Anda di halaman 1dari 66

PEPER & LAPORAN KASUS

“DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN TB PARU“


Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Stase (KKS) SMF
Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Oleh :

Elsa Aprilia 102118024


A.Asisa Permata Sari 102118021
Sarah Raja Harahap 102118053

Pembimbing :
dr. Lita Septina Chaniago, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Diabetes Melitus Tipe 2
dengan TB Paru”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
dosen pembimbing KKS di bagian penyakit dalam yaitu “dr. Lita Septina
Chaniago, Sp. PD”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Paper dan Lapkas inimasih
terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan paperdan lapkas
selanjutnya.Semoga paper dan lapkas ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama
bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Mei2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN AWAL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 Diabetes MelitusTipe 2.............................................................. 3
2.1.1 Definisi............................................................................... 3
2.1.2 Etiologi............................................................................... 7
2.1.3 Patofisiologi........................................................................ 8
2.1.4 Manifestasi Klinis............................................................... 9
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang...................................................... 10
2.1.6 Kriteria Diagnosis............................................................... 11
2.1.7 Diagnosa Banding............................................................... 12
2.1.8 Diagnosis Kerja.................................................................. 13
2.1.9 Penatalaksanaan.................................................................. 14
2.1.10 Komplikasi........................................................................ 15
2.1.11 Prognosis........................................................................... 15
2.1.12 Pencegahan....................................................................... 17
2.1.13 Edukasi............................................................................. 20
2.2 TB Paru....................................................................................... 16
2.2.1 Definisi............................................................................... 16
2.2.2 Etiologi............................................................................... 16
2.2.3 Patofisiologi........................................................................ 18
2.2.4 Manifestasi Klinis............................................................... 22
2.2.5 Penegakkan Diagnosis........................................................ 34
2.2.6 Penatalaksanaan.................................................................. 37

iii
2.2.7 Komplikasi.......................................................................... 38
2.2.8 Prognosis............................................................................. 39
2.2.9 Pencegahan......................................................................... 40
2.2.10 Edukasi............................................................................. 41
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................ 42
BAB IV DISKUSI KASUS............................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit akibat kelainan metabolik dengan
karakteristik peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1
Penyakit DM memiliki prevalensi yang terus meningkat. Diperkirakan
pada tahun 2025 prevalensinya akan meningkat menjadi 6,3%. Sementara itu,
jumlah penderita diabetes di Indonesia berdasarkan perkiraan World Health
Organization (WHO), akan mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun
2000 menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030, sehingga menjadikan Indonesia
berada pada urutan ke-4 di dunia.1
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkanoleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini menyebar melalui droplet orang
yang telah terinfeksi basil tuberkulosis.2
Sekitar sepertiga penduduk dunia diduga menderita infeksi laten
Mycobacterium tuberculosis dan 95% yang tersebar di negara berkembang pasien
TB di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 1,6 juta dengan prevalensi 647 per
100.000 penduduk. Prevalensi TB paru di Sumatra Utara sekitar 0,2% dari seluruh
penduduk Indonesia yang terdiagnosis TB hanya 44% yang diobati dengan obat
program.3
Salah satu faktor resiko tuberkulosis adalah diabetes mellitus. Pasien DM
memiliki sistem imun yang rendah sehingga berkembangnya TB laten menjadi TB
aktif lebih tinggi. Pasien DM memiliki 2 hingga 3 kali resiko untuk menderita TB
dibandingkan orang tanpa DM. Berdasarkan WHO, di Indonesia diperkirakan
menempati peringkat DM nomor 5 sedunia pada tahun 2025. Delapan dari sepuluh
negara dengan kejadian TB paru tertinggi.2
Insiden DM di dunia meningkat khususnya di negara berkembang dimana
TB juga memiliki prevalensi yang tinggi.Sekitar 99% penderita TB dan 70%
penderita DM tinggal di negara dengan pendapatan menengah dan rendah.Data

1
Internasional Diabetes Federation mengemukakan prevalensi diabetes yang
meningkat merupakan tantangan dalam pengendalian TB karena DM yang tak
terkontrol merupakan resiko yang besar terkena TB.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIABETES MELITUS TIPE 2


2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.21

2.1.2 Etiologi
Faktor resiko Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar
DM tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut
American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor
risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first
degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional
dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).1,9 Faktor risiko yang
dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut
≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik,
hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.21
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolic memiliki
riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral Arterial Diseases(PAD), konsumsi
alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan
kafein. 21

3
Berikut ini beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan diabetes
mellitus yaitu:
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 22.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan
dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang
menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi
> 4000gram
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi
familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat

4
dua sampai enam kali lipat jika orangtua atau saudara kandung
mengalami penyakit ini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini
di hubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan
dari lingkungan tradisional kelingkungan ke barat-baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alcohol dan rokok, juga berperan
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolism
gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah.

2.1.3 Patofisiologi
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM),
sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan
diabetes yang paling sering terjadi.Pada tipe ini, disposisi genetik juga
berperan penting.Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak
mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar.Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin.Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat
badan berlebih.Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan
yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit.Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi
meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya
akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak.
Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan
pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin
semakin meningkat.23

5
2.1.4 Manifestasi Klinis
Penderita DM umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita:
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM sebagai berikut:24
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan
glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk
membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.25
1. Pemeriksaan glukosa darah
a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia.Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan.Dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl(plasma vena) maka penderita

6
tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu
dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa. 25

b. Glukosa Plasma Vena Puasa


Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita
dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat
yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis
dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai
berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal,
≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl
disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula
darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.25

c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)


Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan
yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan
menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post
Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl,
sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.25

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan
apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar
140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai
kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara
melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-
anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan
dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa
selama minimal 8 jam.

7
Penilaian adalah sebagai berikut:
1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl;
2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl
disebut diabetes melitus. 25

2. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.
Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadarglukosa yang
berubah mendadak. 25
Kategori HbA1c26
HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

2.1.6 Kriteria Diagnosis


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosa tidak bisa ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Untuk
menentukan diagnosa DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glumeter.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti
polyuria, polifagia dan polydipsia juga penurunan berat badan yang tidak

8
dapat dijelaskan sebabnya.Ditambahkan juga adanya keluhan lain seperti
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada wanita. Kriteria diagnosis DM, adalah sebagai
berikut :
1. Pemeriksaa glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL; atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75g.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dL dengan keluhan klasik.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycahaemoglobin Standarization program
(NGSP).26
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normall atau kriteria
DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi : Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
 GlukosaDarah
PuasaTerganggu(GDPT):Hasilpemeriksaanglukosaplasmapuasaantara1
00-125mg/dldanpemeriksaanTTGOglukosaplasma2-jam<140mg/dl;
 ToleransiGlukosaTerganggu(TGT): Hasilpemeriksaanglukosa plasma2-
jamsetelahTTGOantara140-199mg/dldanglukosa
plasmapuasa<100mg/dl
 Bersama-samadidapatkanGDPTdanTGT
 Diagnosisprediabetesdapatjugaditegakkanberdasarkanhasilpemeriksaa
nHbA1cyangmenunjukkanangka5,7-6,4%.
Tabel 2.1 :Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis
Diabetes dan Prediabetes
HbA1c (%) Glukosa Darah Puasa Glukosa plasma 2
(mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 mg/Dl > 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal <5,7 <100 <140

Sumber: Perkeni, 2015

9
Padakeadaanyangtidakmemungkinkandantidaktersediafasilitaspemeri
ksaanTTGO,makapemeriksaanpenyaringdenganmengunakanpemeriksaangl
ukosadarahkapiler,diperbolehkan untukpatokandiagnosisDM.Dalamhal
iniharusdiperhatikanadanyaperbedaanhasilpemeriksaanglukosadarahplasma
venadanglukosadarahkapilerseperti

