabkan karena berbagai faktor. Jika tidak di manajemen
dengan baik, hipertermi dapat menjadi hipertermi berkepanjangan. Hipertermi
berkepanjangan merupakan suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38oC yang
menetap selama lebih dari delapan hari dengan penyebab yang sudah atau belum
diketahui. Tiga penyebab terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi
(60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus
sangat jarang menjadi penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab
adalah infeksi virus (Sari Pediatri,2008).
Perawat berperan penting untuk mengatasi hipertermia melalui peran
mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran mandiri perawat dalam mengatasi
hipertermia bisa dengan melakukan kompres (Alves & Almeida,2008,dalam
Setiawati,2009).
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
bila anak mengalami demam.Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres alkohol juga dikenal
sebagai bahan untuk mengompres. Namun kompres menggunakan es sudah tidak
dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak turun bahkan naik dan dapat
menyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan.Tindakan dengan
memberikan es/air es ini dapat menyebabkan vasokontriksi dan menggigil yang
dapat memperburuk hipertermia (Alpers,Ann, 2006). Metode kompres yang lebih
baik adalah kompres tepid sponge (Kolcaba,2007).
Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka.
Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu tempat saja, melainkan
langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu
masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka diseluruh area
tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien ini akan semakin
kompleks dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan
kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian
sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari
tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu
tubuh (Reiga, 2010).
Munurut Suprapti(2008) tepid sponge efektif dalam mengurangi suhu
tubuh pada anak hipertermia yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah tepid
sponge sebesar 0,53oC dalam waktu 30 menit. Sedangkan yang mendapatkan
terapi tepid sponge saja rata-rata penurunan suhu tubuhnya sebesar 0,97oC dalam
waktu 60 menit.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Meninjauan penurunan suhu tubuh pada anak yang emngalami hipertemia yang
diberikan tindakan kompres tepid sponge hangat.
2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien anak dengan hipertemia
3. Mampu merumuskan diagnose keperawatan yang tepat pada anak dengan
hipertemi
4. Mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan anak dengan Hipertemi
5. Mampu melakukan implementasi pada anak dengan Hipertemi
6. Mampu menganalisis penurunan suhu tubuh anak dengan hipertermi yang
diberikan kompres tepid sponge hangat
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mampu memberikan informasi dan motivasi kepada klien dan keluarga untuk
memilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan mandiri
2. Meningkatkan mutu pelayanan serta kemampuan dalam bidang keperawatan
pada klien hipertemi khususnya pada area keperawatan anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Konsep Dasar Pemberian Terapi Tepid Sponge Untuk Mengatasi Hipertermia
Pada Anak
1. Hipertemia
a. Pengertian
Hipertermia adalah ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan
panas maupun mengurangi produksi panas akibat dari peningkatan suhu
tubuh. Terjadinya hipertermia pada anak dengan DHF disebabkan oleh
adanya virus di dalam aliran darah (Poter & perry., 2010)
b. Etiologi
Menurut (PPNI, 2017) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, proses penyakit (infeksi dan kanker), ketidak
sesuain pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon
trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator.
c. Tanda dan gejala
Menurut (PPNI, 2017) gejala tanda mayor objektifnya yaitu suhu
tubuh diatas nilai normal yaitu di atas 37,5oC. Sedangkan, gejala tanda
minor objektifnya kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat.
d. Dampak
o
Ketika suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 C dapat
menyebabkan kejang demam (Desmawati, 2013). Saat fase demam mulai
berkurang dan klien tampak seakan sembuh, hal ini perlu diwaspadai
sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam. Syok
dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, klien dapat meninggal
dalam waktu 12-24 jam (Desmawati, 2013).
Temuan patologis pada orang yang meninggal karena
demam/hiperpireksia adalah perdarahan local dan degenerasi parenkimatosa
sel di seluruh tubuh, terutama di otak. Sekali sel neuron mengalami
kerusakan, sel tersebut tidak dapat digantikan. Demikian juga, kerusakan
hati, ginjal, dan organ tubuh lainnya sering kali dapat cukup berat,sehingga
kegagalan satu atau lebih dari organ-organ ini akhirnya menyebabkan
kematian, kadang tidak sampai beberapa hari setelah heatstroke (Guyton &
Hall, 2014).
e. Edukasi
Pengukuran fisiologis merupakan kunci untuk mengevaluasi status
fisik dan funsi vital, salah satunya pengukuran suhu tubuh. Pengukuran
suhu aksila dianjurkan untuk anak yang sangat menolak untuk dilakukan
pengukuran suhu melalui rektal tetapi juga tidak mungkin dilakukan
pengukuran suhu melalui oral. Memiliki keuntungan yaitu menghindari
prosedur invasif dan menghilangkan resiko perforasi rektal dan
kemungkinan terjadinya peritonitis. Dapat dipengaruhi oleh perfusi perifer
yang buruk (menurunkan nilai pengukuran) atau penggunaan lampu
penghangat (Wong, 2010).
Pengukuran suhu aksila dapat dilakukan dengan meletakkan
termometer di bawah lengan dengan bagian ujungnya berada di tengah
aksila, dan jaga agar menempel pada kulit, bukan pada pakaian, pegang
lengan anak dengan lembut agar tetap tertutup (Wong, 2010).
Prosedur pemeriksaan suhu aksila dimulai dari menutup daerah
sekeliling klien untuk menjaga privasi klien. Kemudian tempatkan klien
dalam posisi terlentang atau duduk. Bersihkan termometer dari bawah ke
atas dan pegang termometer di ujung atas termometer (untuk mengurangi
kontaminasi). Turunkan batas angka pada termometer hingga menunjukkan
o
angka 35 C dengan cara menggoyang-goyangkan termometer. Posisi
termometer saat membaca angka adalah sejajar dengan mata (untuk
mencegah kesalahan dalam pengukuran).
Buka baju klien untuk memudahkan meletakkan termometer.
Keringkan ketiak klien dengan tisu hal ini dapat dilakukan oleh klien
sendiri (keringat dapat mengakibatkan ketidakakuratan dari pengukuran
sebenarnya). Letakkan termometer di bawah pusat ketiak dan tangan
disilangkan (agar termometer menyentuh pembuluh darah ketiak). Tahan
thermometer 5 sampai dengan 10 menit. Angkat termometer dan bersihkan
termometer dari atas ke bawah. Baca termometer sejajar dengan mata.
Bersihkan termometer dan masukkan kembali ke tempatnya dan terakhir
cuci tangan (Kholid, 2013).
2. Terapi Tepid Sponge
a) Pengertian
Terapi tepid sponge adalah suatu tindakan dimanana dilakukan penyekaan
keseluruh tubuh dengan menggunakn air hangat dengan suhu 32oC sampai 37OC,
yang bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh yang di atas normal yaitu 37,5oC
(Widyawati & Cahyanti, 2010).
b) Tujuan
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) terapi tepid sponge memiliki tujuan
sebagai berikut:
1) Memberikan pelepasan panas tubuh melalui cara evaporasi konveksi
2) Memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh darah
3) Memberikan rasa nyaman pada anak
c) Indikasi
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) anak yang di berikan terapi tepid

