Anda di halaman 1dari 25

TOKSIKOLOGI

KLINIK
MORFIN
Kelp. 2 : Sulastri, Hasrianna, Gina Aulia, Asti
Kegunaan Opioid

Penggunaan utama opioid ini adalah untuk
mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan analgesik
biasa. Penggunaan lain senyawa opioid ini adalah
antidiare (loperamid) dan antitusif (terutama kodein).
Penggunaan obat-obat ini harus hati-hati karena
mendepresi pusat pernapasan dan menimbulkan adiksi
(kecanduan) serta ketergantungan psikis dan fisik.





Penggolongan Opioid
Menurut jenis zat kimianya, opioid dibedakan
berdasarkan :
Derivat fenilpiperidin (morfin dan alkaloid opium
alamiah lainnya), termasuk tebain, kodein,
heroin, hidromorfon, oksikodon, levorfanol.
Derivat fenilheptilamin (difenilheptan), termasuk:
metadon (analgesik) dan propoksifen.
Derivat fenilpiperidin, meperidin (analgesik),
alfaprodin, anileridin, fentanil, difenoksilat, dan
aloperamid.

Analgesik Opioid Kuat
Morfin dan analgesik opioid lainnya menghasilkan
suatu kisaran efek sentral yang meliputi analgesia,
euforia, sedasi, depresi napas, depresi pusat
vasomotor, Morfin bias menyebabkan pelepasan
histamine dengan vasodilatasi dan rasa gatal.
Diamorfin (heroin, diasetilmorfin)Kadar puncak
yang lebih tinggi menimbulkan sedasi yang lebih
kuat daripada morfin. Dosis kecil diamorfin epidural
semakin banyak digunakan untuk mengendalikan
nyeri hebat.
Fentanil dapat diberikan secara transdermal pada
pasien dengan nyeri kronis yang stabil, terutama
bila opioid oral menyebabkan mual dan muntah
hebat.

Analgesik Opioid Kuat
Metadon mempunyai durasi kerja panjang dan
kurang sedative dibandingkan morfin. Metadon
digunakan secara oral untuk terapi tumatan
pecandu heroin atau morfin. Pada pecandu,
metadon mencegah penggunaan obat intravena.
Petidin mempunyai kerja cepat tetapi durasinya
yang singkat (3 jam) membuatnya tidak cocok untuk
pengendalian nyeri jangka panjang. Petidin
berinteraksi serius dengan MAOI menyebabkan
konvulsi atau depresi napas.
Buprenorfin merupakan agonis parsial reseptor .
Buprenorfin mempunyai kerja lambat, tetapi
merupakan analgesic efektif setelah pemberian
sublingual.

Morfin

Alkaloida ini pertama kali diisolasi oleh Serturner dan Derasne
(1803). Merupakan basa dari tanaman yang pertama kali
dikenal dan diisolasi. Morfin diperoleh dari buah opium,
Papaver somniferum, resin yang diperoleh dengan menusuk
polong yang belum masak, atau dari jerami buah opium.
Morfin
Dosis:
- Pasien opiate-naive: Oral: 10 mg setiap 4 jam,
IV: 2,5-5 mg setiap 3-4 jam
- Pasien dengan paparan opiat sebelumnya
memerlukan dosis awal yang lebih tinggi,
rentang dosis oral 10-30 mg setiap 4 jam (DIH,
2009)
Dalam opium kadar morfinnya beragam dari 5 20
%.
Alkaloida bebas berupa kristal seperti jarum putih,
tidak berbau, mempunyai rasa pahit.


Morfin
O
OH
N
OH
Mekanisme Kerja Morfin
Bekerja dengan jalan menduduki
reseptor-reseptor nyeri di SSP, hingga
perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat
analgetik opioid berdasarkan kemampuannya
untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri
yang belum ditempati endorfin. Apabila
analgetik digunakan terus-menerus,
pembentukan reseptor-reseptor baru
distimulasi dan produksi endofrin di ujung
saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah
kebiasaan, ketagian dan ketergantungan.
Lanjutan
Efek Samping
Morfin menimbulkan sejumlah besar efek yang tidak diinginkan, yaitu :

Supresi SSP : menekan pernafasan dan batuk ,miosis, hipotermia dan
perubaahan suasana jiwa/mood. Akibat stimulasi langsung dari CTZ
(Chemoreceptor Tringger Zone ) timbu mual dan muntah. Pada dosis lebih
tinggi mengakibatkan menurunya aktivitas mental dan motoris.

Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi lebih dangkal dan
frekuensinya menurun

Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan
bradycary.

Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi), kontraksi sfingter kandung
empedu (kolik batu empedu), sekresi pankreas,usus dan empedu berkurang.

Saluran urogenital : retensi urine (karena naiknya tonus dari sfingter
kandung kemih),motilitas uterus berkurang(waktu perrsalinan diperpanjang)

Histamin-liberator : urticaria dan gatal-gatal,karena menstimilasi pelepasan
histamin.
Kelompok Resiko Tinggi Keracunan
Morfin
Mengkonsumsi alkohol jangka
panjang
Pasien dengan gangguan hati
Pasien dengan gangguan ginjal
Pasien dengan penyalahgunaan
morfin
Kehamilan dan menyusui
Pedriatrik
Geriatrik
Farmakokinetik Morfin
Absorpsi
Morfin diabsorpsi disaluran pencernaan relatif lambat. Mulai
bekerjanya setelah 1-2 jam dan bertahan sampai 7 jam.
Metabolisme
Di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui
senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-
3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%)
dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya
analgetik 6 kali lebih kuat dari morfin sendiri.
Distribusi
Vd = 2-5 L/kg, protein binding =12-35%, T 1/2 = 1,8 2,9
jam
Ekskresinya
90% melalui urin dan 10% melalui feses.
Kira-kira 87% dosis morfin diekskresikan dalam 72 jam
melalui urin
(Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of abused drugs,
2008)
Toksisitas Opioid
13
Dosis keracunan :
Pada pasien opiate-nave: oral 100 mg, IV 60 mg