Tabel 2.2: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belumpast DM
DM iDM

Kadarglukosa Plasmaven <100 100-199 ≥ 200


darahsewaktu a
(mg/dl) Darah <90 90-199 ≥ 200
kapiler

Kadarglukosa Plasmaven <100 100-125 ≥126


darahpuasa(m a
g/dl) Darah <90 90-99 ≥100
kapiler

Sumber: Perkeni, 2015

10
Berikut ini adalah skema langkah-langkah untuk diagnosa DM:

Gambar 2.1: Langkah-langkah Diagnosa


Sumber: Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2, 2011

2.1.7 Diagnosa Banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian
klinis dengan:
1. Diabetes mellitus tipe 1
2. Diabetes mellitus tipe lain
3. Diabetes mellitus kehamilan

2.1.8 Diagnosa Kerja


Diabetes mellitus tipe 2

11
2.1.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan cara kerjanya obat anti hiperglikemi oral atau (OHO)
dibagi dalam 5 golongan, yaitu:
1. Pemicu sekresi insulin
2. Peningkat sensitivitas insulin
3. Penghambat glukoneogenesis
4. Penghambat absorbsi glukosa
5. DPP-4 inhibitor

 Golongan Pemicu Sekresi Insulin


Golongan ini mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
a. Sulfonilurea, terutama digunakan sebagai terapi farmakologis pada
awal dimulai terapi DM , terutama bila konsentrasi glukosa tinggi
dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Efek hipoglikemia
sulfonilurea diperoleh dengan cara merangsang kanal K pada
membran sel β pankreas yang yang sensitif terhadap ATP sehingga
terjadi depolarisasi dan terjadi influks Ca ++ ke sel β. Influks Ca ++
menyebabkan sekresi insulin dari dalam granul. Ada 2 generasi
Sulfonilurea, generasi 1 (tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan
klorpropamid) dan generasi 2 (glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan
glimepirid). Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat
menyebabkan hipoglikemia 27.
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma 90-99%
M : metabolisme di hepar tidak lengkap
E : ekresi utuh di urin
b. Meglitinid, merupakan sekretagok insulin tipe baru yang cara
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat
berbeda. Golongan ini merangsang insulin dengan menutup kanal K

12
di sel β pankreas. Efek sampingnya adalah hipoglikemia dan
gangguan saluran cerna serta alergi27.
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma
M : hepar dan ginjal
E : ginjal

 Golongan peningkat sensitivitas insulin: Thiazolidinediones (Glitazone)


Merupakan golongan obat dengan efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, obat ini juga dapat
diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak
berhubungan dengan obat lainnya. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai
agonis peroxisomeproliferator activated receptor gamma (PPAR-g)
yang sangat poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target
kerja insulin seperti sel adipose, otot skeletal, dan hati, sedang reseptor
pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, differensiasi
adiposit, dan kerja insulin. Golongan ini kontraindikasi untuk pasien
gagal jantung NYHA III-IV karena dapat memperberat edema dan juga
gangguan faal hati. Efek samping golongan ini adalah peningkatan berat
badan, edema, penambahan volume plasma dan perburukan pada 27.
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma
M : hepar
E : ginjal

 Golongan Penghambat Glukoneogenesis: Biguanid (Metformin,


fenformin, buformin).
Biguanid sebenarnya bukan merupakan obat hipoglikemik tetapi
suatu anti hiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin
dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Cara kerjanya adalah
dengan menurunkan produksi glukosa di hepar dengan menghambat

13
glukoneogenesis serta meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan
adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi aktivasi
kinase di sel. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat
perubahan glukosa menjadi lemak. Padapasien diabetes yang gemuk,
biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum
jelas. Efek samping yang dapat terjadi yaitu mual, asidosis laktat,
olehkarena itu sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta
harus diberikan hati hati pada orang lanjut usia. Indikasi terapi diabetes
pada orang dewasa yang tidak bisa dikontrol dengan diet. Kontraindikasi
pada kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia,
penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia 27.
A : usushalus
D : tidakterikatproteinplasma
M : hepar
E : urin

 Golongan Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa
glukosidase, sehingga menyebabkan penurunan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post-prandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia, juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Efek samping yang biasa ditemukan antara lain kembung dan
flatulen, diare dan abdominal bloating 27.

 Golongan DPP-4 Inhibitor


Glucagon-like-peptide 1 (GLP-1) merupakan hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L mukosa usus jika terdapat makanan yang masuk
yang bekerja merangsang sekresi insulin dan penghambat sekresi
glukagon. GLP-1 secara cepat akan diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase 4 menjadi metabolit GLP-1(9,36)-amide yang tidak aktif. Pada

14
DM tipe 2, sekresi GLP-1 menurun, sehingga pemberian obat DPP-4
inhibitor mampu menghambat kerja DPP-4 dan GLP-1 tetap dalam
konsentrasi tinggi dan aktif untuk merangsang pelepasan insulin serta
menghambat pelepasan glukagon 27

Lam Fre
Dosis a k Cara kerja
Golongan Generik mg/tab Waktu
harian (mg) kerja / utama
(jam) hari
24-
Klorpropamid 100-250 100-500 1
36
12-
Glibenklamid 2.5-5 2.5-15 1-2
24
10-
Sulfonilurea Glipizid 5-10 5-20 1-2 Meningkatka
16 Sebelum
n sekresi
10- makan
80 80-320 1-2 insulin
Gliklazid 20
30 30-120 24 1
Glikuidon 30 30-120 6-8 2-3
Repaglinid 0.5, 1, 2 1.5-6 - 3
Glinid
Nateglinid 120 360 - 3

Rosiglifazon 4 4-8 24 1 Tidak Menambah


Tiazolidindi bergantung sensitivitas
on Pioglitazon 15,30 15-45 24 1 jadwal terhadap
makan insulin
Bersama Menghambat
Penghambat
Acarbose 50-100 100-300 24 3 suapan absorpsi
Glukosidase
Pertama glukosa
1- Menekan
500-850 250-3000 6-8
Metformin 32 produksi
500 500-3000 6-8 2-3 glukosa hati
Bersama/
dan
Biguanid sesudah
menambah
Metformin Makan
500 500-2000 24 1 sensitivitas
XR
terhadap
insulin
Obat Melformin + 250/1,25 Total 12- 1-2 Bersama/
kombinasi glibenclami sesudah

15
500/2,5 d
oral Glibenklamid 24
500/5 20 mg/hari
2mg/ 8mg/
Rosiglifazon
600mg 2000mg
+ 12 2
4mg/ (dosis
Metformin Makan
500mg maksimal)
1mg/ 2mg/
Glimepirid + 250mg 500mg
- 2
Metformin 2mg/ 4mg/
500mg 1000mg
4mg/
1mg
Rosiglifazon 8mg/4mg Bersama/
4mg/
+ (dosis 24 1 sesudah
2mg
Glimepirid maksimal) makan pagi
4mg/
4mg

ObatAntihiperglikemiaSuntik
Termasukantihiperglikemiasuntik,yaituinsulin,agonisGLP-
1dankombinasiinsulindanagonisGLP-1.27
1. Insulin
Insulindiperlukanpadakeadaan:
 HbA1c>9%dengankondisidekompensasimetabolic
 Penurunanberat badanyangcepat
 Hiperglikemiaberatyangdisertaiketosis
 KrisisHiperglikemia
 GagaldengankombinasiOHOdosisoptimal
 Stresberat(infeksisistemik,operasibesar,infarkmiokardakut,stroke)
 KehamilandenganDM/
Diabetesmelitusgestasionalyangtidakterkendalidenganperencanaan
makan
 Gangguanfungsiginjalatauhatiyangberat
 KontraindikasidanataualergiterhadapOHO
 Kondisiperioperatifsesuaidenganindikasi

