Anda di halaman 1dari 40

PEDOMAN PANDU PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Buku
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Pandu PTM) ini dapat
diselesaikan.
Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Untuk itu
diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang difokuskan pada deteksi dini, upaya
promotif dan preventif penyakit tidak menular di masyarakat.
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia, diperlukan peningkatan
kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, baik pengetahuan maupun keterampilan
disamping kemampuan dalam memanfaatkan sarana dan prasarana PTM di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) untuk memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, terintegrasi,
dan berkesinambungan.
Buku Pedoman Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular dapat menjadi acuan bagi
petugas kesehatan di FKTP maupun pihak lain yang berkepentingan dalam menyelenggarakan Pandu
PTM. Untuk itu, saya menyambut baik disusunnya Buku Pedoman ini, sebagai sarana untuk
meningkatkan kapasitas SDM dalam Pandu PTM.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingi- tingginya
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyusunan buku ini. Saya
berharap buku pedoman ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta memberikan manfaat
dalam pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi- tingginya.

Jakarta, April 2021


Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular
ii
dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes
NIP. 196206221988122001

iii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL........................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................iv

I. BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................................3
C. Sasaran.........................................................................................................................3
D. Ruang Lingkup............................................................................................................3
II. BAB II PENYELENGGARAAN PANDU PTM DENGAN ALGORITMA...................4
A. Sasaran Pandu PTM.....................................................................................................4
B. Algoritma Pandu PTM.................................................................................................4
III. BAB III PENCATATAN DAN PELAPORAN.................................................................35
A. Pencatatan....................................................................................................................35
B. Pelaporan.....................................................................................................................36
IV. BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI...................................................................37
A. Pemantauan..................................................................................................................37
B. Evaluasi........................................................................................................................38

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi...............................................................................................12

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Berdasarkan Kadar Gula Darah/Glukosa...................13

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Orang Asia Dewasa.............................................14

Tabel 2.4 Manfaat Upaya Berhenti Merokok..........................................................................16

Tabel 2.5 Langkah-langkah Yang Dilakukan Dalam Metode 4T............................................17

Tabel 4.1 Komponen Pemantauan Penyelenggaraan PANDU PTM.......................................34

Tabel 4.2 Indikator dan Target Program PANDU PTM..........................................................34

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Algoritma Pandu PTM..........................................................................................5

Gambar 2.2 Cara Pengukuran Tekanan Darah dengan Benar pada Posisi Duduk… 9 Gambar

2.3 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus...................................................................13

Gambar 2.4 Carta Obesitas.....................................................................................................15

Gambar 2.5 Skrining Kanker Leher Rahim............................................................................20

Gambar 2.6 Deteksi Dini Kanker Payudara...........................................................................21

Gambar 2.7 Tabel Prediksi Risiko PTM (Hasil Laboratorium).............................................23

Gambar 2.8 Tabel Prediksi Risiko PTM (Tanpa Hasil Laboratorium)..................................24

Gambar 2.9 Tata Laksana Hipertensi dan Diabetes Terpadu.................................................36

Gambar 4.1 Pemantauan Penyelenggaraan Pandu PTM........................................................33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia hingga saat ini masih dihadapkan pada masalah Triple Burden Disease, yaitu
penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan, sementara penyakit tidak menular mengalami
peningkatan, ditambah dengan penyakit-penyakit yang muncul kembali (re-emerging infectious
diseases) serta timbulnya penyakit-penyakit baru (new-emerging infectious diseases). Perubahan
pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi
demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
Peningkatan kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) berhubungan dengan peningkatan
faktor risiko akibat perubahan gaya hidup, seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern.
Permasalahan bukan saja akibat kondisi sakit yang dirasakan, tetapi termasuk juga kerugian ekonomi
baik secara individu/keluarga maupun nasional. Penyakit tidak menular dan permasalahannya secara
langsung dan tidak langsung akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan Permenkes No. 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan PTM, ada 4 kegiatan
penanggulangan PTM yang didukung dengan sistem surveilans yang berkualitas. Kegiatan
penanggulangan PTM tersebut dapat dilaksanakan di fasyankes dan komunitas. Kegiatan di fasyankes
diselenggarakan dengan pelayanan terpadu, mencakup kegiatan promosi kesehatan, deteksi dini,
perlindungan khusus, dan penanganan kasus.
Promosi kesehatan dilakukan dengan menyebarluaskan media komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE), penyuluhan kepada masyarakat, serta mewujudkan PHBS dengan membiasakan
perilaku CERDIK di masyarakat. Kegiatan deteksi dini dini dilakukan di komunitas melalui posbindu
dan di fasilitas kesehatan tingkat pertama melalui pelayanan terpadu (Pandu) PTM. Perlindungan
khusus diberikan pada kelompok tertentu dalam pencegahan kanker leher Rahim, dalam bentuk
imunisasi HPV pada anak usia sekolah di 5 provinsi (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Manado dan
Makassar) dan akan diperluas secara bertahap hingga ke seluruh provinsi. Penanganan kasus
diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan atau Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK). Pada tingkat pelayanan kesehatan juga telah dilakukan penguatan
puskesmas, selaku kontak pertama masyarakat ke sistem kesehatan. Disadari bahwa pada saat ini
sistem rujukan belum tertata dengan baik dan akan terus disempurnakan sejalan dengan
penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk implementasi
dari Universal Health Coverage (UHC) dan diterapkan sejak 1 Januari 2014.

1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 71% kematian di seluruh dunia pada
tahun 2016 disebabkan oleh PTM (41 juta kematian), terdiri dari penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJPD) 17,9 juta (31%), penyakit saluran pernapasan kronik 3,9 juta (6,8%), kanker 9 juta
(15,6%), diabetes melitus 1,6 juta (2,8%), serta PJPD lainnya sebesar 5,9 juta (16%). Di tingkat
nasional, hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi PTM mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus dan
hipertensi. Prevalensi Kanker naik dari 1,4% (2013) menjadi 1,8% (2018); prevalensi stroke naik dari
7% (2013) menjadi 10,9% (2018), penyakit ginjal kronis naik dari 2‰ (2013) menjadi 3,8‰ (2018).
Berdasarkan pemeriksaan gula darah, prevalensi diabetes melitus naik dari 6,9% (2013) menjadi 8,5%
(2018) dan hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari
25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018).
Berdasarkan data di atas tampak adanya peningkatan prevalensi PTM dan persentase
penduduk dengan faktor risiko perilaku yang tidak sehat yang seharusnya dapat dikendalikan melalui
kebijakan dan strategi pengendalian PTM yang tepat. Untuk itu perhatian difokuskan kepada jenis
PTM yang mempunyai dampak besar baik dari segi morbiditas mapun mortalitasnya sehingga
menjadi isu kesehatan masyarakat, disebut sebagai PTM utama, yaitu penyakit kardiovaskuler,
diabetes melitus, penyakit paru kronik, dan kanker. Sebagian besar PTM memiliki faktor risiko
perilaku bersama, yaitu merokok, kurang aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan mengkonsumsi alkohol.
Berdasarkan Riskesdas 2018, faktor risiko perilaku penyebab terjadinya PTM yaitu perilaku
merokok pada remaja meningkat dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018); proporsi kurangnya aktivitas
fisik naik dari 26,1% (2013) menjadi 33,5% (2018). Hal lain yang juga merupakan faktor risiko PTM
adalah proporsi konsumsi buah dan sayur yang kurang pada penduduk yakni sebesar 95,5%. Faktor
risiko PTM berikutnya yang juga mengalami peningkatan adalah obesitas, dari 14,8% (2013) menjadi
21,8% (2018).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian PTM di tingkat nasional,
sejalan dengan pendekatan global dan regional. Program pencegahan dan pengendalian PTM
diarahkan pada upaya pemicuan perubahan perilaku, pencegahan dan deteksi faktor risiko,
perlindungan khusus, dan tata laksana kasus berbasis komunitas. Pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama perlu dilakukan penguatan P2PTM melalui pelayanan terpadu PTM yang mengutamakan
aspek promotif dan preventif yang dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan tanpa
mengabaikan aspek kuratif, rehabilitatif dan paliatif.
Pelaksanaan Pandu PTM mendukung pencapaian target indikator Renstra Kementerian
Kesehatan 2020-2024, yaitu meningkatnya kabupaten/kota yang melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM, dan mendukung pencapaian target SPM

