Di Susun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
Makalah yang berjudul “Kematian Janin Dalam Kandungan Ketika Berumur 20 Minggu atau
Intra Uterine Fetal Death (IUFD)” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Reproduksi 2.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan karya tulis ini jauh dari kata sempurna
baik isi dan teknis penulisannya, oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat diharapkan oleh penulis guna kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah Reproduksi 2 ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan pengetahuan terhadap pembaca.
Atas perhatian dari pembaca yang budiman tidak lupa kami sampaikan terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan suatu kejadian yang selalu ditunggu-tunggu oleh pasangan suami-istri.
Saat ini, pada umumnya seorang ibu sudah mengerti bagaimana seharusnya ia lebih menjaga
kondisi tubuh demi kelancaran kehamilan dan perkembangan janin dalam kandungannya.
Meskipun demikian, hal-hal yang dapat mengganggu proses kehamilan masih saja tidak dapat
dihindari. Salah satunya adalah kematian janin dalam rahim.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim. Di Negara maju
dengan sistem kesehatan yang telah mapan, kematian akibat kelainnan congenital merupakan kasus
yang menonjol, sedangkan dinegara yang sedang berkembang ada banyak factor penyebab yang
menonjol seperti infeksi, asuhan antenatal yang tidak prima, status ekonomi yang rendah, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Defenisi kematian janin menurut World Health Organization (WHO) dan American College of
Obtetricians and Gynecologists telah merekomendasikan bahwa kematian janin adalah kematian
pada usia kehamilan 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Sedangkan menurut
WHO Expert Committee on the Prevention of Perinatal Morbidity and Mortality (2016)
menganjurkan agar dalam perhitungan statistik yang dianamakan kematian janin ialah kematian
janin yang pada waktu lahir berat badannya di atas 1000 gram.
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian IUFD.
2. Untuk mengetahui klasifikasi IUFD.
1
3. Untuk mengetahui etiologi terjadinya IUFD.
4. Untuk mengetahui patofisiologi IUFD.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik IUFD.
6. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi terjadinya IUFD.
7. Untuk mengetahui cara mendiagnosis IUFD.
8. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan IUFD.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari IUFD.
10. Untuk mengetahui penanganan IUFD.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam
rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2016).
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa
sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2016)
Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir dengan berat
badan <1000 gram.
2.2 Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2016) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian janin dapat dibagi dalam 4
golongan yaitu :
2.3 Etiologi
Lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan atau belum
diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin
dalam kandungan, antara lain. (Achadiat, 2016).
2.4 Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan
anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi
ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan
3
kekurangan Fe maka dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran
darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.
PATHYAW
Nekrosis
Kematian janin
Berduka
Nyeri proses
persalinan
Duka cita
4
2.6 Faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:
1. Faktor Ibu
a. Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-organ tubuh
terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat
mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan janin
dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun
(Wiknjosastro, 2016).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum cukup matang,
hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum (Wiknjosastro, 2016).
b. Paritas
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap ancaman
mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan
lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti
hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin
(Saifuddin, 2016).
c. Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa, oleh karena
itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal.
1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada seorang wanita hamil
penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat
diobati dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah
terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan terdengar
atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2016).
d. Penyulit / Penyakit
1. Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah
besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi.
Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam
5
kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum
tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila
persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam
kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia,
pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin dalam
kandungan (Mochtar, 2016).
Menurut Manuaba (2016), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Normal : 11 gr%
b. Anemia ringan : 9-10 gr%
c. Anemia sedang : 7-8 gr%
d. Anemia berat : <7 gr%.
2. Pre-eklampsi dan eklampsi
Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik,
sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat
dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).
3. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas
dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat turunnya
darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka
terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme
hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun pembuluh darah distal tadi
sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan
plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan
terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2016).
4. Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri kekurangan
atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dan
mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes melarikan bayi yang
besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran darahnya,
pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar gula yang
tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau
6
makrosomia menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati
sebelum lahir (Stridje, 2016).
5. Rhesus Iso-Imunisasi
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen rhesus
akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus. Jika transfusi darah
rhesus positif yang kedua diberikan, maka antibodi mencari dan menempel pada sel
darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus iso-
imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan- lahan
sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi antihresus bertemu
dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti sehingga pecah
melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan sebagian
dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah merah yang
hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn, 2016).
6. Infeksi dalam kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi, namun
keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi
mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul
karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada
kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga
dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2016).
7. Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dan kematian
janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Kejadian
ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang
dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput
ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim
sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar
kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim
(Manuaba, 2016).
8. Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak
lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan
7
spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian
janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu
dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam
rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen bawah uterus melebar
serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi
lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan kematian janin
(Wiknjosastro, 2016).
2. Faktor Janin
a. Kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan
sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu deformitas
atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara
anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal.
Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik atau pada
kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan
anatomik maupun bentuknya akan berubah. Kelainan kongenital dapat dikenali melalui
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2016).
b. Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman dari vagina
naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini
mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat
pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan seringkali
dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena menginhalasi likuor yang
septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang
memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal dapat
juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina,
misalnya blenorea dan oral thrush (Monintja, 2016).
c. Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion,
sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali
pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.Tali pusat yang terlalu panjang dapat
menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan.
8
1. Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan tertentu
terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi
velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis
servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut
pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama
bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu
(Wiknjosastro, 2016).
2. Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran
pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran
pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi
kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan
simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2016).
3. Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar
kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat
berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang
berbahaya karena dapat menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat
terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul,
makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin
sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro,
2016).
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat
berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
tidak seperti biasa.
c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakit-sakit seperti
mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus.
3. Palpasi
9
a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan
janin.
b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung
janin (DJJ)
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
2.8 Komplikasi
1. Trauma emosional yangg cukup berat terjadi bila waktu antara kematia janin & persalinan
cukup lama.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
4. Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia)
akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak
menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler
yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang
meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen
< 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan
fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu
setelah janin mati.
10
e) Tampak udema di sekitar tulang kepala
2. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen (Achadiat 2004).
11
c. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit
sampai maksimal 60 tetes per menit.
d. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
e. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak
berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan
a. Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
b. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan
serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
c. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit
sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande
multigravida sebanyak 2 labu.
d. Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila
didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
2. Periksa Ulangan (Follow Up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan
nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi
(penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.
12
BAB III
ASKEP INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)
Kasus
A. Tahap identifikasi
Ny. N (23 tahun) usia kehamilan 21-22 minggu datang ke IGD maternal dengan keluhan sudah tidak
merasakan gerakan janinnya, empat hari yang lalu klien merasa gerakan janinnya berkurang, tidak ada
mules, tidak keluar darah dan air-air. Haid pertama haid terakhir 16 Mei 2017 taksiran persalinan 23
Februari 2018. Ibu merasakan pergerakan janin pertama kali usia kehamilan empat bulan, periksa
kehamilan teratur, menarche usia 14 tahun, siklus teratur lamanya tujuh hari, pendidikan terakhir klien
SLTA, perkerjaan buruh agama islam, suku sunda.
a. Kala I
1. Pengkajian fisik
Keadaan umum lemah, tanda-tanda vital : TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N 88x/menit, S
36,5oC. Diperiksa ultrasonografi denyut jantung janin tidak ada, pergerakan janin tidak ada,
janin tunggal mati presentasi kepala. Dengan diagnosis ini harus dilakukan pengakhiran
kehamilan. Status nutrisi cukup, makanan yang disajikan setengah porsi yang dihabiskan,
frekuensi makan 2 kali sehari, asupan cairan air putih kurang lebih 5 gelas sehari.
Pada pemeriksaan fisik daerah kepala distribusi rambut merata, tidak ada lesi. Daerah mata
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Daerah mulut mukosa bibir lembab, tidak ada
karies. Daerah leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Daerah ketiak tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
Pada pemeriksaan daerah dada irama nafas regular, suara nafas vesikuler. Pengembangan
dada simetris, Klien mengatakan tidak ada nyeri dada, capillary refill time kembali kurang
dari 3 detik. Pada daerah payudara puting exverted, areola hiperpigmentasi bentuk payudara
simetris.
Pada daerah abdomen terdapat striae gravidarum, tidak ada denyut jantung janin.
Pada daerah genitalia tidak ada pengeluaran lendir, cairan ketuban positif porsio tebal, tidak
ada pembukaan. Pola eliminasi tidak ada masalah. Pada daerah ekstermitas tidak ada edema
dan tidak ada varises.
Hasil laboratorium hemoglobin 11,5 g/dl, leukosit 10.000 ul, trombosit 172.000/ul,
hematokrit 33,7%, golongan darah A/RH positif, HbsAg negatif.
13
Klien diberi citotex 2x25 mg pervaginam. Klien diberi induksi pukul 07.00 saat dilakukan
pemeriksaan pukul 11.00 klien mengeluh ada mulas hasil periksa dalam portio tebal kaku
pembukaan 2 cm, keadaan umum klien composmentis, klien mengeluh nyeri didaerah perut
bawah, keringat banyak keluar. Observasi kemajuan persalinan.