16
JenisdanLamaKerjaInsulin
Berdasarkanlamakerja,insulinterbagimenjadi5 jenis,yakni:
 Insulinkerjacepat (Rapid-actinginsulin)
 Insulinkerjapendek (Short-acting insulin)
 Insulinkerjamenengah(Intermediate- actinginsulin)
 Insulinkerjapanjang (Long-actinginsulin)
 Insulinkerjaultrapanjang(Ultralong- actinginsulin)

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik
(KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg %
dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah,
lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan
gejala yang muncul yaitu oliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual
muntah, penurunan kesadaran sampai koma.28
2. Komplikassi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik
untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak
berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus
bersamaan.28
Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Mikrovaskuler :

17
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Gambar 2.2: pathogenesis komplikasi kronis

2.1.11 Prognosis
Perkiraan angka harapan hidup pengidap DM 2, pria, usia 55 tahun
adalah 13,2 tahun untuk pasien yang merokok, tekanan darah sistolik 180
mmHg, ratio total/HDL 8, dan HbA1C 10%. Sedangkan, angka harapan
hidup penderita DM 2, pria, usia yang sama adalah lebih lama, mncapai

18
21,1 tahun bilamana tidak merokok, tekanan darah sistolik 120 mmHg,
ratio total/HDL 4, dan HbA1C 6%. Untuk itu, pasien perlu diedukasi terus-
menerus untuk berhenti merokok, dan melakukan kontrol secara teratur
untuk follow up diabetes mellitusnya dan juga komorbid lain yang
mungkin terjadi seperti hipertensi dan dislipidemia. Hampir 70% dari
semua kematian penderita DM 2 adalah karena penyakit kardiovaskular.29

2.1.12 Pencegahan
1. Pencegahan primordial : mengubah kebiasaan dan pola hidup.
2. Pencegahan primer : individu beresiko terkena harus menghindari agar
tidak gemuk (BMI >27 kg/m2), aktifitas fisik dan olhraga teratur
minimal 3-4 kali dalam 1 minggu, pentingnya pola makan sehat.
3. Pencegahan sekunder : individu yang sudah menderita DM baik yang
masih baru maupun yang sudah lama menderita. Pencegehan dengan
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan komplikasi kronik,
penataaksanaan baku, pengaturan makan di luar rumah, waktu
melakukan aktifitas fisik maupun waktu di rumah (menggunakan
alaskaki dianjurkan).
4. Pencegahan tersier : bagi penderita yang sudsh menderita komplikasi,
dengan tujuan untuk mengurangi atau mencegah kecacatan, dianjurkan
yaitu pengelolaan komplikasi kronik, upaya untuk melakukan
rehabilitas (baik fisik, mental, maupun sosial).

2.1.13 Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telahterbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat.Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia

19
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.24

2.2 TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)


2.2.1 Definisi
Tuberkulosis paru (tb paru) adalah infeksi paru yang menyerang
jaringan prenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis.2
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkanoleh infeksi
bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet
orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis.3

2.2.2 Epidemiologi
TB terjadi di setiap bagian dunia. Pada tahun 2017, jumlah terbesar
kasus TB baru terjadi di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat, dengan
62% kasus baru, diikuti oleh wilayah Afrika, dengan 25% kasus baru.
Pada 2017, 87% kasus TB baru terjadi di 30 negara dengan TB
tinggi.Delapan negara menyumbang dua pertiga dari kasus TB baru, negara
tersebut ialah India, Cina, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh,
dan Afrika Selatan. 4Prevalensi TB paru di Sumatra Utara sekitar 0,2% dari
seluruh penduduk Indonesia yang terdiagnosis TB hanya 44% yang diobati
dengan obat program. 3

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab dari penyakit tuberkolosis paru adalah terinfeksinya paru
oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dan bersifat anaerob.Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan

20
tempat prediksi penyakit tuberkulosis.Kuman ini juga terdiri dari asal lemak
(lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran Mycobacterium tuberculosis
yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan
menginfeksi.6
Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian
kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan
terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak
secara mikroskopis.Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab.Dalam
jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB
timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-
sel fagosit.7
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95%
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di
tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara.8
Ada beberapa faktor resiko penyebab tb:
1. Agent
Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila
penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak
sufficient/memenuhi/mencukupi syarat untuk menimbulkan
penyakit.Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penykit dapat
manifest.Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis
adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.Agent ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan
virulensi.Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada host.Pathogenitas kuman tuberkulosis paru
termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan mikroba

21
untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di dalmnya.
Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru
termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu
mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman
tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

2. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung
dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi
alam (lawan dari percobaan) Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah
manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan
penyakit tuberkulosis paru adalah :
a. Umur
Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis
paru.Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan
seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya,
menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan
terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa
muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok
menjelang usia tua. Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita
TB adalah usia produktif, yakni 15-50 tahun.5
b. Jenis Kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis, terutama menyarang laki-laki.
Pada 1996 jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita TB paru pada wanita, yaitu 42,34%
pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. TB paru lebih banyak terjadi
pada laki-laki di bandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian
besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.

22
c. Pendidikan Tingkat
Pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang. Di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat
kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru sehingga dengan
pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila pekerja di lingkungan yang berdebu, paparan
partikel debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya
gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbilitas, terutama terjadinya gejala
penyakit saluran pernapasan dan umumnya TB paru.
e. Kontak dengan penderita tb
Pasien TB TBA positif dengan kuman TB dalam dahaknya
berpontensi menuarkan kepada orang-orang di sekitarnya (Depkes
RI, 2011). Apabila seseorang yang telah sembuh dari TB paru terkena
paparan kuman TB dengan dosis infeksi yang cukup dari penderita
lain (terjadi kontak dengan penderita lain), maka ia bisa mengalami
kekambuhan, terlebih apabila ia masih dalam keadaan daya tahan
tubuh yang buruk.5

2.2.4 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis meliputi hal
berikut :9
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.Tidak
termasuk pleura dan kelenjar getah bening pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru

23
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput orak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin
dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada


TB paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
1) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit :


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan

24
gambaran kerusakan paru yang luas dana tau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra paru, dibagi berdarsarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu :
1) TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe, pleuritic
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal
2) TB ekstra paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin

4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.
Didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)
c. Kasus putus berobat (Default/Drop Out)
Adalah pasien TB yang telah brobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus Lain

25
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.9

2.2.5 Patogenesis
Patofisiologi dari Tuberkulosis terbagi menjadi dua, yakni :
1. TB primer :Mycobacterium tuberculosis (MTB) yang mengalamiinhalasi
melalui saluran napas mencapai permukaan alveoli, MTB tumbuh
sertaberkembang biak dalam sitoplasmamakrofag dan membentuk sarang
tuberkelpneumonik yang disebut sarang primer ataukompleks primer.
Melalui aliran limfe MTBmencapai kelenjar limfe hilus. Dari
sarangprimer akan timbul peradangan salurangetah bening menuju hilus
(limfangitislokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getahbening hilus
(limfadenitis regional). Sarangprimer ditambah limfangitis lokal
ditambahlimfadenitis regional dikenal sebagaikompleks primer.
2. TB post primer :Infeksi MTB postprimer akan muncul beberapa bulan
atautahun setelah terjadi infeksi primer karenareaktivasi atau reinfeksi.
Hal ini terjadiakibat daya tahan tubuh yang lemah. Infeksituberkulosis
post primer dimulai dengansarang dini yang umumnya terdapat
padasegmen apikal lobus superior atau lobusinferior dengan kerusakan
paru yang luasdan biasanya pada orang dewasa.Patogenesis dan
manifestasi patologituberkulosis paru merupakan hasil responimun
seluler dan reaksi hipersensitiviti tipelambat terhadap antigen kuman
tuberkulosis,perjalanan infeksi tuberkulosis terjadimelalui 5 tahap.

