Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

OLEH :

NI PUTU DESYA WIYANTI


213221243
B14-B

PROGRAM STUDI S1 ILMU


KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA
PPNI BALI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini adalah untuk memenuhi
tugas PLKK.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini. Penulis sadar Laporan
Pendahuluan ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Denpasar, 13 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................ 3
KAJIAN TEORI................................................................................................................................... 4
2.1 Definisi Diabetes Melitus............................................................................................................... 4
2.2 Etiologi........................................................................................................................................... 4
a. Diabetes Melitus tergantung Insulin....................................................................................... 4
b. Diabetes Melitus tak tergantung Insulin................................................................................. 5
2.3 Patofisiologi................................................................................................................................... 6
2.4 Pathway.......................................................................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................................................... 9
2.6 Data Penunjang.............................................................................................................................. 9
2.7 Terapi Farmakologi........................................................................................................................ 10
a. Golongan Obat yang Merangsang Insulin............................................................................... 10
b. Biguanid (metformin).............................................................................................................. 10
c. Obat-obat menurunkan Glukosa Hepar................................................................................... 11
d. Obat-obat mempengaruhi absorpi glukosa.............................................................................. 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS....................... 12
3.1 Pengkajian...................................................................................................................................... 12
a. Pengkajian primer................................................................................................................... 12
b. Pengkajian sekunder................................................................................................................ 12
c. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................... 13
d. Anamnesa............................................................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul............................................................................ 14
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................................................. 15
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................... 26
4.1 Simpulan......................................................................................................................................... 26
4.2 Saran............................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh
pankreas yang tidak menghasilkan cukup insulin yang diproduksi secara efektif, dan
dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat (American Diabetes
Association, 2009). Diabetes mellitus terjadi akibat kegagalan sel-sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin yang cukup pada diabetes mellitus tipe 1 atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif pada diabetes mellitus tipe 2 (Smeltzer & Bare,
2016).
Diabetes mellitus hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia.
Jumlah penyandang DM dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Menurut
International Diabetes Federation (IDF), menyatakan ada sekitar 382 juta penderita DM
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035 dan Indonesia
menempati urutan ke-7 di seluruh dunia. Dari 382 juta penderita tersebut ada 175 juta
penderita yang belum terdiagnosis, sehingga terancam mengalami komplikasi tanpa
disadari maupun tanpa ada pencegahan (IDF, 2014).
Menurut data dari Dinkes Jateng di tahun (2015), kasus diabetes mellitus di Jawa
Tengah sudah tercatat 152.075 kasus yang mengalami 2 peningkatan di tahun 2013
hingga 2015 sebesar 4,09%, dengan kasus diabetes mellitus tipe 2 tertinggi di Kota
Surakarta yaitu sebanyak 22,534 kasus. Sementara itu, berdasarkan hasil data Dinas
Kesehatan Surakarta memiliki Prevelensi diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami
peningkatan pada tahun 2013 berdasarkan jumlah penduduk (4,5%), pada tahun 2014
menjadi (6,1%). Prevelensi diabetes mellitus pada tahun 2015 mengalami penurunan
menjadi (5,8%), dan di tahun 2016 meningkat menjadi (7,49%). Penemuan kasus
diabetes mellitus tipe 2 tertinggi terdapat di Puskesmas Purwosari yaitu sebanyak 1.319
jiwa (Dinkes Surakarta, 2016).
Penyakit diabetes mellitus secara umum diakibatkan oleh konsumsi makanan
yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan tertentu.
Diabetes mellitus disebabkan oleh tidak cukupnya hormon insulin yang dihasilkan
1
pankreas untuk menetralkan gula darah dalam tubuh. Akibatnya pankreas tidak dapat
menghasilkan hormon insulin yang cukup untuk menetralkan gula darah (Pusat Data &
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Tingginya jumlah penyandang diabetes
mellitus antara lain disebabkan karena faktor perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat
pengetahuan, dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit diabetes mellitus
yang kurang,minimnya aktivitas fisik, pengaturan pola makan tradisional yang
mengandung karbohidrat, serat dari sayuran dan makanan yang terlalu banyak protein,
lemak, garam, dan gula (Departemen Kesehatan RI, 2011).
Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat dan opininya yang menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor
sosial. Faktor sosial yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan adalah tingkat
pendapatan, pengeluaran, pendidikan dan pengetahuan (Tawakali, 2017). Pengetahuan
yang rendah dapat mengakibatkan pola makan yang salah sehingga mengakibatkan
kegemukan (obesitas), diperkirakan sebesar 80-85% penyandang diabetes mellitus tipe 2
mengalami kegemukan. Hal ini terjadi karena tingginya asupan karbohidrat dan
rendahnaya asupan serat. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus
mengakibatkan masyarakat baru sadar akan terkena penyakit diabetes mellitus setelah
mengalami sakit parah (Notoatmodjo, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Diabetes Mellitus?
2. Apa etiologi dari Diabetes Mellitus?
3. Bagaimana patofisologi dari Diabetes Mellitus?
4. Bagaimana pathway dari Diabetes Mellitus?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus?
6. Apa saja data penunjang dari Diabetes Mellitus?
7. Apa saja terapi farmakologis dari Diabetes Mellitus?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui apa itu
penyakit diabetes mellitus, etiologi diabetes mellitus, patofisiologi, manifestasi klinis,
data penunjang dan terapi farmakologi dari diabetes mellitus.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) atau diabetes merupakan penyakit kelainan metabolisme
yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa yang tinggi dalam darah) karena
kekurangan insulin, resistensi insulin atau keduanya (Piero et al. 2014, Harikumar et al.
2015, Kharroubi dan Darwish 2015, Punthakee et al. 2018).
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer dkk, 2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM)
adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab,
2008).

