DIABETES MELLITUS
OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini adalah untuk memenuhi
tugas PLKK.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini. Penulis sadar Laporan
Pendahuluan ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................ 3
KAJIAN TEORI................................................................................................................................... 4
2.1 Definisi Diabetes Melitus............................................................................................................... 4
2.2 Etiologi........................................................................................................................................... 4
a. Diabetes Melitus tergantung Insulin....................................................................................... 4
b. Diabetes Melitus tak tergantung Insulin................................................................................. 5
2.3 Patofisiologi................................................................................................................................... 6
2.4 Pathway.......................................................................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................................................... 9
2.6 Data Penunjang.............................................................................................................................. 9
2.7 Terapi Farmakologi........................................................................................................................ 10
a. Golongan Obat yang Merangsang Insulin............................................................................... 10
b. Biguanid (metformin).............................................................................................................. 10
c. Obat-obat menurunkan Glukosa Hepar................................................................................... 11
d. Obat-obat mempengaruhi absorpi glukosa.............................................................................. 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS....................... 12
3.1 Pengkajian...................................................................................................................................... 12
a. Pengkajian primer................................................................................................................... 12
b. Pengkajian sekunder................................................................................................................ 12
c. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................... 13
d. Anamnesa............................................................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul............................................................................ 14
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................................................. 15
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................... 26
4.1 Simpulan......................................................................................................................................... 26
4.2 Saran............................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui apa itu
penyakit diabetes mellitus, etiologi diabetes mellitus, patofisiologi, manifestasi klinis,
data penunjang dan terapi farmakologi dari diabetes mellitus.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) atau diabetes merupakan penyakit kelainan metabolisme
yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa yang tinggi dalam darah) karena
kekurangan insulin, resistensi insulin atau keduanya (Piero et al. 2014, Harikumar et al.
2015, Kharroubi dan Darwish 2015, Punthakee et al. 2018).
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer dkk, 2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM)
adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab,
2008).
2.2 Etiologi
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
4
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
5
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
2.3 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
6
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
7
2.4 Pathway
8
2.5 Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer
9
2.7 Terapi Farmakologi
Farmakoterapi DMT2 sudah memiliki sejarah yang panjang dimulai dengan obat-obat
golongan sulfonilurea. Dari segi mekanisme kerja obat anti diabetes dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Golongan obat yang merangsang sekresi insulin melalui pengikatan dengan reseptor
sulfonil urea (tolbutamid, glibenklamid, glipizid, gliklasid, dll.) Sulfonilurea
dimetabolisme di hepar, kecuali asetoheksamid. Metabolit umumnya inaktif atau
kurang aktif. Metabolit dieksresi lewat ginjal, kecuali beberapa sulfonilurea generasi
kedua sebagian di eksresi lewat empedu. Generasi kedua memiliki afinitas lebih besar
terhadap reseptor dibandingkan generasi pertama, sehingga :
a. Generasi pertama. Klorprapamid, tolasamid, asetoheksamid dan tolbutamid
termasuk dalam generasi pertama.
b. Generasi kedua. Gliburid, gliklasid, glimepirid dan glipisid termasuk dalam
generasi kedua yang umumnya 100-200 kali lebih poten dibandingkan tolbutamid.
Pemberian obat-obat ini pada pasien lanjut usia dan dengan PJK harus hati-hati
karena insidens hipoglikemia.
2. Biguanid (metformin)
Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Efek
utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa
di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka hanya efektif bila
masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas. Metformin merupakan obat pilihan pertama
pasien dengan berat badan berlebih dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika
sesuai bisa juga digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal. Juga
digunakan untuk diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi sulfonilurea. Jika
kombinasi diet ketat dengan terapi metformin gagal, pilihan lainnya meliputi :
a. Kombinasi dengan akarbosa yang mungkin mempunyai manfaat, tapi flatulensi dapat
menjadi masalah.
b. Kombinasi dengan insulin tapi peningkatan berat badan dan hipoglikemia dapat menjadi
masalah (kenaikan berat badan menjadi minimal jika insulin diberikan pada malam hari).
c. Kombinasi dengan sulfonilurea.
10
d. Kombinasi dengan pioglitazon.
e. Kombinasi dengan repaglinid atau nateglinid.
Pengobatan metformin pada orang-orang yang berada pada tahap prediabetes risiko untuk
menjadi diabetes tipe 2 dapat dikurangi. Meskipun latihan fisik intensif dan diet bekerja secara
signifikan lebih baik untuk tujuan ini.