Wallgreen membuat suatu skema faseperjalanan dan penyebaran TB


primer yang mengikuti suatu pola tertentu yang meliputiempat tahapan
sebagai berikut :
Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8minggu setelah masuknya
kuman,memberikan test tuberculin yang positif,disertai demam dan pada fase
ini terbentukkomplek primer.

26
Tahap kedua :berlangasung ratarata3 bulan (1-8 bulan) sejak pertamakuman
masuk. Pada fase ini seringterjadi penyebaran milier atau terjadi meningitis
TB.
Tahap ketiga :terjadi rata-ratadalam 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase
initerjadi penyebaran infeksi ke pleura.
Tahap keempat :rata-rata dalamwaktu 3 tahun (1 - 6 tahun), terjadi
setelahkomplek primer mereda, tahap inimerupakan periode
skeletal.Penyebaran dan perkembangannyatidak harus mengikuti tiap tahap,
adakalanyadengan cepat menuju tahap lanjut.

2.2.6 Manifestasi Klinik


Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam,
bahkan banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang dirasakan ialah :15
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC.Serangan demam pertama dapat
sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali.Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk / Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

27
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.15

2.2.7 Kriteria Diagnosis


1. Diagnosis pada orang dewasa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen
SPS BTA hasilnya positif.Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulang.Jika hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita didiagnosis sebagai pendertia TB BTA positif.Akan tetapi, jika
hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.Jika hasil SPS positif, maka diagnosis pasien TB BTA
positif.Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen
dada, untuk mendukung TB.Bila hasil rontgen mendukung TB, maka
diagnosis pasien merupakan TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil
rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.10

28
Gambar 2.3: Alur Diagnosa TB10

2. Diagnosis pada anak-anak


Berbeda dengan orang dewasa, diagnosis penyakit TB anak
merupakan hal yang sulit karena TB anak merupakan TB primer yang
seringkali tidak menunjukkan gejala yang khas. Upaya pemeriksaan
bakteriologis sebagai diagnosis pasti TB pada anak sulit untuk
dilakukan.11,12 Tuberkulosis paru pada anak jarang memproduksi sputum.
Umumnya anak belum mampu untuk mengekpektorasi sputum.Upaya
untuk mendapatkan sputum pada anak dilakukan dengan menggunakan
metode bilas lambung, namun demikian hasil BTA (+) tetap rendah,
yaitu berkisar 20-40%. WHO melaporkan BTA (+) pada anak usia 0-14
tahun di Indonesia tahun 203 hanya 2/100.000 populasi.12,13
Pada kriteria UKK Respirologi IDAI tahun 2007, adanya kontak
dengan penderita TB paru dewasa dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu: (1) kontak tidak jelas, (2) laporan keluarga dengan BTA (-) atau
tidak jelas, (3) kontak dengan penderita dewasa BTA (+). Uji tuberkulin
dibedakan menjadi “positif” bila ukuran diameter ≥ 10 mm atau ≥ 5 mm
pada keadaan imunosupresi dan disebut “negatif” bila tidak memenuhi
kriteria “positif” tersebut.12,13,14

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis15
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di
daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apikal lobus

29
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru.
Pada awal penyakit saar lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas.Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.
Selain itu, terdapat pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih
dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah
Computes Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih
superior disbanding radiologis biasa.Perbedaan densitas jaringan terlihat
lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih ialah Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat
mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan
koronal.15
2. Pemeriksaan Laboratorium15
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran
ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal.Laju endap darah
mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan.Disamping itu, pemeriksaan sputum juga dapat

30
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non
produktif.

c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada ana)k-anak
(balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan
0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (intermediate strength).
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibody selular dan antigen tuberkulin.
Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibody huoral, makin besar
pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.15

2.2.8 Diagnosis Banding


1. Bronkitis
2. Pneumoniae
3. Bronkopneumoniae

2.2.9 Diagnosis Kerja


Tuberkulosis (TB Paru)

2.2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegahkematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
danmencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti TB).10

31
Tabel 2.3: Jenis, sifat dan dosis OAT10
Dosis yang direkomendasikan

Jenis OAT Sifat (mg/kg)

Harian 3 x seminggu
5 10
Isoniazid (H) Bakterisid
(4-6) (8-12)
10 10
Rifampicin (R) Bakterisid
(8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamide (Z) Bakterisid
(20-30) (30-40)
15 15
Strepotomycin (S) Bakterisid
(12-18) (12-18)
15 30
Ethambutol (E) Bakteriostatik
(15-20) (20-35)

Panduan OAT yang digunakan oleh program nasional penanggulangan


tuberkulosis di Indonesia :10

Tabel 2 : Panduan Penggunaan OAT10


Fase intensif Fase Lanjutan
Kategori Kasus
(setiap hari) 3x seminggu

I Kasus baru BTA 2HRZE 4H3R3


positif, BTA
negatif/rontgen positif

32
dengan kelainan
parenkim luas. Kasus
TB ekstra paru berat.

Relaps BTA positif, 2HRZES


II gagal BTA positif, 5H3R3E3
pengobatan terputus 1HRZE

Kasus baru BTA


negatif/rontgen positif
III 2HRZ 4H3R3
sakit ringan, TB ekstra
paru ringan

Bila pada akhir fase


intensif, pengobatan
pasien baru BTA
positif dengan
kategori I atau pasien
Sisipan BTA positif 1HRZE
pengobatan ulang
dengan kategori II,
hasil pemeriksaan
dahak masih BTA
positif.

2.2.11 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.15
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat,
kor pulmonal, amyloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS).15

2.2.12 Prognosis
Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan. Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang
lebih buruk.

33
Seorang yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam
hidupnya jatuh sakit karena TB. Namun penderita gangguan sistem
kekebalan tubuh, seperti orang yang terkena HIV, malnutrisi, diabetes, atau
perokok, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit karena TB.
Rekurensi pengidap TB yang mendapat terapi DOT (Directly
Observed Treatment) berkisar 0-14%.
Di negara-negara dengan angka TB yang tinggi, rekurensi biasanya
terjadi setelah pengobatan tuntas, hal ini cenderung dikarenakan oleh
reinfeksi daripada relaps.
Prognosis buruk terdapat pada penderita TB extra pulmonary,
gangguan kekebalan tubuh, lanjut usia, dan riwayat terkena TB
sebelumnya. Prognosis baik bila diagnosis dan pengobatannya dilakukan
sedini mungkin.16,17,18,19

2.2.13 Pencegahan
Salah satu langkah untuk mencegah tuberkulosis adalah dengan
menerima vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin
ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib dan diberikan sebelum bayi
berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima vaksin BCG,
dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota
keluarga yang menderita tuberkulosis.
Walaupun sudah menerima pengobatan, pada bulan-bulan awal
pengobatan (biasanya 2 bulan), penderita TBC juga masih dapat
menularkan penyakit.langkah-langkah di bawah ini sangat berguna untuk
mencegah penularan:
1. Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau kenakan apabila
menggunakan tisu untuk menutup mulut, buanglah segera setelah
digunakan.
2. Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.

