NAMA KELOMPOK 4 :
NADIYA CHAIRUDDIN (SR19213032)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH-SWT, karena hanya dengan rahmat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah KEPERAWATAN LUKA DASAR I ini
yang berjudul “MANAJEMEN LUKA NEUROPATI / LUKA DIABETIC ” ini dengan baik
tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................3
C. TUJUAN MASALAH.........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. ULKUS DIABETIC............................................................................................................4
B. PENYAKIT KULIT.........................................................................................................15
C. PEMERIKSAAN EVALUASI DIAGNOSTIC PADA KLIEN DENGAN
NEUROPATI / DFU................................................................................................................23
D. PREVELENSI DAN INSIDENSI....................................................................................23
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................25
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETIK.....................................25
BAB IV PENUTUP......................................................................................................................30
A. KESIMPULAN.................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................31
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
4
Gejala dari hiperglikemia dapat berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan,
kadang-kadang dengan polifagia, dan penglihatan kabur.Hiperglikemia kronis dapat
menyebabkan kerentanan terhadap infeksi tertentu. Sedangkan pada hiperglikemia akut,
pada pasien yang mengalami diabetes yang tidak terkontrol adalah hiperglikemia dengan
ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotic. Kebanyakan pasien DM mengalami
obesitas, dan obesitas itu sendiri menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin. Pasien
yang tidak obesitas dengan kriteria berat badan normal mungkin memiliki persentase
peningkatan lemak tubuh didistribusikan terutama di daerah perut.
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus DM sangat
meningkat di tahun yang akan datang. Di indonesia, diperkirakan akan meningkat dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 yang akan datang.
Diabetes Melitussering disebut silent killer hal tersebut disebabkan karena pasien
baru menyadari dia terkena DM setelah mengalami komplikasi maupun manifestasi dari
DM itu sendiri.Penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh yang dapat
mengakibatkan berbagai macam keluhan. Pada sebagian besar dari pasien DM tidak
terlalu atau bahkan tidak memperhatikan sama sekali perawatan kesehatan dirinya sendiri
ditambah lagi dengan lamanya DM tersebut terdiagnosis.
Padahal komplikasi DM sebenarnya sudah muncul sejak dini bahkan sejak sebelum
diagnosis ditegakkan atau terdeteksi. Sementara jika penanganan sejak dini telah
dilakukan, maka bisa membantu memperbaiki kualitas hidup pasien. Sebanyak 30% -
70% pasien dengan DM yang telah terdeteksi adanya manifestasi kulit selama perjalanan
penyakit kronis ini yang dipengaruhi oleh mikrovaskular kulit pada DM.
Diduga 30-70% pasien DM mengalami manifestasi kulit selama proses penyakit
berlangsung. Manifestasi kulit pada DM tipe 2 secara umum akan muncul pada penderita
yang telah lama menderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol, namun bisa juga merupakan
tanda awal dari manifestasi penyakit primer. Ada beberapa faktor yang berperan pada
manifestasi kulit pada pasien DM tipe 2 yaitu kelainan metabolisme karbohidrat yang
akan meningkatkan jalur metabolik, keterlibatan vaskular pada ateroskelerosis,
mikroangiopati, dan keterlibatan saraf berupa neuropati sensorik dan mekanisme
gangguan imunitas tubuh.
5
Selain jamur, kulit dari penderita DM juga bisa terinfeksi oleh bakteri atau virus. Di
berbagai penelitian melaporkan bahwa usia pasien yang menderita DM tipe 2 di atas 50
tahun, akan lebih rentan menderita penyakit kulit akibat manifestasi dari DM tipe
2.7Manifestasi penyakit kulit paling banyak di jumpai pada pasien yang menderita DM
tipe 2. Sementara pada DM tipe 1 karena dijumpai sejak anak-anak, sehingga pasien lebih
teliti menjaga pola hidupnya. 12Pasien yang menderita DM tipe 2 sering terinfeksi kulit
seperti Dermatophytosis dan kandidiasis.
Berdasarkan survey pendahuluan yang sudah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi
Medan, di dapatkan jumlah data pasien DM tipe 2 yang menderita penyakit kulit pada
tahun 2016 sebanyak 160 orang, pada tahun 2017, sebanyak 132 orang, dan pada tahun
2018 sebanyak 127 orang.
Dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang menderita penyakit kulit oleh
karenaDM, maka peneliti ingin mengetahui penyakit kulit apa saja yang paling banyak
dijumpai pada penderita DM ini di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2018.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
Untuk mengetahui apa itu ulkus diabetic, penyakit kulit pada pasien ulkus diabetic,
prevelensi dan insidensi serta evaluasi diagnostic pada kalien dengan neuropati.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. ULKUS DIABETIC
1. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan karbohidrat, lemak dan protein
sehingga kadar gula darah cenderung mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh
sel B pankreas atau ketidakmampuan jaringan dalam mengelola insulin (Groosman,
2014). Definisi lain menyebutkan bahwa Diabetes Melitus adalah kumpulan
gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah
akibat kerusakan kerja insulin,sekresi insulin atau keduanya. Komplikasi dari
Diabetes Mellitus biasanya terjadi ulkus pada kaki yang biasanya juga disebut dengan
Ulkus Diabetikum (Putri, 2013).
