Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“ ASUHAN KEPERAWATAN HIPERGLICEMIA


HIPEROSMOLAR NON KETOSIS”

Disusun Oleh :

DWIKY PRIMANDHANI

201701041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA
HUSADA KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas ”MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PENYAKIT HIPERGLICEMIA
HIPEROSMOLAR NON KETOSIS” suatu permasalahan yang selalu dialami
oleh perawat khususnya para mahasiswa S1 Ilmu keperawatan .

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang asuhan


keperawatan Sistem endokrin pada manusia bagi seorang perawat yang sangat
diperlukan dalam suatu harapan mendapatkan manfaat terutama dalam aplikasi
kehidupan dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah Keperawatan Kritis pada semester VII.
Selama proses penulisan dan penyelesaian makalah ini, penulis banyak
memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam sebuah
karya yang sederhana ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Didit Damayanti,S.Kep.Ns.,M.kep selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian makalah.
2. Bapak, Ibu, dan keluarga tercinta yang dengan penuh cinta dan kasih
sayangnya telah banyak memberikan doa, dukungan dan motivasi secara
materiil maupun moril guna kelancaran penyelesaian makalah ini.
3. Rekan-rekan seperjuangan S1 Keperawatan tingkat II yang tidak dapat kami
sebut satu persatu.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat khususnya bagi calon
perawat masa depan, mahasiswa STIKES Karya Husada Kediri. Kritik dan saran
serta masukan dari teman-teman sangat kami nantikan guna memperbaiki kesalahan
kami, karena kami hanya manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan khilaf.

Pare, 15 Januari 2021


Penyusun

Dwiky P

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................... 1
C. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 3
A. Definisi.................................................................................................................... 3
B. Etiologi................................................................................................................... 3
C. Manifestasi Klinis .................................................................................................. 4
D. Patofisiologi............................................................................................................ 5
E. Pathway ................................................................................................................. 7
F. Pemeriksaan Penunjang. ..................................................................................... 8
G. Komplikasi ............................................................................................................. 8
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan......................................................... 8
I. Pengkajian Keperawatan (Pengkajian Berdasarkan Pengkajian
Kegawatdaruratan)..................................................................................................... 10
J. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 11
K. Rencana Keperawatan ....................................................................................... 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................ 16
A. Kasus ................................................................................................................... 16
B. Pengkajian Keperawatan................................................................................... 16
C. Analisa Data........................................................................................................ 19
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 20
E. Intervensi Keperawatan..................................................................................... 20
F. Implementasi Keperawatan ............................................................................... 24
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................. 26
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 27
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 27

iii
B. Saran.................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi
pada DM tipe II.
HHNK yang merupakan komplikasi dari DM tipe II telah menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat global dan menurut International Diabetes Federation (IDF)
pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya semakin bertambah. Menurut estimasi
IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang
meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk
pengobatannya.
Di Indonesia pervalensi HHNK belum teridentifikasi secara pasti. Namun terjadinya
HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter
tertinggi menurut Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi
Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau
gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan
(3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.
Hiperglikemia ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau
kardiovaskuler, pernah jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit
Chusing. Pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.
Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.
Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien
HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma
hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan
perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta
perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia
hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan
angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK) hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik.

2. Tujuan khusus
1. Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.

1
2. Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
3. Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
4. Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
5. Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
6. Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
7. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.

C. Manfaat
1. Bagi Mahsiswa

Agar dengan adanya makalah nini kita sebagai mahasiswa mampu mengetahui
bagaimana caranya mengatasi masalah pada pasien dengan Syndrome Hyperglikemi
Hiperosmolar Non Ketotik, dan bisa menyelesaikan asuhan keperawatannya.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai
pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan drastis
penyakit (Elizabet, 2009).
Koma hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di
tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi
2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes
melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada
penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi
pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang
ditandai dengan :

1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.


2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi.

B. Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)

3
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.