34
3. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan
sering membuka pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari
dapat masuk.
4. Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan
tuberkulosis yang diderita tidak menular.23

2.2.14 Edukasi
Edukasi dan promosi kesehatan penyakit tuberkulosis paru (TB paru)
dilakukan kepada pasien, masyarakat dan keluarganya untuk mencegah
penularan dan perkembangan penyakit.

Upaya Pengendalian dan Penanggulangan TB


Rencana global penanggulangan TB didukung oleh 6 komponen oleh
WHO (World Health Organization), yaitu:22
1. Mengejar peningkatan dan perluasan DOTS (Directly Observed
Treatment, Short-course) yang berkualitas tinggi
2. Menangani kasus ko-infeksi TB-HIV, kekebalan ganda terhadap obat
anti TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
4. Menyamakan persepsi semua penyedia pelayanan
5. Memberdayakan pasien TB dan masyarakat
6. Mewujudkan dan mempromosikan penelitian.

Upaya pencegahan dini


Imunisasi BCG dianjurkan diberikan pada bayi usia>2 bulan, sekitar
2-3 bulan. Booster tidak dianjurkan.19

Upaya Edukasi dan Promosi Kesehatan pada Pasien dan Keluarganya

35
Profilaksis tuberkulosis, edukasi dan promosi kesehatan ini berupa
penerapan hidup sehat pada penderita TB dan keluarganya dalam ruang
lingkup sehari-hari.
1. Mengupayakan posisi aliran udara ke kamar penderita TB tidak
berhadapan dengan posisi keberadaan seseorang
2. Mengupayakan ruangan masuk sinar matahari
3. Upayakan aliran udara yang masuk ruangan merupakan udara segar,
berasal dari taman, ruangan terbuka yang bebas polusi
4. Pisahkan ruang tidur untuk sementara waktu
5. Gunakan masker bila ingin bersama keluarga, untuk meminimalkan
kemungkinan tertularnya anggota keluarga lain
6. Bila ada anggota keluarga yang menderita batuk lebih dari 3 minggu,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, segera periksakan ke
dokter.
7. Edukasi dan promosikan pada pasien, keluarganya dan sebagai
masyarakat secara keseluruhan akan kepatuhan berobat, dan
menerapkan pola hidup sehat 20,21

36
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT

Identitas Pribadi
Nama : Saut Simarmata
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Menikah
Agama / Suku : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Lembaga DSN 6 Tanjung Rejo

Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Badan Terasa Lemas
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Haji Medan
dengan keluhan badannya terasa lemas sejak ± 3 bulan yang
lalu dan mudah lelah. Pasien juga mengeluhkan sering
merasa haus dan banyak minum pada malam hari sehingga
sering terbangun untuk buang air kecil 4-5 kali dalam
semalam.Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang
dan mengalami penurunan berat badan.

37
Pasien juga mengelukan batuk ± 3 minggu, batuk
disertai dahak, dahak berwarna kehijauan, batuk disertai
sesak sesekali. Pasien juga mengeluhkan adanya demam
yang tidak terlalu tinggi, demam tidak disertai
menggigil.Pasien juga mengeluhkan adanya keringat di
malam hari.
BAK : (+) Frekunsi 8-10 kali/hari, kuning jernih
BAB : (+) Frekunsi 1-2 kali/hari, konsistensi padat, warna
kecoklatan
RPT : Diabetes Milietus
RPO : Glimepiride
RPK : Diabetes Milietus (Ayah)
R. Alergi : Tidak ada
R. Kebiasaan : Merokok, suka makan manis-manis.

Anamnesa Umum
- Badan kurang enak : Ya - Tidur : Terganggu
- Merasa Lemas : Ya - Berat badan : Menurun
- Merasa kurang sehat : Ya - Malas : Ya
- Menggigil : Tidak - Demam :Ya
- Nafsu makan : Menurun - Pening : Tidak

Anamnesa organ
1. Cor
- Dyspneu d’effort : Tidak - Cyanosis : Tidak
- Dyspnea d’repos : Tidak - Angina pectoris : Tidak
- Edema : Tidak - Palpitasi cordis : Tidak
- Nokturia : Tidak - Asma Cardiale : Tidak

2. Sirkulasi perifer
- Claudicatio intermitten : Tidak - Gangguan tropis : Tidak

38
- Sakit waktu istirahat : Tidak - Kebas- kebas : Tidak

3. Traktus respiratorius
- Batuk : Ya - Stidor : Tidak
- Berdahak : Ya - sesak nafas : Ya
- Haemoptoe : Tidak - cuping hidung : Tidak
- Sakit dada saat bernafas : Tidak - Suara parau : Tidak

4. Traktus digestivus
a. Lambung
- Sakit di epigastrium : Tidak - Sendawa : Tidak
- Rasa panas epigastrium : Tidak - Anoreksia : Tidak
- Muntah : Tidak - Mual-mual : Tidak
- Hematemesis : Tidak - Dysphagia : Tidak
- Ructus : Tidak - Feotor ex ore : Tidak
- Pyrosis : Tidak

b. Usus
- Sakit di abdomen : Tidak - Melena : Tidak
- Borborygmi : Tidak - Tenesmi : Tidak
- Defekasi : Ya, 1-2 kali/hari, - Flatulensi : Ya
Konsistensi Padat - Haemorrhoid : Tidak
Warna kecoklatan
- Obstipasi : Tidak
- Diare : Tidak

c. Hati dan Saluran empedu


- Sakit perut kanan : Tidak - Gatal dikulit : Tidak
- Kolik : Tidak - Asites : Tidak
- Icterus : Tidak - Edema : Tidak

39
- Berak dempul : Tidak

5. Ginjal dan saluran kencing


- Muka sembab : Tidak - Sakit pinggang : Tidak
- Kolik : Tidak - Oligouria : Tidak
- Miksi : Ya, 8-10 kali/ hari
Kuning jernih - Anuria : Tidak
- Poliuria : Ya - Polakisuria : Tidak

6. Sendi
- Sakit : Tidak - Sakit digerakan : Tidak
- Sendi kaku : Tidak - Bangkak : Tidak
- Merah : Tidak - Stand abnormal : Tidak

7. Tulang
- Sakit : Tidak - Fraktur spontan : Tidak
- Bengkak : Tidak - Deformasi : Tidak

8. Otot
- Sakit : Tidak - kejang-kejang : Tidak
- Kebas-kebas : Tidak - Atrofi : Tidak

9. Darah
- Sakit dimulut dan lidah : Tidak - Muka pucat : Ya
- Mata berkunang-kunang : Tidak - Bengkak : Tidak
- Pembengkakan kelenjar : Tidak - Penyakit darah : Tidak
- Merah dikulit : Tidak - Perdarahan subkutan : Tidak

10. Endokrin
- Polidipsi : Ya - Pruritus : Tidak
- Polifagi : Tidak - Pyorrhea : Tidak

40
- Poliuri : Ya

11. Fungsi genital


- Menarche :- - Ereksi : Tidak ditanyakan
- Siklus Haid :- - Libido sexual : Tidak ditanyakan
- Menopause :- - Coitus : Tidak ditanyakan
- G/P/A :-

12. Susunan syaraf


- Hipoastesia : Tidak - Sakit kepala : Tidak
- Parastesia : Tidak - Gerakan tics : Tidak
- Spasme : Tidak - Paralisis : Tidak

13. Panca indra


- Penglihatan : Normal - Pengecapan :Normal
- Pendengaran : Normal - Perasaan :Normal
- Penciuman : Normal

14. Psikis
- Mudah tersinggung : Tidak - Pelupa : Tidak
- Takut : Tidak - Lekas marah : Tidak
- Gelisah : Tidak

15. Keadaan sosial


- Pekerjaan : Wiraswasta - Hygiene : Baik

Anamnesa Penyakit terdahulu


Diabetes Miellitus

Riwayat pemakaian Obat

41
Glimepiride

Anamnesa penyakit Veneris


- Bengkak kelenjar regional : tidak Pyuria : tidak
- Luka-luka di kemaluan : tidak Bisul- bisul : tidak