sponge adalah anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh di atas normal yaitu

lebih dari 37,5oC.

d) Kontraindikasi
Kontraindikasi pada terapi tepid sponge (Widyawati & Cahyanti, 2010)

adalah:
1) Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid sponge
2) Tidak diberikan pada neonatus

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hipertermia


1. Pengkajian
Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh.
Pengukuran suhu yang dilakukan membutuhankan peralatan yang dipasang
invasif tetapi dapat digunakan secara intermiten. Tempat yang paling sering
digunakan untuk pengukuran suhu seperti oral, rektal, aksila, dan kulit yang
mengandalkan sirkulasi efektif darah pada tempat pengkuran yang mana panas
dari darah dialirkan ke termometer. Pengukuran suhu tubuh harus dilakukan
selama setiap fase demam. Selain itu kaji juga faktor-faktor yang memberat
peningkatan suhu tubuh seperti dehidrasi, infeksi ataupun suhu lingkungan serta
identifikasi respon fisiologis terhadap suhu seperti ukur semua tanda vital,
observasi warna kulit, kaji suhu kulit dan observasi adanya menggigil atau
diaforesis.
Menurut Potter dan Perry (2005), untuk memastikan bacaan suhu yang
akurat, tempat yang hendak diukur harus diukur secara akurat. Variasi suhu yang
didapatkan bergantung pada tempat pengukuran, tetapi harus antara 36◦C dan
38◦C. Walaupun temuan riset dari banyak penelitian didapat bertentangan,
secara umum diterima bahwa suhu rektal biasanya 0,5◦C lebih tinggi dari suhu
oral suhu aksila 0,5◦C lebih rendah dari suhu oral.
2. Diagnose Keperawatan
a) Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan ibu pasien
mengatakan demam sudah berlangsung 3 hari, An. Arewel suhu tubuh
39◦C.
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan ditandai dengan pasien tampak pucat dan
lemas.
c) Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan hipermetabolik ditandai
dengan An. A tampak lemas dan bibir kering.

