Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

DM TIPE II

Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi
Kepaniteraaan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Disusun Oleh :
Rabikafman Akhori (71220891011)
Dina Aulia Lestari (71220891042)
Angga Agustian (71220891071)
Intan Tiara Indra S (71220891072)
Indah Quadri Novela (71220891065)
Raja Ardina (71220891061)

Pembimbing :
dr. Abida, Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :
__________________________________________________________________

Pembimbing

dr. Abida, Sp. PD

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Abida, Sp.PD yang telah memberikan bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam membantu
menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
laporan kasus ini.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat dan
menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan
ilmu kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, Agustus 2022

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3
2.1 Diabetes Melitus........................................................................3
2.1.1 Definisi............................................................................3
2.1.2 Epidemiologi...................................................................3
2.1.3 Manifestasi Klinis............................................................4
2.1.4 Klasifikasi........................................................................4
2.1.5 Patogenesis......................................................................7
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang...................................................8
2.1.7 Penatalaksanaan...............................................................10
2.1.8 Komplikasi.......................................................................14
2.1.9 Prognosis .........................................................................16
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................25
BAB IV PENUTUP ........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes menggambarkan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
dan diidentifikasi dengan adanya hiperglikemia tanpa adanya pengobatan.
Etiopatologi yang heterogen meliputi defek pada sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya, dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Efek
spesifik jangka panjang dari diabetes termasuk retinopati, nefropati, dan
neuropati, di antara komplikasi lainnya. Orang dengan diabetes juga berada pada
peningkatan risiko penyakit lain termasuk jantung, penyakit arteri perifer dan
serebrovaskular, obesitas, katarak, disfungsi ereksi, dan penyakit hati berlemak
nonalkohol. Mereka juga berada pada peningkatan risiko beberapa penyakit
menular, seperti tuberkulosis.1
Pada diabetes melitus didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM
tipe 2, DM tipe lain, dan DM pada kehamilan. Diabetes melitus tipe 2 (DMT2)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia, terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.2
Diabetes dapat hadir dengan gejala khas seperti haus, poliuria, penglihatan
kabur, dan penurunan berat badan. Infeksi jamur genital sering terjadi. Manifestasi
klinis yang paling parah adalah ketoasidosis atau keadaan hiperosmolar non-
ketotik yang dapat menyebabkan dehidrasi, koma, dan, jika tidak ada pengobatan
yang efektif, kematian. Namun, pada gejala DMT2 seringkali tidak parah, atau
mungkin tidak ada, karena lambatnya perburukan hiperglikemia. Akibatnya,
dengan tidak adanya pengujian biokimia, hiperglikemia yang cukup untuk
menyebabkan perubahan patologis dan fungsional dapat terjadi untuk waktu yang
lama sebelum diagnosis dibuat, mengakibatkan adanya komplikasi saat diagnosis.1

Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2 dengan

1
2

karakteristik gangguan sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin.


DMT2 secara klinis muncul ketika tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup
insulin unuk mengkompensasi peningkatan insulin resisten.2
DMT2 menjadi masalah kesehatan dunia karena prevalensi dan insiden
penyakit ini terus meningkat, baik di negara industri maupun negara berkembang,
termasuk juga Indonesia. DMT2 merupakan suatu epidemi yang berkembang,
mengakibatkan penderitaan individu dan kerugian ekonomi yang luar biasa.2
Meningkatnya prevalensi DMT2 di beberapa negara berkembang harus
diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan dalam upaya menentukan rencana jangka
panjang kebijakan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini sangat diperlukan tindakan
preventif dan promotif yang dapat membantu masyarakat dalam memahami dan
menjalankan perilaku hidup sehat. 2
Penderita DMT2 mempunyai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
dua sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes,
mempunyai risiko hipertensi dan dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan
orang normal. Kelainan pembuluh darah sudah dapat terjadi sebelum diabetesnya
terdiagnosis, karena adanya resistensi insulin pada saat prediabetes. Diabetes juga
dapat mengakibatkan komplikasi kronik berupa mikroangiopati.2 Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang glomerulus ginjal (nefropati
diabetik), kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), dan saraf-saraf perifer
(neuropati diabetik), kulit serta otot-otot berupa luka seperti gangren diabetik.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon
yang mengatur gula darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah,
adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan seiring waktu
menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf
dan pembuluh darah.1
Diabetes Mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia terjadi karena defek pada
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.5

