Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK KEPERAWATAN ANAK 2

“ATRESIA BILLIER”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok Keperawatan Anak 2

Dosen Pengampu: Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc.

Disusun oleh:

Kelompok 6 PSIK A 2017

Arika Sabila Fitri 11171040000004

Nurul Yuliani 11171040000021

Noor Feliati 11171040000026

Yeni Wulan Sari 11171040000027

Wilda Atusnah 11171040000031

Lintang Vidya A 11171040000033

Shifa Mutia Sari 11171040000039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DESEMBER/2019
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah
tanpa suatu halangan yang berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Diskusi kelompok Keperawatan Anak 2
Program Studi Ilmu Keperawatan. Dalam makalah ini menjelaskan tentang “Atresia Billier”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. sebagai PJ Dosen modul Keperawatan Anak 2
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Penulis
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.

Ciputat, 16 Desember 2019

Penyusun
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2

BAB I ............................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 4

1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................ 4

BAB II............................................................................................................................6

PEMBAHASAN............................................................................................................6

2.1 Definisi .............................................................................................................6

2.2 Epidemiologi.....................................................................................................6

2.3 Klasifikasi.........................................................................................................6

2.4 Etiologi..............................................................................................................7

2.5 Faktor Risiko.....................................................................................................7

2.6 Manifestasi Klinis..............................................................................................8

2.7 Patofisiologi.......................................................................................................9

2.8 Pencegahan......................................................................................................10
3

2.9 Penatalaksanaan...............................................................................................10

2.10 Komplikasi.....................................................................................................12

2.11 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................13

2.12 Pandangan Islam............................................................................................16

2.13 Asuhan Keperawatan.....................................................................................18

BAB III.........................................................................................................................23

PENUTUP....................................................................................................................23

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemicu 2

Bayi laki-laki usia 1 bulan di bawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan kuning pada
seluruh tubuh. Hasil pengkajian BBL: 2800 gr, PBL: 48 cm, BB saat ini 3000gr, PB: 50
cm, kuning sejak 2 minggu, sklera ikterik, urin berwarna seperti teh, BAB seperti dempul
berwarna abu-abu, menyusu malas. Hasil laboratorium bilirubin 20 gr/dl.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan definisi Atresia Billier?


2. Bagaimana epidemiologi Atresia Billier?
3. Apa saja klasifikasi dari Atresia Billier
4. Apa saja etiologi dari Atresia Billier?
5. Apa saja faktor risiko dari Atresia Billier
6. Apa saja tanda dan gejala dari Atresia Billier?
7. Bagaimana patofisiologi dari Aresia Billier?
8. Apa saja pencegahan dari Atresia Billier?
9. Apa saja penatalaksanaan dari Atresia Billier?
10. Apa saja komplikasi dari Atresia Billier?
11. Apa saja pemeriksaan dari Atresia Billier?
12. Pandangan islam terhadap kasus?
13. Apa asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada kasus?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan definisi Atresia Billier


2. Mengetahui epidemiologi dari Atresia Billier
3. Mengetahui klasifikasi dari Atresia Billier
4. Mengetahui apa saja etiologi dari Atresia Billier
5. Mengetahui apa saja Faktor Risiko dari Atresia Billier
5

6. Mengetahui apa saja tanda dan gejala dari Atresia Billier


7. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Aresia Billier
8. Mengetahui apa saja pencegahan dari Atresia Billier
9. Mengetahui apa saja penatalaksanaan dari Atresia Billier
10. Mengetahui apa saja komplikasi dari Atresia Billier
11. Mengetahui apa saja pemeriksaan dari Atresia Billier
12. Mengetahui pandangan islam terhadap kasus
13. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada kasus
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Atresia Billier

Atresia Bilier adalah suatu keadaan tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena
proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk.

2.2 Epidemiologi

Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar


1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita daripada laki-laki. Rasio
atresia bilier antara anakperempuan dan laki-laki 1,4:1 dan angka kejadian lebih sering
pada Negara asia. Kolestais ekstrahepatik sekitar 25-30% disebabkan oleh atresia
bilier.Insiden atresia bilier tertinggi di dunia ada di Taiwan yaitu 3/10.000 (Dito
Anugoro, 2016). Sejak tahun 2000 hingga saat ini angka kematian bayi meningkat 4,5
juta/tahun.