2.2 Etiologi
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
4
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
5
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

2.3 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
6
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

7
2.4 Pathway

8
2.5 Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer

2.6 Data Penunjang


1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.

9
2.7 Terapi Farmakologi
Farmakoterapi DMT2 sudah memiliki sejarah yang panjang dimulai dengan obat-obat
golongan sulfonilurea. Dari segi mekanisme kerja obat anti diabetes dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Golongan obat yang merangsang sekresi insulin melalui pengikatan dengan reseptor
sulfonil urea (tolbutamid, glibenklamid, glipizid, gliklasid, dll.) Sulfonilurea
dimetabolisme di hepar, kecuali asetoheksamid. Metabolit umumnya inaktif atau
kurang aktif. Metabolit dieksresi lewat ginjal, kecuali beberapa sulfonilurea generasi
kedua sebagian di eksresi lewat empedu. Generasi kedua memiliki afinitas lebih besar
terhadap reseptor dibandingkan generasi pertama, sehingga :
a. Generasi pertama. Klorprapamid, tolasamid, asetoheksamid dan tolbutamid
termasuk dalam generasi pertama.
b. Generasi kedua. Gliburid, gliklasid, glimepirid dan glipisid termasuk dalam
generasi kedua yang umumnya 100-200 kali lebih poten dibandingkan tolbutamid.
Pemberian obat-obat ini pada pasien lanjut usia dan dengan PJK harus hati-hati
karena insidens hipoglikemia.
2. Biguanid (metformin)
Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Efek
utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa
di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka hanya efektif bila
masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas. Metformin merupakan obat pilihan pertama
pasien dengan berat badan berlebih dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika
sesuai bisa juga digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal. Juga
digunakan untuk diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi sulfonilurea. Jika
kombinasi diet ketat dengan terapi metformin gagal, pilihan lainnya meliputi :
a. Kombinasi dengan akarbosa yang mungkin mempunyai manfaat, tapi flatulensi dapat
menjadi masalah.
b. Kombinasi dengan insulin tapi peningkatan berat badan dan hipoglikemia dapat menjadi
masalah (kenaikan berat badan menjadi minimal jika insulin diberikan pada malam hari).
c. Kombinasi dengan sulfonilurea.
10
d. Kombinasi dengan pioglitazon.
e. Kombinasi dengan repaglinid atau nateglinid.
Pengobatan metformin pada orang-orang yang berada pada tahap prediabetes risiko untuk
menjadi diabetes tipe 2 dapat dikurangi. Meskipun latihan fisik intensif dan diet bekerja secara
signifikan lebih baik untuk tujuan ini.
3. Obat-obat yang menurunkan glukosa di hepar, otot dan jaringan adiposa
a. Biguanid.
Obat utama golongan ini adalah metformin. Mekanisme kerja obat ini belum sepenuhnya
jelas, namun ditengarai bekerja dengan megaktifkan enzim AMP-activated protein kinase
(AMPK) dan mengurangi produksi glukosa di hati.
4. Obat-obat yang mempengaruhi absorpsi glukosa. Acarbose bekerja dengan menghambat enzim
gycoside hydrolase terutama alpha-glycosidase yang mencerna karbohidrat di brush border
usus. Akibat penghambatan ini menurunkan rasio pencernaan karbohidrat kompleks menjadi
karbohidrat sederhana yang akan diserap dari usus. Efek jangka pendek pada pasien DMT2
adalah penurunan kadar glukosa darah, sedangkan efek jangka panjangnya adalah penurunan
HbA1c.