2
Kabupaten/Kota. Diperlukan pedoman dalam penyelenggaraan Pandu PTM, sebagai acuan bagi
tenaga Kesehatan penyelenggara Pandu PTM di Puskesmas dan FKTP.

B. Tujuan
1. Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dan FKTP dalam
menyelenggarakan Pandu PTM.
2. Terselenggaranya penanggulangan PTM yang lebih efektif, efisien, dan terpadu.

C. Sasaran
Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan FKTP

D. Ruang Lingkup
Upaya pencegahan, pengendalian, dan tata laksana yang terintegrasi untuk tindak lanjut faktor
risiko dan penyakit tidak menular (penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, penyakit paru kronis,
dan kanker) serta PTM lainnya di Puskesmas dan FKTP.

3
BAB II
PENYELENGGARAAN PANDU PTM DENGAN ALGORITMA

Pandu PTM dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan tetap mengacu pada
pedoman tata laksana penyakit yang berlaku.

A. Sasaran Pandu PTM


Individu dan/atau kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pelayan terpadu PTM adalah
pengunjung berusia 15 tahun ke atas yang datang ke Puskesmas/FKTP untuk kunjungan sakit maupun
kunjungan sehat.

B. Algoritma Pandu PTM


Untuk memudahkan pelaksanaan Pandu PTM, maka dibuatlah algoritma Pandu PTM yang
berisi alur dan penjelasan tentang tata laksana bagi pengunjung puskesmas usia 15 tahun keatas mulai
dari identifikasi faktor risiko melalui anamnesis, pengukuran dan pemeriksaan serta pemeriksaan
prediksi risiko dan penegakan diagnosis PTM (bila ada), rujukan bila diperlukan dan rujuk balik
setelah kondisi stabil.

4
 Pengunjung Puskesmas usia ≥15 tahun
 Rujukan Posbindu PTM / Posyandu
Lansia
 Intervensi Lanjut PIS-PK
 Pasien Rujuk Balik FKRTL 1

Anamnesis Faktor Risiko PTM


 Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak
 Merokok
 Kurang aktivitas fisik
 BB berlebih
 Kurang konsumsi sayur dan buah
 Perempuan usia 30-50 tahun yang sudah menikah
atau pernah melakukan hubungan seksual
2

Pemeriksaan
 Tekanan Darah
 Gula Darah
 IMT (BB, TB) Bagi perokok Perempuan usia 30-50
 Lingkar Perut (Obesitas Sentral) ditambahkan tahun yang sudah
 Inspekulo (khusus perempuan) Konseling UBM menikah atau pernah
 Hb melakukan hubungan
seksual
3 3b
3a

PTM Inspekulo
serviks
SADANIS

5 3b.2

Curiga kanker/
servisitis berat

Ya Tidak
5a 3a.1 Ya

Tidak
5b
Tes IVA
3b.1
Tidak
Ada ada
Benjolan Benjolan
Krioterapi/ Syarat
Positif Negatif
3b.2.1 3b.2.2
terapi lain sesuai HTA/ Ya krioterapi
konsensus/fasilitas 3b.1.1 3b.1.2
terpenuhi
3b.1.1

Diobati Fasilitas Kesehatan


6 Rujukan Tingkat Tidak
Lanjut
(FKRTL)
Follow-up
Pasien
Rujuk Balik 7
7a

Penyampaian KIE

Merujuk pada media KIE PTM yang

Kontrol disusun oleh Direktorat P2PTM

9 dapat diakses pada :


http://www.p2ptm.kemkes.go.id/
8

Gambar 2.1. Algoritma Pandu PTM

5
Keterangan Gambar 2.1

Kotak 1

Pandu PTM di FKTP merupakan kegiatan pelayanan terpadu PTM bagi pengunjung
Puskesmas/FKTP yang berusia 15 tahun ke atas yang datang untuk kunjungan sakit/berobat maupun
kunjungan sehat lainnya. Pengunjung yang datang ke Puskesmas/FKTP berasal dari rujukan Posbindu
PTM, Posyandu Lansia, intervensi lanjutan PIS-PK dan pasien rujuk balik FKRTL.

Kotak 2

Anamnesis

Faktor risiko PTM yang perlu diidentifikasi melalui anamnesis adalah sebagai berikut:
a) Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada
pengunjung puskesmas tentang pola makan antara lain:
1) Apakah anda mengonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari?
2) Apakah anda mengonsumsi makanan manis/gula tambahan lebih dari 4 sendok makan
sehari?
3) Apakah anda mengkonsumsi makan asin/ garam lebih dari 1 sendok teh?
4) Apakah anda mengkonsumsi makanan berlemak/ berminyak/digoreng/ ditumis lebih dari 5
sendok makan sehari?
b) Kebiasaan merokok
1) Ditanyakan pada setiap individu usia diatas 10 tahun
2) Beberapa hal yang perlu ditanyakan tentang kebiasaan merokok:
- Merokok
- Tidak merokok
- Berhenti merokok selama 3 bulan, 6 bulan, lebih dari 1 tahun (disebut berhenti
merokok, apabila tidak pernah merokok lebih dari 1 tahun terakhi

c) Kurang aktivitas fisik (frekuensi dan durasi)


1) Kriteria aktivitas fisik:
- ringan: bila saat melakukan aktivitas masih mampu berbicara normal dan bernyanyi
- sedang: bila saat beraktivitas fisik masih bisa berbicara tetapi tidak bisa bernyanyi
- berat: saat melakukan aktivitas fisik sulit untuk berbicara atau terengah-engah