Kaki Diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat Diabetes Mellitus yang
tidak terkontrol. Kelainan kaki Diabetes Mellitus dapat disebabkan oleh adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan, dan adanya infeksi (Soegondo,
2011). Menurut sumber lain, Ulkus Diabetik adalah luka terbuka pada permukaan
kulit atau selaput lendir yang mengalami kematian jaringan yang luas dan disertai
invasif kuman saprofit yang menyebabkan kelainan pembuluh darah yang terjadi
lebih dini dan lebih cepat berkembang akibat peningkatan kadar gula darah (Putri,
2013).
2. ETIOLOGI
a. Gangguan Pembuluh Darah
Keadaan hiperglikemia yang terus menerus akan mempunyai dampak pada
kemampuan pembuluh darah tidak berkontraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini
mengakibatan sirkulasi darah tubuh menurun, terutama kaki, dengan gejala antara
lain yaitu sakit pada tungkai bila berdiri, berjalan dan melakukan kegiatan fisik,
jika diraba kaki teraba dingin, tidak hangat, rasa nyeri kaki pada waktu istirahat
dan malam hari, sakit pada telapak kaki setelah berjalan, jika luka sukar sembuh,
pemeriksaan tekanan nadi kaki menjadi kecil atau hilang, perubahan warna kulit,
kaki nampak pucat atau kebiru-biruan (Wijaya, 2018).
7
b. Gangguan Persyarafan
Neuropati menghambat signal, rangsangan atau terputusnya komunikasi
dalam tubuh. Syaraf pada kaki sangat penting dalam menyampaikan pesan ke
otak, sehingga menyadarkan kita akan adanya bahaya pada kaki semisal saat
tertusuk paku, terkena benda panas atau dingin. Kaki diabetes dengan neuropati
akan mengalami gangguan sendorik, motorik, dan otonomik, neuropati sendorik
ditandai dengan adanya perasaa pada baal atau kebal (parastesia), kurang berasa
terutama terhadap rasa panas, dingin, sakit, terkadang rasa gatal, dan pegal pada
kaki (Wijaya, 2018).
c. Infeksi
Penurunan sirkualasi darah pada daerah kai akan menghambat proses
penyembuhan luka, akibatnya kuman masuk ke dalam luka dan terjadi infeksi.
Peningkatan kadar gula darah dapat menghambat kerja leukosit dalam mengatasi
infeksi, luka menjadi ulkus gangren dan terjadi perluasan infeksi sampai ke tulang
(Wijaya, 2018).
d. Iskhemia
Nekrosis kulit terjadi akibat penurunan perfusi jaringan, baik yang bersifat
lokal maupun sistemis akibat trauma tekanan (claw foot) sebagai konsekuensi dari
gangguan sensibilitas dan berkurangnya reaksi aktivitas bakterisidal lekosit
terhadap inflamasi akibat peninggian kadar gula darah, mikrosirkulasi yang
terganggu pada daerah tekanan. Keadaan tersebut memperburuk daya pertahanan
tubuh penderita kaki diabetes. Ulkus yang letaknya superfisial pada penderita kaki
diabetes akan sembuh bila tekanan O2 kapiler sedikit. Sebaliknya pada ulkus yang
dalam dan mencapai tulang disertai infeksi, biasanya keadaan mekanisme
pertahanan tubuhnya rendah (Sudjono, 2010).
e. Neuropati
Kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi setelah kenaikan
kadar glukosa darah. Peningkatan produk gula mengakibatkan sintesis sel saraf
menurun dan mempengaruhi konduksi saraf. Selanjutnya, hiperglikemia yang
8
diinduksi mikroangiopati menyebabkan metabolisme reversibel, cedera imunologi
serta iskemik saraf otonom, motor, dan sensorik.
Semua kondisi tersebut akan menyebabkan penurunan sensasi perifer dan
kerusakan inervasi saraf pada otot kaki. Ketika saraf terluka, pasien beresiko
tinggi mendapat cedera ringan tanpa disadari, sampai akhirnya cedera tersebut
menjadi ulkus (ulcer) (Aridiana, 2016a).
3. KLASIFIKASI DAN DERAJAT LUKA
Kriteria infeksi pada ulkus kaki diabetik mempunyai tanda-tanda sseperti
mengeluarkan esksudat yang banyak, adanya infeksi, luka menjadi berbau, bengkak
indurasi dan terdapat eriema disekitar luka. Terjadi infeksi seperti infeksi ringan
(superfisial, ukuran dalam terbatas), sedang lebih dalam dan luas, berat ditandai
dengan sistemik dan gangguan metabolik (Arisanty, 2013). Klasifikasi luka menurut
derajat luka seperti :
a. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih factor
resiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen primer penyebab
ulkus.
b. Derajat I
Terdapat tanda – tanda seperti derajat 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati
sensori perifer dan paling tidak satu faktor resiko seperti deformitas tulang dan
mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang
hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan
infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Terdapat tanda – tanda pada derajat I dan ditambah dengan adanya lesi kulit
yang membentuk Uklus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar
ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon
dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
9
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda – tanda pada derajat II ditambah dengan adanya abses
yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat Osteomyelitis.
Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan
jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu
diperlukan hospitalisasi/perawatan dirumah sakit karena ulkus yang lebih dalam
sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV
Ditandai dengan adanya gangreng pada satu jari atau lebih, gangreng dapat
pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangreng pada ekstremitas
bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara, yaitu gangreng
menyebabkan insufisiensi arteri. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area fokal
dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan
kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang terus
menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak dari
adanya edema jaringan lokal.
f. Derajat V
Ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangreng – gangreng diseluruh kaki
atau sebagian tungkai bawah. Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I – IV : Pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
c. Derajat V : Tindakan Bedah Minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan
bedah mayor (amputasi di atas atau dibawah lutut). (Ronald W, 2017).
10
4. PATHWAY
Pasien Diabetes
infeksi
5. PATOFISIOLOGI
Pada neuropati diabetik, terjadi gangguan serabut saraf sensorik, motorik, dan
otonom yang dapat menimbulkan manifestasi berupa kelemahan dan atrofi otot,
defisit sensorik-berdampak selanjutnya pada penurunan refleks protektif terhadap
rangsang nyeri, tekanan dan panas, penurunan sekresi keringat-yang menyebabkan
hilangnya integritas kulit, serta peningkatan resiko infeksi.
Selain gangguan neuropati, pasien diabetes juga beresiko mengalami penyakit
arteri perifer. Umunya penyakit arteri perifer terjadi pada tungkai, tepatnya pada
daerah di antara lutut dan sendi pergelangan kaki. Gangguan sistem vaskular akan
menyebabkan penurunan aliran darah sehingga terjadilah iskemi pada daerah yang
diperdarahinya. Selanjutnya, kondisi iskemi akan meningkatkan risiko infeksi karena
pada dasarnya darah itulah yang bertugas membawa leukosit ke area luka. Jika
leukosit tersebut tidak dapat mencapai area luka, maka mikroba akan menginfeksi
area luka dan akhirnya terbentuk ulkus (Theddeus, 2016).
11
Vaskularisasi yang buruk dan sering kali dikombinasikan dengan gangguan
neuropati, dapat menyebabkan terjadinya ulserasi kronik bahkan akibat cedera ringan
sekalipun. Cedera ringan itu sendiri dapat timbul akibat faktor internal (abnormalitas
dan deformita kaki) maupun faktor eksternal (sepatu, benda asing dan trauma). Selain
itu, abnormalitas dan deformitas kaki juga dapat menebabkan ketidakseimbangan
distribusi tekanan pada telapak kaki.
6. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada pasien ulkus diabetikum dapat diketahui dengan dengan
adanya kelainan pada kaki daerah plantar kaki, mengalami kelainan bentuk kaki pada
kaki atau deformitas kaki, pasien dengan ulkus diabetikum mengalami kekurangan
kesimbangan pada saat berjalan, adanya fisura dan kulit kering pada kaki, terdapatnya
kalus pada area yang tertekan, tekanan pada area nadi kemungkinan normal, biasanya
luka dalam dan berlubang, sekeliling kulit dapat terjadi selulitis, hilang atau
berkurangnya sensasi nyeri , mengalami serosis, adanya hyperkeratosis pada
sekeliling luka dan anhidrosis, adanya eksudat dan luka tampak merah (Suriadi,
2004).
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada ulkus diabetikum antara lain selulitis yaitu lesi yang
terkontaminasi oleh bakteri, komplikasi yang selajutnya terjadi neuropati pada kaki
yang menyebabakan mati rasa , menyebabkan kaki terasa dingin, kram atau kejang
pada otot tungkai dan kulit kering, ulkus mengalami kerusakan pada permukaan kulit,
kemudian ulkus mengalami kerusakan pada kulit yang mencapai tendon dan tulang,
ulkus terjadi abses dan mengalami pembengkakan, gangren pada seluruh kaki
(Borley, 2006).
8. PRINSIP MANAGEMEN ULKUS DIABETIC
Managemen menangani ulkus diabetikum yang benar dapat menurunkan angka
kejadian amputasi. Untuk menurunkan kejadian amputasi ini, diperlukan peran
penting perawat dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat seperti mengatasi
penyakit penyerta seperti mengontrol kadar gula darah memberikan insulin dan
12
olahraga secara teratur. Membantu pasien mengenali karakteristik luka diabetic
seperti luka neuropatik, iskemik dan neuro-iskemik.
Penanganan luka sebelum menjadi iskemik dan neuroiskemik yaitu dengan cara
pencucian luka dan perawatan luka yang baik dan pemilihan jenis balutan yang baik.
Pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan
suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan
hingga 50%, absorbsi eksudat atau cairan luka yang keluar berlebihan membuang
jaringan nekrosis atau slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi
atauterhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat
mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost
effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid (Putri,
2013).
Langkah selanjutnya yaitu melakukan persiapan dan menganalisis tanda kritis
pada luka seperti iskemik dan infeksi di sertai kerusakan jaringan luas. Kerusakan
yang luas dan infeksi luas ini membutuhkan pemberisihan dengan cara Debridement.
Debridement dilakukan dengan pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement di lakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena
jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri.
Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti
dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam
keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang
menempel pada luka (Putri, 2013). Pencegahan luka bertambah parah juga dapat
dilakukan dengan cara mengajarkan pasien off-loading dengan sandal atau sepatu
khusus yang dapat mendistribusikan tekanan merata pada telapak kaki seperti
menggunakan Total Contact Cast (TCC) (Putri, 2013).
9. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Stephan (2013) menyatakan bahwa penyembuhan luka sindrom kaki diabetis
adalah proses yang kompleks, biasanya terjadi dalam tiga fase, yaitu tahap
pembersihan luka(faseinflamasi), fase granulasi (fase proliferatif) dan fase epitelisasi
(tahap deferansiasi, penutupan luka).
13
a. Fase inflamasi (0-3 hari). Pada fase ini terdapat proses hemos-tasis akibat adanya
injuri. Pada proses hermotasis terjadi proses coagulasi, pembentukan kloting
fibrin, dan pelepasan growth faktor. Karena adanya sel yang rusak dilepas
histamin yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah.
Pada fase ini neutropil dan makrofaq menuju dasar luka. Kedua sel tersebut
merupakan bagian terpenting dalam tahap inflamasi. Pada tahap ini neotropil
adalah menfagositosis bakteri dan debris. Neutropil juga melepas growth factor.
Setelah hari ke3 neotropil hilang karena proses apoptosis dan dilanjutkan oleh
makrofaq. Makrofaq berfungsi memfogosit bakteri dan juga dibris. Makrofaq
memproduksi tissue inhibitor matrik metalloprotein (TIMPs). Lebih jauh
makrofaq memproduksi growth factor yang menstimulasi angiogenesis, migrasi
fibroblast dan proliferasi. Timfosit tetap ada sampai hari ke 5-7 setelah injuri. Ia
berperan dalam menghancurkan virus dan sel asing. Hasil akhir dari fase
inflamasi adalah dasar luka yang bersih.
b. Fase proliferasi (4-21 hari). Selama fase ini intregitas vaskuler diperbaiki,
cekungan insisi diisi dengan jaringan konektif dan permukaan luka sudah dilapisi
oleh epitel baru. Komponen penting dalam fase ini adalah epitelisesi, neoangigenesis
dan matrix deposi-tion/sintesis collegen. Pada minggu ke 3 setelah injuri, kekuatan
penyembuhan luka hanya 20% dari kulit rapat.
c. Fase meturasi/remodelling (21 hari- 1 tahun). Pada fase ini terjadi proses
penghancuran matrix dan pembentukan matrix. Pembentukan kolagen semakin kuat
sampai dengan 80% dibandingkan dengan jaringan yang tidak tidak luka. Ketidak
seimbangan antara penghancuran dan pembentukan matrix dapat menyebabkan
hipertropik skar dan pembentukan keloid. Disisi lain hipoksia, malnutrisi atau
kelebihan matrix metalloprotein (MMPs) dapat mempengaruhi sintesis dan deposisi
protein matrix baru yang mengakibatkan luka rusak kembali.
10. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah penutupan luka.
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan. Hal ini disebabkan fungsi leukosit terganggu
pada pasien dengan hiperglikemik kronik. Menurut Hariani, L dan Perdanakusuma
dalam (Aridiana, 2016b) perawatan ulkus diabetikum meliputi hal berikut :
14
1. Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, kalus,
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan luka. Ketika infeksi telah meruska fungsi kaki
atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan
kontrol infeksi, dan penutupan luka selanjutnya. Menurut Dolynchuck dalam
(Airlangga University, 2015) teknikteknik debridement dibagi menjadi 5 yaitu:
1) Surgical Debridement
Surgical Debridement adalah tindakan menggunakan skalpel, gunting, kuret
atau instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari
luka. Teknik ini merupakan cara debridementi yang paling cepat dan paling
efisien. Gol dari surgical debridement adalah eksisi luka sampai jaringan
normal, lunak, vaskularisasi baik. Disarankan debridement tidak
menggunakan tourniquet untuk menilai kualitas perdarahan dari tepi dan
permukaan luka. Perdarahan biasanya dapat dihentikan dengan melakukan
penekanan ringan. Seringkali dibutuhkan gunting (curved mayo scissor) untuk
membuang akumulasi koagulum protein yang sering menghalangi proses
penyembuhan. Dengan prinsip hidrosurgey yaitu memotong jaringan mati
sekaligus mencuci dengan air. Keuntungannya adalah dapat mengontrol
secara akurat kedalaman lapisan yang dipotong dengan mengatur tekanan.