Tanggal/jam Kontraksi uterus keterangan
13/10/2017
15.00 2x/10o/25 Ibu mengeluh nyeri saat
setelah diberikan induksi,
pembukaan 4 cm, ibu
berteriak kesakitan.
15.30 2x/10o/25
16.00 3x/10o/25
16.30 3x/10o/25
17.00 3x/10o/35
17.30 3x/10o/35
18.00 3x/10o/45
18.30 3x/10o/45
19.00 3x/10o/45 Ibu mengatakan nyeri
semakin sering dan lama
pembukaan 8 cm.
2. Psikologis
Saat ini klien merasa sangat sedih dengan kejadian kematian janinnya, dan sekarang klien
harus melahirkan janinnya yang meninggal, padahal anak ini merupakan anak yang
diharapkan oleh klien dan suaminya, klien terlihat menangis, gelisah.
14
b. Kala II
1. Fisik
Pukul 20.45 klien berkeinginan mengedan yang kuat, ada dorongan untuk meneran terlihat
tekanan dianus, vulva membuka, pukul 21.00 klien melahirkan bayi laki-laki yang sudah
tampak biru-biru didaerah dada dan perut dan terlilit tali pusat. Setelah mengeluarkan bayi
tekanan darah 120/70 mmHg, RR 20x/menit, N 84x/menit, S 36,8oC, tinggi fundus utama
di pertengahan pusat. Kontraksi baik, kandung kemih kosong, pendarahan 150 cc.
2. Psikologis
Klien terlihat sedih.
c. Kala III
1. Fisik
Setelah mengeluarkan bayi plasenta keluar, kesan bersih tidak ada sisa plasenta, terjadi
ruptur perineum grade 1, klien mengeluh nyeri didaerah vagina, terlihat meringis, skala
nyeri 3 dari 5.keluar darah pervagina, klien tampak lemas.
2. Psikologis
Klien tampak menatap kosong kedepan, dan terlihat masih sedih.
d. Kala IV
1. Fisik
Klien mengeluh nyeri didaerah vagina, terdapat rupture grade 1, keluar darah pervagina,
tekanan darah 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N 84x/menit, S 36,8oC, tinggi fundus uteri
satu jari dibawah pusat.
2. Psikologis
Klien mulai menerima kehilangan bayinya.
15
B. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
Dx
1. Ds : Nekrosis Gangguan nyaman
nyeri berhubungan
Klien mengeluh nyeri didaerah perut
dengan Kontraksi
bawah. Kematian janin uterus
P : Kontraksi uterus
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk Hasil konsepsi lepas
R : Nyeri perut dibagian bawah dari uterus
T : Nyeri terus menerus (pengakhiran
Do : kehamilan)
Tanda-tanda vital:
TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N Uterus berkontraksi
88x/menit, S 36,5oC, Skala nyeri 5
Klien meringis, gelisah, Gangguan rasa
Klien diberi citotex 2x25 mg, nyaman nyeri
Keadaan umum klien composmentis
2. Ds : Uterus berkontraksi Nyeri akut b/d proses
Klien mengeluh nyeri kuat didaerah persalinan
vagina Ada pembukaan
P : Kontraksi uterus servik
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dibagian vagina Keluar darah
T : Nyeri terus menerus pervagina
16
3. Ds : Kematian janin dalam Duka cita b/d
Klien merasa sangat sedih dengan kandungan Kematian bayi
kejadian kematian janinnya, padahal
anak ini merupakan anak yang Keluarga terutama
diharapkan oleh klien dan suaminya ibu mengetahui
Do : kematian janinnya
Tanda-tanda vital:
TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N Berduka
88x/menit, S 36,5oC
Klien terlihat menangis, gelisah. Duka cita
C. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan Kontraksi uterus
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (proses persalinan)
3) Duka cita berhubungan dengan kematian janin dalam kandungan
17
D. Rencana Keperawatan
NO Perencanaan
Dx Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
18
b) Pain control, 2. Kaji tingkat skala nyeri
c) comfort level 3. Ajarkan teknik mengedan
yang efektif saat kontraksi
Setelah dilakukan tindakan
4. Kaji kemajuan persalinan
keperawatan selama 2x24 jam
5. Kaji kontraksi uterus
Pasien tidak mengalami nyeri,
6. Ajarkan tentang teknik non
dengan kriteria hasil:
farmakologi: napas dalam
1. Mampu mengontrol nyeri relaksasi, distraksi,
(tahu penyebab nyeri, kompres hangat/ dingin
mampu menggunakan 7. Kolaborasi dengan tim
tehnik nonfarmakologi medis dalam pemberian
untuk mengurangi nyeri, analgetik
mencari bantuan) (3) 8. Persiapkan persalinan
2. Melaporkan bahwa nyeri 9. Pimpin persalinan
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri (3)
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
(3)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
(3)
5. Tanda vital dalam rentang
normal (3)
19
1. Menyampaikan perasaan mengungkapkan
akan penyelesaian perasaannya.