2.3 Klasifikasi

Dikenal 2 bentuk atresia bilier : tipe embrional/fetal dan tipe perinatal/acquired.


Tipe embrional dijumpai pada 20% di seluruh kasus atresia bilier, sering muncul bersama
anomaly kongenital lain seperti polisplenia, vena porta preduodenum, situs muersus dan
juga malrotasi usus. Icterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama
kehidupan.

Sedangkan pada tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia
biler, icterus dan feses akolik baru muncul pada mingku kedua sampai minggu keempat
kehidupan (Altman RP, dkk, 2012).
7

Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:

a. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis,
segmen proksimal paten
b. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya)
c. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu normal
d. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke
hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable)


sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable),
bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati (Sodikin, 2011).

2.4 Etiologi

Etiologi atresia bilier belum diketahui dengan pasti, sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetic ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom
trisomy 17,18, dan 21, serta terdapatnya anomaly organ pada 30% kasus atresia bilier.
Namun sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses
inflaasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.

Faktor lain adalah kelainan pembentukan saluran empedu, kelainan sirkulasi janin
atau masa sebelum kelahiran janin, paparan toksin, atau kontaminasi dari lingkungan
(Ditonugroho, 2016).

2.5 Faktor Risiko

Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi
selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran, kemungkinan yang memicu dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:

a. Infeksi virus atau bakteri


b. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c. Komponen abnormal empedu
8

d. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu


e. Hepatoceluler disfungtion

2.6 Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-
gejala termasuk:

a. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah. Jaundice disebabkan oleh hati
yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang
dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada
dua atau tiga minggu setelah lahir.
b. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan
dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan
dibuang dalam urin.
c. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi
bengkak akibat pembesaran hati.
d. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
e. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang
larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

a. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
9

2.7 Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada ductus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu dan tidak adanya / kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hyperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinemia. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial.

Obstruksi total dapat disertai dengan tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateti, striktura pasca operasi
atau operasi. Obstruksi pada saluran empdeu ekstra hepatic menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu dari hati ke kantung empedu dan usus. Akhirnya terbentuk
sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati yang akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati.

Apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati, bahkan hati menjadi
fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Jika cairan
empedu tersebar kedalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang
tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan kedalam aliran darah, yang dapat mewarnai
kulit dan bagian putih mata sehingga bewarna kuning.

Degenerasi secara gradual pada hati yang menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari dalam hati kedalam usus, lemak dan
vitamin larut lemak tidak dapat di absorbsi, kurang vitamin larut lemak yaitu vitamin A,
D, E dan K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E dan K larut dalam lemak sehingga
memerlukan lemak agar dapat di serap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak di dalam tubuh, kemudian digunakan saat di
perlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat
mebuat keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah dan
masalah hati ataupun jantung.
10

2.8 Pencegahan

Di Jepang dan Taiwan, kartu tinja telah digunakan sebagai metode dini pada bayi
berusia dibawah 2 bulan. Di Amerika Utara telah dikembangkan system pendataan
nasional berbasis internet, sosialisasi dan edukasi tentang atresia bilier hingga
kepelayanan kesehatan primer, studi kooteratif multisenter dan riset lanjut AB. Di Inggris
mulai tahun 1993, Children‟s Liver Disease Foundtion dengan bantuan Departemen
Kesehatan, menyosialisasikan pesan : bayi kuning berusia lebih dari empat belas hari
sebaiknya diperlakukan dengan conjugated hyperbilirubinemia (Anugroho, 2016).