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS

3.1 Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistematik, antara lain:
a. Airway + cervical control airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
ulut.
Cervical control: -
b. Breathing + Oxygenation Breathing: Ekspos dada, evaluasi pernafasan
1) KAD: Pernafasan kussmaul
2) HONK: Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
Oxygention: Kanula, tube, mask

c. Circulation + Hemorrhage control Circulation


1) Tanda dan gejala shock
2) Resusitasi: kristaloid, koloid, akses
vena Hemorrhage control: -
d. Disability: pemeriksaan neurologis
GCS A : Allert: sadar penuh, respon
bagus
V : Voice Respon: kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respon: kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, berespon
terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,
tidak berespon terhadap nyeri
12
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penanganan
pada pemeriksaan primer. Pengkajian sekunder meliputi:
a. AMPLE: alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh: Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang: lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaann Diagnostik:
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah pausa normal atau diatas normal
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
Anamnese:
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

13
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient

3. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penglihatan

4. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

5. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar informasi

14
3.3 Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
berhubungan dengan resistensi keperawatan selama …x 24 jam
a. Identifkasi kemungkinan penyebab
insulin diharapkan kestabilan kadar
hiperglikemia
glukosa darah meningkat
(L.03022) b. Identifikasi situasi yang
KH : menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis. penyakit kambuhan)
1. Lelah menurun c. Monitor kadar glukosa darah, jika
2. Rasa haus menurun perlu
d. Monitor tanda dan gejala
3. Kadar glukosa dalam darah hiperglikemia (mis. poliuri,
membaik polidipsia, polivagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
e. Monitor intake dan output cairan
f. Monitor keton urine, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
2. Terapeutik
a. Berikan asupan cairan oral
b. Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
c. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik

15
3. Edukasi
a.Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
b. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
d. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
e. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
c. Kolaborasipemberian kalium,
jika perlu
B. MANAJEMEN HIPOGLIKEMIA (I.03113)
1. Observasi
a. Identifkasi tanda dan gejala
hipoglikemia
b. Identifikasi kemungkinan penyebab
hipoglikemia

16
2. Terapeutik
a. Berikan karbohidrat sederhana, jika
perlu
b. Batasi glucagon, jika perlu

c. Berikan karbohidrat kompleks dan


protein sesuai diet
d. Pertahankan kepatenan jalan nafas

e. Pertahankan akses IV, jika perlu


f. Hubungi layanan medis, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan memakai identitas darurat
yang tepat
b. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap saat
c.
d. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah
e. Anjurkan berdiskusi dengan tim
perawatan diabetes tentang
penyesuaian program pengobatan
f. Jelaskan interaksi antara diet,
insulin/agen oral, dan olahraga
g. Anjurkan pengelolaan
hipoglikemia(tanda dan gejala, faktor
risiko dan pengobatan hipoglikemia)
h. Ajarkan perawatan mandiri untuk
mencegah hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau agen oral
dan/atau meningkatkan asupan
makanan untuk berolahraga
4. Kolaborasi
17
a. Kolaborasi pemberian dextros, jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian glucagon, jika

perlu

2 Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
ketidakmampuan mengabsorbsi keperawatan selama …x24 jam,
1. Observasi
nutrient diharapkan status nutrisi
membaik. a. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil :
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makan yang dihabiskan makanan
meningkat c. Identifikasi makanan yang disukai

