Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

DIABETES MELLITUS TIPE II

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Salsabila Munirah Amir

Pembimbing:
dr. Rusdi Andid, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNSYIAH/RSUD ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Diabetes Mellitus Tipe II”. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu tugas menjalani Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Rusdi Andid, Sp.A yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan
doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang.................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi.............................................................................................4
2.2 Epidemiologi....................................................................................4
2.3 Etiologi.............................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................7
2.5 Diagnosis..........................................................................................9
2.6 Komplikasi.....................................................................................11
2.7 Tatalaksana.....................................................................................12
2.8 Prognosis........................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................16
3.1 Identitas Pasien...............................................................................16
3.2 Identitas Keluarga...........................................................................16
3.3 Anamnesis......................................................................................16
3.2.1 Keluhan Utama........................................................................16
3.2.2 Keluhan Tambahan..................................................................16
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang.....................................................16
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu........................................................17
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga.....................................................17
3.2.6 Riwayat Penggunaan Obat.......................................................17
3.2.7 Riwayat Kehamilan Ibu...........................................................17
3.2.8 Riwayat Persalinan..................................................................17
3.2.9 Riwayat Imunisasi...................................................................17
3.2.10 Riwayat Tumbuh Kembang.....................................................17
3.2.11 Riwayat Pemberian Makanan..................................................17
3.4 Pemeriksaan Fisik...........................................................................17
3.4.1 Vital Sign.................................................................................17
3.4.2 Data Antropometri...................................................................18
3.4.3 Status Gizi................................................................................18

ii
3.4.4 Status General..........................................................................18
3.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................21
3.6 Diagnosis Banding.........................................................................24
3.7 Diagnosis........................................................................................25
3.8 Tatalaksana.....................................................................................25
3.9 Prognosis........................................................................................25
3.10 Foto Klinis......................................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................27
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

iii
iv
BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus tipe-2 (DMT2) adalah kondisi dimana sel tubuh tidak
mampu merespon hormon insulin dengan baik. Insulin merupakan senyawa kimia
yang diproduksi oleh pankreas untuk menjamin glukosa masuk ke dalam sel.
Kegagalan insulin dalam bekerja mengakibatkan glukosa pembuluh darah
meningkat.1 Penyakit ini tergolong ke dalam penyakit tidak menular namun
mampu menjadi penyakit nomor urut ketujuh penyebab kematian terbanyak pada
tahun 2016.2 Sebelum pertengahan 1990, angka kejadian DMT2 hanya berkisar
antara 1-2%. Dengan meningkatnya angka prevalensi obesitas beberapa tahun ini,
insidensi DMT2 meningkat menjadi 25-45% dari total remaja di seluruh dunia.
Onset tertinggi DMT2 terjadi pada umur remaja anak, yaitu 13 tahun.3
Program Surveilans Pediatri Kanada (CPSP) telah mencatat setidaknya 2
dari 100.000 anak di bawah 18 tahun memiliki DMT2 setiap tahunnya.4 Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga mengemukakan bahwa dua dari seratus
masyarakat Indonesia mengalami diabetes mellitus.5 Terkhusus pada anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan angka kejadian DM pada anak 0-18
tahun meningkat 700 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun.6
Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
usia ≥15 tahun menurut provinsi, Daerah Khusus Ibukota Jakarta menduduki
peringkat pertama dengan angka 3,4% pada tahun 2018. Dari data tersebut juga
dapat disimpulkan wilayah perkotaan mempunyai tingkat kerentanan 1,9% lebih
banyak bila dibandingkan dengan pemukiman desa. Hal ini berkaitan dengan gaya
hidup serba pasif yang sering terjadi di perkotaan.5
Angka epidemiologi ini semakin meningkat dikarenakan faktor riwayat
keluarga dan gaya hidup yang tidak teratur. DMT2 dipengaruhi secara tidak
langsung oleh status sosioekonomi masyarakat dewasa yang rendah. Maka tidak
mengejutkan pula apabila anak dengan latar belakang sosioekonomi rendah juga
dapat mengidap diabetes tipe ini.3

5
Dengan kata lain, penelitian-penelitian dunia sudah memberitahukan akan
adanya peningkatan kejadian DMT2. Komorbid dan komplikasiyang menyertai
jenis gangguan pembuluh darah ini juga banyak sekali hingga mengancam nyawa.
Maka dari itu, diperlukan adanya penambahan informasi mengenai DMT2.3

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia persisten yang


disebabkan oleh ketidakcukupan sekresi insulin, resistensi insulin atau kombinasi
antara keduanya.7,8 Hiperglikemia atau kenaikan glukosa di dalam darah adalah
gejala umum pada diabetes yang tidak terkontrol. Insulin adalah hormon yang
mengatur pergerakan glukosa tubuh.1,9 Penyakit kronis ini juga ditandai dengan
adanya disregulasi metabolisme karbohidrat, protein dan lipid.7