Gejala:
- Depresi pernapasan
- Mual dan muntah
- Miosis
- Koma
Toksikokinetik
Morfin menyebabkan penundaan
pengosongan lambung sehingga obat
berpindah secara pelan ke usus halus
Morfin menurunkan motilitas usus
sehingga meningkatkan waktu transit
diusus dan meningkatkan absorpsi
(Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of abused
drugs, 2008)

Antagonis Opioid
Nalokson Naltrexone
Nalokson
Nalokson merupakan antagonis kompetitif yang murni, dan obat
pilihan dalam terapi keracunan opioid.
Meniadakan semua khasiat morfin dan opioid lainnya, terutama
depresi pernapasan tanpa mengurangi efek analgetiknya.
Injeksi IV . sudah memberikan efek setelah 2 menit, yang
bertahan 1-4 jam.
Plasma t1/2 = 60-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari
opioid, maka lazimnya perlu diulang beberapa kali.
Penggunaan klinik Nalokson :
Waspadai kerjanya singkat setelah sembuh dari depresi
parah,1-2 jam kembali koma
Dosis: untuk pasien koma anak&dewasa IV 0,42 mg,
diulangi dgn interval 2-3 menit hingga respon diterima. Untuk
pasien akut, infus 0,4-0,8 mg/jam dalam dextrosa 5%, dititrasi
hingga efek klinik.

Lanjutan
17

Over dosis,TRIAD:
- Miosis
- Koma dan
- Depresi nafas

Konfirmasi dg inj.Naloxone recovery
segera
Tx: Antagonist dan ventilasi jln nafas.
Naltrexone
Merupakan antagonis kompetitif untuk semua
reseptor opioid. 2-9 kali lebih poten dibanding
nalokson dan efektif diberikan secara oral (mu,
kappa, delta).
Farmakokinetik
* latency onset (tablet oral 15-30 min.)
* durasi kerja 24-72 jam
* efek puncak (6-12 jam)
Dosis:
* Oral 25 mg dan dipantau selama 1 jam. Jika tidak
terjadi withdrawal symptoms, kemudian berikan lagi
25 mg atau
* Oral 5-12,5 mg, pantau selama 1 jam, kemudian
ulangi hingga total dosis 50 mg
* Dosis pemeliharaan: oral 50 mg/hari selama
periode pengobatan (biasanya 6 bulan)
Kondisi klinis yang perlu di
perhatikan
1. Koma
2. Kejang
3. Henti
jantung
4. Henti nafas
5. Syok
Penatalaksanaan awal pasien
keracunan
Penatalaksanaa awal pasien koma, kejang, atau perubahan mental
lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis
racun penyebab yaitu dengan :
1. A = Saluran napas
B = Pernapasan
C = Sirkulasi
D = Larutan dektrosa pekat
2. Riwayat
3. Pemeriksaan fisik (Tanda-tanda vital, mata, mulut, kulit, abdomen, sistem
syaraf).
4. Pemeriksaan Laboratorium dan sinar X
- Gas darah arteri
- Elektrolit
- Uji fungsi ginjal
- Osmolalitas serum
- Elektrokardiogram
- Gambaran sinar X
5. Saat penelanan racun
- Kadar Toksin dalam darah
Dekontaminasi
A. Kulit
B. Saluran cerna
- Muntah
- Bilasan lambung
- Katarsis
- Arang aktif

Antidotum spesifik = Nalokson
Contoh Kasus 1
Ny. Y berobat ke dokter dengan keluhan nyeri
kepala hebat hingga sulit tidur, oleh dokter di
resepkan Morfin 15 mg (MST) sehari 1 x 1
malam. Tanpa Ny. Yuli sampaikan kepada
dokter sedang menyusui. Bayinya yang berusia
4 bulan langsung kebiruan, nafas terengah-
engah dengan mulut terbuka.
Contoh Kasus 2
Seorang wanita bernama Ny. S berumur 21
tahun mempunyai sejarah penyalahgunaan morfin
dan sedang melakukan program terapi dengan
metadon, mengalami koma ketika dirawat di
fasilitas darurat. Kondisi yang terjadi mulutnya
dipenuhi dengan muntahan, terdapat tanda-tanda
bekas jarum dikedua lengannya, dan pupil
matanya miosis tapi responsif terhadap cahaya.
Respirasi dangkal, TD = 86/30 mmHg, dan denyut
jantung 144 denut/menit. Hasil X-ray dada
menunjukkan edema paru. Tindakan apa yang
perlu dilakukan pada pasien ini?
Daftar pustaka
Karch, steven. 2008. Pharmacokinetics and
Pharmacodynamics of abused drugs. Francis: CRC Press
Katzung, Betram G; Susan B. Masters; Anthony J.
Trevors. 2012. Basic&clinical pharmacology 12th
edition. United States: Mc Graw Hill.
Kent, R. 1994. Poisoning and Drug Overdose. New
Jersey: Prentice Hall.
Mrcek. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. United
States: Mc Graw Hill.
Tjay,2002. Obat-Obat Penting. PT. Gramedia, Jakarta

Penanganan Kasus 1
1. Lakukan A,B,C,D
2. berikan antidotum

Anda mungkin juga menyukai