2.1.2 Epidemiologi
Diabetes ditemukan di setiap populasi di dunia dan di semua wilayah,
termasuk pedesaan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Jumlah penderita diabetes terus meningkat, dengan WHO memperkirakan
ada 422 juta orang dewasa dengan diabetes di seluruh dunia pada tahun
2014.1
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus
di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun sebesar 2%.
Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes
melitus pada penduduk 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.
Namun prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah
meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini
menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui
bahwa dirinya menderita diabetes.6

2.1.3 Manifestasi Klinis

3
4

Gejala yang muncul pada penderita diabetes mellitus diantaranya:7


a. Poliuri
Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang terjadi apabila kadar gula
darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar glukosa
darah maka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.
Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.
b. Polidipsi
Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka penderita
akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.
c. Polifagi
Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan insulin mengelola
kadar gula dalam darah sehingga penderita merasakan lapar yang
berlebihan.
d. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi
lain dalam tubuh seperti lemak.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association
2020 dibagi dalam 4 jenis yaitu:8
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas
karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak
sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-
peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi
autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada
pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas
5

tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan hidup


harus diberikan insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh
penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka penderita akan tidak
sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma
diabetic.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena
terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap
kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi
insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain
sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap
adanya glukosa. Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan
relatif sel β pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan
ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain.
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan
asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan
bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya penderita
brangsur pulih. Penderita juga harus mampu mepertahannkan berat
badan yang normal. Namun pada penerita stadium akhir kemungkinan
akan diberikan suntik insulin.
6

c. Diabetes Melitus Tipe Lain


DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,
penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau bahan
kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ).
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional
memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam
jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi Deskripsi
Diabetes Melitus Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya berhubungan
dengan pada defisiensi insulin absolut
- Autoimun atau Idiopatik
Diabetes Melitus Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin
Diabetes Melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua
Gestasional atau ketigakehamilan dimana sebelum kehamilan
tidak didapatkan diabetes
Tipe spesifik yang berkaita - Sindroma diabetes monogenik (diabetes
dengan penyebab lain neonatal, maturity – onset diabetes of the
7

young [MODY])
- Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,
pankreatitis)
- Disebabkan oleh obat atau zat kimia
(misalnya penggunaan glukokortikoid pada
terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ)

2.1.5 Patogenesis
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai kerusakan patofisiologi sentral dari DM
tipe 2. Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan
lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel
alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan tiga jalur
patogenesis baru dari oktet yang tidak menyenangkan yang
memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ
penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu
jangkauan karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep:
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan
patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada
kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi
pada penyandang gangguan toleransi glukosa.5
Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya
otot, hepar, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam
8

patogenesis penyandang DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain


yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven.
Gambar 2.1 The Egregious Eleven5

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan
pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan seperti pada keluhan klasik DM yaitu, poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain terdapat lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
Pemeriksaan glumosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minumum 8 jam.
Atau
9

Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi


Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glychohaemoglobyn Standaritation
Program (NSGP).
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard
NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 - 3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang memengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka
HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau
kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).5
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL.
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan
glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL
dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.
10

Tabel 2.3 Kadar Tes Laboratoium Darah untuk Diagnosis Diabetes


dan Pre-diabetes
Diagnosis HbA1c Glukosa Glukosa
darah plasma plasma 2 jam
(mg/dL) setelah TTGO
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-diabetes 5,7-6,4 100-125 140-200
Normal < 5,7 70-99 70-139