2.2 Epidemiologi

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 sudah melaporkan


prevalensi global diabetes menyentuh angka 9,3% dari total populasi bumi. IDF
juga sudah mencatat angka kematian global yang diakibatkan oleh DMT2 adalah
4,2 juta jiwa. Untuk regio Asia Tenggara 8,8% dari total 997,4 juta penduduk
mengalami diabetes dengan kematian sebab diabetes pada umur 20-79 tahun
adalah 1,1 juta jiwa.9
Penelitian epidemiologi yang dilakukan World Health Organization
(WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. 10 Berdasarkan
data dari IDF 2019, Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia, disertai
kenaikan jumlah penyandang DM dari 10,7 juta pada tahun 2019 menjadi 16,6
juta pada tahun 2045.9
Pemaparan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengklaim prevalensi
diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada warga dengan umur ≥15
tahun di Provinsi Aceh adalah ±2,5%. Angka ini diketahui lebih tinggi dari rata-
rata nasional yaitu 2%.5

2.3 Etiologi

Resistensi Insulin

7
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin
yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia.
Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan kemampuan yang tidak
adekuat dari insulin signaling mulai dari pre-reseptor, reseptor, dan post-reseptor.
Secara molekuler beberapa faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis
resistensi insulin antara lain perubahan pada protein kinase B, mutasi protein
Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein IRS,
phosphatidylinositol-3-kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan mekanisme
molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).7,10

Gambar 2.1 Mekanisme Resistensi Insulin7

Disfungsi Sel Beta Pankreas


Sel beta pankreas normal dapat memproduksi insulin secukupnya untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Namun, pada pasien DMT2, sel
beta pankreas yang sudah melakukan banyak kompensasi tubuh berkurang
fungsinya hinga 50% sehingga tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat.
Pada tahap lanjut dari perjalanan DMT2, jaringan amiloid mengganti eksistensi

8
sel beta, akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa,
sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu kekurangan insulin
secara absolut.7,10
Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan
faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta itu
sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel
beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis
sel.7,10
Pada kondisi normal, sejumlah kecil sel beta mengalami apoptosis tetapi
diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Normalnya, ukuran sel beta juga
relatif konstan sehingga jumlah sel beta mampu dipertahankan. Seiring dengan
bertambahnya usia, kemampuan replikasi dan neogenesis sel juga akan menurun
sehingga jumlah sel beta akan menurun. Hal ini menjelaskan mengapa orang tua
lebih rentan terhadap terjadinya DMT2.7,10
Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel
beta, diantaranya adalah teori glukotoksisitas, lipotoksisitas, dan penumpukan
amiloid. Efek hiperglikemia terhadap sel beta pankreas dapat muncul dalam
beberapa bentuk. Pertama adalah desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan
sementara sel beta yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan
ini akan kembali normal bila glukosa darah berada dalam kadar normal. Kedua
adalah kerusakan reversibel sel beta pankreas yang merupakan kelainan yang
terjadi lebih dini dibandingkan glukotoksisitas. Ketiga adalah kerusakan sel beta
yang menetap.6,7
Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia akan
memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS yang berlebihan
akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Hiperglikemia kronik
merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya sintesis dan sekresi
insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.7,10
Aktivitas dan ketahanan sel beta pankreas juga dipengaruhi oleh kode
genetik. Penelitian untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab atas
penyakit dengan poligenik kompleks seperti DMT2 semakin digalakkan tiap

9
tahunnya.11 Penemuan awal dilaporkan oleh Studi Asosiasi Genom (GWAS)
bahwa sebuah polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada gen TCF7L2
mempengaruhi proses mutasi genetik, jaras dan fungsi pensinyalan Wnt pada
sitoplasma, serta sifat responsi dan proses sekresi sel beta pankreas. 11,12

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam terjadinya
penyakit DMT2. Faktor lingkungan tersebut adalah obesitas, jenis makanan,
keteraturan waktu makan dan kurangnya aktivitas fisik.10 Peningkatan berat badan
adalah faktor risiko terjadinya DMT2. Penelitian terbaru telah menelaah adanya
hubungan antara DMT2 dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi
yaitu faktor necrosis tumor-α (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin,
gangguan metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi
mitokondria, dan stres retikulum endoplasma.3,10,11

2.4 Patofisiologi

Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit multifaktorial yang melibatkan


genetik dan faktor lingkungan. Perubahan yang terjadi secara patofisiologik
ditandai dengan adanya disfungsi sel beta pankreas, resistensi insulin dan
inflamasi menahun. Perubahan-perubahan tersebut menghambat progresivitas sel
dalam mengontrol kadar gula darah dan mengakibatkan komplikasi baik secara
mikrovaskular maupun makrovaskular.7