Faktor risiko Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :

1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)


2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah,
nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.

Gejala-gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :

1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.


2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.

4
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan

D. Patofisiologi.
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon
insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan
hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa
plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar
serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan
volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein

5
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

6
E. Pathway

7
F. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu
untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton
negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia,
azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat
serum > 17,4 mEq/l.

G. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Primery survey
1) Airway
Airway
2) Breathing
O2
3) Circulation
Cairan 1 L NaCl 0,9% bolus (2 L bila hipotensi) : saline setengah normal.
4) Disability

8
Tentukan GCS, nilai pupil.
5) Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
b. Tambahan primary survey
1) Pasang monitor EKG
2) Nasopharyngeal airway placement/ intubasi endotrakea
3) Kateter urin

4) Kateter vena sentral  untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah

5) Kateter arteri  untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri


6) Pulse oksimetri
c. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
d. Secondary survey
1) Anamnesis
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2) Pemeriksaan fisik
3) Terapi definitive
- Insulin bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam : glukosan <300
mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan perlahan (75-100 mg/dl/jam) : cukup
jumlah kecildan hati-hati cz HHS sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan
glukosa serum
- Antibiotik
- Monitor elektrolit dan gas darah vena setiap 2-4 jam
e. Rujuk
Konsultasi endokrinologi, neurology, penyakit infeksi, psikiatri

2. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000
ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai
membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam.
Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien
dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5%
diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b. Insulin

9
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik
non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan
dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat.
Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip
proprotokol ketoasidosis diabetik
c. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal
membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
d. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter

I. Pengkajian Keperawatan (Pengkajian Berdasarkan Pengkajian


Kegawatdaruratan)
1. Primery Survey
a. Airway
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga
akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus.
Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability kesadaran compos mentis GCS 15.
2. Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan
menggunakan pendekatan head to toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam
keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda
kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton
yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.

Pemeriksaan fisik
a. Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak
ada.
b. Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas
kusmaul.
c. Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit
kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d. Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia

10
e. Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata
lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f. Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)

3. Tersier Survey
a. Riwayat Keperawatan
• Persepsi-managemen kesehatan
1) Riwayat DM tipe II
2) Riwayat keluarga DM
3) Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b. Nutrisi – metabolik
1) Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
2) Anorexia
3) Berat badan turun.
c. Eliminasi
1) Poliuria, nocturia.
2) Diarhe atau konstipasi.
d. Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e. Kognitif
1) Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2) Penglihatan kabur.
3) Gangguan sensorik.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b. Gas darah arteri: biasanya normal.
c. Elektrolit → biasanya rendah karena diuresis.
d. BUN dan creatinin serum → meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
e. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f. pH > 7,3.
g. Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h. Sel darah putih → meningkat pada keadaan infeksi.
i. Hemoglobin dan hematokrit → meningkat karena dehidrasi.
j. EKG → mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Jalan napas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas

11
K. Rencana Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau intensitas
dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.

Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya.
b. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan
berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien
turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c. Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.

Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan
yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan
adanya apnea dan munculnya sianosis.

Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan
dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan dan mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya
untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada
proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai
cerminan dari dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa.

12
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon
pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai
indikasi.

Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel
(diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan
atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi
aldosteron.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2


Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi
batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat
terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standart
(misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan
kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau
batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons

13
dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada
medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang
jalur pyramidal pada otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi.
Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan
berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi cairan
mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan selanjutnya akan
menurnkan edema serebral terutama saat munculnya SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.


Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya proses
penyakit.
b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau
daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels
basah menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau dekompensasi jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.

14
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan
humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun depresi anestesi
atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit
fungsional alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk
dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan
kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.


Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang dapat
dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan
natrium dan kalium.
b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa
diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan
akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan
yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi pasien.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Ibu N (40 Thn) dibawa ke RS Respati Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan
mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami
pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N mengatakan bahwa sebelum dibawa ke RS
klien mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur dan akhir-akhir ini klien sering BAK, bila
malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering merasa haus. Mukosa bibir klien kering,
konjungtiva anemis, kulit tidak elastis, CRT < 3 detik dan sionosis. Klien mempunyai
riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin. BB klien menurun penurunan berat badan 5 Kg
dalam 1 bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV
didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal),
T : 37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.

B. Pengkajian Keperawatan

Tanggal pengkajian : 27 April 2014.


Waktu : 10.00 WIB.
Ruang : Melati 2, RS Respati Yogyakarta.

a. Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 40 tahun.
Jenis kelamin : Perempuan.
Alamat : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 27 April 2014.
No. RM : 00800901.
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus (DM) Tipe II.

b. Identitas Penanggung jawab


Nama : Ny. N
Umur : 19 tahun
Alamat : Ngemplak Sleman.
Pekerjan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : anak

c. Keluhan Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami
pingsan.

16
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD
dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan
disertai dengan sering BAK terutama pada malam hari, sering haus, namun badan klien
semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata
didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan
untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat dilakukan
pengkajian tanggal 27 April 2014, klien masih terlihat lemah.

e. Riwayat Penyakit Dahulu.


Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.

g. Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A : tidak ada sumbatan jalan nafas
B : RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C : CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D : CM, GCS : 14.

Pemeriksaan Fisik
- KU : CM.
- TTV :
TD:170/100 mmHg
N: 110 x/menit
RR:26x/menit
S:37,20 C.
- BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8.
- Kepala : Mesoshepal
- Rambut : Sedikit beruban.
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus : 3/6
- Hidung : Simetris, tidak ada sekret.
- Mulut : Bibir sedikit kering.
- Gigi : Caries (+).
- Leher : JVP 5-2 CmH2O.
- Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak terlihat.
Palpasi : Ictus tidak teraba.
Perkusi :

17
Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri.
Batas kanan : Sela iga V linea parasternal kanan.
Batas kiri : Sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-).
- Dada - Paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris.
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan kiri.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-).
- Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) N.
- Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-).
Nyeri ketok (-).
- Alat Kelamin : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa lembab.
- Anus : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia ani (-).
- Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema.

ROM :
4444 4444
3333 3333

h. Pemeriksaan Laboratorium.
- Pemeriksaan Darah Lengkap
No Nilai Normal Hasil Lab
1 Hb: L(13-16) P(12-15) gr/dl Hb : 12,5 gr/dl
2 Hematokrit: L(40-54) P(37-47) Hematokrit : 31,8 %
%
3 Leukosit: 5.000- Leukosit : 5.100 ribu/µL
10.000 ribu/µL
4 Trombosit:150.000- Trombosit : 137.000/ mm3
450.000/mm3
5 MCV : 81 – 99 fL MCV : 83 fL
6 MCH : 27,0 – 31,0 pg MCH : 26,8 pg
7 MPV : 7,4 – 10,4 fL MPV : 7,4 fL
8 MCHC : 32 - 36 g/dl MCHC : 32,3 g/dl
9 Ureum : (18 – 55) mg/dl Ureum : 50 mg/dl
10 Natrium (135-145meq/L) Na : 150 meq/dl
11 Kalium (3,5-5,5meq/L) Kalium : 6 meq/dl

18
12 Creatinin : (0,9 – 1,30 mg/dl) Creatinin : 1,1 mg/dl
13 GDS : 125-200 mg/dl GDS : 640 mg/ dl
14 pCO2 : (35-45mmHg) pCO2 : 50 mmHg
15 HCO3 : (19-25meq/L) HCO3 : 35meq/L

i. Terapi yang diperoleh

- Infus RL 20 tts/mnt.
- Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
- Glibenklamid 2xI.
- Neurosanbe 1 amp/hari.
- Antasid syrup 3xI.