Luka ditutup setelah luka terpreparasi dengan baik.
2) Autolytic Debridement
Autolytic Debridement (invivo enzymes self digest devitalized tissue) adalah
suatu proses usaha tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan mati.
Didalam luka akan muncul enzim yang berefek mencairkan jaringan nonvital.
15
Keadaan ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya tetap
lembab menggunakan penutup luka yang dapat mempertahankan kelembaban
luka. Dalam suasana lembab tubuh mampu membersihkan jaringan nonvital.
Produk yang dapat mempertahankan suasana lembab dan menjadikan
autolytic debridement berhasil adalah hydrocolloid, transparent film dan
hydrogels. Penggunaan pembalutan lembat interaktif seperti hydrogel,
hydrocolloid dll, akan mengoptimakan suasana untuk debridement oleh sel
fagosit dan membuat suasana yang mampu melisiskan jaringan serta timbul
jaringan granulasi menurut Kennedy & Trich dalam buku Pedoman
Keterampilan Medik (Airlangga University, 2015).
3) Enzymatic Debridement
Enzymatic Debridement merupakan suatu teknik debridement menggunakan
topikal oinment. Pemakaian pertama enzim secara luas untuk debridement
sekitar tahun 1975, digunakan untuk melepas eschar pada luka bakar, enzim
tersebut adalah Soutilens Bacteria (Travase). Topikal oinment yang populer
saat ini adalah kolagenase (Santyl) yang telah dilakukan studi dan telah
dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah hasil fermentasi dari
Clostridium Histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna
kolagen dalam jaringan nekrotik. Kolagenase dapat membersihkan luka dari
jaringan mati dan menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim
kolagenase terutama efektif untuk luka ulkus kronis seperti pressure ulcers,
arterial ulcers, venous ulcers, diabetes ulcers dan juga untuk luka bakar
menurut Perdanakusuma dalam buku Pedoman Keterampilan Medik
(Airlangga University, 2015)
4) Mechanical Debridement
Mechanical Debridement disebut juga gauze debridement prinsip kerjanya
adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi
normal salin, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan yang mati.
Saat mengganti balut jaringan mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan
berulang 2 sampai 6 kali perhari. Biasanya tindakan ini sebagai pelengkap
surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman bagi penderita saat
16
mengganti balutan, merusak jaringan granulasi baru, merusak epitel yang
masuh fragile dan potensial timbul maserasi di sekitar luka.
5) Biological Debridement
Biological Debridement merupakan terapi upaya debridement secara
biological menggunakan larva disebut Maggot Debridement Therapy (MDT).
Larva yang digunakan Phaenicea Sericata (Green Blow Fly), prosedur ini
dapat :
Memberikan jaringan nekrotik dan infeksi
Desinfeksi membunuh bakteri
Stimulasi penyembuhan luka
2. Dressing Luka
Bertujuan melindungi luka dari trauma dan infeksi, menurut Wiseman, Rovee &
Alvare dalam buku Pedoman Keterampilan Medik (Airlangga University, 2015)
dalam komdisi lembab penyembuhan luka lebih cepat 50% dibandingkan luka
kering. Suasana lembab membuat suasana yang optimal untuk akselerasi
penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan. Pemilihan balutan yang sesuai
untuk keseimbangan cairan pada luka :
1) Penggunaan balutan yang dapat mempertahankan kondisi luka tetap lembab,
merupakan hal yang penting.
2) Balutan yang dipilih harus dapat mengontrol eksudat agar tidak mengakibatkan
kekeringan pada dasar luka. Kelebihan eksudat yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan maserasi disekitar luka dan membuat luka semakin parah.
3) Mengisi tiap rongga dalam luka merupakan hal yang penting saat penggunaan
balutan karena dapat mencegah gangguan penyembuhan luka dan mencegah
peningkatan invasi bakteri. Hindari penggunaan balutan yang berlebihan agar
tidak merusak pembentukan jaringan granulasi baru yang akan menghambat
penyembuhan luka.
3. Perawatan Luka
17
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetikum yang optimal. Keuntungan pendekatan
ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan disekitar luka dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu
debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.
4. Terapi tekanan negatif dan terapi oksigen hiperbarik
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan ulkus diabetikum
karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakter, dan mendekatkan
tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga
dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada
pasien dengan ulkus diabetikum.
B. PENYAKIT KULIT
18
ekstraseluler seperti tipe 1 kolagen, superoxide dismutase 1, atau reseptor factor
pertumbuhan epidermal. Setelah itu, AGEs akan mengikat RAGE (reseptor untuk
AGEs), yang akan menginduksi proinflamasi sitokin.
19
Pada penderita DM, kadar glukosa dalam darah meningkat sampai 69-71%
(hiperglikemia). Hal tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi
bakterial (terutama furunkel), dan infeksi jamur(terutama kandidosis).