10
Gambar 2.2 The Omnious Octet of Hyperglycemia7

Sehubungan dengan adanya hiperglikemia pada DMT2 ini setidaknya ada


delapan jaras patofisiologi yang berkontribusi dalam homeostasis glukosa, yaitu
the omnious octet:7,10
1. Sel beta pankreas gagal mensekresikan insulin yang cukup dalam upaya
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin.
2. Pada hepar terjadi peningkatan produksi glukosa dalam keadaan basal
sebab adanya resistensi insulin.
3. Pada otot terjadi gangguan kinerja insulin yaitu gangguan dalam
transportasi dan utilisasi glukosa.
4. Pada sel lemak, resistensi insulin menyebabkan lipolisis yang terus
meningkat dan lipogenesis semakin berkurang.
5. Pada usus terjadi defisiensi GLP-1 dan berkurangnya incretin effect,
yaitu suatu peranan hormon inkretin yang mampu mengontrol sirkulasi
insulin.
6. Sel alpha pankreas pasien DMT2 meningkatan sintesis glukagon dalam
keadaan puasa.
7. Pada ginjal terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga reabsorpsi
glukosa meningkat.
8. Pada otak, resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan.

11
Selain delapan jaras yang sudah disebutkan, terdapat dua abnormalitas
patofisiologi pada resistensi insulin otot yaitu automatisasi dalam pengaktifan
respon inflamasi dan vasodilatasi yang ditengarai oleh insulin.7

2.5 Diagnosis

Diagnosis DMT2 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa


darah.1,7,8 Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan darah vena
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai standar WHO. Untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler.10
Kecurigaan adanya DMT2 menjadi tegak apabila terdapat keluhan klasik
berupa; poliuria, polidipsia, polifagia, nokturia, dan penurunan beratbadan yang
tidak mampu dijelaskan sebabnya.8,10 Keluhan lain dapat berupa: lemas,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita.10
Penegakan diagnosis DMT2 dilakukan dengan dua tahap, pertama adalah
menegakkan diagnosis diabetes mellitus dan selanjutnya menentukan tipe diabetes
mellitus. Penegakan diabetes mellitus dapat dilihat dari tabel referensi berikut ini.8

Tabel 2.1 Nilai Referensi Diagnosis DMT27

Parameter Normal* Pradiabetes DMT2

<5,7%** 5,7-6,4%**
HemoglobinA1c ≥6,5%
<6,0%*** 6,0-6,4%***
<100mg/dL** 100-125mg/dL**
Glukosa plasma puasa ≥126mg/dL
<110mg/dL*** 110-125mg/dL***
Glukosa plasma setelah 2
<140mg/dL 140-199mg/dL ≥200mg/dL
jam TTGO
Ket:
TTGO, Tes Toleransi Glukosa Oral
*Metabolisme glukosa normal
**American Diabetes Association
***World Health Organization

12
Apabila proses penegakan diagnosis diabetes masih meragukan, diagnosis
dapat dilaksanakan dengan menjalani tes toleransi glukosa. Selama tes ini
diperlukan adanya penghitungan kebutuhan glukosa pasien dan seiring
berjalannya kurun waktu tertentu dapat dilihat seberapa banyak glukosa yang
dikonsumsi oleh tubuh apakah sesuai dengan perkiraan atau tidak.1

Tabel 2.2 Karakteristik DM tipe-1, DM tipe-2, dan diabetes monogenik pada


remaja8
Karakteristik Tipe-1 Tipe-2 Monogenik

Genetik Poligenik Poligenik Monogenik


Usia 6 bulan sampai Bervariasi: bisa Biasanya pasca
dewasa muda lambat dan ringan, pubertal, kecuali
sering tanpa akibat mutasi gen
gejala, sampai GCK dan diabetes
berat neonatal
Gambaran Klinis Biasanya akut Bervariasi: Bervariasi
perlahan, ringan,
sampai berat
Autoimunitas Ya Tidak Tidak
Ketosis Sering Jarang Sering pada
diabetes neonatal,
jarang pada yang
lain
Obesitas Sesuai dengan Lebih sering Sesuai dengan
prevalensi obesitas prevalensi obesitas
di populasi di populasi
Acanthosis Tidak Ya Tidak
nigricans
Persentase dari Biasanya >90% Pada umumnya 1-4%
seluruh DM anak <10% (60-80% do
Jepang)
Orangtua 2-4% 80% 90%
menderita DM

Sesuai patogenesisnya, DM tipe-1 memiliki proses autoimun yang


menghancurkan sel beta pankreas dan DM tipe-2 merupakan proses resistensi
insulin. dari paparan tersebut jelas bahwa pada DMT1 kadar insulin atau c-peptide
akan semakin rendah sedangkan pada DMT2 kadar insulin atau c-peptide akan
normal atau meningkat. DMT1 juga akan mendeteksi autoantibodi terhadap sel
beta pankreas sedangkan pada DMT2 tidak. 7,8 Kedua hal tersebut secara teoretis

13
merupakan pembeda namun pada kenyataannya, membedakan DMT1 dan DMT2
tidak selalu mudah dikarenakan adanya hal-hal berikut:8
1. Obesitas yang memungkinkan penderita DMT1 memiliki sisa kadar c-
peptide yang tinggi.
2. Ketergantungan insulin maupun proses glukotoksisitas pada penderita
DMT2 yang sudah mengalami ketosis atau ketoasidosis dalam perjalanan
penyakitnya mampu merendahkan kadar insulin atau c-peptide.
3. Resistensi insulin dan obesitas yang diderita pasien DMT2 diketahui
merupakan faktor risiko penyakit autoimun sehingga dapat dijumpai
adanya autoantibodi yng serupa dengan DMT1.

Salah satu cara membedakan DMT1 dan DMT2 yang paling mungkin
digunakan adalah pemeriksaan rutin terhadap c-peptide dalam kurun waktu 12-24
bulan setelah didiagnosis karena studi epidemiologi sudah membuktikan sangat
jarang pasien DMT1 masih mempunyai kadar c-peptide yang normal pada waktu
tersebut.7,8

2.6 Komplikasi

Ada empat hal utama yang mendasari terjadinya komplikasi kronis DMT2
yaitu, meningkatnya HbA1c, glukosa plasma puasa, dan glukosa post prandial
serta meningkatnya variabilitas glukosa. Keempat hal ini disebut tetrad concept,
merupakan keadaan yang harus diperbaiki dalam penatalaksanaan DMT2 agar
mampu mencegah ataupun memperlambat timbulnya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.7,10
Hiperglikemia kronik dan fluktuasi kadar glukosa darah akut merupakan
komponen yang menyebabkan terjadinya komplikasi kronik diabetes melalui dua
mekanisme utama, yaitu glikasi protein yang berlebihan dan stres oksidatif.10
Diabetes melitus menyebabkan komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh karena adanya
resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular lebih umum disebabkan
oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini diawali dengan terjadinya
disfungsi endotel akibat proses glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel.10

14
Disfungsi endotel memiliki peranan penting dalam mempertahankan
homeostasis pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik antara dinding
pembuluh darah dengan lumen, endotel menyekresikan sejumlah mediator yang
mengatur agregasi trombosit, koagulasi, fibrinolisis, dan tonus otot vaskular.
Istilah disfungsi endotel mengacu pada kondisi dimana endotel kehilangan fungsi
fisiologisnya seperti kecenderungan untuk meningkatkan vasodilatasi, fibrinolisis,
dan anti- agregasi. Sel endotel mensekresikan beberapa mediator yang dapat
menyebabkan vasokontriksi seperti endotelin-a dan tromboksan A2, atau
vasodilatasi seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, dan endothelium-derived
hyperpolarizing factor. NO memiliki peranan utama pada vasodilatasi pembuluh
darah arteri.7,10
Pada pasien DMT2 disfungsi endotel hampir selalu ditemukan, karena
hiperglikemia kronis memicu terjadinya gangguan produksi dan aktivitas NO,
sedangkan endotel memiliki keterbatasan intrinsik untuk memperbaiki diri.
Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia menyebabkan terjadinya proses
apoptosis yang mengawali kerusakan tunika intima. Pada sel endotel yang telah
mengalami apoptosis, akan terjadi pula aktivasi vascular endothelial-cadherin
yang akan menyebabkan apoptosis sel-sel sekitar pada daerah yang rentan
mengalami aterosklerosis.7,10

2.7 Tatalaksana

Manajemen pada DMT2 yang sangat komplek memerlukan penangan yang


cepat, tepat dan rutin. Terutama dengan adanya gangguan secara patofisiologis
dan pemantauan ketat terhadap ABCDE of diabetes management (age, body
weight, complications, duration, education, and expense).7 Pencegahan secara
mikrovaskular terfokus pada kadar glikemik normal sedangkan pencegahan secara
makrovaskular membutuhkan penanganan faktor risiko kardiovaskular yang
sering diakibatkan oleh sindroma metabolik resistensi insulin. 1,7 Pemantauan
terhadap kadar glukosa darah normal diperlukan untuk melihat respon tubuh
terhadap insulin dan mencegah komplikasi.1
Tahap pertama menangani pasien DMT2 adalah meningkatkan kualitas dan
kuantitas aktivitas fisik, terutama olahraga. Selanjutnya diperlukan adanya
penjagaan ketat terhadap diet dan porsi sehat massa tubuh.1,13

15
Gambar 2.3 Perbandingan antara massa dan fungsi kerja sel beta7

Modifikasi gaya hidup merupakan dasar manajemen DM tipe-2. Namun


telah disadari bahwa hal ini tidak mudah sehingga target kadar gula darah sering
tidak tercapai. Konsensus pakar menunjukkan bahwa hanya 10% penderita DM
tipe-2 anak/remaja yang berhasil mengendalikan kadar gula darah dengan
perubahan gaya hidup saja. Bagaimanapun juga pemberian obat hipoglikemi
sangat mampu membantu progresivitas penyembuhan penyakit ini.10
Tujuan terapi medikamentosa DM tipe-2 adalah:10
- memperbaiki resistensi insulin
- meningkatkan sekresi insulin endogen, atau
- memberikan insulin eksogen

Hanya ada dua obat yang dianjurkan FDA (Food and Drug Administration)
untuk mengatasi DMT2 pada anak yaitu metformin dan insulin.14,15

16
Metformin
FDA sudah mengesahkan penggunaan metformin sebagai pengobatan obat
hipoglikemi oral tunggal untuk pasien DMT2 yang berumur kurang dari 18 tahun
pada tahun 2000 silam.15 Metformin diketahui berperan dalam meningkatkan
sensitivitas insulin hepatik, menurunkan produksi glukosa hati, meningkatkan
pemanfaatan glukosa pada jaringan terkait, dan mengurangi proses lipogenesis.15
Berbagai penelitian mengenai cara kerja metformin sudah dilaksanakan
namun penjelasan yang paling memadai adalah metformin dapat mengaktivasi
enzim 5’ adenosien monophosphat-protein kinase dan menekan produksi glukosa
hepatosit. Metformin diketahui juga diketahui tidak menambah berat badan pasien
terutama apabila dibarengi oleh diet makanan ketat dan olahraga teratur. 14,15 Obat
ini juga tidak menimbulkan efek hipoglikemi seperti yang ditakutkan pada OHO
lainnya. Selain efek samping gastrointestinal seperti diare, kram perut, dan
kembung, metformin juga dapat meningkatkan risiko defisienso vitamin B-12.
Efek samping yang telah disebutkan akan menjadi kontraindikasi pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis. Pengurangan dosis dapat ditoleransi dengan
memperkirakan laju filtrasi glomerulus pasien.15

Insulin
Selain perubahan gaya hidup, insulin, dengan atau tanpa kombinasi bersama
metformin, harus diberikan apabila pasien memiliki kadar HbA1c ≥9,5%,
konsentrasi glukosa serum >250mg/dL, adanya pembentukan keton, atau tipe
diabetes tidak diketahui.15,16 Insulin dapat dikurangi secara bertahap apabila pasien
mampu dengan stabil mengontrol glukosa, toksisitas glukosa dan sindroma
diabetik teratasi, serta metabolisme tubuh kembali stabil.15

17
Sebagai kesimpulan, tatalaksana DMT2 yang komprehensif dapat dilihat
pada bagan berikut.10

Gambar 2.4 Alur Terapi DM tipe-2 pada Anak10

2.8 Prognosis

Secara umum, diabetes mellitus tipe-2 memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan beberapa tipe diabetes yang lain. Diabetes mellitus tipe-2
merupakan gangguan yang sering terjadi oleh karena gaya hidup yang tidak
tepat.17 Karenanya penurunan massa tubuh pada anak atau remaja dengan obesitas
primer tanpa faktor genetik akan memperbaiki gejala klinis secara keseluruhan. 16
Walaupun memiliki faktor genetik yang diperkirakan dapat memperburuk

18
prognosis, pasien yang mendapat penanganan dietetik tetap akan mengalami
perbaikan klinis daripada tidak ditangani secara dietetik sama sekali.12

19
BAB III LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Inisial Pasien : FY
No. Rekam Medis : 1-24-04-54
Tanggal Lahir : 7 Maret 2005
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 15 tahun 0 bulan
Agama : Islam
Alamat : Desa Pusong Baru Kec. Banda Sakti, Kota
Lhokseumawe
Tanggal Masuk RS : 10 Maret 2020
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2020

3.2 Identitas Keluarga

Inisial Ayah :R
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Pusong Baru Kec. Banda Sakti, Kota
Lhokseumawe

3.3 Anamnesis

Alloanamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran.
3.2.2 Keluhan Tambahan
Muntah.
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak ±1 hari sebelum masuk RS
TNI-AD Lhokseumawe. Awalnya pasien sedang berkumpul dengan teman-
temannya, saat sedang berjalan pasien terjatuh ke parit karena didorong oleh

20
temannya dan membentur dinding parit. Pasien mengaku sadar saat terjatuh
namun keesokan paginya pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien juga
mengeluhkan muntah satu kali. Pingsan dan kejang disangkal. Setelah melakukan
pemeriksaan darah rutin, diketahui KGDS pasien 291mg/dL.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu tidak ada.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Almarhum ayah kandung pasien diketahui memiliki riwayat diabetes
mellitus.
3.2.6 Riwayat Penggunaan Obat
Tidak ada riwayat penggunaan obat.
3.2.7 Riwayat Kehamilan Ibu
Riwayat sakit selama kehamilan tidak ada.
3.2.8 Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara pervaginam dengan bantuan bidan setempat.

3.2.9 Riwayat Imunisasi


Pasien mendapat imunisasi lengkap (Hb-0, BCG 1x, Combo 3x, (DPT, Hep B,
HiB), Polio 4x, Campak 1x).
3.2.10 Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien dapat berbicara dengan lancar saat berusia lebih dari tiga tahun.

3.2.11 Riwayat Pemberian Makanan


0 hari – 6 bulan : ASI Ekslusif
6 bulan – 1 tahun : ASI + MPASI
1 tahun – sekarang : Susu formula + makanan keluarga

3.4 Pemeriksaan Fisik

3.4.1 Vital Sign


Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 119/61 mmHg
Nadi : 97 kali/menit

21
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu Tubuh : 36,7ºC
SpO2 : 99%
3.4.2 Data Antropometri
TB Aktual : 155cm
TB Baku untuk Umur : 162 cm
BB Aktual : 40kg
BB Baku untuk Umur : 52kg
Height Age (HA) : Umur berdasarkan TB Aktual
: 12 tahun, 6 bulan
Berat Badan Ideal (BBI) : BB berdasarkan HA
: 44kg
3.4.3 Status Gizi
TB Aktual
TB/U : ×100 %
TB Baku untuk Umur
: 155/162 = 95%
BB Aktual
BB/U : × 100 %
BB Baku untuk Umur
: 40/52 = 76%
BB Aktual
BB/TB : ×100 %
BBI
: 40/44 = 90%
Status Gizi : Gizi Baik
3.4.4 Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Edema : Tidak ada

Kepala dan Leher


Ukuran : Normocephali

22
Rambut : Tidak ada (post craniotomy)
Wajah : Simetris, luka lecet (+)
Mata : Hematome ar palpebrae sinistra, kelopak mata bengkak
dan nyeri kiri dan kanan, konjungtiva palpebrae tidak pucat,
ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3mm/3mm, kornea dan lensa
jernih, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks cahaya
tidak langsung (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir simetris, perdarahan (-/-), tidak ada sianosis, mukosa
bibir kering
Leher : Trakea di tengah, massa (-), Range of Motion (ROM)
bebas
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Inspeksi
Statis : Simetris, retraksi (-)
Dinamis : Simetris, retraksi (-)

Paru-Paru
Depan Paru Kanan Paru Kiri
Nyeri (-), fremitus Nyeri (-), fremitus
Palpasi
normal normal
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Auskultasi Rhonki (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

Belakang Paru Kanan Paru Kiri


Nyeri (-), fremitus Nyeri (-), fremitus
Palpasi
normal normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Rhonki (-) Rhonki (-)

23
Wheezing (-) Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (-), distensi (-), jejas (-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), hepar teraba 3 cm, lien teraba
pada Schuffner 4
Perkusi : Pekak pada kuadran kanan dan kiri atas, timpani pada
kuadran kiri bawah, dan kanan bawah
Auskultasi : Peristaltik kesan normal

Genitalia
Inspeksi : Wanita, tidak ada kelainan

Ekstremitas
Penilaia Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
n
Sianosis - - - -
Ikterik - - - -
Edema - - - -
Pucat - - - -
Akral + + + +
Hangat

24
3.5 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium (10/03/2020)


10-03-20
10-03-20 12-03-20 Nilai
Jenis Pemeriksaan (18:55) Satuan
(05:59) (12:30) Rujukan
Post op
Hematologi
DARAH RUTIN:
Hemoglobin 12,2 12,3 - 12,0-15,0 g/dL
Hematokrit 36* 36* - 37-47 %
Eritrosit 4,2* 4,2* - 4,2-5,4 10 /mm3
6

Leukosit 13,1* 11,4* - 4,5-10,5 103/mm3


Trombosit 215 164 - 150-450 103/mm3
MCV - 87 - 80-100 fL
MCH - 2 - 27-31 pg
MCHC - 34 - 32-36 %
RDW - 12,8 - 11,5-14,5 %
MPV - 9,6 - 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis:
Eosinofil 0 0 - 0-6 %
Basofil 0 1 - 0-2 %
Netrofil Batang 0* 0* - 2-6 %
Netrofil Segmen 81* 79* - 50-70 %
Limfosit 13* 11* - 20-40 %
Monosit 6 9* - 2-8 %
Kimia Klinik
ELEKTROLIT-Serum
Natrium (Na) 141 146 - 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,6 4,5 - 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 104 111* - 98-106 mmol/L
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) - 7,9* - 8,6-10,3 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Creatinin 0,6 0,4* - 0,51-0,95 mg/dL
Ureum 41 48* - 13-43 mg/dL
HATI & EMPEDU
AST/SGOT - 20 - <31 U/L
ALT/SGPT - 11 - <34 U/L
Albumin - 3,5 - 3,5-5,2 g/dL
DIABETES
GDS 291 297* - <200 mg/dL
HbA1C - - 9,10 <6,0 %
GAS DARAH
PH - 7,304* 7,35-7,45
PCO2 - 31,1* 35-45 mmHg
PO2 - 255* 75-100 mmHg

25
BEecf - -11 mmol/L
HCO3 - 15,5 mmol/L
TCO2 - 16 mmol/L
SAO2 - 100 95-99 %

Analisa Hasil Laboratorium


 PH dan HCO3 darah menurun
 PCO2 menurun
PCO2 setelah kompensasi = (1,5 × HCO3) + 8
(1,5 × 15,5) + 8
23,25 + 8
31,25 mmHg
PCO2 setelah kompensasi hampir sama dengan PCO2 pada kasus
(31,1 mmHg)
 Anion Gap = Na – (Cl + HCO3)
146 – (111 + 15,5)
19,5 mEq/L
Kesan = Asidosis Metabolik dengan peningkatan Anion Gap.

26
Pemeriksaan Radiologi
1. CT Scan Kepala (10/03/2020)

Gambar 3.1 CT Scan Kepala (10/03/2020)

27
Hasil Pemeriksaan
 EDH ar Temporal Dextra
 ICH Contussional Grade III

28
2. Foto Thorax PA (10/03/2020)

Gambar 3.2 Foto Thorax PA (10/03/2020)

Hasil Pemeriksaan
Kesan normal.

3.6 Diagnosis Banding

1. Penurunan Kesadaran ec Cedera Kepala Berat (EDH ar Temporal


Dextra dan ICH Contussional ar Frontal Bilateral)
2. Stress Hyperglycemia
3. Diabetes Mellitus Tipe 2
4. Diabetes Mellitus Tipe 1

29
3.7 Diagnosis

1. Penurunan Kesadaran ec Cedera Kepala Berat (EDH ar Temporal


Dextra dan ICH Contussional ar Frontal Bilateral)
2. Diabetes Mellitus Tipe 2

3.8 Tatalaksana

a. Terapi Medikamentosa
- IVFD N5 74cc/jam
- Paracetamol Drip 1gram extra
- Citicolin 500mg/12 jam IV
- Novalgin 1gram/8 jam IV
- Dexamethason 5mg/8 jam IV
- Phenitoin Loading Dose 500mg IV
- Phenitoin Maintenance 100mg/12 jam
- Chloramphenicol Salap Mata/24 jam ODS
- Betahistin 1tab/8 jam PO
b. Terapi Non Medikamentosa
- Ventilator mode PC
- NGT
- DIC
c. Edukasi

3.9 Prognosis

 Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam


 Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

30
3.10 Foto Klinis

Gambar 3.3 Foto Klinis

31
BAB IV PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan usia 15 tahun masuk ke rumah sakit atas


rujukan RS TNI-AD Lhokseumawe akibat penurunan kesadaran sejak ±1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang berkumpul dengan teman-
temannya, saat sedang berjalan pasien terjatuh ke parit karena didorong oleh
temannya dan membentur dinding parit. Pasien mengaku sadar saat terjatuh
namun keesokan paginya pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien juga
mengeluhkan muntah satu kali. Pingsan dan kejang disangkal. Setelah melakukan
pemeriksaan darah rutin, diketahui KGDS pasien 291mg/dL.
Pasien tersebut didiagnosis awal dengan Penurunan Kesadaran ec Cedera
Kepala Berat (EDH ar Temporal Dextra dan ICH Contussional ar Frontal
Bilateral). Indikasi rawat inap pada pasien ini adalah observasi post operasi
evakuasi EDH oleh spesialis bedah saraf. Setelah operasi pasien diobservasi
ditatalaksana terhadap keluhan selama masa rawatan. Hasil pemeriksaan
laboratorium setelah operasi didapatkan KGDS pasien 297mg/dL dan keesokan
harinya pasien mendapatkan hasil HbA1c 9,1%.
Hasil anamnesis menerangkan bahwa almarhum ayah kandung pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus tipe-2. Pasien juga diketahui menyukai
makanan manis dan sangat gemar makan. Menutur pada pendapat ibu kandung,
pasien sering berkemih dan sering merasa haus. Pada pemeriksaan fisik pasien
tidak terlalu kooperatif namun dari hasil inspeksi tampak overweight dan sering
tidur. Hasil antropometri pasien tampak overweight dengan berat badan 40kg dan
tinggi badan 155cm.
Sampai hari pemeriksaan diketahui belum ada obat hipoglikemi oral
maupun insulin yang diberikan karena harus menunggu hasil c-peptide dari pihak
terkait.
Diabetes melitus merupakan kondisi hiperglikemia persisten yang
disebabkan oleh defek pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. DM tipe-2
merupakan hasil dari perpaduan antara resistensi insulin dan defisiensi insulin
relatif (kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat).10