6
2) durasi aktivitas fisik yang dianjurkan:
- setiap hari selama 30 menit
- 150 menit per minggu
3) bila aktivitas fisik yang dilakukan berat dan kurang dari 30 menit perhari atau kurang dari
150 menit perminggu maka diberikan penyampaian KIE untuk merubah perilaku/aktivitas
fisik

d) Berat badan berlebih


Penilaian berat badan berlebih dilakukan dengan anamnesis tentang riwayat obesitas pada
pengunjung dilanjutkan dengan pengukuran IMT sebagaimana dijelaskan pada poin B
(pengukuran IMT)

e) Pada pengunjung wanita usia 30-50 tahun (batasan usia mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan)
yang sudah menikah atau pernah melakukan hubungan seksual (3b), setelah anamnesis dilakukan
pemeriksaan (3), dan dilakukan tambahan pemeriksaan SADANIS dan Inspekulo serviks untuk
menilai curiga kanker atau adanya servisitis berat. Bila curiga kanker/servisitis berat, rujuk ke
FKRTL (7). Bila tidak curiga kanker/servisitis berat, lakukan tes IVA (3b.1). Bila IVA positif
(3b.1.1), lakukan penilaian syarat krioterapi. Bila memenuhi syarat, maka lakukan krioterapi
(2b.1.1), kemudian lakukan follow up dan kontrol (9). Bila FKTP tidak memiliki fasilitas
krioterapi, maka rujuk ke FKRTL (7). Bila IVA positif tidak memenuhi syarat krioterapi, rujuk
ke FKRTL (7). Bila IVA negatif (3b.1.2), berikan KIE (8). Bila pemeriksaan SADANIS (3b.2)
yang menunjukkan ada benjolan (3b.2.1), lakukan rujukan ke FKRTL (7). Bila tidak ada
benjolan (3b.2.2), berikan KIE (8). Selanjutnya FKRTL mengirimkan umpan balik hasil
pelayanan dan saran tindak lanjut kepada FKTP.

Kotak 3 (hal. 11 s/d 29)


Pemeriksaan
Setelah anamnesis, dilakukan pengukuran

a) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dengan baik dan benar adalah langkah penting untuk mendiagnosis
hipertensi dan mengevaluasi respon pengobatan. Pengukuran tekanan darah dilakukan
menggunakan tensimeter digital atau tensimeter jarum (aneroid) yang dikalibrasi secara berkala.

7
Pengukuran TD yang direkomendasikan adalah:
1) Persiapan
Duduk dengan tenang, tidak dalam keadaan cemas atau gelisah, maupun kesakitan.
Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan. Tidak dianjurkan mengonsumsi kafein,
merokok, atau melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan. Tidak
dianjurkan menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan adrenergik seperti
fenilefrin atau pseudoefedrin (misalnya obat flu, obat tetes mata). Tidak sedang dalam
keadaan menahan buang air kecil maupun buang air besar. Tidak mengenakan pakaian ketat
terutama di bagian lengan. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan diam, tidak berbicara di
ruangan yang tenang dan nyaman.

Bila pemeriksaan menggunakan tensimeter aneroid atau digital, gunakan ukuran manset yang
sesuai dengan lingkar lengan atas (LLA). Ukuran manset standar: panjang 35 cm dan lebar
12- 13 cm. Gunakan ukuran yang lebih besar untuk LLA
>32 cm, dan ukuran lebih kecil untuk anak. Ukuran ideal: panjang balon manset 80- 100%
LLA, dan lebar 40% LLA. Lakukan validasi tensimeter setiap 6-12 bulan.

2) Posisi
Posisi pasien dapat berupa duduk, berdiri, atau berbaring (sesuai kondisi di FKTP). Pada
posisi duduk: Gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi bersandar untuk
meminimalisasi kontraksi otot isometrik. Posisi fleksi lengan bawah dengan siku setinggi
jantung. Kedua kaki menyentuh lantai dan tidak disilangkan.

3) Prosedur
Pasien duduk dengan nyaman selama 5 menit sebelum pengukuran TD dimulai. Pengukuran
TD dilakukan minimal 2 kali dengan jarak 1-2 menit. Pengukuran tambahan hanya
dilakukan jika dua kali pembacaan pertama terdapat perbedaan
>10 mmHg. Tekanan darah diukur dari rerata dua pengukuran terakhir.

Ukur TD pada kedua lengan pada kunjungan pertama untuk mendeteksi kemungkinan
perbedaan antara kedua lengan. Gunakan TD dari lengan dengan referensi nilai terbesar.
Ukur TD 1 menit dan 3 menit setelah berdiri dari posisi duduk pada semua pasien pada
pengukuran pertama untuk menyingkirkan kemungkinan hipotensi ortostatik.

8
Pengukuran TD berbaring dan berdiri harus dipikirkan pada pasien lanjut usia, pasien dengan
diabetes melitus, dan pasien dengan kondisi lain yang mungkin menyebabkan terjadinya
hipotensi ortostatik.
Gambar 2.2 berikut menjelaskan cara mengukur tekanan darah dengan benar pada posisi
duduk:

Gambar 2.2
Cara Pengukuran Tekanan Darah dengan Benar pada Posisi Duduk

i. Persiapan

Saat pengukuran menggunakan pakaian yang nyaman


Tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan

Tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung stimulan adrenergik s

Tidak mengonsumsi kopi maupun merokok, ataupun melakukan aktivitas olah raga minimal 30 menit
3

Jika baru selesai beraktivitas, istirahat dahulu selama 5 menit sebelum pengukuran

4
Tidak sedang menahan buang air kecil atau buang air besar

Pastikan baterai cukup daya dan kalibrasi alat setiap 6-12 bulan
Gunakan manset yang sesuai dengan ukuran lengan

7 9
6
ii. Pelaksanaan

Duduk bersandar dengan tenang


Lengan dan siku menempel di meja
Lengan baju tidak dilipat
Telapak tangan menghadap keatas
Kaki tidak dilipat dan telapak kaki menapak di lantai

Letakkan manset sejajar dengan posisi jantung


Batas bawah manset kira-kira 2 jari di atas lipat siku

Jangan bergerak dan berbicara selama pengukuran


Lakukan pengukuran minimal 2 kali dengan jeda pengu
Nilai TD ditetapkan dari rerata nilai dua pengukuran ter

10
iii. Evaluasi

Konsultasikan ke dokter bila:


Tekanan darah sistol > 140 mmHg
Tekanan darah diastol > 90 mmHg

4) Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg (Tabel 3.3). Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan
pengukuran tekanan darah yang benar.

Diagnosis hipertensi direkomendasikan berdasarkan pemeriksaan tekanan darah lebih dari


satu kali kunjungan, kecuali pada hipertensi berat (derajat 3 dan khususnya pada pasien
risiko tinggi). Bila hasil pengukuran TD pada kunjungan pertama menunjukkan hasil
hipertensi, maka dilakukan pengukuran ulang pada kunjungan kedua untuk penegakkan
diagnosis hipertensi.

Setiap kunjungan klinik, pengukuran TD dilakukan minimal 2 kali dengan jeda 5 menit.
Pengukuran tambahan dilakukan jika pada dua pengukuran awal memiliki perbedaan
>10mmHg. TD pasien adalah nilai rata-rata dari dua pengukuran terakhir.

Dianjurkan melakukan pengukuran TD pada kedua lengan pada semua kunjungan pertama.
Jika terdapat perbedaan >15 mmHg dicurigai adanya penyakit

11
aterosklerosis dan di hubungkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Jika TD sudah
diukur pada kedua lengan, direkomedasikan pengukuran TD seterusnya pada lengan dengan
TD tertinggi.