Perlunya perhatian serius dari pemerintah baik pusat maupun daerah di Indonesia
untuk masalah atresia bilier ini yaitu :

a) Peningkatan edukasi tentang AB dan ragam penyakit liver anak lainnya ditengah-
tengah masyarakat awam dan tenaga medis.

b) Meningkatkan bantuan dana dalam pengobatan AB.

c) Rumah sakit di Indonesia harus mengupayakan melakukan operasi transplantasi liver


secara mandiri.

d) Jumlah rumah sakit yang mampu menangani pejuang atresia bilier sangat minim
sehingga perlu peningkatan pelayanan pada rumah sakit lainnya.

e) Biaya transplantasi hati yang tidak transparan menunjukan pemerintah gagal


melakukan fungsi control terhadap rumah sakit yang menjadi tempat pelaksanaan
operasi sehingga perlu meningkatkan pengontrolan tersebut.

2.9 Penatalaksanaan

a. Terapi Medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan diberikan :
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral.
2) Fenobarbital akan merangsang enzim lukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk) ; enzim sitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na⁺ K⁺ ATPase (menginduksi aliran empedu).
11

Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi menjadi 6 dosis atau sesuai jadwal


pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
3) Melindungi hati dari zat toksik, dengan pemberian : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam ursodeoksi mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
b. Terapi Nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tubuh dan berkembang secara
optimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makan yang mengandung medium chain trigiyCendes (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolism. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan segera dikoversi menjadi enegi untuk
secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT anatara lain seperti lemak
mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan difisiensi vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D,
E, K.
3) Nutrisi pada pasien atresia bilier harus diperhatikan terutama untuk lemak, asam
lemak esensial yang mudah diabsorbsi dan pemberian protein dan kalori yang
baik.
c. Terapi Bedah
1) Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu khusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 15-10%
penderita. Untuk melompati etresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur kasai. Bias any
pembedahan ini hanya melakukan pengobatan sementara da pada akhirnya perlu
dilakukan pencakokan hati
2) Pencakokan atau Transportasi Hati .
Transportasi Hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier
dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa
tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi
secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2
bulan. Anak-anak dengan atrisia bilier sekarang dapt hidup sampai dewasa,
12

beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam transplantasi juga


meningkatkan kemungkinan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Dimasa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat igunakan
untuk transplantasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut “
reduce size” atau “split liver” transplantasi, untuk transplantasi pada anak atrisia
bilier (Yamatakan, 2014).

2.10 Komplikasi

a) Kolangitis: komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan


aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini
terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai
sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang
berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan
dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.

b) Hipertensi Portal

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim
hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi
portal. Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular
intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal.

c) Varises Esofagus.

Pembuluh darah yang berfungsi mengalirkan darah dari organ sistem pencernaan
(lambung, esofagus, limpa, pankreas dan usus) ke hati. Bila aliran darah ke hati
terhambat, tekanan darah di vena porta akan meningkat. Kondisi ini menyebabkan
terbendungnya aliran darah sebelum masuk ke vena porta, salah satunya di esofagus.
Sehingga, timbul varises di esofagus, yang dapat sangat berbahaya apabila pecah.
Varises esofagus disebabkan oleh hipertensi portal, yaitu tekanan darah yang tinggi
pada vena porta.
13

d) Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien dengan


penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh
(bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi.
Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada
anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian
mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography.
Transplantasi liver dapat membalikan shunts,dan dapat membalikkan hipertensi
pulmonal ke tahap semula.

2.11 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total
atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam
menentukan atresia bilier.

1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang


mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total

2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,


partial thromboplastin time.
14

b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik
dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar
bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu
adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.
c. Pencitraan

1) Pemeriksaan Ultrasonografi

Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat


ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa,
saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung
empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat
disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung
empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosisatresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.

2) Sintigrafi Hati

Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m


mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2
dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh
hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada
atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat
atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk
meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit
ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier,
sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia
bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
15

diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia


bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.

3) Liver Scan

Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary


Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam
tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.

4) Pemeriksaan Kolangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio


Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk
membedakan antara atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis
atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi
durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap
sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia
bilier.

d. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter
duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150
400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke
atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan
adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis
atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.
(Cowles, 2012)
16

2.12 Pandangan Islam

Ujian penyakit atresia bilier yang adalah beban kita juga, karena persaudaraan
setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh
lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.

“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-


membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh
anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan
demam” (Muttafaq „Alaih).