2.1.7 Penatalaksanaan
Modalitas terapi pada pasien DM terdiri dari edukasi, terapi nutrisi,
jasmani, dan terapi farmakologis.1
1. Edukasi
Edukasi meliputi promosi hidup sehat dan dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang penting dari pengelolaan DM
secara holistik.1
2. Terapi Nutrisi
Komposisi makanan dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45-65%
terutama yang berserat tinggi. Lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan
kalori, tidak melebihi 30% total asupan energi. Protein sebesar 10-20% total
asupan energi. Asupan natrium sama seperti orang sehat yaitu <2300 mg per
hari. Konsumsi serat dianjurkan 20-35 gram/hari.1
Kebutuhan kalori bagi penderita DM adalah 25 kal/kgBB ideal untuk
wanita dan 30 kal/kgBB ideal untuk laki-laki. Jumlah kebutuhan kalori bisa
ditambah atau dikurangi atas dasar beberapa faktor, seperti jenis kelamin,
umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Stres metabolik juga
memengaruhi jumlah kalori yang harus diberi, penambahan 10- 30%
tergantung dari beratnya stres metabolik (sepsis, operasi, trauma).1
Penghitungan berat badan ideal menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi, seperti berikut:1
11

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


- Pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumusnya menjadi:
- (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
- BB normal : BB ideal ± 10%
- Kurus : kurang dari BBI - 10%
- Gemuk : lebih dari BBI + 10%
3. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2
yang tidak disertai nefropati. Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali per minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150
menit per minggu. Latihan jasmani yang dilakukan adalah yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksmial).
Contoh latihan jasmani tersebut meliputi jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.1
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.1
A. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat ini dibagi menjadi 5 golongan.
a) Pemacu Sekresi Insulin
• Sulfonilurea : mempunyai efek utama sebagai peningkat
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping
utamanya berupa hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
• Glinid : cara kerja sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
• Metformin : merupakan pilihan pertama bagi sebagian besar
kasus DM tipe 2. Efek utamanya mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer.
• Tiazolindindion :agonis dari Peroxisome Proliferator
12

Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor


inti yang terdapat di sel otot, lemak, dan hati.
c) Penghambat Absorpsi Glukosa di Saluran Pencernaan
Penghambat glukosidase alfa : bekerja dengan memperlambat
absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
d) Penghambat DPP-IV
Menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose
Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif.
e) Penghambat SGLT-2
Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengancara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.

B. Obat Antihiperglikemia Suntik


a) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat disertai ketosis
- Krisis hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi obat hiperglikemik oral (OHO)
dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Berdasarkan lama kerja insulin terbagi menjadi 5 jenis, yaitu :
13

1) Insulin kerja cepat (rapid-acting insulin)


Contoh: lispro (humalog), aspart (novorapid), glulisin
(apidra).Awitan (onset) 5-15 menit, puncak efek 1-2 jam,
lama kerja 4-6 jam.
2) Insulin kerja pendek (short-acting insulin)
Contoh: humulin R, actrapid.Awitan (onset) 30-60 menit,
puncak efek 2-4 jam, lama kerja 6-8 jam.
3) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Contoh: humulin N, insulatard, insuman basal.Awitan (onset)
1,5-4 jam, puncak efek 4-10 jam, lama kerja 8-12 jam.
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Contoh: glargine (lantus), detemir (levemir), lantus 300.
Awitan (onset) 1-3 jam, puncak efek hampir tanpa puncak,
lama kerja 12-24 jam.
5) Insulin kerja ultra panjang (ultra long acting insulin)
Contoh: degludec (tresiba). Awitan (onset) 30-60 menit,
puncak efek hampir tanpa puncak, lama kerja sampai 48 jam.
6) Insulin campuran tetap.
Terapi insulin dapat diberikan secara infus intravena kontinyu
atau subkutan, secara terprogram atau terjadwal. Kebutuhan
insulin harian total (IHT) dapat didasarkan pada dosis insulin
sebelum perawatan atau dihitung sebagai 0,5-1 unit/kg
BB/hari. Untuk lanjut usia atau pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yanglebih rendah,
misalnya 0,3 unit/kg BB/hari.12 Setelah kebutuhan insulin
harian total (IHT) dihitung, misalnya pada pasien dengan
berat badan 100 kg maka kebutuhan IHT nya adalah 0,5 unit
dikali 100 kg = 50 unit per hari. Empat puluh persen dari 50
unit itu merupakan dosis insulin basal (50 unit x 40% = 20
unit) yang diberikan sebelum tidur. Enam puluh persen dari
50 unit itu adalah dosis insulin prandial (50 unit x 60% = 30
14