3. Obat-obat yang menurunkan glukosa di hepar, otot dan jaringan adiposa
a. Biguanid.
Obat utama golongan ini adalah metformin. Mekanisme kerja obat ini belum sepenuhnya
jelas, namun ditengarai bekerja dengan megaktifkan enzim AMP-activated protein kinase
(AMPK) dan mengurangi produksi glukosa di hati.
4. Obat-obat yang mempengaruhi absorpsi glukosa. Acarbose bekerja dengan menghambat enzim
gycoside hydrolase terutama alpha-glycosidase yang mencerna karbohidrat di brush border
usus. Akibat penghambatan ini menurunkan rasio pencernaan karbohidrat kompleks menjadi
karbohidrat sederhana yang akan diserap dari usus. Efek jangka pendek pada pasien DMT2
adalah penurunan kadar glukosa darah, sedangkan efek jangka panjangnya adalah penurunan
HbA1c.
11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS
3.1 Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistematik, antara lain:
a. Airway + cervical control airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
ulut.
Cervical control: -
b. Breathing + Oxygenation Breathing: Ekspos dada, evaluasi pernafasan
1) KAD: Pernafasan kussmaul
2) HONK: Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
Oxygention: Kanula, tube, mask
13
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
14
3.3 Intervensi
15
3. Edukasi
a.Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
b. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
d. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
c. Kolaborasipemberian kalium,
jika perlu
B. MANAJEMEN HIPOGLIKEMIA (I.03113)
1. Observasi
a. Identifkasi tanda dan gejala
hipoglikemia
b. Identifikasi kemungkinan penyebab
hipoglikemia
16
2. Terapeutik
a. Berikan karbohidrat sederhana, jika
perlu
b. Batasi glucagon, jika perlu
perlu
2 Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
ketidakmampuan mengabsorbsi keperawatan selama …x24 jam,
1. Observasi
nutrient diharapkan status nutrisi
membaik. a. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil :
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makan yang dihabiskan makanan
meningkat c. Identifikasi makanan yang disukai
18
19
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
a.
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
PROMOSI BERAT BADAN
1. Observasi
a. Identifikasi kemungkinan penyebab
BB kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang
dikomsumsi sehari-hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin,limfosit, dan
elektrolit serum
20
2. Terapeutik
a. Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
b. Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
c. Hidangkan makan secara menarik
21
3 Gangguan persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan MINIMALISASI RANGSANGAN (I.08241)
penglihatan berhubungan dengan keperawatan selama ...x24 jam,
1. Observasi
kurangnya penglihatan diharapkan status neurologis
membaik dengan kriteria hasil : a. Periksa status mental, status sensori,
1. Pandangan kabur menurun dan tingkat kenyamanan (mis. nyeri,
kelelahan)
2. Terapeutik
b. Diskusikan tingkat toleransi terhadap
beban sensori (mis. bising, terlalu
terang)
c. Batasi stimulus lingkungan (mis.
cahaya, suara, aktivitas)
d. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
e. Kombinasikan prosedur/tindakan
dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
3. Edukasi
a. Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis. mengatur
22
pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
b. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
4 Perfusi Perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)
berhubungan dengan hiperglikemia keperawatan selama …x24 jam, 1. Observasi
diharapkan perfusi perifer a. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
meningkat perifer, edema, pengisian kalpiler,
Kriteria hasil: warna, suhu, angkle brachial index)
b. Identifikasi faktor resiko gangguan
1. Penyembuhan luka meningkat
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
2. Parastesia menurun orang tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
3. Edema perifer menurun
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
4. Pengisian kapiler membaik atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
c. Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
d. Lakukan pencegahan infeksi
23
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
25
5 Manajemen kesehatan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama …x24 jam,
Observasi:
terpapar informasi diharapkan manajemen kesehatan
meningkat Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Kriteria hasil: menerima informasi
1. Penerapan program perawatan Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkat meningkatan dan menurunkan motivasi
2. Melakukan tindakan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
mengurangi faktor risiko Terapeutik
meningkat Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Dalam pembuatan laporan pendahuluan ini penulis sadar bahwa laporan
pendahuluan ini masih banyak kekurang dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan laporan
pendahuluan selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami juga berharap
pengetahuan tentang diabetes milletus dapat terus di kembangkan dan di terapkan dalam
bidang keperawatan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
2. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
4. Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
8. Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Pria
Medika