Anamnesa Intoksikasi
Tidak ada

Anamnesa Makanan
- Nasi : frek 2 x/ Hari - Sayur sayuran : ya
- Ikan : ya - Daging : ya

Anamnesa Family
- Penyakit-penyakit family : Tidak ada
- Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
- Anak: 0, Hidup: 0, Mati: 0

Status Present
Keadaan Umum
- Sensorium : Compos mentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Temperatur : 37,00C
- Pernafasan : 24 x/ menit, reguler, abdominothoracal
- Nadi : 84x/ menit, equal,sedang

Keadaan Penyakit
- Anemi : Tidak - Eritema : Tidak
- Ikterus : Tidak - Turgor : Baik
- Sianosis : Tidak - Gerakan Aktif : Ya
- Dispnoe : Tidak - Sikap tidur paksa : Tidak

42
- Edema : Tidak

Keadaan Gizi
BB : 64 Kg
TB : 168 cm
64 kg
RBW = x 100%=94,11% (Normoweight)
168 cm-100
64 kg 2
IMT = x 100%=22,6 kg /m (Normoweight)
(168 cm
100 )
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
- Pertumbuhan rambut : Normal
- Sakit kalau dipegang : Tidak
- Perubahan lokal : Tidak

a. Muka
- Sembab : Tidak Parese : Tidak
- Pucat : Ya gangguan local : Tidak
- Kuning : Tidak

b. Mata
- Stand Mata : Normal - Ikterus : Tidak
- Gerakan : Kesegala arah - Anemia : Tidak
- Reaksi pupil : RC +/+, isokor - Eksoftalmos : Tidak
- Ptosis : Tidak - Gangguan lokal : Tidak

c. Telinga
- Sekret : Tidak - Bentuk : Normal
- Radang : Tidak - Atrofi : Tidak

d. Hidung

43
- Sekret : Tidak - Benjolan-benjolan : Tidak
- Bentuk : Normal

e. Bibir
- Sianosis : Tidak - Kering : Tidak
- Pucat : Tidak - Radang : Tidak

f. Gigi
- Karies : Tidak - Jumlah : Tidak dihitung
- Pertumbuhan : Normal - Pyorroe alveolaris : Tidak

g. Lidah
- Kering : Tidak - Beslag : Tidak
- Pucat : Tidak - Tremor : Tidak
-
h. Tonsil
- Merah : Tidak - Membran : Tidak
- Bengkak : Tidak - Angina lacunaris : Tidak
- Beslag : Tidak

2. Leher
Inspeksi :
- Struma : Tidak - Torticolis : Tidak
- Kelenjar bengkak : Tidak - Venektasi : Tidak
- Pulsasi Vena : Tidak

Palpasi
- Posisi trachea : Medial - TVJ : R-2 cm H2O
- Sakit/nyeritekan : Tidak - Kosta servikalis : Tidak

44
3. Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis - Venektasi : Tidak
- Simetris/asimetris : Simetris - Pembengkakan : Tidak
- Bendungan Vena : Tidak - Pulsasi verbal : Tidak
- Ketinggalan bernafas : Tidak - Mammae : Normal

Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak - Iktus : Tidakteraba
- Fremitus suara : Kanan = Kiri a. Lokasi :-
- Fremissement : Tidak b. Kuat angkat :-
c. Melebar :-
d. IktusNegatif :-
Perkusi
- Suara perkusiparu : Redup di basal kedua lapang paru
- Gerakan bebas : 2 cm
- Batas Paru Hati
a. Relatif : ICS V linea midclavicula dextra
b. Absolut : ICS VI linea midclavicula dextra
- Batas Jantung :
- A. Atas : ICS III parasternal sinistra
- B. Kanan : ICS IV lineasternalis dextra
- C. Kiri : ICS V 2cm kearah medial linea midclavicula sinistra
Auskultasi
- Paru –paru
 Suara pernafasan : Vesikuler dikedua lapang paru
 Suara Tambahan : Ya, ronkhi basah lobus bawah ke 2 lapang paru
- Cor :

45
 Heart Rate : 84 x/i
 Suara katup : (M1 > M2), (A2>A1), (P2 > P1), (A2>P2)
 Suara tambahan : Tidak ada

4. Thorax belakang
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis Scapulae alta : Tidak
- Simetris/tidak : Simetris Ketinggalan bernafas : Tidak
- Benjolan : Tidak Venektasi : Tidak

Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak Penonjolan : Tidak
- Fremitus suara : Kanan=Kiri
Perkusi
- Suara perkusi paru : Redup di basal kedua lapang paru
- Gerakan bebas : 2 cm
- Batas bawah paru :
- A. Kanan : Proc. Spinosus Vertebra IX
- B. Kiri : Proc. Spinosus Vertebra X
Aukultasi
- Pernafasan : Vesikuler dikedua lapang paru
- Suara tambahan : Ronkhi basah lobus bawah ke 2 lapang paru

46
Dalam Batas Normal

5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak : Tidak
- Venektasi : Tidak
- Gembung : Tidak
- Sirkulasi Collateral : Tidak
- Pulsasi : Tidak

Palpasi
- Defens muskular : Tidak
- Nyeri tekan : Tidak
- Lien : Tidak teraba
- Ren : Tidak teraba
- Hepar : Tidak teraba
Perkusi
- Pekak hati : Ya
- Pekak beralih : Tidak
Auskultasi
- Peristaltik usus : Normal (8 x/ menit)

6. Genitalia

47
-Luka : Tidak dilakukan pemeriksaan
-Sikatrik : Tidak dilakukan pemeriksaan
-Nanah : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Extremitas
a. Atas Kanan Kiri
- Bengkak : Tidak Tidak
- Merah : Tidak Tidak
- Stand abnormal : Tidak Tidak
- Gangguan fungsi : Tidak Tidak
- Tes Rumpelit : Negatif Negatif
- Refleks :
 Bisep : ++ ++
 Trisep : ++ ++
- Radio periost : + +

b. Bawah Kanan Kiri


- Bengkak : Tidak Tidak
- Merah : Tidak Tidak
- Edema : Tidak Tidak
- Pucat : Tidak Tidak
- Gangguan fungsi : Tidak Tidak
- Varises : Tidak Tidak
- Refleks
 KPR : ++ ++
 APR : ++ ++
 Strumple : + +

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

48
Tanggal : 09/05/2019
Nama : Saut Simarmata
Pemeriksaan Hasil Satuan NilaiRujukan
Hematologi
Darah Rutin
Haemoglobin 13,7 g/dl 13,2-17,3
Hitung Eritrosit 4,8 106/ul 4.4-5,9
Hitung Leukosit 19.680 /ul 4.000-11.000
Hematokrit 37,5 % 40-52
Hitung trombosit 378.000 /ul 150.000-440.000
Index Eritrosit
MCV 78,0 Fl 80-100
MCH 28,6 Pg 26-34
MCHC 36,6 % 32-36

HitungJenisLeukosit
Eosinofil 1 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
N. Stab 0 % 2-6
N. Seg 83 % 53-75
Limfosit 6 % 20-45
Monosit 9 % 4-8
Laju Endap Darah 88 Mm/jam 0-10

KIMIA KLINIK
Kadar Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 394 mg/dL < 140
HbA1c 11,1 % 4-7

Fungsi Hati

49
AST (SGOT) 28 U/I <40
ALT (SGPT) 35 U/I <40

Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL 20-40
29
Kreatinin mg/dL 0,6-1,1
35

Elektrolit
Natrium (Na) 112 mmol/dL 135-155
Kalium (K) 1,9 mmol/dL 3,5-5,5
Clorida (Cl) 81 mmol/dL 98-106

RESUME
Anamnesis
Keluhan utama : Badan Terasa Lemas
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan:
 Badan lemas dan lelah (+)
 Polidipsi, dan Poliuri malam hari (+)
 Penurunan nafsu makan (+)
 Penurunan berat badan (+)
 Batuk disertai dahak berwarna kehijauan (+)
 Sesak sesekali (+)
 Febris (+)
 Berkeringat malam hari (+)
BAK : (+) Frekunsi 8-10 kali/hari, kuning jernih

50
BAB : (+) Frekunsi 1-2 kali/hari, konsistensi padat, warna
Kecoklatan
RPT : Diabetes Milietus
RPO : Glimepiride
RPK : Diabetes Milietus (Ayah)
R. Alergi : Tidak ada
R. Kebiasaan : Merokok, suka makan manis-manis.