unit), dosis sebesar 30 unit itu dibagi 3 dan dikonsumsi setiap


setelah makan atau dengan kata lain 10 unit setiap setelah
makan.1

Tabel 2.4 Jenis, Lama Kerja, dan Sediaan Insulin

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi pada DM tipe 2 dapat dibagi menjadi komplikasi aku dan
15

komplikasi kronik.1
A. Komplikasi Akut
- Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300600
mg/dL), disertai dengan tanda dan gejala asidosis dan plasma keton
(+) kuat, osmolalitas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan
terjadi peningkatan anion gap. Status Hiperglikemi Hiperosmolar
(SHH) juga termasuk krisis hiperglikemia dengan peningkatan
glukosa darah hingga 600-1200 mg/dL tanpa disertai tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.1
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosa darah < 70
mg/dL. Hipoglikemia ditandai dengan adanya whipple's triad, yaitu
terdapat gejala-gejala hipoglikemia, kadar glukosa darah yang rendah,
dan gejala berkurang dengan pengobatan.1
B. Komplikasi Kronik
- Makroangiopati
Makroangiopati bisa mengenai pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Apabila mengenai
pembuluh darah tepi, gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali
adalah nyeri ketika beraktivitas dan berkurang saat istirahat
(claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala.
Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang bisa dapat
ditemukan pada penderita.1
- Mikroangiopati
Mikroangiopati dapat berupa retinopati diabetik, nefropati
diabetik, dan neuropati. Nefropati diabetik merupakan penyebab
paling utama dari gagal ginjal stadium akhir. Sekitar 20-40%
penderita diabetes akan mengalami nefropati diabetes. Diagnosis
16

nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin >30 mg


dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu
3-6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.1
Pada neuropati perifer, hilangnya sensai distal merupakan
faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
meningkatkan risiko amputasi. Gejala yang sering terasa oleh
penderita meliputi rasa terbakar pada kaki dan bergetar sendiri, serta
pada malam hari terasa lebih sakit. Pada polineuropati distal perlu
dilakukan perawatan kaki yang memadai untuk mengurangi risiko
ulkus pada kaki yang akhirnya bisa menjadi kaki diabetes.1

2.1.9 Prognosis
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh
pasien dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik
ketat (HbA1c < 7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan
juga tidak ada gangguan mikrovaskuler serta makrovaskuler akan
mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien memiliki riwayat
penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun)
akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan
kontrol glikemik ketat sekalipun.9
BAB III
LAPORAN KASUS

No Rekam Medis : 01.16.16.06


Nama : Kartini Sinaga
Tanggal Lahir : 22/02/1960 Status : Menikah
Umur : 62 tahun Suku : Batak
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SLTA

ANAMNESIS

Autoanamnese √ Alloanamnesa √
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Lemas

Deskripsi : Seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang


ke IGD RSUD DR. Pirngadi Medan dengan keluhan lemas sejak ± 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh tidak nafsu
makan dan tidak ada tenaga untuk beraktivitas. Pada kaki kanan
pasien dijumpai adanya luka bernanah. Pasien mengeluhkan nyeri
pada luka yang dijumpai pada kaki kanan pasien. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah yang sudah dialami 3 hari yang lalu,
muntah yang di keluarkan berupa air dan sisa-sisa makanan.
Demam(+), batuk (-), ikterik (-), anemis (+), BAB berwarna kuning
kecoklatan dengan konsistensi lembek, frekuensi 1x dalam sehari,
BAK dalam batas normal dan berdasarkan keterangan dari keluarga
pasien, pasien menderita DM dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Terdahulu : DM dan Hipertensi

25
Riwayat dari Pengobatan : Amlodipine, Metformin
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

1. ANAMNESIS UMUM
Pemeriksaa Hasil Pemeriksaan
n
Kepala Normosefali tanpa tanda trauma dan deformitas.
Wajah tidak edema dan simetris, tidak ada bekas
trauma.