3. Intervensi keperawatan
a) Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan ibu pasien
mengatakan demam sudah berlangsung 3 hari, An. Arewel suhu tubuh 39◦C.
 Observasi tanda-tanda vital
 Berikan pengetahuan pada keluarga tentang peningkatan suhu tubuh yang
terjadi.
 Anjurkan ibu memberikan pakaian yang tipis kepada pasien yang
menyerap keringat.
 Anjurkan ibu memberikan banyak minum air putih 2-2,5 liter perhari
 Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak.
 Memastikan pasien meminum obat penurun demam atau antipiretik yaitu
parasetamol ata

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kurang asupan makanan ditandai dengan pasien tampak pucat dan lemas.
 Identifikasi alergi makanan pasien.
 Monitor asupan diet pasien.
 Anjurkan keluarga memberikan makanan dalam porsi yang sedikit tapi
sering.
 Tentukan diet sesuai dengan kebutuhan.
 Berikan penkes kepada keluarga pasien tentang kebutuhan nutrisi.

c) Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan hipermetabolik ditandai dengan


An. A tampak lemas dan bibir kering.
 Identifikasi kemungkinan penyebab kekurangan cairan.
 Monitor adanya kehilangan cairan. Anjurkan keluarga
 memberikan banyak minum air putih.

N Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


o
1. Hipertemi berhubungan Tindakan Mandiri: S:
dengan proses infeksi  Membina hubungan saling -Ibupasien
ditandai dengan ibu percaya dengan An. A dan mengatakan
pasien mengatakan keluarga. Badan An. A terasa
demam sudah  Melakukan pengkajian panas.
berlangsung 3 hari, An. hingga pemeriksaan head O:
Arewel suhu tubuh 39◦C. to toe. -Tampak lemas dan
 Mengobservasi tanda- sidikit pucat.
tanda vital. -An. A tampak rewel.
 Memberikan penjelasan -suhu tubuh 39◦C.
pada keluarga tentang A:
peningkatan suhu tubuh -Masalah hipertermi
yang terjadi. belum teratasi wajah
 Menganjurkan ibu untuk An. A masih pucat
menggunakan pakain yang dan bibir kering.
tipis dan menyerap P:
keringat. -Intervensi di
 Menganjurkan ibu lanjutkan.
memberikan banyak
minum kepada pasien.
 Memberikan kompres
hangat.
2. Ketidakseimbangan  Monitor asupan diet
S:
nutrisi kurang dari pasien: makanan yang -Ibu pasien
kebutuhan tubuh masuk ke tubuh 3-4 mengatakan An. A
berhubungan dengan sendok. sudah mau makan
kurang asupan  Menganjurkan keluargadan
makanan ditandai memberi makan dalam minum yang banyak.
dengan pasien tampak porsi yang sedikit tapi O:
pucat dan lemas. sering. -Pasien habis makan
 Memberikan penkes pada 1 porsi.
keluarga tentangA:
kebutuhan nutrisi: -Masalah
 menambah pengetahuan ketidakseimbangan
keluarga tentangnutrisi kurang dari
pentingnya nutrisi bagi kebutuhan tubuh
teratasi.
P:-
3. Resiko kekurangan  Mengobservasi tandatanda S:
cairan berhubungan vital. -Ibu pasien
denganhipermetabolik  Mengobservasi membran mengatakan tidak
ditandai dengan An. A mukosa, dan turgor kulit. demam lagi.
tampak lemas dan  Memberikan kompres -ibu pasien
bibir kering. hangat. mengatakan keringat
yang keluar tidak
banyak lagi.
O:
-Pasien tampak segar
-Wajah pasien tidak
pucat lagi
-Temperatur 36,5◦C
A:
-Masalah teratasi
P:
-Intervensi
dihentikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
Untuk meminimalisasikan masalah pada diagnos prioritas dan diagnosa
keperawatan. Penulis menginplementasikan intervensi yang telah direncanakan oleh
penulis 3x24 jam. Diagnosa prioritas yang diangkat oleh peneliti teratasi sesuai
dengan target.
3.2 Saran
 Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menggunakan dan memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan prioritas
kebutuhan dasar yaitu hipertermi secara optimal pada pasien kelolaan.
 Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebaiknya pendidikan keperawatan lebih meningkatkan pengayaan, penerapan, dan
pengajaran asuhan keperawatan kepada mahasiswa, meningkatkan ilmu pengetahuan
dan memberikan keterampilan yang lebih kepada mahasiswa dan menambah referensi
tentang peningkatan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai