Disusun Oleh:
Salsabila Munirah Amir
Pembimbing:
dr. Rusdi Andid, Sp.A
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Diabetes Mellitus Tipe II”. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu tugas menjalani Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Rusdi Andid, Sp.A yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan
doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang.................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi.............................................................................................4
2.2 Epidemiologi....................................................................................4
2.3 Etiologi.............................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................7
2.5 Diagnosis..........................................................................................9
2.6 Komplikasi.....................................................................................11
2.7 Tatalaksana.....................................................................................12
2.8 Prognosis........................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................16
3.1 Identitas Pasien...............................................................................16
3.2 Identitas Keluarga...........................................................................16
3.3 Anamnesis......................................................................................16
3.2.1 Keluhan Utama........................................................................16
3.2.2 Keluhan Tambahan..................................................................16
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang.....................................................16
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu........................................................17
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga.....................................................17
3.2.6 Riwayat Penggunaan Obat.......................................................17
3.2.7 Riwayat Kehamilan Ibu...........................................................17
3.2.8 Riwayat Persalinan..................................................................17
3.2.9 Riwayat Imunisasi...................................................................17
3.2.10 Riwayat Tumbuh Kembang.....................................................17
3.2.11 Riwayat Pemberian Makanan..................................................17
3.4 Pemeriksaan Fisik...........................................................................17
3.4.1 Vital Sign.................................................................................17
3.4.2 Data Antropometri...................................................................18
3.4.3 Status Gizi................................................................................18
ii
3.4.4 Status General..........................................................................18
3.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................21
3.6 Diagnosis Banding.........................................................................24
3.7 Diagnosis........................................................................................25
3.8 Tatalaksana.....................................................................................25
3.9 Prognosis........................................................................................25
3.10 Foto Klinis......................................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................27
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus tipe-2 (DMT2) adalah kondisi dimana sel tubuh tidak
mampu merespon hormon insulin dengan baik. Insulin merupakan senyawa kimia
yang diproduksi oleh pankreas untuk menjamin glukosa masuk ke dalam sel.
Kegagalan insulin dalam bekerja mengakibatkan glukosa pembuluh darah
meningkat.1 Penyakit ini tergolong ke dalam penyakit tidak menular namun
mampu menjadi penyakit nomor urut ketujuh penyebab kematian terbanyak pada
tahun 2016.2 Sebelum pertengahan 1990, angka kejadian DMT2 hanya berkisar
antara 1-2%. Dengan meningkatnya angka prevalensi obesitas beberapa tahun ini,
insidensi DMT2 meningkat menjadi 25-45% dari total remaja di seluruh dunia.
Onset tertinggi DMT2 terjadi pada umur remaja anak, yaitu 13 tahun.3
Program Surveilans Pediatri Kanada (CPSP) telah mencatat setidaknya 2
dari 100.000 anak di bawah 18 tahun memiliki DMT2 setiap tahunnya.4 Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga mengemukakan bahwa dua dari seratus
masyarakat Indonesia mengalami diabetes mellitus.5 Terkhusus pada anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan angka kejadian DM pada anak 0-18
tahun meningkat 700 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun.6
Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
usia ≥15 tahun menurut provinsi, Daerah Khusus Ibukota Jakarta menduduki
peringkat pertama dengan angka 3,4% pada tahun 2018. Dari data tersebut juga
dapat disimpulkan wilayah perkotaan mempunyai tingkat kerentanan 1,9% lebih
banyak bila dibandingkan dengan pemukiman desa. Hal ini berkaitan dengan gaya
hidup serba pasif yang sering terjadi di perkotaan.5
Angka epidemiologi ini semakin meningkat dikarenakan faktor riwayat
keluarga dan gaya hidup yang tidak teratur. DMT2 dipengaruhi secara tidak
langsung oleh status sosioekonomi masyarakat dewasa yang rendah. Maka tidak
mengejutkan pula apabila anak dengan latar belakang sosioekonomi rendah juga
dapat mengidap diabetes tipe ini.3
5
Dengan kata lain, penelitian-penelitian dunia sudah memberitahukan akan
adanya peningkatan kejadian DMT2. Komorbid dan komplikasiyang menyertai
jenis gangguan pembuluh darah ini juga banyak sekali hingga mengancam nyawa.
Maka dari itu, diperlukan adanya penambahan informasi mengenai DMT2.3
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Resistensi Insulin
7
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin
yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia.
Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak
adekuat dari insulin signaling mulai dari pre-reseptor, reseptor, dan post-reseptor.
Secara molekuler beberapa faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis
resistensi insulin antara lain perubahan pada protein kinase B, mutasi protein
Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein IRS,
phosphatidylinositol-3-kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan mekanisme
molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).7,10
8
sel beta, akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa,
sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu kekurangan insulin
secara absolut.7,10
Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan
faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta itu
sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel
beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis
sel.7,10
Pada kondisi normal, sejumlah kecil sel beta mengalami apoptosis tetapi
diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Normalnya, ukuran sel beta juga
relatif konstan sehingga jumlah sel beta mampu dipertahankan. Seiring dengan
bertambahnya usia, kemampuan replikasi dan neogenesis sel juga akan menurun
sehingga jumlah sel beta akan menurun. Hal ini menjelaskan mengapa orang tua
lebih rentan terhadap terjadinya DMT2.7,10
Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel
beta, diantaranya adalah teori glukotoksisitas, lipotoksisitas, dan penumpukan
amiloid. Efek hiperglikemia terhadap sel beta pankreas dapat muncul dalam
beberapa bentuk. Pertama adalah desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan
sementara sel beta yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan
ini akan kembali normal bila glukosa darah berada dalam kadar normal. Kedua
adalah kerusakan reversibel sel beta pankreas yang merupakan kelainan yang
terjadi lebih dini dibandingkan glukotoksisitas. Ketiga adalah kerusakan sel beta
yang menetap.6,7
Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia akan
memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS yang berlebihan
akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Hiperglikemia kronik
merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya sintesis dan sekresi
insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.7,10
Aktivitas dan ketahanan sel beta pankreas juga dipengaruhi oleh kode
genetik. Penelitian untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab atas
penyakit dengan poligenik kompleks seperti DMT2 semakin digalakkan tiap
9
tahunnya.11 Penemuan awal dilaporkan oleh Studi Asosiasi Genom (GWAS)
bahwa sebuah polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada gen TCF7L2
mempengaruhi proses mutasi genetik, jaras dan fungsi pensinyalan Wnt pada
sitoplasma, serta sifat responsi dan proses sekresi sel beta pankreas. 11,12
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam terjadinya
penyakit DMT2. Faktor lingkungan tersebut adalah obesitas, jenis makanan,
keteraturan waktu makan dan kurangnya aktivitas fisik.10 Peningkatan berat badan
adalah faktor risiko terjadinya DMT2. Penelitian terbaru telah menelaah adanya
hubungan antara DMT2 dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi
yaitu faktor necrosis tumor-α (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin,
gangguan metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi
mitokondria, dan stres retikulum endoplasma.3,10,11
2.4 Patofisiologi
10
Gambar 2.2 The Omnious Octet of Hyperglycemia7
11
Selain delapan jaras yang sudah disebutkan, terdapat dua abnormalitas
patofisiologi pada resistensi insulin otot yaitu automatisasi dalam pengaktifan
respon inflamasi dan vasodilatasi yang ditengarai oleh insulin.7
2.5 Diagnosis
<5,7%** 5,7-6,4%**
HemoglobinA1c ≥6,5%
<6,0%*** 6,0-6,4%***
<100mg/dL** 100-125mg/dL**
Glukosa plasma puasa ≥126mg/dL
<110mg/dL*** 110-125mg/dL***
Glukosa plasma setelah 2
<140mg/dL 140-199mg/dL ≥200mg/dL
jam TTGO
Ket:
TTGO, Tes Toleransi Glukosa Oral
*Metabolisme glukosa normal
**American Diabetes Association
***World Health Organization
12
Apabila proses penegakan diagnosis diabetes masih meragukan, diagnosis
dapat dilaksanakan dengan menjalani tes toleransi glukosa. Selama tes ini
diperlukan adanya penghitungan kebutuhan glukosa pasien dan seiring
berjalannya kurun waktu tertentu dapat dilihat seberapa banyak glukosa yang
dikonsumsi oleh tubuh apakah sesuai dengan perkiraan atau tidak.1
13
merupakan pembeda namun pada kenyataannya, membedakan DMT1 dan DMT2
tidak selalu mudah dikarenakan adanya hal-hal berikut:8
1. Obesitas yang memungkinkan penderita DMT1 memiliki sisa kadar c-
peptide yang tinggi.
2. Ketergantungan insulin maupun proses glukotoksisitas pada penderita
DMT2 yang sudah mengalami ketosis atau ketoasidosis dalam perjalanan
penyakitnya mampu merendahkan kadar insulin atau c-peptide.
3. Resistensi insulin dan obesitas yang diderita pasien DMT2 diketahui
merupakan faktor risiko penyakit autoimun sehingga dapat dijumpai
adanya autoantibodi yng serupa dengan DMT1.
Salah satu cara membedakan DMT1 dan DMT2 yang paling mungkin
digunakan adalah pemeriksaan rutin terhadap c-peptide dalam kurun waktu 12-24
bulan setelah didiagnosis karena studi epidemiologi sudah membuktikan sangat
jarang pasien DMT1 masih mempunyai kadar c-peptide yang normal pada waktu
tersebut.7,8
2.6 Komplikasi
Ada empat hal utama yang mendasari terjadinya komplikasi kronis DMT2
yaitu, meningkatnya HbA1c, glukosa plasma puasa, dan glukosa post prandial
serta meningkatnya variabilitas glukosa. Keempat hal ini disebut tetrad concept,
merupakan keadaan yang harus diperbaiki dalam penatalaksanaan DMT2 agar
mampu mencegah ataupun memperlambat timbulnya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.7,10
Hiperglikemia kronik dan fluktuasi kadar glukosa darah akut merupakan
komponen yang menyebabkan terjadinya komplikasi kronik diabetes melalui dua
mekanisme utama, yaitu glikasi protein yang berlebihan dan stres oksidatif.10
Diabetes melitus menyebabkan komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh karena adanya
resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular lebih umum disebabkan
oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini diawali dengan terjadinya
disfungsi endotel akibat proses glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel.10
14
Disfungsi endotel memiliki peranan penting dalam mempertahankan
homeostasis pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik antara dinding
pembuluh darah dengan lumen, endotel menyekresikan sejumlah mediator yang
mengatur agregasi trombosit, koagulasi, fibrinolisis, dan tonus otot vaskular.
Istilah disfungsi endotel mengacu pada kondisi dimana endotel kehilangan fungsi
fisiologisnya seperti kecenderungan untuk meningkatkan vasodilatasi, fibrinolisis,
dan anti- agregasi. Sel endotel mensekresikan beberapa mediator yang dapat
menyebabkan vasokontriksi seperti endotelin-a dan tromboksan A2, atau
vasodilatasi seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, dan endothelium-derived
hyperpolarizing factor. NO memiliki peranan utama pada vasodilatasi pembuluh
darah arteri.7,10
Pada pasien DMT2 disfungsi endotel hampir selalu ditemukan, karena
hiperglikemia kronis memicu terjadinya gangguan produksi dan aktivitas NO,
sedangkan endotel memiliki keterbatasan intrinsik untuk memperbaiki diri.
Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia menyebabkan terjadinya proses
apoptosis yang mengawali kerusakan tunika intima. Pada sel endotel yang telah
mengalami apoptosis, akan terjadi pula aktivasi vascular endothelial-cadherin
yang akan menyebabkan apoptosis sel-sel sekitar pada daerah yang rentan
mengalami aterosklerosis.7,10
2.7 Tatalaksana
15
Gambar 2.3 Perbandingan antara massa dan fungsi kerja sel beta7
Hanya ada dua obat yang dianjurkan FDA (Food and Drug Administration)
untuk mengatasi DMT2 pada anak yaitu metformin dan insulin.14,15
16
Metformin
FDA sudah mengesahkan penggunaan metformin sebagai pengobatan obat
hipoglikemi oral tunggal untuk pasien DMT2 yang berumur kurang dari 18 tahun
pada tahun 2000 silam.15 Metformin diketahui berperan dalam meningkatkan
sensitivitas insulin hepatik, menurunkan produksi glukosa hati, meningkatkan
pemanfaatan glukosa pada jaringan terkait, dan mengurangi proses lipogenesis.15
Berbagai penelitian mengenai cara kerja metformin sudah dilaksanakan
namun penjelasan yang paling memadai adalah metformin dapat mengaktivasi
enzim 5’ adenosien monophosphat-protein kinase dan menekan produksi glukosa
hepatosit. Metformin diketahui juga diketahui tidak menambah berat badan pasien
terutama apabila dibarengi oleh diet makanan ketat dan olahraga teratur. 14,15 Obat
ini juga tidak menimbulkan efek hipoglikemi seperti yang ditakutkan pada OHO
lainnya. Selain efek samping gastrointestinal seperti diare, kram perut, dan
kembung, metformin juga dapat meningkatkan risiko defisienso vitamin B-12.
Efek samping yang telah disebutkan akan menjadi kontraindikasi pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis. Pengurangan dosis dapat ditoleransi dengan
memperkirakan laju filtrasi glomerulus pasien.15
Insulin
Selain perubahan gaya hidup, insulin, dengan atau tanpa kombinasi bersama
metformin, harus diberikan apabila pasien memiliki kadar HbA1c ≥9,5%,
konsentrasi glukosa serum >250mg/dL, adanya pembentukan keton, atau tipe
diabetes tidak diketahui.15,16 Insulin dapat dikurangi secara bertahap apabila pasien
mampu dengan stabil mengontrol glukosa, toksisitas glukosa dan sindroma
diabetik teratasi, serta metabolisme tubuh kembali stabil.15
17
Sebagai kesimpulan, tatalaksana DMT2 yang komprehensif dapat dilihat
pada bagan berikut.10
2.8 Prognosis
Secara umum, diabetes mellitus tipe-2 memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan beberapa tipe diabetes yang lain. Diabetes mellitus tipe-2
merupakan gangguan yang sering terjadi oleh karena gaya hidup yang tidak
tepat.17 Karenanya penurunan massa tubuh pada anak atau remaja dengan obesitas
primer tanpa faktor genetik akan memperbaiki gejala klinis secara keseluruhan. 16
Walaupun memiliki faktor genetik yang diperkirakan dapat memperburuk
18
prognosis, pasien yang mendapat penanganan dietetik tetap akan mengalami
perbaikan klinis daripada tidak ditangani secara dietetik sama sekali.12
19
BAB III LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
Inisial Pasien : FY
No. Rekam Medis : 1-24-04-54
Tanggal Lahir : 7 Maret 2005
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 15 tahun 0 bulan
Agama : Islam
Alamat : Desa Pusong Baru Kec. Banda Sakti, Kota
Lhokseumawe
Tanggal Masuk RS : 10 Maret 2020
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2020
Inisial Ayah :R
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Pusong Baru Kec. Banda Sakti, Kota
Lhokseumawe
3.3 Anamnesis
Alloanamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran.
3.2.2 Keluhan Tambahan
Muntah.
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak ±1 hari sebelum masuk RS
TNI-AD Lhokseumawe. Awalnya pasien sedang berkumpul dengan teman-
temannya, saat sedang berjalan pasien terjatuh ke parit karena didorong oleh
20
temannya dan membentur dinding parit. Pasien mengaku sadar saat terjatuh
namun keesokan paginya pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien juga
mengeluhkan muntah satu kali. Pingsan dan kejang disangkal. Setelah melakukan
pemeriksaan darah rutin, diketahui KGDS pasien 291mg/dL.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu tidak ada.
21
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu Tubuh : 36,7ºC
SpO2 : 99%
3.4.2 Data Antropometri
TB Aktual : 155cm
TB Baku untuk Umur : 162 cm
BB Aktual : 40kg
BB Baku untuk Umur : 52kg
Height Age (HA) : Umur berdasarkan TB Aktual
: 12 tahun, 6 bulan
Berat Badan Ideal (BBI) : BB berdasarkan HA
: 44kg
3.4.3 Status Gizi
TB Aktual
TB/U : ×100 %
TB Baku untuk Umur
: 155/162 = 95%
BB Aktual
BB/U : × 100 %
BB Baku untuk Umur
: 40/52 = 76%
BB Aktual
BB/TB : ×100 %
BBI
: 40/44 = 90%
Status Gizi : Gizi Baik
3.4.4 Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Edema : Tidak ada
22
Rambut : Tidak ada (post craniotomy)
Wajah : Simetris, luka lecet (+)
Mata : Hematome ar palpebrae sinistra, kelopak mata bengkak
dan nyeri kiri dan kanan, konjungtiva palpebrae tidak pucat,
ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3mm/3mm, kornea dan lensa
jernih, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks cahaya
tidak langsung (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir simetris, perdarahan (-/-), tidak ada sianosis, mukosa
bibir kering
Leher : Trakea di tengah, massa (-), Range of Motion (ROM)
bebas
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi
Statis : Simetris, retraksi (-)
Dinamis : Simetris, retraksi (-)
Paru-Paru
Depan Paru Kanan Paru Kiri
Nyeri (-), fremitus Nyeri (-), fremitus
Palpasi
normal normal
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Auskultasi Rhonki (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
23
Wheezing (-) Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (-), distensi (-), jejas (-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), hepar teraba 3 cm, lien teraba
pada Schuffner 4
Perkusi : Pekak pada kuadran kanan dan kiri atas, timpani pada
kuadran kiri bawah, dan kanan bawah
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Genitalia
Inspeksi : Wanita, tidak ada kelainan
Ekstremitas
Penilaia Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
n
Sianosis - - - -
Ikterik - - - -
Edema - - - -
Pucat - - - -
Akral + + + +
Hangat
24
3.5 Pemeriksaan Penunjang
25
BEecf - -11 mmol/L
HCO3 - 15,5 mmol/L
TCO2 - 16 mmol/L
SAO2 - 100 95-99 %
26
Pemeriksaan Radiologi
1. CT Scan Kepala (10/03/2020)
27
Hasil Pemeriksaan
EDH ar Temporal Dextra
ICH Contussional Grade III
28
2. Foto Thorax PA (10/03/2020)
Hasil Pemeriksaan
Kesan normal.
29
3.7 Diagnosis
3.8 Tatalaksana
a. Terapi Medikamentosa
- IVFD N5 74cc/jam
- Paracetamol Drip 1gram extra
- Citicolin 500mg/12 jam IV
- Novalgin 1gram/8 jam IV
- Dexamethason 5mg/8 jam IV
- Phenitoin Loading Dose 500mg IV
- Phenitoin Maintenance 100mg/12 jam
- Chloramphenicol Salap Mata/24 jam ODS
- Betahistin 1tab/8 jam PO
b. Terapi Non Medikamentosa
- Ventilator mode PC
- NGT
- DIC
c. Edukasi
3.9 Prognosis
30
3.10 Foto Klinis
31
BAB IV PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
32
Pubertas berperan penting di dalam perkembangan DM tipe-2 pada anak.
Selama pubertas, terdapat peningkatan resistensi terhadap aksi insulin yang
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia. Sesudah pubertas, respons insulin
basal dan terstimulasi menurun. Peningkatan hormon pertumbuhan pada masa
pubertas diduga juga berperan terhadap terjadinya resistensi insulin selama
pubertas. Oleh karena itu tidak mengherankan jika munculnya DM tipe-2
bersamaan dengan usia pertengahan pubertas.7,10
Efek dari obesitas terhadap metabolisme glukosa telah terbukti. Anak
dengan berat badan di atas normal lebih berisiko mengalami hiperinsulinemia. Hal
ini karena terdapat hubungan yang terbalik antara sensitivitas insulin dan lemak
viseral. Pengaruh lemak viseral lebih kuat daripada lemak subkutan. Jaringan
adiposa yang berkembang pada kondisi obes mensintesis dan mensekresi
metabolit dan protein signaling seperti leptin, adiponektin dan TNF-alfa. Faktor-
faktor ini diketahui mengganggu sekresi insulin dan sensitivitasnya dan bahkan
merupakan penyebab resistensi insulin dalam berbagai percobaan klinis.7,10
Aktivitas dan ketahanan sel beta pankreas juga dipengaruhi oleh kode
genetik. Penelitian untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab atas
penyakit dengan poligenik kompleks seperti DMT2 semakin digalakkan tiap
tahunnya.11 Penemuan awal dilaporkan oleh Studi Asosiasi Genom (GWAS)
bahwa sebuah polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada gen TCF7L2
mempengaruhi proses mutasi genetik, jaras dan fungsi pensinyalan Wnt pada
sitoplasma, serta sifat responsi dan proses sekresi sel beta pankreas. 11,12
33
BAB V KESIMPULAN
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
12. Huang ZQ, Liao YQ, Huang RZ, Chen JP, Sun HL. Possible Role of
TCF7L2 in The Pathogenesis of Type-2 Diabetes Mellitus.
Biotechnology and Biotechnological Equipment. 2018;32(4):830–4.
13. WHO. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. World
Health Organization. 2007;2002(May):1–260.
35
36
16. Levitt Katz LE, Bacha F, Gidding SS, Weinstock RS, El ghormli L,
Libman I, et al. Lipid Profiles, Inflammatory Markers and Insulin
Therapy in Youth with Type-2 Diabetes. Journal of Pediatrics.
2018;196:208-216.e2.