Status Present
Keadaan umum Keadaan penyakit Keadaan gizi
Sens : Compos Mentis Anemia : Tidak TB : 168 cm
TD : 120/80 mmHg Ikterus : Tidak BB : 64 kg
Nadi : 84 x/ menit Sianosis : Tidak 64 kg
RBW ≔ x 100%
168 cm-100
Nafas : 24 x/ menit Dyspnoe: Tidak
=94,11%
Suhu : 370 C Edema : Tidak
Kesan: Normoweight
Eritema : Tidak
64 kg
Turgor : Baik IMT = x 100%
Gerakanaktif : Ya (
168 cm
100 )
Sikap tidur paksa : 2
=22,6 kg /m
Tidak
Kesan: Normoweight

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Dalam Batas Normal
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Perkusi: redup di basal kedua lapangan paru,
Auskultasi: ronkhi basah lobus bawah ke 2 lapang paru
Abdomen :Dalam Batas Normal
Extremitas : Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Laboratorium

51
Darah :Leukosit↓, HT↓, N.Stab↓, Monosit↑, LED↑, Ureum↓, GDS↑,
HbA1c↑, Na↓, K↓, Cl↓.
Urin :-
Tinja :-
Dll :-

Diagnosa Banding
1) Diabetes Miellitus Tipe 2 + TB Paru
2) Diabetes Miellitus Tipe 1 + TB Paru
3) Diabetes Miellitus Tipe Lain + TB Paru
4) Toleransi Glukosa terganggu + TB Paru
5) Diabetes Miellitus Gestasional + TB Paru

Diagnosis Sementara
Diabetes Miellitus Tipe 2 + TB Paru

Terapi
1. Aktivitas Tirah Baring
2. Diet MB Diet DM 1300 Kal
3. Medikamentosa
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
 Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
 Inj. Novomix 8-0-8 ui
 Rifampisin tab 1 x 400 mg
 Isoniazid tab 1 x 300 mg
 Pirazinamid tab 2 x 500 mg
 Ethambutol tab 2 x 500 mg

52
 Paracetamol tab 3 x 500 mg
 Vitamin B6 tab 1 x 1
 OBH syr 3 x C1

Pemeriksaan Anjuran/ Usul


 Darah rutin
 KGD
 HBA1C
 TTGO
 Foto thoraks
 Pemeriksaan sputum
 Urin Rutin

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

DISKUSI KASUS DM TIPE 2

Teori Kasus
Anamnesa Anamnesa
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih
banyak (Polyuria) banyak (Polyuria) (+)
2. Sering atau cepat merasa 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga
haus/dahaga (Polydipsia) (Polydipsia) (+)
3. Lapar yang berlebihan atau makan 3. Kehilangan berat badan yang tidak
banyak (Polyphagia) jelas sebabnya (-)

53
4. Frekuensi urine meningkat/kencing 4. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
terus (Glycosuria) (+)
5. Kehilangan berat badan yang tidak
jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung
syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan
secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan)
lambat penyembuhannya.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang


1. Glukosa Plasma Vena Sewaktu : 1. Glukosa Plasma Vena Sewaktu =394
>200 mg/dl mg/dl
2. Glukosa Plasma Vena Puasa: >126 2. Glukosa Plasma Vena Puasa(Tidak
mg/dl dilakukan pemeriksaan)
3. Glukosa 2 jam Post 3. Glukosa 2 jam Post Prandial (Tidak
Prandial>200mg/dl dilakukan pemeriksaan)
4. Glukosa jam ke-2 pada Tes 4. Glukosa jam ke-2 pada Tes(Tidak
Toleransi Glukosa Oral >200 mg/dl dilakukan pemeriksaan)
5. Pemeriksaan HbA1c >6,5% 5. Toleransi Glukosa Oral(Tidak
dilakukan Pemeriksaan)
6. Pemeriksaan HbA1c = 11,1%

Diagnosis banding Diagnosis banding


1. Diabetes mellitus tipe 2 1. Diabetes mellitus tipe 2
2. Diabetes mellitus tipe 1 2. Diabetes mellitus tipe 1
3. Diabetes mellitus tipe lain 3. Diabetes mellitus tipe lain
4. Diabetes mellitus kehamilan

54
Tatalaksana Tatalaksana
 Non-farmakologi  Non-farmakologi
1. Tirah baring 1. Tirah Baring (+)
2. MB, Diet DM 2. MB, Diet DM 1300 (kkal)
a. Farmakologi  Farmakologi
Terapi cairan IVFD RL 10gtt/menit
b. Simtomatik c. Simtomatik
1. Antipiretik 1. Paracetamol tab 3x500 mg
2. Ranitidin 2. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
3. Ondancetron 3. Inj. Ondancetron (-)
4. Domperidon 4. Domperidon (-)
5. Antibiotik 5. Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
6. Obat Antihiperglikemia injeksi 6. Inj. Novomix 3x18 ui
7. Obat Antihiperglikemia oral 7. Obat Antihiperglikemia oral (-)

Komplikasi Komplikasi
1. Komplikasi Akut : 1. Komplikasi Akut :
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD) a. Ketoasidosis Diabetik (KAD) (-)
b. Hiperosmolar non ketotik b. Hiperosmolar non ketotik
(HONK) (HONK) (-)
c. Hipoglikemi c. Hipoglikemi (-)
2. Komplikasi Kronis : 2. Komplikasi Kronis :
Makromiopati melibatkan : Makromiopati melibatkan:
a. Pembuluh darah jantung a. Pembuluh darah jantung(-)
b. Pembuluh darah tepi b. Pembuluh darah tepi (-)
c. Penyakit arteri perifer ulkus c. Penyakit arteri perifer ulkus
iskemik kaki merupakan iskemik kaki merupakan kelainan
kelainan yang pertama muncul. yang pertama muncul (-)
d. Pembuluh darah otak d. Pembuluh darah otak (-)

55
3. Mikromiopati 3. Mikromiopati
a. Retinopati diabetic a. Retinopati diabetikum (tidak
b. Nefropati diabetic dilakukan pemeriksaan)
b. Nefropati diabetic (tidak
dilakukan pemeriksaan)
4. Neuropati 4. Neuropati
a. Kaki terasa terbakar dan a. Kaki terasa terbakar dan bergetar
bergetar sendiri dan lebih teras sendiri dan lebih teras nyeri
nyeri didalam hari. didalam hari (-)
b. Kebas ujung-ujung jari b. ujung-ujung jari (-)
c. Ulkus kaki. c. Ulkus kaki (-)
5. Gabungan kardiopati : 5. Gabungan kardiopati :
Penyakit jatung coroner, Penyakit jatung coroner,
kardiomoipati kardiomoipati (-)
6. Rentan infeksi 6. Rentan infeksi
Kaki diabetic Kaki diabetik (-)
Prognosis Prognosis
Dubia, tergantung ketepatan Dubia, tergantung ketepatan
penatalaksanaan dan kepatuhan pasien penatalaksanaan dan kepatuhan pasien
meminum obat serta gaya hidup sehat meminum obat serta gaya hidup sehat
pasien. pasien.