32
Pubertas berperan penting di dalam perkembangan DM tipe-2 pada anak.
Selama pubertas, terdapat peningkatan resistensi terhadap aksi insulin yang
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia. Sesudah pubertas, respons insulin
basal dan terstimulasi menurun. Peningkatan hormon pertumbuhan pada masa
pubertas diduga juga berperan terhadap terjadinya resistensi insulin selama
pubertas. Oleh karena itu tidak mengherankan jika munculnya DM tipe-2
bersamaan dengan usia pertengahan pubertas.7,10
Efek dari obesitas terhadap metabolisme glukosa telah terbukti. Anak
dengan berat badan di atas normal lebih berisiko mengalami hiperinsulinemia. Hal
ini karena terdapat hubungan yang terbalik antara sensitivitas insulin dan lemak
viseral. Pengaruh lemak viseral lebih kuat daripada lemak subkutan. Jaringan
adiposa yang berkembang pada kondisi obes mensintesis dan mensekresi
metabolit dan protein signaling seperti leptin, adiponektin dan TNF-alfa. Faktor-
faktor ini diketahui mengganggu sekresi insulin dan sensitivitasnya dan bahkan
merupakan penyebab resistensi insulin dalam berbagai percobaan klinis.7,10
Aktivitas dan ketahanan sel beta pankreas juga dipengaruhi oleh kode
genetik. Penelitian untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab atas
penyakit dengan poligenik kompleks seperti DMT2 semakin digalakkan tiap
tahunnya.11 Penemuan awal dilaporkan oleh Studi Asosiasi Genom (GWAS)
bahwa sebuah polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada gen TCF7L2
mempengaruhi proses mutasi genetik, jaras dan fungsi pensinyalan Wnt pada
sitoplasma, serta sifat responsi dan proses sekresi sel beta pankreas. 11,12

33
BAB V KESIMPULAN

KESIMPULAN

Diabetes Mellitus Tipe-2 merupakan penyakit kronis yang mulai terjadi


pada awal usia dewasa yang penyebabnya masih belum jelas hingga saat ini,
sehingga perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan tubuh dengan cara
menjalani pola hidup sehat dari usia muda.12,14 Apabila telah terdiagnosis, pasien
harus rutin melakukan kontrol ke dokter agar terapi yg diberikan bisa optimal
sesuai dengan kebutuhan.3

34
DAFTAR PUSTAKA

1. ADA’s Medical Knowledge Team. What is Type 2 Diabetes Mellitus.


American Diabetes Association. 2020;

2. WHO. Diabetes. World Health Organization. 2018;5.

3. Pulgaron ER, Delamater AM. Obesity and Type 2 Diabetes in


Children: Epidemiology and Treatment. Current Diabetes Reports.
2014;14(8).

4. Sellers EAC, Hadjiyannakis S, Amed S, Dart AB, Dyck RF,


Hamilton J, et al. Persistent Albuminuria in Children with Type 2
Diabetes: A Canadian Paediatric Surveillance Program Study. Journal
of Pediatrics. 2016;168:112–7.

5. Kemenkes RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.


Lembaga Penerbit Balitbangkes. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan; 2018. 1–220 p.

6. Pulungan AB. Diabetes pada Anak. Direktorat P2PTM Kementerian


Kesehatan RI. 2018;

7. DeFronzo RA, Ferrannini E, Groop L, Henry RR, Herman WH, Holst


JJ, et al. Type-2 Diabetes Mellitus. Nature Reviews Disease Primers.
2015;1(July):1–23.

8. Julia M, Utari A, Moelyo AG, Rochmah N. Konsensus Nasional


Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe-2 pada Anak dan Remaja. 2015.

9. Internation Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas Ninth. Dunia :


IDF. 2019. 168 p.

10. Decroli E. Diabetes Mellitus Tipe-2. 2019.

11. WHO. Global Report on Diabetes. World Health Organization.


2016;978:6–86.

12. Huang ZQ, Liao YQ, Huang RZ, Chen JP, Sun HL. Possible Role of
TCF7L2 in The Pathogenesis of Type-2 Diabetes Mellitus.
Biotechnology and Biotechnological Equipment. 2018;32(4):830–4.

13. WHO. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. World
Health Organization. 2007;2002(May):1–260.

14. Folsom LJ, Hannon TS. Collaboration Is Key for Successful


Treatment of Youth-Onset Type-2 Diabetes. Journal of Adolescent
Health. 2017;60(4):360–2.

35
36

15. Meehan C, Silverstein J. Treatment Options for Type 2 Diabetes in


Youth Remain Limited. Journal of Pediatrics. 2016;170:20–7.

16. Levitt Katz LE, Bacha F, Gidding SS, Weinstock RS, El ghormli L,
Libman I, et al. Lipid Profiles, Inflammatory Markers and Insulin
Therapy in Youth with Type-2 Diabetes. Journal of Pediatrics.
2018;196:208-216.e2.

17. Barrett T. Type-2 Diabetes Mellitus: Incidence, Management and


Prognosis. Paediatrics and Child Health (United Kingdom).
2017;27(4):166–70.

Anda mungkin juga menyukai