Hiperglikemia juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme
sistem imunoregulasi (pengendalian respon dan interaksi imun spesifik antara
limfosit B dan T terhadap makrofag.). Hal ini menyebabkan menurunnya daya
kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga
kulit lebih rentan terkena infeksi.
20
Tine korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak
berambut yang disebabkan oleh Trichophyton concentrium. Lesi berupa bulat
atau lonjong, berbatas tegas yang terdiri atas eritema, skuama terkadang
disertai vesikel dan papul di tepi dan disertai erosidan krusta yang diakibatkan
dari garukan. Pada penderita manahun, tanda radang biaanya tidak terlihat
lagi.
Gambar Kandidiasis
e. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut. Folikullitis dapat
mengeni lapisan epidermis kulit. Tempat predileksinya biasanya di tungkai
bawah dengan bentuk lesi berupa papul atau pustule yang eritematosan dan di
tengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Jika yang terkena pada bagian
subkutan, maka hanya akan teraba adanya infiltrate di subkutan. Contohnya
sikosi barbae yang berlokasi di bibir atas dan dagu.
21
Gambar Folikulitis
f. Furunkel
Furunkel ialah radang pada folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari
satu, disebut furunkolosis.keluhan pasien biasanya nyeri dan adanya kelainan
berupa nodus erimatosa berbentuk kerucut, pada bagian tengahnya terdapat
pustule yang akan melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan
nekrotik dan akan memcah membentuk fistel. Tempat predileksinya ialah
aksila dan bokong.
Gambar Furunkel
g. Herpes Zoster
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi berupa erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radicular unilateral.gejala awalnya nyeri otot, nyeri tulang, gatal,
22
rasa terbakar yang nantinya akan berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya vesikel menjadi keruh dan akan
pecah menjadi krusta.
Herpes zoster bisa terjadi karena respon imun bawaan (yaitu, kemotaksis
dan fagositosis) lebih rendah pada pasien pada pasien DM daripada mereka
pada orang sehat. Selain itu, beberapa mikroorganisme lebih senang
menempel dalam lingkungan yang tinggi-glukosa.Oleh karena itu, menjadi
lebih ganas pada pasien DM dibandingkan pada orang sehat.
23
Diabetes yang lama terdiagnosis atau hiperglikemia yang kurang
terkontrol, dapat menyebabkan keadaan komplikasi pada berbagai jaringan,
saraf jaringan, pembuluh darah dan bisa gangguan pada proses penyembuhan
luka. Hal itu yang akan menyebabkan ulkus menjadi bertambah parah. Ulkus
diabetikum ditandai dengan hilangnya progresif dari serat saraf yang
predisposisi pasien untuk menyakitkan, kesemutan / sensasi terbakar atau
ekstremitas sensitif, ulserasi neuropatik dan berujung dengan amputasi.
Kalus menjadi penyebab terjadinya nekrosis dan kerusakan jaringan
disekitar tonjolan-tonjolan tulang kaki, biasanya di bawah ibu jari dan
disekitar sendi metakarpal satu dan dua. Ulkus biasanya dikelilingi oleh
lingkaran kalus dan dapat meluas sampai ke sendi dan tulang.
24
yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/ganggren yang dan tidak
jarang diakhiri dengan tindakan amputasi.
Secara umum angiopathy dapat dibagi dalam dua jenis yaitu
makroangiopati dan mikroangiopathy.Makroangiopati tidak hanya melibatkan
pembuluh darah arteri saja, tetapi juga melibatkan pembuluh darah kapiler.
Makroangiopati adalah rusaknya sel endotel oleh pengaruh lemak atau tekanan
darah. sehingga terjadi iskemi (kekurangan suplai darah ke jaringan). Karena
kurangnya sulai darah ke jaringan, sehingga jaringan tersebut tidak lagi punya
pertahanan terhadap infeksi.
Gambar Gangren
k. Pemfigoid Bulosa
Pemfigoid Bulosa adalah penyakit autoimun kronik residif pada kulit dan
membran mukosa yang ditandai dengan timbulnya bula subepidermal (seperti
lepuhan). Pemfigoid bulosa memiliki tiga karakteristik klinis berupa pruritus,
urtikaria dan bula yang tegang. Penyakit ini sering diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh. Pemfigoid bulosa
biasanya salah satu penyakit autoimun yang insidensinya meningkat
mengikuti usia.
Sebagian besar pasien dengan pemfigoid bulosa berusia lebih dari 60 tahun
dengan puncak insidensi pada usia 80 tahun dan lebih tua Sistem kekebalan
menghasilkan antibodi terhadap membran basal kulit, lapisan tipis dari serat
yang menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan lapisan berikutnya dari
kulit (epidermis). Pada Pemfigoid Bulosa, Antibodi tersebut memicu aktivitas
inflamasi. Sementara itu, pada penderita DM sangat mudah terinveksi
25
dikarenakan tingginya kadar gula dalam darah. Sehingga kerusakan pada
struktur kulit lebih mudah terjadi.
