Anda di halaman 1dari 19

Efek toksik dapat dikelompokkan berdasar :

sifat, reversble, dll


organ sasaran,hati, ginjal, kulit, dll
mekanisme kerjanya dpt diketahui lewat
berbagai perubahan ditingkat subseluler.
Pengertian yang mendalam terhadap efek
toksik sangat berguna untuk menilai
bahayanya bagi kesehatan, dan untuk
mengembangkan upaya pencegahan dan
terapi.

Semua efek toksik terjadi karena


interaksi biokimiawi antara toksikan
(dan/atau
metabolitnya)
dengan
struktur reseptor tertentu dalam tubuh.
Struktur itu dapat bersifat nonspesifik,
seperti jaringan yang kontak langsung
dengan bahan korosif.
Tetapi sering struktur itu spesifik,
misalnya, struktur subseluler tertentu.
Berbagai struktur, termasuk "reseptor"
dapat juga dipengaruhi oleh efek toksik
ini.

Berbagai jenis efek toksik berdasarkan


mekanisme kerjanya, atau ciri-cirinya
dapat dikelompokkan sebagai berikut ini :
1.Efek Lokal dan Sistemik
Beberapa
bahan
kimia
dapat
menyebabkan cedera pada tempat bahan
itu bersentuhan dengan tubuh.
Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh
senyawa kaustik misalnya, pada saluran
pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta
iritasi gas atau uap pada saluran napas.
Efek lokal seperti ini menggambarkan
perusakan umum pada sel-sel hidup.

Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan


diserap dan tersebar ke bagian lain tubuh.
Umumnya toksikan hanya mempengaruhi
satu atau beberapa organ saja dinamakan
"organ sasaran".
Kadar toksikan dalam organ sasaran tidak
selalu paling tinggi.
Contoh, organ sasaran metilmerkuri adalah
sistem saraf pusat, tetapi kadar metilmerkuri
di hati dan ginjal jauh lebih tinggi.
Organ sasaran DDT adalah sistem saraf
pusat, tetapi DDT terkumpul di jaringan
lemak.

2. Efek Berpulih dan Nirpulih


Efek toksik disebut berpulih (reversibel)
jika efek itu dapat hilang dengan
sendirinya.
Sebaliknya, efek nirpulih (ireversibel)
akan menetap atau justru bertambah
parah setelah pajanan toksikan
dihentikan.
Efek nirpulih di antaranya karsinoma,
mutasi, kerusakan saraf, dan sirosis hati.

Beberapa efek digolongkan nirpulih


walaupun kadang dapat hilang beberapa
waktu setelah pajanan toksikan dihentikan.
Misalnya, efek insektisida golongan
pengham bat kolinesterase yang disebut
"ireversibel", karena menghambat aktivitas
enzim untuk jangka waktu yang sama
dengan waktu yang dibutuhkan untuk
sintesis dan mengganti enzim tersebut.
( enzym yang lama mati dan aktivitas
kolinesterase disebabkan oleh enzym baru)

Efek toksikan dapat berpulih bila


tubuh terpajan pada kadar yang
rendah atau untuk waktu yang
singkat.
Sementara, efek nirpulih dapat
dihasilkan pada pajanan dengan
kadar yang lebih tinggi atau waktu
yang lama.

3. Efek Segera dan Tertunda


Banyak toksikan menimbulkan efek segera, yaitu
efek yang
timbul segera setelah satu kali
pajanan.
Contohnya, keracunan sianida.
Sedangkan efek tertunda timbul beberapa waktu
setelah pajanan.
Pada manusia, efek karsinogenik umumnya baru
nyata jelas 10-20 tahun setelah pajanan toksikan.
Pada hewan pengerat pun dibutuhkan waktu
beberapa bulan untuk timbulnya efek karsino
genik.
Untuk menentukan efek karsinogenik dan efek
jangka lama lainnya, dibutuhkan penelitian
jangka panjang.

4. Efek Morfologis, Fungsional, dan


Biokimiawi
Efek morfologis berkaitan dengan
perubahan bentuk luar dan mikroskopis
pada morfologi jaringan.
Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis
dan neoplasia, bersifat nirpulih dan
berbahaya.
Efek fungsional biasanya berupa
perubahan berpulih pada fungsi organ
sasaran. Karenanya, pada penelitian
toksikologi fungsi hati dan ginjal (misalnya,
laju ekskresi zat warna) selalu diperiksa.