Bagi pasien yang terdiagnosis hipertensi dilakukan tata laksana sesuai pedoman yang
berlaku, seperti PPK1 (sesuai Kepmenkes RI No.HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama),
PNPK dan lain-lain, termasuk deteksi dini komplikasi berdasarkan organ target.

5) Kriteria hipertensi
Berdasarkan pengukuran tekanan darah, hipertensi dibagi dalam beberapa kriteria seperti
yang terlihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90
Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi, InaSH, 2019

b) Pemeriksaan Gula darah sewaktu


Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Kriteria diagnosis
Diabetes Melitus dapat dilihat pada gambar 2.3 dan tabel
2.2 berikut ini.

12
Gambar 2.3
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Sumber : Konsensus PERKENI, 2019


Catatan :
Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat
interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti : anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi
darah 2 – 3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak
dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Tabel 2.2.
Kriteria Diagnosis Diabetes Berdasarkan Kadar Gula Darah / Glukosa

Kriteria Gula Darah Puasa Glukosa Plasma 2 jam Gula Darah Sewaktu
(mg/dl) PP/TTGO (mg/dl) (mg/dl)

Diabetes > 126 > 200 > 200*

Prediabetes 100 -125 140-199 140-199**

Normal < 100 < 140 <100

Catatan :
* dalam 2 kali pengukuran
** perlu konfirmasi TTGO, namun bila tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO maka pemeriksaan
penyaring dengan menggunakan glukosa darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis diabetes melitus.

Jika ditemukan faktor risiko prediabetes, maka dilakukan intervensi (KIE, dan bila perlu
pemberian obat) dan pemantauan minimal setiap 6 bulan. Intervensi dan pemantauan selanjutnya
dapat dilakukan di Posbindu, kecuali bila ada penyulit yang harus ditangani di FKTP.

13
Bila dalam pemantauan faktor risiko prediabetes berubah memenuhi kriteria diagnosis diabetes,
maka dilakukan tata laksana diabetes melitus sesuai pedoman yang berlaku seperti PPK1 (sesuai
Kepmenkes RI No.HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama), PNPK dan lain-lain, termasuk deteksi dini
komplikasi berdasarkan organ target.

c) IMT (berdasarkan TB dan BB)


Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang nantinya
digunakan dalam menentukan derajat obesitas. Penilaian IMT menggunakan rumus:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan x Tinggi Badan(𝑚2)

Batas ambang IMT untuk dewasa ditentukan dengan merujuk pada Keputusan Menteri
Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/603/2020 tahun 2020 tentang PNPK Tata Laksana Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa, sebagaimana tampak pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3.
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Orang Asia dewasa

Klasifikasi Risiko berdasarkan lingkar pinggang


2
IMT (kg/m ) <90 cm (laki-laki) ≥90 cm (laki-laki)
<80 cm (perempuan) ≥80 cm (perempuan)
Berat badan kurang < 18,5 Rendah Cukup
Berat badan normal 18,5 - 22,9 Cukup Meningkat
Berat badan lebih ≥23
Berisiko 23 - 24,9 Meningkat Moderat
Obesitas I 25 - 29,9 Moderat Berat
Obesitas II ≥30 Berat Sangat berat
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/603/2020

Pengukuran IMT ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil, binaragawan, penderita edema,
ascites dan penyandang disabilitas yang mengalami amputasi anggota gerak.

Untuk mempermudah menilai apakah seseorang kurus, normal, gemuk (overweight)


atau obesitas, secara sederhana dapat menggunakan instrumen di bawah ini.

14
Gambar 2.4 Carta Obesitas

15
d) Lingkar Perut
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT saja bukan merupakan
indikator terbaik untuk penentuan obesitas. Selain IMT, metode lain untuk pengukuran
antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar perut. Internasional Diabetes
Federation (IDF) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar perut berdasarkan etnis. Kriteria lingkar
perut ini digunakan untuk penentuan kategori obesitas sentral, sebagai berikut.

Obesitas sentral jika lingkar perut :


Pria >90 cm, wanita >80 cm

e) Inspekulo
f) Pemeriksaan Hemoglobin

Kotak 3a
Konseling UBM
Layanan konseling UBM adalah suatu layanan konseling kepada seseorang yang ingin berhenti
merokok yang diberikan oleh seorang tenaga terlatih. Layanan konseling UBM di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP dilaksanakan 2 minggu sekali selama 3 bulan pertama dengan durasi waktu
30 hingga 60 menit, atau dilakukan minimal 6 kali pertemuan untuk setiap klien. Jika klien sudah
dapat berhenti merokok di bulan ketiga maka dapat disebut klien sudah mengalami 6 (enam) kali
pertemuan konseling UBM. Walaupun demikian, klien tersebut tetap diminta datang ke FKTP setiap 3
bulan, agar dapat dipantau keberhasilan berhenti merokok sampai 1 telah mencapai sukses berhenti
merokok dan tidak perlu kontrol lagi, hanya diberikan nasehat pola hidup sehat. Bila terjadi
kambuh/relaps, segera kembali ke layanan UBM di FKTP.

Tabel 2.4
Manfaat Upaya Berhenti Merokok

Mulai Berhenti Merokok Manfaat

20 menit Tekanan darah, denyut jantung dan aliran darah tepi


membaik.

12 jam Hampir semua nikotin dalam tubuh sudah dimetabolisme. Tingkat


CO di dalam darah kembali normal.
24-48 jam Nikotin mulai tereliminasi dari tubuh. Fungsi pengecap dan penciuman
mulai membaik. Sistem kardiovaskular meningkat baik.

5 hari Sebagian besar metabolisme nikotin dalam tubuh sudah hilang. Fungsi
perasa/pengecap dan pembau jauh lebih membaik. Sistem
kardiovaskular terus meningkat baik.

16
2 minggu s.d Risiko infeksi pada luka setelah pembedahan berkurang secara
6 minggu bermakna. Fungsi silia saluran napas dan fungsi paru-paru membaik.
Napas pendek dan batuk-batuk berkurang.
1 tahun Risiko penyakit jantung koroner menurun setengahnya dibandingkan
orang yang tetap merokok.
Risiko stroke menurun pada level yang sama seperti orang tidak
5 tahun pernah merokok.
Risiko stroke menurun pada level yang sama seperti orang tidak
5 tahun pernah merokok.

10 tahun Risiko kanker paru-paru berkurang setengahnya.


Semua penyebab mortalitas dan risiko penyakit jantung koroner
menurun pada level yang sama seperti orang yang tidak pernah
merokok.

Bagi perokok laki laki usia diatas 40 tahun dengan riwayat batuk lama dengan keluhan batuk
darah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/ nyeri menelan dilakukan skrining dengan
Low Dose CT Scan di FKRTL.

Langkah-langkah dalam memberikan layanan UBM di FKTP menggunakan metode 4T,


yang meliputi : Tanyakan, Telaah, Tolong dan Nasehati, dan Tindak Lanjut.