kehilangan (4) 4. Motivasi klien agar
2. Menayatakan menerima menerima dengan ikhlas
kehilangan (4) 5. Dorong klien untuk
3. Melaporkan penurunan berbagi rasa dan
kecemasan mengenai memberikan jawaban yang
kehilangan (4) jujur
4. Menyatakan perasaan 6. Libatkan keluarga untuk
akan kontrol (diri) (4) mendampingi klien
5. Menyatakan penerimaan 7. Anjurkan pada keluarga
terhadap situasi (4) untuk tidak meninggalkan
klien sendirian dan selalu
memotivasi klien
E. Tindakan Keperawatan
No Hari/tanggal/jam Implementasi
Dx
1. Senin, 13 oktober 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2017, jam 15.00 termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Skala nyeri klien 5 di perut bagian bawah dan vagina
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Dengan menanyakan posisi apa yang membuat klien
nyaman
3. Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Menganjurkan pada pihak keluarga untuk mendukungan
klien
4. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
Memberikan tempat senyaman mungkin untuk klien
5. Mengurangi faktor presipitasi nyeri
Menghindari faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
20
6. Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Skala nyeri 5 dibagian perut bagian bawah
7. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Dengan mengajarkan pada klien untuk tarik nafas dalam
yang efektif
21
3. Senin, 13 oktober 1. Memberikan dukungan pada klien dan lakukan komunikasi
2017, jam 19.00 verbal.
Memberikan dukungan atau motivasi pada klien agar tidak
terlarut dalam berduka
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian mengeksplorasi
perasaan pasangan
Mendengarkan keluh kesah klien
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Mendengarkan semua ungkapan perasaan klien tentang
kehilangannya
4. Memotivasi klien agar menerima dengan ikhlas
Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar ikhlas
5. Mendorong klien untuk berbagi rasa dan memberikan
jawaban yang jujur
Bina hubungan saling percaya dengan klien agar klien
dapat berbagi rasa
6. Melibatkan keluarga untuk mendampingi klien
Menganjurkan untuk keluarga agar selalu mendampingi
klien
7. Menganjurkan pada keluarga untuk tidak meninggalkan
klien sendirian dan selalu memotivasi klien
Menganjurkan keluarga ada selalu menemani klien
F. Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tanggal/Jam Evaluasi
Dx
1. Senin, 13 oktober S:
2017, jam 15.30 Klien mengatakan sudah tidak merasakan gerakan janin, nyeri daerah perut
bawah, skala 3 dari 5
O:
Klien tampak meringis, klien melakukan relaksasi yang di ajarkan, suami
membantu melakukan pijat didaerah punggung dan pinggang,
Tanda-tanda vital:
TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N 88x/menit, S 36,5oC
22
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 4,5,6,7,8
2. Senin, 13 oktober S:
2017, jam 18.00 Klien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri 2 dari 5
O:
Kontraksi kuat, klien pada pukul 18.00 lahir bayi laki-laki
Tanda-tanda vital:
TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, N 88x/menit, S 36,5oC
Injeksi citotex 2x25 mg
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,,5,6,7,8,9
3. Senin, 13 oktober S:
2017, jam 19.30 Klien maengatakan masih sedih bila teringat janin yang dikandungnya
telah meninggal
O:
Klien tampak sedih , keluar air mata
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 3,4,5,6,7
23
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20
minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. pendapat lain yang mengatakan
kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan
berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas. Adapun
beberapa factor penyebab terjadinya IUFD adalah factor dari ibu yaitu : umur, paritas, dan penyakit
penyerta selama kehamilan, sedangkan dari janin yaitu: kelainan congenital dan infeksi intranatal, serta
dari plasenta. Penanganan kematian janin dalam kandungan terdapat 2 macam yaitu : penanganan aktif
serta penanganan pasif.
3.2 Saran
Sebenarnya faktor resiko dan komplikasi IUFD dapat dicegah apabila ibu hamil secara rutin
memeriksakan kehamilannya pada dokter ataupun ketempat pelayanan kesehatan lain, sehingga apabila
ditemukan komplikasi kehamilan dapat ditangani sejak dini dan diharapkan dapat mencegah terjadinya
IUFD.
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu
merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gamelli dengan T+T (twin to twin
transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Sarwono, 2016).
24
DAFTAR PUSTAKA
L., K. Varney, helen. 2016. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
25