Karena efek fungsional biasanya berpulih,


sedangkan
efek
morfologis
tidak,
beberapa penelitian dilakukan untuk
mengetahui
apakah
perubahan
fungsional dapat diketahui lebih dini, atau
dapat dideteksi pada hewan dalam dosis
yang lebih rendah daripada dosis yang
menyebabkan perubahan morfologis.
Bukti yang dikumpulkan dari uji hati dan
ginjal tampaknya tidak mendukung
anggapan ini (Sharratt dan Frazer, 1963).
Penemuan akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa uji fungsional tertentu lebih peka.

Selain itu, uji fungsional sangat berharga


untuk memantau lanjutnya efek toksik
pada organ sasaran dalam penelitian
jangka panjang pada hewan dan manusia.
Walaupun semua efek toksik berkaitan
dengan perubahan biokimiawi, pada uji
toksisitas rutin, yang dimaksud dengan
"efek biokimiawi" umumnya adalah efek
toksik yang tidak menyebabkan perubahan
morfologis.
Contohnya,
penghambatan
enzim
kolinesterase setelah pajanan insektisida
organofosfat dan karbamat.
Contoh lain adalah penghambatan ALAD
pada keracunan timbal.

5.Reaksi Alergi dan Idiosinkrasi


Reaksi
alergi
(disebut
juga
reaksi
hipersensitivitas atau sensitisasi) terhadap
toksikan
disebabkan
oleh
sensitisasi
sebelumnya oleh toksikan itu atau bahan
yang mirip secara kimiawi.
Bahan kimia itu bekerja sebagai hapten
dan bergabung dengan protein endogen
membentuk antigen (imunogen) yang akan
merangsang pembentukan antibodi.
Pajanan berikutnya akan menghasilkan
interaksi antigen-antibodi berupa reaksi
alergi.

Jadi reaksi ini berbeda dengan efek


toksik biasa, Pertama, karena
dibutuhkan pajanan awal, dan kedua,
karena kurva dosis-respons yang khas,
yang berbentuk sigmoid, tidak muncul
pada reaksi alergi (Loomis, 1978).
Walaupun demikian, pada sensitisasi
kulit, dapat diperlihatkan adanya dosis
ambang untuk induksi (pajanan awal)
maupun untuk pajanan kedua (Koschier
dkk., 1983).

Umumnya, reaksi idiosinkrasi


didasari oleh faktor keturunan yang
menyebabkan reaktivitas abnormal
terhadap bahan kimia tertentu.
Beberapa pasien menunjukkan reaksi
otot yang berkepanjangan dan apnea
setelah diberi suksinilkolin dosis
lazim.
Pasien-pasien seperti ini kekurangan
kolinesterase dalam serumnya
akan merusak pelemas otot itu.

Hal serupa terjadi pada orang yang


kekurangan NADH methemoglobinemia
reduktase yang sangat peka terhadap nitrit
dan bahan kimia lain sehingga terjadi
methemoglobinemia.
6. Respons Bertingkat dan Respons
Kuantal
Pengaruh terhadap berat badan, konsumsi
makanan, dan penghambatan enzim
merupakan contoh respons bertingkat.
Di sisi lain, mortalitas dan pembentukan
tumor adalah contoh respons kuantal (ada
atau tidak sama sekali).

Dosis

Gambar ini merupakan gambaran skematik dari


sebagian besar bahan kimia (B) dan nutrien penting
tertentu (A).
Kurva A: nutrien penting tertentu, responsnya
(sindroma defisiensi) meningkat bersama menurunnya
asupan.
Kurva B: Umumnya zat kimia, responsnya (efek toksik)
meningkat bersama meningkatnya asupan.

Contoh nutrien penting itu : tiamin


dan asam askorbat.
vitamin
itu
akan
Kekurangan
mengakibatkan gejala defisiensi, tetapi
kelebihan vitamin akan segera dibuang
melalui urin.
Selenium adalah unsur yang sangat
penting, tetapi kelebihan selenium
akan mengakibat kan keracunan.
Hubungan dosis-responsnya
digambarkan oleh kurva A dan B.

Dengan kata lain, jika dosisnya naik,


begitu pula responsnya, baik dari segi
proporsi populasi yang bereaksi, maupun
dari segi keparahan respons bertingkat
tadi.
Lebih jauh lagi, efek toksik tambahan akan
timbul kalau dosisnya meningkat.
Sebagai contoh, metilmerkuri merangsang
timbulnya parestesia pada dosis rendah,
tetapi zat ini juga menimbulkan ataksia,
disartria, ketulian, dan kematian pada
dosis tinggi.

Anda mungkin juga menyukai