Mata Kelopak mata cekung -/-, kongjungtiva anemis +/+,


sclera ikterik -/-, reflex cahaya tidak langsung +/+,
kornea jernih.

Telinga Bentuk daun telinga normal dan simetris. Otorhea


(-), perdarahan (-), dan cairan (-).

Hidung Tidak ada keluhan, epistaksis (- ),


deviasi septum (-)

Tenggoroka Tidak ada keluhan


n

Mulut, Gigi Mukosa mulut dan bibir normal, karies


dan Lidah gigi (+), gusi baik, tidak ada perdarahan.
Pada lidah tidak tampak kelainan.

Paru
Inspeksi Simetris fusiformis
Palpasi Stemfremitus kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi SP : Vesikuler dikedua lapangan paru
ST : -
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midsternalis
sinistra.
Perkusi Beda

26
Auskultasi M1 > M2 P2 > P1
A1 > A2 P2 > A1
Abdomen
Inspeksi Simetris
Palpasi Nyeri tekan (+)
Perkusi Timpani
Auskultasi Peristaltik usus (+)
Punggung Dalam Batas Normal
Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Ikterik (-), Sianosis (-), turgor kulit CRT
Atas ≤ 2 detik
Ekstremitas Ikterik (-), Sianosis (-), turgor kulit CRT
Bawah ≤ 2 detik
Kanan : Ulkus (+), Ukuran 3cm,
Diameter 5cm
Palpasi arteri Dorsalis Pedis D<S
Palpasi arteri Tibialis Posterior Anterior
D<S
Palpasi arteri Poplitea D<S
Kulit Dalam Batas Normal

DESKRIPSI UMUM

Kesan Sakit

 Ringan : (+)

 Sedang : -

 Berat : -

TANDA VITAL
Kesadaran Compos mentis (GCS E4 V5 sM6)

Tekanan 185/90 mmHG

27
Darah

Nadi 82 x/i

Temperatur 36,5 ͦ C

Pernafasan 20 x/i

THORAX

Depan Belakang

Inspeksi Simetris Simetris

Palpasi Stemfremitu Stemfremitu


s kanan=kiri s kanan=kiri

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi SP :
Vesikuler

ST : -

Pinggang : Tapping Pain (-), Ballottement (-)

Inguinal : Pembesaran KGB (-)

Neurologi : Refleks Fisiologis (+)

Refleks Patologis (-)

Bicara : Dapat berkomunikasi dengan baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

28
Pemeriksaan Darah Rutin
22/06/2022
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 26.92 103/𝜇L 4.00 - 10.00
RBC 4.65 106/𝜇L 4.00 - 5.40
HGB 7.3 g/dl 12.0 - 16.0
HCT 37.3 % 36.0 - 48.0
MCV 80.2 Fl 80.0 - 97.0
MCH 31.0 Pg 27.0 - 33.7
MCHC 35.9 g/dL 31.5 - 35.0
PLT 350 103/𝜇L 150 - 400
RDW-CV 13.7 % 10.0 - 15.0
RDW-SD 39.8 fL 35.0 - 47.0
MPV 11.0 fL 6.5 - 11.0
PDW 12.4 fL 10.0 - 18.0
P-LCR 34.1 103/𝜇L 15.0 - 25.0
PCT 0.3 % 0.2 - 0.5
Neutrofil 24.95 103/𝜇L 5.00 - 7.00
Limfosit 1.34 103/𝜇L 1,0 - 4.00
Monosit 0.62 103/𝜇L 0.10 - 0.80
Eosinophil 0.00 103/𝜇L 0.00 - 0.50

29
Basophil 0.01 103/𝜇L 0.00 - 0.10
Neutrofil 92.7 % 50.0 - 70.0
Limfosit 5.0 % 20.0 - 40.0
Monosit 2.3 % 0.10 – 0.80
Eosinofil 0.0 % 0.0 - 5.0
Basofil 0.0 % 0.0 – 0.10