C. Analisa Data
No Data fokus Etiologi Masalah
1 Do : Perubahan Gg.Pertukaran Gas
- Kulit tidak elastis, membran darah
konjungtiva anemis, alveolar dan
mukosa bibir kering, kapiler
CRT < 3 detik dan
sionosis
- AGD :
pCO2 : 50 mmHg
HCO3 : 35 meq/L

- TTV, TD :
170/100mmHG, Nadi
: 110x/menit, RR :
26x/menit.
Ds :
- Klien mengatakan
badan terasa lemah
dan keluarga klien
mengatakan klien
sempat mengalami
pingsan
2 Do : kehilangan cairan Kekurangan volume
- Kulit tidak elastis, aktif cairan
konjungtiva anemis,
mukosa bibir kering.
Ds :

19
- keluarga ibu N
mengatakan ibu N
sering BAK dan pada
malam hari 7 sampai 8
kali.
- Klien mengatakan
sering haus
3 Do : ketidakmampuan Ketidakseimbangan
- BB klien menurun, untuk nutris kurang dari
penurunan berat mengabsorbsi kebutuhan tubuh
badan 5 Kg dalam 1 nutrisi
bulan terakhir. BB =
45kg, TB = 164cm
dan IMT = 16, 8
Ds : -

Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar dan kapiler

2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk


mengabsorbsi nutrisi

D. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar dan kapiler

2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk


mengabsorbsi nutrisi.

E. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Gangguan pertukaran - Respiratory Status : Gas - Posisikan pasien
gas b.d perubahan exchange untuk
membran alveolar dan - Keseimbangan asam memaksimalkan
kapiler Basa, Elektrolit ventilasi.
- Respiratory Status :
ventilation

20
- Vital Sign Status - Auskultasi suara
Setelah dilakukan nafas, catat adanya
tindakan keperawatan suara tambahan.
selama …. Gangguan - Berikan O2.
pertukaran pasien - Monitor respirasi
teratasi dengan kriteria dan status O2.
hasi: - Catat pergerakan
- Mendemonstrasikan dada, amati
peningkatan ventilasi kesimetrisan,
dan oksigenasi yang penggunaan otot
adekuat tambahan, retraksi
- Memelihara kebersihan otot supraclavicular
paru paru dan bebas dari dan intercostal.
tanda tanda distress - Monitor pola nafas :
pernafasan bradipena,
- Mendemonstrasikan takipenia, kussmaul,
batuk efektif dan suara hiperventilasi.
nafas yang bersih, tidak - Auskultasi suara
ada sianosis dan nafas, catat area
dyspneu (mampu penurunan / tidak
mengeluarkan sputum, adanya ventilasi dan
mampu bernafas dengan suara tambahan.
mudah, tidak ada pursed - Monitor TTV,
lips) AGD, elektrolit dan
- Tanda tanda vital dalam ststus mental.
rentang normal - Jelaskan pada
- AGD dalam batas pasien dan keluarga
normal tentang persiapan
Status neurologis dalam tindakan dan tujuan
batas normal penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi).
2 Kekurangan Vol. Cairan
- Fluid balance - Pertahankan catatan
b.d kehilangan cairan - Hydration intake dan output
aktif - Nutritional Status : yang akurat.
Food and Fluid Intake - Monitor status
Setelah dilakukan hidrasi (kelembaban
tindakan keperawatan membran mukosa,
selama….. defisit nadi adekuat,
volume cairan teratasi tekanan darah
dengan kriteria hasil: ortostatik), jika
- Mempertahankan urine diperlukan.
output sesuai dengan