Tabel 2.5
Langkah-langkah Yang Dilakukan Dalam Metode 4T
Metode Langkah-Langkah

1. Tanyakan  Tanyakan tipe klien, profil perokok, dan tingkat adiksi/ketergantungan nikotin (Fagerstroom)
 Apakah klien merupakan seorang .
perokok atau bukan?  ldentifikasi dan dokumentasikan setiap perkembangan UBM setiap pertemuan.
 Apakah ada anggota keluarga yang  Mencatat, menilai dan memastikan anggota keluarga yang merokok di rumah.
merokok di rumah?  Hasil pertanyaan diatas dituliskan dalam status berhenti merokok (catatan klien).

2. Telaah  Telaah keluhan yang dirasakan oleh klien.


 Nilai keinginan klien untuk berenti  Telaah dampak rokok bagi kesehatan.
merokok  Perlu dipastikan klien memiliki keinginan untuk berhenti merokok atau tidak, bila tidak maka
diperlukan suatu konseling motivasi.
 Nilai sampai manakah tahap keinginan klien untuk berhenti merokok apakah pada
prekontemplasi, kontemplasi, siap, tindakan dan pemeliharaan.

3. Tolong dan nasehati  Gunakan pendekatan secara personal, kuat, dan jelas untuk menganjurkan klien berhenti merokok.
 Anjurkan klien untuk berhenti  Untuk klien yang berniat berhenti merokok, berikan konseling agar klien dapat berhenti
merokok merokok.
 Susun waktu kapan berhenti merokok akan dimulai.
 Berikan informasi cara/metode untuk berhenti merokok seperti berhenti langsung, atau bertahap.
 Beritahu keluarga dan orang sekitar bahwa kita akan berhenti merokok dan mintalah dukungan dan
pengertian keluarga untuk mengingatkan agar tidak kembali merokok.
 Antisipasi hambatan yang akan muncul. Biasanya hambatan paling besar akan terjadi pada minggu
pertama yakni gejala putus nikotin (Withdrawal effect).
 Untuk klien yang belum berniat berhenti merokok, tingkatkan motivasi dan upayakan intervensi
lanjut sehingga klien di masa yang akan datang akan berhenti merokok → Wawancara/Konseling
motivasional.
 Berikan nasihat untk membantu keluarga berhenti merokok dan menciptakan lingkungan rumah
bebas asap rokok.

17
4. Tindak lanjut  Untuk klien yang berusaha untuk berhenti merokok, maka
 Menyusun rencana untuk menindak susunlah jadwal untuk konsultasi rutin/berkala 2 minggu
lanjuti terapi yang sudah dilakukan sekali.
Pertimbangan tambahan terapi jika ada,  Pada pertemuan berikutnya lakukan penilaian antar lain :
atau merujuk ke fasilitas kesehatan - Tingkat keberhasilan berhenti merokok
lanjutan jika 3 bulan belum berhasil - Tingkat motivasi
berhenti merokok - Kendala yang timbul
- Gejala withdrawal effect dan penanganannya
- Penilaian parameter klinis (seperti berat badan, tekanan darah)

 Untuk klien yang tidak ingin berhenti merokok untuk saat ini, dengan memberikan informasi dampak
kesehatan akibat merokok dan meningkatkan motivasi klien untuk berhenti merokok.
 Untuk klien yang belum berhenti merokok untuk saat ini, dengan memberikan informasi dampak
kesehatan akibat merokok dan meningkatkan motivasi klien untuk berhenti merokok pada
kunjungan klien berikutnya.

Kotak 3b
Pemeriksaan Perempuan Usia 30-50 tahun
Pada pengunjung wanita usia 30-50 tahun, dilakukan tambahan pemeriksaan SADANIS dan
Inspekulo serviks untuk menilai curiga kanker atau adanya servisitis berat.

Kotak 3b.1

Tes IVA

Kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim yang merupakan bagian terendah
dari badan rahim yang menonjol ke puncak liang vagina. Sejumlah faktor risiko (ko-faktor) yang
berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim diantaranya adalah:

 Memiliki pasangan seksual multipel (perempuan atau pasangannya);


 Pertama kali hubungan seksual saat usia muda (<20 tahun);
 Infeksi Menular Seksual (IMS) berulang, antara lain : Klamidia, gonore, dsb;
 Penderita HIV/AIDS;
 Merokok/terpapar asap rokok; dan atau
 Malnutrisi atau defisiensi beberapa vitamin anti-oksidan (vitamin C, E, dll)
Skrining dan deteksi dini kanker leher rahim dapat dilaksanakan dengan cara atau metode yang
mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun dengan pemeriksaan :

a) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat); ATAU


b) Papsmear (sitologi)

18
Namun terkait rendahnya akurasi pap smear sebagai metode skrining tunggal yang berdampak pada
tingginya angka negatif palsu, maka lebih disarankan pemeriksaan IVA sebagai metode skrining
nasional karena sangat sensitif dan akurat, lebih praktis, dan sangat ekonomis, sehingga akselerasi
cakupan skrining di Indonesia dapat lebih cepat tercapai.

Sasaran skrining kanker payudara dan kanker leher rahim adalah kelompok perempuan usia 30-50
tahun yang sudah melakukan hubungan seksual. Pada hasil IVA yang negatif, disarankan untuk
pemeriksaan IVA ulang 3-5 tahun kemudian, sedangkan pada hasil IVA yang positif akan dilakukan
tindakan lanjutan (treat) berupa krioterapi atau TCA (Trichloroacetic Acid) sesuai dengan fasilitas
yang tersedia. Tindakan lanjutan (treat) ini dilakukan oleh dokter umum di Puskesmas/FKTP.

Dengan kata lain, Puskesmas/FKTP dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar di
masyarakat dapat melakukan upaya skrining dan deteksi dini kanker leher rahim terhadap kelompok
perempuan usia 30-50 tahun tersebut dan melakukan tata laksana pada kunjungan yang sama (Single
Visite Approach / Screen and Treat (gambar 2.5).

Kotak 3b.2
SADANIS
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan
penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara, yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti.

Pada kelompok risiko tinggi sangat penting untuk dilakukan deteksi dini berupa SADARI
(pemerikSAan payuDAra sendiRI), SADANIS (Pemeriksaan Payudara secara Klinis) oleh tenaga
medis, dan mamografi setiap tahun.

Deteksi dini kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan skrining kanker leher
rahim pada kelompok usia produktif (30-50 tahun) menggunakan alur pada gambar 2.6.

19
Gambar 2.5
Skrining Kanker Leher Rahim

20
Gambar 2.6
Deteksi Dini Kanker Payudara

Mengajak ibu-ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara

Melakukan penyampaian KIE tentang kanker payudara, faktor risiko &

Tingkat Komunitas Menyusui

Ya Tidak

Kosongkan ASI

Menanyakan apakah ibu telah melakukan SADARI

Tingkat Yankes Primer Ya Tidak

Ajarkan SADARI

Adakah benjolan/kelainan lain

Ya Tidak

Lakukan Periksa Payudara Klinis (SADANIS)

Adakah benjolan/kelainan lainnya

Tingkat Yankes Sekunder Rujuk

< 35 tahun > 35 tahun

USG Mammografi

Normal Ada kelainan Normal

Radiologi Dokter Bedah Umum/Onkologi

Keterangan
RS yg belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog

21
Kotak 4 (hal. 30 s/d 36)

Penilaian Prediksi Risiko PTM

Selanjutnya lakukan penilaian prediksi risiko PTM menggunakan “Tabel Prediksi Risiko PTM”.
Tabel ini memprediksi risiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler 10 tahun mendatang,
berdasarkan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, status merokok.