2. Nafsu makan membaik d. Identifikasi kebutuhan kalori dan


Membran mukosa membaik jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
f. Monitor asupan makanan

g. Monitor berat badan


h. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
d. Berikan makan tinggi serat untuk

18
19
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
a.
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
PROMOSI BERAT BADAN
1. Observasi
a. Identifikasi kemungkinan penyebab
BB kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang
dikomsumsi sehari-hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin,limfosit, dan
elektrolit serum

20
2. Terapeutik
a. Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
b. Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
c. Hidangkan makan secara menarik

d. Berikan suplemen, jika perlu


e. Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
3. Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi
tinggi, namuntetap terjangkau
b. Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan

21
3 Gangguan persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan MINIMALISASI RANGSANGAN (I.08241)
penglihatan berhubungan dengan keperawatan selama ...x24 jam,
1. Observasi
kurangnya penglihatan diharapkan status neurologis
membaik dengan kriteria hasil : a. Periksa status mental, status sensori,
1. Pandangan kabur menurun dan tingkat kenyamanan (mis. nyeri,
kelelahan)
2. Terapeutik
b. Diskusikan tingkat toleransi terhadap
beban sensori (mis. bising, terlalu
terang)
c. Batasi stimulus lingkungan (mis.
cahaya, suara, aktivitas)
d. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
e. Kombinasikan prosedur/tindakan
dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
3. Edukasi
a. Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis. mengatur

22
pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
b. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus

4 Perfusi Perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)
berhubungan dengan hiperglikemia keperawatan selama …x24 jam, 1. Observasi
diharapkan perfusi perifer a. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
meningkat perifer, edema, pengisian kalpiler,
Kriteria hasil: warna, suhu, angkle brachial index)
b. Identifikasi faktor resiko gangguan
1. Penyembuhan luka meningkat
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
2. Parastesia menurun orang tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
3. Edema perifer menurun
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
4. Pengisian kapiler membaik atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
c. Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
d. Lakukan pencegahan infeksi

e. Lakukan perawatan kaki dan kuku

23
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok

b. Anjurkan berolahraga rutin


c.Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
e. Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
f. Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
g. Ajurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
h. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
i. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
j. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195)
1. Observasi
a. Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
b. Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu, dan
24
pakaian
c. Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul
d. Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin
e. Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
f. Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
g. Monitor perubahan kulit

h. Monitor adanya tromboflebitis dan


tromboemboli vena
2. Terapeutik
Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
3. Edukasi
a. Anjurkan penggunaan termometer
untuk menguji suhu air
b. Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
c. Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian kortikosteroid,
jika perlu

25
5 Manajemen kesehatan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama …x24 jam,
Observasi:
terpapar informasi diharapkan manajemen kesehatan
meningkat  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Kriteria hasil: menerima informasi
1. Penerapan program perawatan  Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkat meningkatan dan menurunkan motivasi
2. Melakukan tindakan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
mengurangi faktor risiko Terapeutik
meningkat  Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
 Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron. Penyakit ini timbul ketika di dalam darah
tidak terdapat cukup insulin atau ketika sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap
insulin dalam darah. Klasifikasi diabetes mellitus: tipe I, tipe II, DM tipe lain dan
diabetes kehamilan. Gejala awal dari diabetes adalah merasa lemas, tidak bertenaga, ingin
sering makan, dan sering buang air kecil. Untuk pengobatan dapat dilakukan dengan
penyuntukan insulin, pendidikan dan kepatuhan terhadap diet, dan program olahraga.
Diabetes mellitus dapat terjadi komplikasi akut. Macam-macam komplikasi akut, yaitu
hipoglikemia, sindrom hiperglikemik dan ketoasidosis diabetic.

4.2 Saran
Dalam pembuatan laporan pendahuluan ini penulis sadar bahwa laporan
pendahuluan ini masih banyak kekurang dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan laporan
pendahuluan selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami juga berharap
pengetahuan tentang diabetes milletus dapat terus di kembangkan dan di terapkan dalam
bidang keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
2. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
4. Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
8. Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Pria
Medika

Anda mungkin juga menyukai