Infaq untuk membantu meringankan musibah sesama muslim insya Allah akan
mengantarkan menjadi pribadi beruntung yang berhak mendapat kemudahan dan
pertolongan Allah Ta‟ala. Rasulullah SAW bersabda:

,
, ,

“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan


melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan orang yang
tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di
akhirat. Dan Allah senantiasa membantu seorang hamba selama hamba tersebut
senantiasa membantu saudaranya...” (HR Muslim).

Syariat Menyusui dalam Al Qur‟an

Diantara upaya untuk mendapatkan anak yang thuyyiban sejak awal kelahirannya
adalah dengan memberikan asi ekslusif. Menyusui secara eksklusif selama 6 bulan
diketahuai memilkik banyak manfaat, baik untuk ibu maupun bayi. Alquran sebagai
hudan way uf life dalam beberapa kesempatan memerintahkan para para ibu untuk
menyususkan anaknya hingga 2 tahun. Jika alquran memerintahkan suatu pekerjaan,
17

tentu di dalamnya ada maslahat dan manfaat, sebaliknya jika perintah tersebut di abaikan
akan memunculkan ketidak sempurnaan pada kehidupan manusia.

(Prahasiwi, 2015)

Tafsir surah al baqarah ayat 233

Artinya : “ para ibu hendak lah menyusui anak-anak nya selama 2 tahun penuh, yaitu
bayi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma‟ruf.”.

Perintah menyusui anak sejak juga pernah allah perintahkan kepada ibu nabi
musa, seperti diceritakan dalam surah al qashas ayat 7 “dan kami ilhamkan kepada ibu
musa untuk segera menyusui anaknya sesaat setelah melahirkan menurut wahbah al-
zuhaily, ibu musa a.s menyusui selama tiga atau empat bulan”.

Hal ini dengan sejalan konsep dasar dalam dunia kesehatan yang menyebutkan
bahwa ASI merupakan makanan yang terbaik bagi ank-anak hingga usia 2 tahun
sebagaimana disepakati oleh para ahli ilmu kedokteran. ASI merupakan makanan dan
minum pokok yang hanya boleh di konsumsi oleh bayi baru lahir dan di berikan sedini
mungkin setelah kelahiran dan dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayi sesering
mungkin sesuai keinginan bayi atau sesuai keinginan ibu yaitu setiap 2-3 jam.

Hikmah menyusui dalam islam adalah ASI sangat berpengaruh tidak hanaya bagi
perkembangan fisiknya tapi watak dan akhlak anak juga akan berpengaruh. Hal ini
disebabkan karna air susu ini berasa dairi darah ibu yang kemudian dihisap oleh anak dan
akan menjadi darah serta daging dan tulang si anak itulah sebabnya ASI sangat
berpengaruh bagi perekmbangan akhlak anak.

(Ismail, 2018)
18

2.12 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Nama : Anak. X

Usia : 1 bulan

Jenis Kelamin : laki-laki

B. Analisis Data

a. Data Subjektif : anak menyusui malas

b. Data Subjektif :

Ikterik seluruh tubuh sejak 2 minggu

BBL : 2.800 gram

BB : 3.000 gram

PBL : 48 cm

PB : 50 cm

Urine seperti the

BAB dempul dan abu-abu

Hasil bilirubin total 20 mg/dl

C. Diagnosa Keperawatan

Data Masalah Etiologi Diagnosa

Data subjektif : Defisit Nutrisi Ketidakmampuan Defisit Nutrisi b.d


mengabsorbsi Ketidakmampuan
menyusu malas
nutrient mengabsorbsi
19

Data objektif : nutrient

a. BBL : 2.800
gram

b. BB : 3.000
gram

D. Intervensi Keperawatan

Diagnose SLKI SIKI

Defisit Nutrisi b.d setelah dilakukan 1. Pemantaun Nutrisi


Ketidakmampuan tindakan keperawatan
Observasi :
mengabsorbsi selama 2 x 24 jam
nutrient diharapkan status nutrisi
a. Identifikasi faktor yang
baik dengan kriteria hasil
mempengaruhi asupan
:
gizi

a. Nafsu menyusui b. Identifikasi perubahan


meningkat BB

b. Asupan nutrisi c. Identifikasi pola makan


meningkat
d. Identifikasi kelainan
c. BB sesuai usia eliminasi

d. Pengetahuan e. Monitor mual dan


tentang standar muntah
asupan nutrisi
f. Monitor asupan oral

g. Identifikasi hasil lab


(albumin)