Penilaian prediksi risiko PTM dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen. Salah satu
instrumen yang dapat dipakai untuk memprediksi risiko seseorang menderita PTM adalah Tabel
Prediksi Risiko PTM, diadaptasi dari “WHO Cardiovascular Disease Risk Charts” yang
dikeluarkan tahun 2020. Terdapat 2 jenis tabel prediksi risiko PTM, yaitu berdasarkan hasil
laboratorium (memerlukan nilai kolesterol total dan diagnosis diabetes melitus) dan tanpa hasil
laboratorium (memerlukan nilai Indeks Massa Tubuh). Tabel prediksi berdasarkan hasil
laboratorium, memprediksi risiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler 10 tahun
mendatang, berdasarkan status diabetes melitus, jenis kelamin, status merokok, umur, tekanan darah
sistolik, dan nilai kolesterol total. Sedangkan tabel prediksi tanpa hasil laboratorium,
memprediksi risiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler 10 tahun mendatang, berdasarkan
jenis kelamin, status merokok, umur, tekanan darah sistolik, dan nilai kolesterol total.

Dengan adanya Tabel Prediksi Risiko PTM ini, maka Carta Prediksi Risiko Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah yang terdapat pada buku-buku pedoman yang diterbitkan sebelumnya dinyatakan
tidak berlaku lagi.

22
Gambar 2.7 Tabel Prediksi Risiko PTM (Hasil Laboratorium)

23
Gambar 2.8 Tabel Prediksi Risiko PTM (Tanpa Hasil Laboratorium)

Kotak 5

24
Cara Menggunakan Tabel Prediksi Risiko PTM

a) Tabel Prediksi Risiko PTM berdasarkan hasil laboratorium


 Tentukan dahulu apakah orang yang diperiksa penyandang Diabetes Melitus atau tidak.
Gunakan kolom yang sesuai dengan statusnya.
 Kemudian tentukan kolom jenis kelaminnya (laki-laki di kolom kiri dan perempuan di
kolom kanan).
 Tentukan status merokok apakah merokok atau tidak, sesuaikan di kolomnya masing-
masing
 Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46 tahun
pakai blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-69 tahun, dst).
 Lihat nilai tekanan darah (TD) sistolik pada lajur paling kanan.
 Lihat kolom konversi kadar kolesterol total pada lajur bawah (pada tabel digunakan satuan
mmol/l, sedangkan di Indonesia umumnya menggunakan satuan mg/dl, angka konversi
tercantum).
 Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis dari titik tekanan darah ke
arah dalam dan nilai kolesterol ke atas, angka dan warna kotak yang tercantum pada titik
temu antara kolom umur, TD sistolik dan kolom kolesterol menentukan besarnya risiko
untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
 Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan tata laksana

b) Tabel Prediksi Risiko PTM dengan IMT /tanpa hasil laboratorium


 Tentukan dahulu kolom jenis kelaminnya (laki-laki kolom kiri dan perempuan kolom
kanan).
 Tentukan status merokok apakah merokok atau tidak, sesuaikan di kolomnya masing-
masing
 Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46 tahun
pakai blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-69 tahun, dst).
 Lihat nilai tekanan darah (TD) sistolik pada lajur paling kanan.
 Lihat kolom IMT (Indeks Masa Tubuh) pada lajur bawah.
 Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis dari titik tekanan darah ke
arah dalam dan nilai IMT ke atas, angka dan warna kotak yang tercantum pada titik temu
antara kolom umur, TD sistolik dan kolom IMT menentukan besarnya risiko untuk
mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
 Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan tata laksana

25
Gambar 2.9
Tata laksana Hipertensi dan Diabetes Terpadu

Langkah1.Tanyakan tentang : GUNAKAN ALUR INI PADA


KONDISI :
K U N J U N G A Diketahui penyakit jantung, stroke, TIA, diabetes, penyakit ginjal Usia > 40 tahun, Perokok,
N  Nyeri dada dan/atau sesak saat aktivitas, nyeri tungkai saat jalan
 Obat-obatan yang diminum pasien Obesitas*, Hipertensi, Diabetes,
 Merokok saat ini (ya/tidak)
 Konsumsi alkohol (ya/tidak)
Riwayat Penyakit Kardiovaskuler
 Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak) premature pada orang tua/saudara
 Berolahraga teratur minimal 30 menit sehari, 5 hari dalam
seminggu (ya/tidak) kandung, dan Riwayat diabetes atau
penyakit ginjal pada orang tua/
Langkah 2.Lakukan penilaian : saudara kandung
 Lingkarperut*
 Tekanan darah
 Palpasi nadi perifer
 Auskultasi jantung dan paru
 Gula darah puasa dan sewaktu ( DM puasa > 7 mmol/L (126 mg/dL) atau sewaktu > (200 mg/dL)
 Proteinuria
 Lipid darah (bila dimungkinkan)
 Test sensasi (rasa) pada tungkai dan nadi dorsalis pedis/tibialis pada DM

Langkah 3. Kriteria rujukan untuk semua kunjungan :


PERTAM
A  Tekanan darah systole >140 atau diastole >90 mmHg pada subyek usia< 40 tahun (untuk
menyingkirkan hipertensi sekunder)
 Diketahui menderita hipertensi, stroke, TIA, DM, penyakit ginjal (untuk penilaian bilamana diperlukan)
 Angina pektoris, klaudikasio
 Perburukan gagal jantung
 Kenaikan tekanan darah >140/90 mmHg ( pada DM >130/80 mmHg) meskipun sudah mendapat terapi dengan 2-3
obat
 Proteinuria
 Bila penderita, terapi 8-12 minggu, kadar HbA1c >7%
 DM dengan infeksi berat dan/atau luka di kaki
 DM yang baru saja mengalami perburukan penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata dalam 2
tahun terakhir

 Gunakan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, kolesterol total, status merokok, dan ada/tidak ada diabetes
melitus pada tabel prediksi risiko PTM berdasarkan hasil laboratorium
 Gunakan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, Indeks Massa Tubuh dan status merokok pada tabel prediksi
risiko PTM tanpa hasil laboratorium
 Bila usia 46 tahun pilih blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pilih blok 65-69 tahun, dst.
 Untuk usia <40 tahun pilih blok usia 45-49 tahun

26
Langkah 4.Tetapkan risiko kardiovaskuler bagi yang tidak dirujuk:
- Semua subyek dengan tekanan darah >160/100 mmHg harus
diberikan obat anti hipertensi
- Semua pasien dengan diagnosis diabetes dan penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung coroner, infark miokard,
serangan iskemik transien/TIA, penyakit cerebrovaskuler atau penyakit
K vaskuler perifer), bila stabil hendaknya terus minum
obat yang sudah diresepkan dan dianggap mempunyai risiko >
U 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 320 mg/dl
harus diberikan nasihat pola hidup sehat dan terapi statin
N
Risiko< 20% : perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok
J
(alur konseling factor risiko PTM)