Rapid Test COVID-19


22/06/2022
Rapid test Antigen Negatif Negatif
SARS Cov-2
Kimia Klinik
22/06/2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
SGOT 17.00 0 – 40 U/L
SGPT 14.00 0 – 40 U/L
Alkaline Phospatase 74.00 30 – 142 U/L
Total Bilirubin 0.34 0.0 - 1.20 mg/dl
Direct Bilirubin 0.08 0.05 – 0.3 mg/dl
Glukosa Adrandom 315.00 < 140 mg/dl
HbA1c 7,1 % <6,5%

Kimia Klinik
22/06/2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Albumin 2.60 g/dL 3.60 – 5.00
Ureum 239.60 mg/dL 10.00 – 50.00
Creatinin 8.06 mg/dL 0.60 – 1.20
Uric Acid 9.90 mg/dL 3.50 – 7.00

30
Natrium, Kalium, Chlorida
Natrium 145.00 mmol/L 136.00 – 155.00
Kalium 3.90 mmol/L 3.50 – 5.50
Chlorida 121.00 mmol/L 95.00 – 103.00
Analisa Gas Darah
pH 7.407 7.35 – 7.45
pCO2 19.50 mmHg 35.00 – 45.00
pO2 117.90 mmHg 80.00 – 100.00
TCO2 13.00 mmol/L 23.00 – 27.00
HCO3 12.40 mmol/L 22.00 – 26.00
Base Excess - 12.50 mmol/L -2.00 –
2.00
O2 Saturasi 98.80 % 95.00 – 98.00

RENCANA AWAL
No RM : 01.16.16.06
Nama : Kartini Sinaga
No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana
Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi
22-06- - - Foto toraks - Perbaiki kondisi
2022 L - Darah rutin I umum
- Rapid Test
- -
A - Glukosa I

- - Test HbA1c -
M I

-
A

-
I

31
-
T

Tanggal S O A P Rencana
23-06- - -TD : DM Tipe II - I Darah
2022 L + Anemia + V Lengkap
- SpO2 : 99% F
Hipertensi +
- - HR : 96x/i D
M - RR : 20x/i Sepsis ec
- Temp : 36 C Ulkus R
L
Diabetikum
2
0

g
t
t
/
i
- I
n
j

M
e
r
o
p
e
n
e
m

a
m
p
/

32
8

j
a
m
- D
r
i
p

M
e
t
r
o
n
i
d
a
z
o
l
e

j
a
m
- C
l
i
n
d
a
m
y

33
c
i
n

3
0
0

m
g
- L
a
n
t
u
s

1
0

I
U
- N
o
v
o
r
a
p
i
d

3
x
1
0

34
I
U
- C
i
l
o
s
t
a
z
o
l
e

1
0
0
m
g
- I
n
j
.

K
e
t
o
r
o
l
a
c

35
a
m
p
/
8

j
a
m
- I
n
j
.

R
a
n
i
t
i
d
i
n

a
m
p
/
1
2

j
a
m
- A
m
l

36
o
d
i
p
i
n
e

1
x
1

24-06- - - TD : 120/80 DM Tipe II - I -


2022 L + Anemia + V
- SpO2 : 99% F
Hipertensi +
- - HR : 89 x/i D
M - RR : 18 x/i Sepsis ec
- Temp : 36.5 Ulkus R
L
Diabetikum
2
0

g
t
t
/
i
- I
n
j

M
e
r
o
p
e
n
e

37
m

a
m
p
/

j
a
m
- D
r
i
p

M
e
t
r
o
n
i
d
a
z
o
l
e

j
a
m

38
- C
l
i
n
d
a
m
y
c
i
n

3
0
0

m
g
- L
a
n
t
u
s

1
0

I
U
- N
o
v
o
r
a

39
p
i
d

3
x
1
0

I
U
- C
i
l
o
s
t
a
z
o
l
e

1
0
0
m
g
- I
n
j
.

K
e
t

40
o
r
o
l
a
c

a
m
p
/
8

j
a
m
- I
n
j
.