Diabetic Foot Ulcer (DFU) merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetes melitus
yang paling ditakuti. DFU adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan
karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom serta gangguan makrovaskuler
dan mikrovaskuler.
Diagnosis Diabetic Foot Ulcer (DFU)
Deteksi dini patologi kaki, khususnya pada pasien dengan risiko tinggi,
membantu untuk menentukan intervensi awal dan mengurangi potensi perawatan
dirumah sakit atau amputasi. Identifikasi riwayat abnormal dan atau pemeriksaan fisik
akan memperbaiki prognosis serta memberikan hasil yang memuaskan. Diagnosis DFU
diawali dengan anamnesis secara rinci meliputi riwayat ulkus sebelumnya, riwayat
amputasi, riwayat trauma, dan anamnesis mengenai penyakit yang mendasarinya yaitu
26
diabetes. Hal lainnya yang penting adalah riwayat merokok dan sindrom metabolik
lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik meliputi vascular assessment,
neurological and musculoskeletal assessment, dan infection assessment.
D. PREVELENSI DAN INSIDENSI
27
BAB III
1. Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang
terorganisasi, dan meliputi tiga aktivitas dasar yaitu: Pertama, mengumpulkan data
secara sistematis; Kedua, memilah dan mengatur data yang dikumpulkan; dan Ketiga,
mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali (Tarwoto, 2012).
Menurut Tarwoto (2012) pengkajian data dasar pasien ulkus diabetikum adalah :
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh-sembuh
2) Kesemutan
28
3) Menurunnya BB.
4) Meningkatnya nafsu makan.
5) Sering haus.
6) Banyak kencing.
c. Riwayat kesehatan dahulu : riwayat penyakit pankreas, hipertensi, MCI,
ISK berulang.
d. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat keluarga dengan Diabetes Militus
e. Pemeriksaan fisik head to toe.
1) Pemeriksaan integument.
a) Kulit kering dan kasar
b) Gatal-gatal pada kulit dan sekitar alat kelamin.
c) Luka gangrene.
2) Muskuloskeletal
a) Kelemahan otot
b) Nyeri tulang
c) Kelainan bentuk tulang
d) Adanya kesemutan dan keram ekstermitas
e) Osteomilitis
3) Sistem persarafan
a) Menurunkan kesadaran
b) Kehilangan memori, iritabilitas
c) Parethesiapada jari-jari tangan dan kaki
d) Neuropati pada ektermitas
e) Penurunan sensasi dengan pemeriksaan monofilamen
f) Penurunan reflek tendon dalam
4) Sistem pernafasan
a) Napas bau keton
b) Perubahan pola napas
5) Sistem kardiovaskuler
a) Hipotensi atau hipertensi
b) Takikardia, palpitasi
29
2. Diagnose Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (SDKI, 2017). Diagnosa yang ditegakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan metabolis.
3. Intervensi
Intervensi adalah Proses penyusunan rencana keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah dan menghilangkan masalah masalah pasien. Rencana rencana tersebut
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya komplikasi yang
mungkin muncul (Nursalam ,2013).
Table Intervensi
30
Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Kaji luka: lokasi, 1. Luka diabetic yang
kulit b.d gangguan perawatan selama 3 hari dimensi, kedalaman luka, terjadi dalam jangka
metabolish. di harapkan masalah jaringan nekrotik, tanda- panjang
Batas karakteristik kerusakan integritas tanda infeksi lokal, mengakibatkan
a. Nyeri jaringan dapat teratasi warna luka. terjadinya perubahan
b. Gangguan integritas dengan kriteria hasil: 2. Kaji keadaan dan struktur jaringan
kulit 1. Neuropati tidak ada kebersihan kaki pasien. integumen sehingga
c. Perdarahan 2. Vaskula risasi perifer 3. Kaji sirkulasi kaki berpotensi mengalami
d. Benda asing baik dengan meraba dan kecacatan struktur
menusuk permukaan 3. Tidak ada tanda- pulsasi denyut nadi. tulang dan jaringan
kulit tanda dehidrasi jaringan 4. Lakukan perawatan 2. Kaki merupakan
e. Hematoma 4. Kebersihan kulit luka dengan teknik bagian yang sering
f. Area panas local g. baik, keadaan kuku baik aseptic mengalami gangguan
Kemerahan dan utuh 5. Monitor tanda-tanda integritas kulit pada
Faktor yang 5. Menunjukkan proses vital pasien DM
berhubungan a. perbaikan kulit 6. Monitor status nutrisi 3. Perawatan luka
Eksternal 6. Menunjukkan pasien secara aseptic dapat
1) Agen cidera terjadinya proses 7. Anjurkan pasien untuk membantu
kimiawi penyembuhan luka. menjaga kelembaban menghambat
2) Ekskresi kulit kaki dengan petumbuhan dan
kelembaban menggunakan lotion penyebaran bakteri
hipertermia 8. Edukasi keluarga pada luka
3) Hipotermia tentang perawatan 4. Keluarga sebagai
4) Lembab dirumah penunjang perawatan
5) Tekanan padat 9. Ajarkan keluarga pasien
tonjolan tulang tentang perawatan luka 5. Status vital yang
b. Internal 10. Edukasi keluarga normal menunjukkan
1) Gangguan volume tentang diet yang tepat keadaan normal pada
cairan 2) Nutrisi tidak 11. Kolaborasi ahli gizi sistem vital
adekuat pemberiam diit 12. 6 . Memberikan