Terapeutik

a. Timbang BB
20

b. Hitung perubahan BB

c. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

2. Edukasi Nutrisi Bayi

Observasi :

a. Identifikasi kesiapan ibu


atau pengasuh menerima
informasi

b. Identifikasi kemampuan
ibu atau pengasuh
menyediakan nutrisi

Terapeutik :

a. Sediakan materi dan


media pendidikan
kesehatan (mis. Teknik
menyusui)

b. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan

c. Berikan kesempatan
kepada ibu atau
21

pengasuh untuk bertanya

Edukasi :

a. Jelaskan tanda-tanda
awal rasa lapar (mis.
Bayi gelisah, membuka
mulut dan menggeleng-
gelengkan kepala,
menjulur-julurkan lidah,
menghisap jari atau
tangan)

b. Anjurkan Perilaku Hidup


Bersih dan Sehat (PHBS)

c. Anjurkan tetap
memberikan ASI saat
bayi sakit

3. Dukungan Kepatuhan
Program
observasi :
a. Identifikasi kepatuhan
dan keteraturan
menjalani program
pengobatan yang sudah
ditentukan.

terapeutik :

a. Buat komitmen
menjalani program
pengobatan dengan baik
b. Dukomentasikan
aktivitas selama
22

menjalani proses
pengobatan.
c. Diskusikan hal-hal yang
dapat mendukung atau
berjalannya program
pengobatan
d. Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang
dijalani

Edukasi :

a. Informasikan program
pengobatan yang harus
dilajani
b. Informasikan manfaat
yang akan diperoleh jika
teratur menjalani
program pengobatan
c. Anjurkan keluarga
untuk mendampingi dan
marawat pasien selama
menjalani program
pengobatan.

(Tim Pokja, 2017) (Tim Pokja, 2018) (Tim Pokja, 2019).


23

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak laki laki usia 1 bulan mengalami kuning di seluruh tubuh, sklera ikterik,
kulit ikterik, urin berwarna seperti teh dan feses berbentuk dempul berwarna abu abu.
Dari tanda dan gejala tersebut dapat di simpulkan bahwa sang anak mengalami diagnosa
medis, yaitu atresia billier yg disebabkan oleh beberapa faktor berupa Infeksi virus atau
bakteri, masalah dengan sistem kekebalan tubuh, komponen abnormal empedu, dan
kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu serta mengalami masalah
keperawatan defisit nutrisi. Oleh karena itu harus di lakukan tindakan keperawatan berupa
pemantauan nutrisi sang anak untuk mengatasi masalah tersebut.
24

DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2016. The Art Of Medicine Seni Mendeteksi, Mengobati, dan Menyembuhkan
88_penyakit dan Gangguan Kesehatan. Jakarta : PT. Grameia Pustaka Utama

Cowles, RA. 2012. The Jaundiced Infant: Billiary Atresia. In: Coran AG et.al. Pediatric
Surgery. 7th Ed. Philadelphia: Saunders

Ismail, Hidayatullah. 2018. Syariat Menyusui dalam Al Qur’an. Diakses:


http://www.jurnal.at-tibiyan.ac.id. Pada Tanggal 12 Desember 2019 Pukul 23:06
WIB

Prahasiwi, Adila dkk. 2015. Asi Eksklusif dan Persepsi Ketidakcukupan Asi. Diakses: jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.9 No.3 Pada Tanggal 12 Desember 2019 Pukul
22:40 WIB

Sodikin, 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal Dan


Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP-PPNI

Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP-PPNI

Tim Pokja. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP-PPNI

Yamatakan, A dkk. 2014. Billiary Atresia In Holcomb III GW, MurphyP, Ostlie DJ. Ascrafts
Pediatric Surgery. Toronto: Elseiver

Anda mungkin juga menyukai