R
a
n
i
t
i
d
i
n

a
m
p
/
1

41
2

j
a
m
- A
m
l
o
d
i
p
i
n
e

1
x
1

PENJAJAKAN
1. Darah Rutin
2. KGD 2 jam PP/ 3 hari
3. Lipid Profile
4. Hemorrhagic Screening Test/ D-Dimer test
5. Funduscopy
6. EKG
7. Foto Thorax dan Abdomen
8. Kultur Pus / sensitivitas
9. Kultur Darah / Sensitivitas
10. Procalcitonin

BAB IV
PENUTUP
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang terjadi

42
oleh interaksi berbagai faktor: genetik, imunologik, lingkungan dan gaya
hidup. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin progresif dilatar belakangi oleh resistensi
insulin. Gejala yang muncul pada penderita diabetes melitus diantaranya
poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan polifagi (banyak
makan). Komplikasi padadiabetes mellitusterbagi dalam komplikasi akut
dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terdiri dari hiperglikemia,
diabetik ketoasidosis (DKA), dan hiperglikemik hiperosmolar (HHS).
Komplikasi Kronik berupa komplikasi vaskular jangka
panjang ini meliputi mikroangiopati (pembuluh darah kecil),
dan makroangiopati (pembuluh darah sedang dan besar) salah
satu komplikasinya adalah gangren diabetik pada luka penderita
DM. Ulkus diabetikum merupakan kondisi yang terjadi pada
penderita diabetes melitus dikarenakan abnormalitas syaraf dan
terganggunya arteri perifer yang menyebabkan terjadinya
infeksi tukak dan destruksi jaringan di kulit kaki. Ulkus
diabetikum disebabkan karena meningkatnya hiperglikemia
yang kemudian menyebabkan terjadinya kelainan neuropati dan
pembuluh darah.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization : Diabetes (Cited Agustus 2016)


Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
2. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
3. WHO. The 10 leading causes of death by broad income group.
2008
4. Cho NH. Q&A: Five questions on the 2015 IDF Diabetes Atlas.
2016
5. Tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di indonesia mencapai
21,3 juta Orang. 2009
6. Marentek E. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2. 2006
7. S. Joste, Mutmainnah, Hardjoeno. Lipid profile in type 2 diabetic
mellitus patient’s. 2006
8. Pandelaki K. Diabetic dyslipidemia management, the first east
Indonesia endo-metabolic update. Makassar: Perkeni Cabang
Makassar; 2006. p. 24–31.
9. Avogaro A1, Giorda C, Maggini M, Mannucci E, Raschetti R,
Lombardo F et al. Incidence Of Coronary Heart Disease In Type
2 Diabetic Men And Women: Impact Of Microvascular
Complications, Treatment, And Geographic Location. Italy:
Epub; 2007.
10. Subekti I, Susatia B, Yusrizal. Faktor Resiko Penyakit Jantung
Koroner Dan Senam Jantung Sehat. Malang: Poltekkes
Kemenkes Malang; 2015.
11. Fowler MJ. Microvascular and macrovascular complications of
diabetes. clinical diabetes.2008;26(2):77 – 82.
12. Primadana DA, Pandelaki K, dan Wongkar CP. Hubungan Kadar

44
Hba1c Dengan Profil Lipid Pada Pasien Kaki Diabetik Di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Manado: Jurnal e-clinic(eCl);
2016.
13. Priyadi R, Saraswati MR. Hubungan antara kendali glikemik
dengan profil lipid pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Denpasar.
14. Pearson ER, McCrimmon RJ. Diabetes Mellitus. Davidson's
Principles and Practice of Medicine edisi 22. Elsevier; 2014.
P.797-836.
15. Wulandari H. Evaluasi Ketepatan Pemilihan Obat Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Mardi Lestari Sragen Tahun 2009. Surakarta: 2010.
16. Wiardani NK, dan Kusumayanti GDA. Indeks Massa Tubuh,
Lingkar Pinggang Serta Tekanan Darah Penderita Dan Bukan
Penderita Diabetes Melitus. Denpasar
17. Hanum NN. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa Dengan
Porfil Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah
Sakit Umum Daerah Cilegon Periode Januari-April 2013.
Jakarta: Universitas Negeri; 2013.
18. Ferri FF. Ferri's Clinical Advisor 2017: Metabolic Syndrome.
Elsevier; 2017.
19. Sherwood L. Fisiogi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.p.754,758.

45

Anda mungkin juga menyukai