21
usia dan BB, BJ urine - Monitor hasil lab
normal, yang sesuai dengan
- Tekanan darah, nadi, retensi cairan (BUN
suhu tubuh dalam batas , Hmt , osmolalitas
normal urin, albumin, total
- Tidak ada tanda tanda protein).
dehidrasi, Elastisitas - Monitor vital sign.
turgor kulit baik, - Kolaborasi
membran mukosa pemberian cairan
lembab, tidak ada rasa IV.
haus yang berlebihan - Monitor intake dan
- Orientasi terhadap urin output setiap 8
waktu dan tempat baik jam
- Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas
normal
- Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
- pH urin dalam batas
normal
- Intake oral dan
intravena adekuat
3 Ketidakseimbangan - Nutritional status: - Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari Adequacy of nutrient makanan.
kebutuhan tubuh - Nutritional Status : food - Kolaborasi dengan
b.d ketidakmampuan and Fluid Intake ahli gizi untuk
untuk mengabsorbsi - Weight Control menentukan jumlah
nutrisi Setelah dilakukan kalori dan nutrisi
tindakan keperawatan yang dibutuhkan
selama….nutrisi kurang pasien.
teratasi dengan - Yakinkan diet yang
indikator: dimakan
- Albumin serum mengandung tinggi
- Pre albumin serum serat untuk
- Hematokrit mencegah
- Hemoglobin konstipasi.
- Total iron binding - Monitor adanya
capacity penurunan BB dan
Jumlah limfosit gula darah.
- Monitor intake
nuntrisi.
- Informasikan pada
klien dan keluarga

22
tentang manfaat
nutrisi.
- Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama
makan.
- Pertahankan terapi
IV line.

23
F. Implementasi Keperawatan

NO TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI TGL/JAM EVALUASI TTD

1.
27/4/14 Gangguan - Memposisikan pasien untuk 27/4/14 S : klien mengatakan masih lemah.
10.00WIB pertukaran gas memaksimalkan ventilasi. 10.30WIB O: ekspresi wajah klien sedikit rileks
- Mengauskultasi suara nafas, catat adanya dan tenang, pernapasan masih cepat.
suara tambahan. TTV : TD : 170/100 mmHg,
- Berikan O2. Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit
- Monitor respirasi dan status O2. (cepat dangkal), S : 37,20C.
- Catat pergerakan dada,amati A : masalah teratasi sebagian
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, P : intervensi dilanjutkan
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal.
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi.
- Mengauskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan.
- Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
mental.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi).

24
2. 27/4/14 Kekurangan Vol. - Pertahankan catatan intake dan output 27/4/14 S : pasien mengatakan masih merasa
12.00 WIB Cairan b.d yang akurat. 12.30 WIB haus.
- Monitor status hidrasi (kelembaban O : mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan elastis, konjungtiva anemis.
darah ortostatik), jika diperlukan. TTV : TD : 170/100 mmHg,
- Monitor hasil lab yang sesuai dengan Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas (cepat dangkal), S : 37,20C.
urin, albumin, total protein). A : masalah belum teratasi
- Monitor vital sign. P : intervensi dilanjutkan
- Kolaborasi pemberian cairan IV.
- Monitor intake dan urin output setiap 8
jam.
3 27/4/14 Ketidakseimbangan - Kaji adanya alergi makanan. 27/4/14 S : klien merasa lapar
13.00 WIB nutrisi kurang dari - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 13.00 WIB O : BB klien menurun penurunan berat
kebutuhan tubuh menentukan jumlah kalori dan nutrisi badan 5 Kg dalam 1 bulan terakhir. BB :
b.d yang dibutuhkan pasien. 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8.
- Yakinkan diet yang dimakan TTV : TD : 170/100 mmHg,
mengandung tinggi serat untuk mencegah Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit
konstipasi. (cepat dangkal), S : 37,20C.
- Monitor adanya penurunan BB dan gula A : masalah belum teratasi
darah.
- Monitor intake nuntrisi.
- Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi.
- Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan..
- Pertahankan terapi IV line.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada BAB ini kelompok akan membahas tentang asuhan keperawatan