U - Bila risiko < 10% kontrol kembali dalam waktu 12 bulan


- Bila risiko 10 - < 20% kontrol kembali tiap 3 bulan hingga target
tercapai, selanjutnya tiap 6-9 bulan
N

G Langkah 5.
Risiko 20 - < 30% :
Obati
A sebagaimana - Perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok (alur penyampaian
tercantum KIE factor risiko PTM)
N disamping: - Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada DM > 130/80 mmHg)
pertimbangkan salah satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-
50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg
perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari (sesuaikan dengan obat yang
tersedia di puskesmas)
P

E Risiko ≥ 30% :
- Perlu konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok (alur
R konseling)
- Tekanan darah menetap = 130/90 mmHg harus diberikan salah
T satu dosis rendah obat : thiazide, ACE inhibitor beta-blocker atau
calcium channel blocker, perlu konsultasi diet, aktivitas
fisik, berhenti merokok (alur konseling FR PTM))
A - Tekanan darah menetap = 130/80 mmHg : pertimbangkan salah
satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari,
M
Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau
Amlodipine 5-10 mg perhari, Berikan statin (Check teratur tiap 3
A bulan)

27
Bila risiko< 20% :
KUNJUNGANKEDUA Check ulang tiap 12 bulan untuk dinilai kembali risiko kardiovaskuler, konsultasi diet,

Ulangi langkah 2,3,4.


Ikuti kriteria rujukan untuk semuaBila
kunjungan
risiko(sesuai
20% - langkah-3)
< 30% : Tatalaksana sebagai berikut
Lanjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3 bulan

Bila risiko masih tetap ≥ 30%


Setelah 3 – 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, lajutkan ketingkat berikutny

- Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan
kaleng dan bumbu penyedap makanan
- Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin anda secara teratur

NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.


- Bila anda dalam terapi diabetes yang dapat mengakibatkan hipoglikemik, bawalah selalu gula atau
permen, bila memungkinkan periksakan mata teratur setiap tahun
- Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air hangat dan jaga agar selalu
kering terutama di sela-sela jari kaki
- Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pada callus atau corns
- Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera temui dokter anda Langkah
tambahan untuk DM: Bila dengan diet diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan obat
hipoglikemik oral
- Nasehatkan cara memelihara kaki: Kontrol teratur tiap 3 bulan, bila sarana tersedia, berikan statin bagi
subyek usia >40 tahun meskipun risiko kardiovaskuler rendah
- Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun

28
Kotak 5 dan 6

Bila hasil pemeriksaan menunjukkan pengunjung menyandang PTM (5a), lakukan pengobatan dan
tata laksana (6) sesuai pedoman yang berlaku, seperti PPK1 (sesuai Kepmenkes RI No.
HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama), PNPK dan lain-lain, termasuk deteksi dini komplikasi berdasarkan
organ target, dan jika ditemukan komplikasi, lakukan rujukan ke FKRTL (7), selanjutnya FKRTL
memberikan umpan balik hasil pelayanan dan saran tindak lanjut kepada FKTP. Pengunjung yang
tidak menyandang PTM (5b), baik yang memiliki faktor risiko PTM maupun tidak, diberikan KIE (8)
dan dikontrol secara berkala sesuai hasil Tabel Prediksi Risiko PTM (9).

Kotak 7

Rujukan ke FKRTL dan Rujuk Balik

Pengunjung puskesmas yang dalam anamnesis dan pemeriksaan diketahui menyandang PTM,
dilakukan tata laksana sesuai jenis penyakitnya di FKTP dengan mengacu pada pedoman yang
berlaku. Apabila kondisi penyakit cukup berat dan atau terdapat kegawatdaruratan medik yang
menyebabkan FKTP tidak dapat melakukan penanganan secara optimal, maka dilakukan rujukan ke
FKRTL agar dapat ditangani oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis.

Selanjutnya FKRTL dapat memberikan umpan balik dan saran-saran tindaklanjut kepada FKTP atau
institusi pelayanan kesehatan yang merujuk terkait pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada
pasien. Kemudian pasien tersebut dapat ditangani kembali di FKTP bila kondisi penyakitnya sudah
stabil melalui Program Rujuk Balik (PRB).

Program Rujuk Balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penyandang penyakit kronis
yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil dan masih memerlukan pengobatan atau
perawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi dari dokter
spesialis/subspesialis yang merawat.

Pelayanan obat PRB dilakukan selama 3 bulan di FKTP, kemudian dapat dirujuk kembali ke FKRTL
untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/subspesialis. Pada saat kondisi pasien tidak stabil,
dapat dilakukan rujukan ke FKRTL sebelum 3 bulan dengan menyertakan keterangan medis dan/atau
hasil pemeriksaan klinis dari dokter di FKTP yang menyatakan kondisi pasien tidak stabil atau
mengalami gejala/tanda perburukan dan perlu penatalaksanaan lanjut oleh Dokter Spesialis/Sub
Spesialis.

29
Kotak 8
Penyampaian KIE Pencegahan dan Pengendalian PTM
Pencegahan dan pengendalian PTM difokuskan pada manajemen faktor risiko yang dapat diubah,
melalui promosi kesehatan dan pemicuan perubahan perilaku menjadi perilaku hidup sehat dengan
tetap mengacu pada pedoman yang berlaku, seperti PPK1 sesuai Kepmenkes RI No.
HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama, PNPK dan lain-lain.

Penyampaian KIE merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Pandu PTM.
Secara umum penyampaian KIE melalui slogan CERDIK bagi semua kelompok masyarakat dan
PATUH bagi kelompok masyarakat penyandang PTM. CERDIK merupakan singkatan dari Cek
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dan gizi
seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres. PATUH merupakan singkatan dari Periksa kesehatan
secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap
diet sehat dengan gizi seimbang, Upayakan beraktivitas fisik dengan aman, Hindari rokok, alkohol
dan zat karsinogenik lainnya.

30
BAB III

PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan
Secara garis besar, terdapat 2 kegiatan utama yang dilakukan Puskesmas/FKTP dalam
penyelenggaraan Pandu PTM, yaitu pengelolaan faktor risiko PTM dan penatalaksanaan PTM sesuai
standar/pedoman, dengan sasaran pengunjung berusia 15 tahun ke atas. Untuk Puskesmas, selain
melakukan pengelolaan faktor risiko PTM di dalam gedung, juga dilakukan pengelolaan faktor risiko
PTM di luar gedung, yaitu dengan melakukan pembinaan kader dalam pengelolaan faktor risiko PTM
di Posbindu.
Pencatatan kegiatan dalam penyelenggaraan Pandu PTM dilakukan untuk diolah dan
dianalisis sebagai bahan evaluasi. Selain itu, hasil analisis data kegiatan Pandu PTM menjadi dasar
pengambilan keputusan intervensi dan kebijakan yang tepat sehingga kualitas penyelenggaraan
Pandu PTM menjadi lebih baik.
Puskesmas/FKTP melakukan pencatatan penyelenggaraan Pandu PTM harian, menggunakan
Formulir Penyelenggaraan Pandu PTM (terlampir), memuat data sebagai berikut:
- Tempat pemeriksaan
- Tanggal pemeriksaan
- Identitas Pasien meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, NIK, alamat, nomor telepon
- Riwayat PTM pada keluarga dan pada diri sendiri seperti Hipertensi, Diabetes, Jantung,
Stroke, Asma, Kanker, dan lain-lain
- Jenis faktor risiko PTM yang dimiliki meliputi tekanan darah tinggi, kadar gula darah
tinggi, obesitas (IMT > 27 kg/m2), obesitas sentral (laki LP >90cm, perempuan LP
>80cm), pola makan tinggi gula, garam, dan lemak, merokok, kurang aktivitas fisik,
berat badan berlebih, kurang konsumsi sayur dan buah
- Pengelolaan faktor risiko PTM seperti konsultasi gizi, konseling UBM, dan lain- lain
- Tata laksana PTM meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.