3) Faktor psikogenetik Anjurkan menggunakan nutrisi yang tepat pada
31
Kondisi terkait pakaian yang longgar pasien
a. Gangguan 13. Kolaborasi 7. Untuk mengetahui
metabolism pemeriksaan kadar gula kadar gula dalam
b. Gangguan secara berkala 14. darah
spikmentasi Kolaborasi dengan 8. Nutrisi sangat
c. Gangguan sensasi dokter pemberian obat berpengaruh dalam
d. Gangguan turgor antibiotic proses penyembuhan
kulit 15. Kolaborasi dengan luka salah satunya
e. Fungsi arteri nutrisionis nutrisi dengan kaya
f. Perubahan hormonal 16. Kolaborasi procedure protein
g. Imunodefisiensi debridement (jika perlu),
h. Gangguan sikulasi pemeriksaan
i. Agen farselutika laboratorium dan
j. Terapi radiasi pemeriksaan kultur
Trauma faskular
4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah suatu tindakan dengan tujuan merubah atau
memanipulasi stimulus fokal,konstekstual,dan residual. Implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang
digunakan untuk melaksanakan intervensi. Pelaksanaan atau implementasi merupakan
bagian aktif dalam asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan
rencana tindakan (Nursalam, 2013).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya
adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat di capai dan
memberikka umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang di berikan
32
(Nursalam ,2013). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP (subjektif,objektif, assesment, planing).
S : (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
diakukan tindakan keperawatan.
O : (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan.
A : (Assesment) adalah interprestsi dari data subjektif dan objektif.
P : (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
33
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes Melitus terjadi ketika pankreas memproduksi insulin yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin yang dihasilkan tubuh dengan baik. Ulkus Diabetik adalah luka
terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir yang mengalami kematian jaringan yang luas
dan disertai invasif kuman saprofit yang menyebabkan kelainan pembuluh darah yang terjadi
lebih dini dan lebih cepat berkembang akibat peningkatan kadar gula darah
DAFTAR PUSTAKA
34
promotion model. International Journal of Nursing Sciences, 4(3),
260–265.http://doi.org/10.1016/j.ijnss.2017.06.010.
International Diabetes Federation. (2017). Eighth edition 2017. IDF Diabetes Atlas, 8th
edition. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/S0140 6736(16)31679-8.
Dorresteijn, J., Kriegsman, D., Assendelft, W., Dorresteijn JAN, V. G., Dorresteijn, J. A.,
Kriegsman, D. M.,... Valk, G. D. (2014). Cochrane Database of Systematic Reviews
Patient education for preventing diabetic foot ulceration (Review)
www.cochranelibrary.com Patient education for preventing diabetic foot ulceration,
(12).http://doi.org/10.1002/14651858.CD001488.pub5.
Simerjit S, Dinker RP, Chew Y. Diabetic foot ulcer – Diagnosis and management.
Clin Res Foot Ankle. 2013;1: 120.
American Diabetes Association (ADA), 2011. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus
Bustam, K. A. (2014). Tipe II Diabetes Melitus With Obesity Grade I In Elderly Woman.
Medula. 46. Volume 2, Nomor 4, Juni 2014.
Dinkes Kota Baubau. (2018) Profil Kesehatan 2018, Baubau
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Friedman. (2010). Keperawatan Keluarga. Jakarta.Yayasan Bina Pustaka
Handayaningsih, I. (2009). Dokumentasi Keperawatan "DAR". Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
Hasdianah & Suprapto, S. I. ( 2014). Patologi & Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta :Nuha
Medika
Juwono, A. L., Scheiber, Y., & Widijanto, G. (2011). Nursing: Menafsirkan TandaTanda dan
Gejala Penyakit. Jakarta Barat: Indeks.
Kusuma, H., & Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Majority, (2015) Diabetes Melitus Tipe 2 Artikel Reviw Volume 4 Nomor 5. Lampung.
Mubarak. (2011) Promosi kesehatan Untuk kebidanan, Jakarta, Salemba Medika
Perkeni. (2015) Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan diabetes Melitus Tipe 2di
Indonesia2015. Jakarta: PB. Perkeni
Puskesmas Lowu-Lowu. (2018) Profil Kesehatan, Baubau
35
Putri, Y. M., & Wijaya, A. S. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta: Nuha
Medika.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta Timur: CV.
Trans Info Media.
Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes . Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. World Health Organization (WHO) 2014. Commission on
Ending Childhood Obesity. Geneva,
World Health Organization, Departement of Noncommunicable disease surveillance. Yohanes
Dion, Yaseinta Betan. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep Dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika
36