Pencegahan Pencegahan
1. Meningkatkanpengetahuan diabetisi 1. Meningkatkan pengetahuan diabetisi
tentang penyakit dan pengolaannya tentang penyakit dan pengelolaannya
2. Aktivitas fisik (+)
3. Pola makan teratur 2. Aktivitas fisik (+)
4. Pengawasan kadar gula darah 3. Pola makan teratur (+)
4. Pengawasan kadar gula darah (+)

Edukasi Edukasi

56
 Pengetahuan tentang pemantauan  Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia serta cara gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan mengatasinya harus diberikan kepada
kepada pasien. pasien.

DISKUSI KASUS TUBERKULOSIS


Teori Kasus
Anamnesa Anamnesa
1. Batuk Berdahak 1. Batuk Berdahak (+)
2. Demam 2. Demam (+)
3. Malaise 3. Malaise (+)
4. Keringat malam 4. Keringat malam (+)
5. Penurunan berat badan 5. Penurunan berat badan (+)

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik


 Ronki Paru  Ronki paru (+)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaa Laboratorium:  Pemeriksaa Laboratorium:
1. Leukositosis 1. Leukositosis (+)

57
2. LED meningkat 2. LED meningkat (+)
3. Sputum BTA Positif 3. Sputum BTA Positif (+)
 Pemeriksaan foto toraks :  Pemeriksaan foto toraks :
1. Infiltrat 1. Infiltrat (+)
2. Kavitas 2. Kavitas (-)
3. Kalsifikasi 3. Kalsifikasi (-)
4. Fibrosis 4. Fibrosis (-)
5. Efusi pleura 5. Efusi pleura (-)

Diagnosa banding Diagnosa banding


1. TB Paru 1. TB Paru
2. Bronkitis 2. Bronkitis
3. Pneumonia 3. Pneumonia
4. Bronkopneumonia 4. Bronkopneumonia

Tatalaksana Tatalaksana
 Non medikamentosa :  Non medikamentosa
1. Tirah baring 1. Tirah baring
2. Nutrisi 2. Nutrisi
3. Cairan 3. Cairan
 Medikamentosa :  Medikamentosa
1. Cairan : IVFD RL 20gtt/i 1. Cairan : IVFD RL 20gtt/i
2. Rifampicin 400 mg tab 1x1 2. Rifampicin 400 mg tab 1x1
3. Isoniazid 300 mg tab 1x1 3. Isoniazid 300 mg tab 1x1
4. Pyrazinamide 500 mg tab 2x1 4. Pyrazinamide 500 mg tab 2x1
5. Etambutol 500 mg tab 2x1 5. Etambutol 500 mg tab 2x1
 Simtomatik  Simtomatik
1. Inj. Ranitidin 1 ampl 50mg/12 jam 1. Inj. Ranitidin 1 ampl 50mg/12 jam
2. Inj. Ketorolac 1 ampl 30mg/12 2. Inj. Ketorolac 1 ampl 30 mg/12 jam
jam 3. OBH syr 3xC1
3. OBH syr 3xC1

58
Komplikasi Komplikasi
1. Effuse pleura -
2. Pleuritis

Pencegahan Pencegahan
1. Obati penyakit yang menyertai 1. Obati penyakit yang menyertai keluhan
keluhan (+)
2. Tutupi mulut saat bersin dan batuk 2. Tutupi mulut saat bersin dan batuk (+)
3. Tidak membuang dahak atau ludah 3. Tidak membuang dahak atau ludah
sembarangan sembarangan (+)

Edukasi Edukasi
1. Minum obat hingga tuntas 1. Minum obat hingga tuntas (+)
2. Perhatikan perubahan gejala Anda 2. Perhatikan perubahan gejala Anda dan
dan ikuti rencana tindakan ikuti rencana tindakan (+)
3. Berjemur dibawah matahari pagi 3. Berjemur dibawah matahari pagi (+)
4. Sampaikan keluhan jika terasa 4. Sampaikan keluhan jika terasa
memberat memberat (+)
5. Tutupi mulut ketika batuk dan bersin 5. Tutupi mulut ketika batuk dan bersin
6. Sediakan ventilasi yang baik pada (+)
tempat tinggal 6. Sediakan ventilasi yang baik pada
tempat tinggal (+)

59
DAFTAR PUSTAKA

DIABETES MELITUS TIPE 2


1. American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care Vol 38;
2. Fatimah RN. Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority. 2015 Jan 26;4(5).
3. Sylvia A, Lorraine M, 2012. Patofisiologi; konsep klinis proses-proses
penyakit E/6 vol.1. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1262-1263
4. Widiningrum NF. Hubungan antara control glikemik dengan profil lipid
(pasien diabetes mellitus tipe II rawat inap dan rawat jalan di RSUD Adhyatma
periode 1januari-31 desember 2013) (doctoral dissertation, UNIMUS)
5. PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia,PERKENI, Jakarta.
6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (Indonesia) : FKUI; 2009

60
7. Himawan IW, Pulungan AB, Tridjaja B, Batubara JR. Komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang diabetes mellitus tipe 1. Sari Pediatri. 2016 Nov
29;10(6):367-72.
8. Leal, J., A.M. Gray, and P.M. Clarke, Development of life-expectancy tables
for people with type 2 diabetes. European Heart Journal, 2009. 30(7): p. 834-
839.
9. Soegondo S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam:Insulin : Farmakoterapi pada
Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK
UI pp. 1884

DAFTAR PUSTAKA TB
1. Global tuberculosis report 2017. ISBN 978-92-4-156551-6 © World Health
Organization 2017 Some rights reserved. This work is available under the
Creative Commons Attribution-NonCommercialShareAlike 3.0 IGO licence
(CC BY-NC-SA 3.0 IGO;
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/igo).
2. Alwi, Idrus. 2017. Penetalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam panduan
praktik kklinis.Internapublishing pusat. penerbitan ilmu penyakit dalam.
3. Kemenkes, R. I. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta
4. World Health Organization, 2018, WHO guidelines on tuberculosis infection
prevention and control. (WHO/CDS/TB/2019.1)
5. Fitriani, Eka. 2013. Faktor Fesiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Kampus Sekaran, Gunungpati, Serang Indonesia 500229 E-
mail: fik-unnes-smg@telkom.net
6. Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta : Dinas P2M
7. Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care, Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
8. Widoyono. 2008.Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga.

61
9. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007
10. Setyanto DB. Tantangan diagnosis TB pada anak. Dalam:Trihono PP, Djer
MM. Indawati W, penyunting. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak
pada tingkat pelayanan primer. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2013.hlm.16-7.
11. Rahajoe NR, Supriyatno R, Setyanto DB. Respirologi IDAI. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi ke-2. Jakarta:Badan Penerbit IDAI, 2008.
12. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014:1132-53.
13. WHO. Tuberculosis. 2017 [cited 2017 19 January]; Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/.
14. Heise, F.H., Prognosis of Pulmonary Tuberculosis. Canadian Medical
Association Journal, 1921. 11(5): p. 314-318.
15. Van Rie, A., et al., Exogenous reinfection as a cause of recurrent tuberculosis
after curative treatment. N Engl J Med, 1999. 341(16): p. 1174-9.

62

Anda mungkin juga menyukai