Berdasarkan Formulir Pandu PTM di atas, Puskesmas dan FKTP membuat rekapitulasi
penyelenggaraan Pandu PTM bulanan, menggunakan Formulir Rekapitulasi Penyelenggaraan Pandu
PTM Puskesmas/FKTP (terlampir). Puskesmas mengumpulkan rekapitulasi penyelenggaraan Pandu
PTM dari FKTP yang ada di wilayah kerjanya kemudian menyatukannya dengan penyelenggaraan
Pandu PTM di Puskesmas dan data

31
dari Posbindu sebagai rekapitulasi Puskesmas. Formulir rekapitulasi memuat data sebagai berikut:
- Unit pembuat rekapitulasi
- Periode rekapitulasi (bulan dan tahun)
- Jumlah total pengunjung Puskesmas/FKTP usia 15 tahun ke atas pada periode berjalan
berdasarkan jenis kelamin, usia
- Jumlah pengunjung Puskesmas/FKTP usia 15 tahun ke atas yang memiliki faktor risiko
PTM pada periode berjalan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis faktor risiko
- Jumlah pengunjung Puskesmas/FKTP usia 15 tahun ke atas yang dilakukan pengelolaan
faktor risiko PTM pada periode berjalan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis faktor
risiko
- Jumlah pengunjung Puskesmas/FKTP usia 15 tahun ke atas penyandang PTM pada
periode berjalan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis PTM

Berdasarkan rekapitulasi dari Puskesmas, pengelola program P2PTM di kabupaten/kota


membuat rekapitulasi bulanan penyelenggaraan Pandu PTM menggunakan Formulir Rekapitulasi
Penyelenggaraan Pandu PTM Kabupaten/Kota (terlampir). Hal yang sama berlaku di tingkat provinsi,
berdasarkan rekapitulasi dari pengelola program P2PTM di kabupaten/kota, provinsi membuat
rekapitulasi bulanan penyelenggaraan Pandu PTM menggunakan Formulir Rekapitulasi
Penyelenggaraan Pandu PTM Provinsi (terlampir).

B. Pelaporan
Pelaporan rekapitulasi penyelenggaraan Pandu PTM dengan formulir tersebut di atas
dilakukan rutin bulanan secara berjenjang, dari Puskesmas dan FKTP, kabupaten/kota, provinsi, dan
pusat. Laporan bulanan dari kabupaten/kota (Formulir Rekapitulasi Penyelenggaraan Pandu PTM
Kabupaten/Kota) dan provinsi (Formulir Rekapitulasi Penyelenggaraan Pandu PTM Provinsi) dikirim
melalui surat elektronik dengan alamat subdit pjpd.p2ptm@kemkes.go.id dan SI PTM.

32
BAB IV

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pemantauan dan evaluasi adalah salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program. Pemantauan dilakukan secara berkala untuk mendeteksi masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan dengan cepat supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera. Evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian tujuan dan target yang telah
ditetapkan dengan indikator spesifik. Evaluasi berguna untuk perencanaan kegiatan berikutnya agar
lebih baik.

A. Pemantauan
Pemantauan penyelenggaraan Pandu PTM dilakukan dengan menilai dan memastikan
tersedianya komponen input, terlaksananya komponen proses, dan menghasilkan output sesuai yang
direncanakan. Pemantauan penyelenggaraan Pandu PTM di Puskesmas/FKTP secara langsung
dilakukan oleh kepala Puskesmas/FKTP. Selain itu, pengelola program P2PTM di dinas kesehatan
kabupaten/kota, provinsi, dan Pusat melakukan pemantauan serta pembinaan untuk perbaikan
berdasarkan analisis laporan dan hasil supervisi berkala. Secara ringkas, pemantauan penyelenggaraan
Pandu PTM dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1.
Pemantauan Penyelenggaraan Pandu PTM

• Supervisi
• Pembinaan

Supervisi
Dinkes Provinsi Pembinaan

Supervisi
Dinkes Kab/Kota Pembinaan

• Penyelenggara
Puskesmas/FKTP Pandu PTM

Pemantauan komponen input meliputi sumber daya manusia, peralatan, obat-obatan, bahan
habis pakai, anggaran, bahan dan media KIE, dan ketersediaan sistem informasi. Pemantauan
komponen proses meliputi jumlah sasaran yang mendapat pelayanan pengelolaan faktor risiko PTM
serta kelengkapan dan ketepatan pelaporan. Pemantauan komponen output

33
meliputi cakupan Pandu PTM, yaitu persentase sasaran yang mendapatkan Pandu PTM di
Puskesmas/FKTP dibandingkan dengan jumlah total sasaran yang berkunjung ke Puskesmas/FKTP.
Pemantauan dilakukan dengan cara menganalisis laporan, pengamatan langsung, dan wawancara
dengan petugas pelaksana maupun masyarakat sasaran.

Tabel 4.1
Komponen Pemantauan Penyelenggaraan Pandu PTM

NO KOMPONEN SUB KOMPONEN


1 Input - Tersedia SDM penyelenggara Pandu PTM
- Tersedia peralatan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM
- Tersedia obat-obatan, bahan habis pakai
- Tersedia bahan dan media KIE
- Tersedia anggaran
- Tersedia sistem informasi

2 Proses - Jumlah sasaran yang mendapat pelayanan pengelolaan faktor risiko PTM
- Kelengkapan dan ketepatan pelaporan bulanan ≥80%

3 Output Cakupan Pandu PTM (persentase sasaran yang mendapatkan Pandu PTM di
Puskesmas/FKTP dibandingkan dengan jumlah total sasaran yang berkunjung ke
Puskesmas/FKTP) ≥80%

B. Evaluasi
Evaluasi penyelenggaraan Pandu PTM dilakukan dengan membandingkan target indikator
kinerja program dengan capaian. Target program yang dipakai dalam evaluasi penyelenggaraan Pandu
PTM sebagai berikut:

Tabel 4.2
Indikator dan Target Program Pandu PTM

TARGET
NO INDIKATOR
2020 2021 2022 2023 2024
Jumlah kabupaten/kota yang memiliki paling kurang 80%
1 103 205 308 411 514
Puskesmas melakukan Pandu PTM sesuai standar

2 Pelayanan kesehatan usia produktif (%) 100 100 100 100 100

3 Pelayanan kesehatan penderita Hipertensi (%) 100 100 100 100 100

4 Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus (%) 100 100 100 100 100

34

Anda mungkin juga menyukai