kegawatdaruratan pada pasien dengan hiperosmolar hiperglikemi hipoglikemi. Hiperosmolar
hiperglikemi hipoglikemi atau juga bisa disebut SHH (Syndrome Hiperglikemia
Hiperosmolar) merupakan suatu kondisi akut dari diabetes melitus dimana penderita akan
mengalami dehidrasi berat yang menyebabkan gangguan mental, pusing serta kejang bahkan
dapat mengakibatkan koma. Berdasarkan kondisi tersebut pasien tidak dapat melakukan
aktivitas yang berat sehingga kelompok mengankat diagnosa intoleransi aktivitas.
Keadaan hormon pada pasien penderita SSH mengalami kekurangan hormon insulin
dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menghamabat pergerakan glukosa ke
dalam sel sehingga terjadi penumpukan glukosa pada plasma darah. Peningkatan hormon
glukagon dapat menyababkan glycogenesis yang dapat meningkatkan kadar glukosa pada
plasma darah. Paningkatan kadar glukosa tersebut akan mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskuler, sehingga dapat
menurunkan volume cairan intraseluler dan mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi berat.
Berdasarkan penjelasan tersebut kelompok mengangkat diagnosa keperawatan
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh untuk mengganti cairan yang
telah hilang pada pasien.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan perotein
menjadi menipis karena digunakan untuk melakukan pembakaran/metabolisme dalam tubuh.
Keadaan tersebut menyebabkan pasien akan merasa kelaparan sehingga mengakibatkan pasien
banyak makan yang disebut poliphagia. Meskipun pasien mengalami polpiphagia tetapi sel-sel
tidak dapat menerima glukosa karena defisiensi insulin yang ditandai dengan badan pasien
yang kurus dan terasa lemas. Berdasarkan penjelasan tersebut kelompok mengankat diagnosa
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Kumpulan sel merupakan substansi pembentuk jaringan. Kumpulan dari jaringan
bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan akan membentuk organ. Sel-sel yang tidak
mendapatkan glukosa akan mengalami penuruan fungsi organ seperti otak, jantung paru-paru,
ginjal, dll. Sel-sel yang berada di paru-paru pasien tidak mendapatkan makanan (glukosa)
sehingga kerja dan fungsi dari paru-paru tersebut mengalami penurunan sehingga pertukaran
gas secara difusi pada pasien tidak berjalan dengan normal. Berdasarkan kondisi tersebut
kelompok mengangkat diagnosa gangguan pertukaran gas.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan
kekurangan insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM.Angka
kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien
HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrome
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan
kelebihan hormon glukagon.
Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga
terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan
intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler.

B. Saran
Mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat profesional sebaiknya dapat mengetahui
serta memahami semua aspek-aspek penting mengenai hiperosmolar hiperglikemi
hipoglikemi agar dapat menerapkan perawatan yang profesional dan holistik, mengingat
bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki komplikasi serta dapat
menyebabkan resiko terjadinya koma bahkan kematian. Aspek-aspek tersebut terdiri dari
definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi
serta penatalaksanaan medis maupun keperawatan dari hiperosmolar hiperglikemi
hipoglikemi. Mahasiswa diharapkan mampu menyampaikan semua aspek tersebut baik
pada pasien, keluarga pasien maupun pada masyarakat luas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hardaye, W. R. 2012. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis.


http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/hiperglikemia-hiperosmolar-non-ketosis.html.
Diakses tanggal 29 April 2014.

Morton, P. G. 2011. Keperawatan Kritis vol. 2. Jakarta : EGC.

Rengganis, Iris dkk. 2007. Bunga Rampai Masalah Kesehatan Dari Dalam Kandungan
Sampai Lanjut Usia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.

Setiawan, Deni. 2011. Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Non


Ketosis. http://lphalusinasi.blogspot.com/2011/05/koma-hiperglikemik-hiperosmolar-
non.html. Diakses tanggal 28 April 2014.

28

Anda mungkin juga menyukai