Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI .....................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................
B. Tujuan ...........................................................................................
1. Tujuan Umum .........................................................................
2. Tujuan Khusus ........................................................................
BAB II PROSES KEPERAWATAN DAN KOMUNIKASI
A. Nilai Secara Umum ......................................................................
1. Nilai merupakan suatu ciri ......................................................
2. Nilai- Nilai yang Sangat Diperlukan Oleh Perawat ................
3. Metode Mempelajari Nilai-Nilai .............................................
4. Keyakinan ...............................................................................
5. Sikap........................................................................................
6. Mempertimbangkan dengan hati nurani..................................
B. Nilai Moral ...................................................................................
C. Norma Moral ................................................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nilai-nilai (valves) merupakan hak-hak manusia dan pertimbangan etis
yang mengatur prilaku seseorang. Nilai merupakan milik setiap pribadi
yang mengatur langkah-langkah yang seharusnya di lakukan karena
merupakan cetusan dari hati nurani yang dalam dan diperoleh seseorang
sejak kecil. Nilai dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan yanng
dewasa ini mendapat perhatian khusu, terutama bagi perawat karena
perkembangan peran perawat menjadikan mereka menjadi lebih menyadari
nilai dan hak orang lain serta dirinya sendiri.
Klasifikasi nilai-nilai adalah suatu proses, dimana orang atau seseorang
dapat menggunakannya untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri.
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, selain
menggunakan ilmu keperawatan yang mereka miliki, juga diperkuat oleh
nilai yang ada pada diri mereka. Sehingga perawat dapat membantu pasien
untuk mendapatkan pola tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai yang
ada pada mereka.
Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu
totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai
dan diamalkan oleh warga akademik di lembaga pedidikan tinggi dan
lembaga penelitian. Kehidupan akademik diharapkan selalu berkembang,
bergerak maju bersama dengan dinamika perubahan dan pembaruan sesuai
tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan
kegiatan akademik menuju ke kondisi yang idela senantiasa menjadi
harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan
mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian,
terutam mereka yang menggengam idealisme dan gagasan tentang
kemajuan.
B. Tujuan:
1. Tujuan umum
dibuatnya makalah ini adalah untu memenuhi persyaratan nilai mata
kuliah etika keperawatan
2. Tujuan Khusus
a) Agar mahasiswa mengetahui mengenai moral
b) Agar mahasiswa mengetahui mengenai nilai moral
c) Memahami budaya akademik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai Secara Umum
Ada beberapa pengertian tentang nilai, yitu sebagai berikut:
1. Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian
rupa oleh seseorang sesuai denagn tututan hati nuraninya (pengertian
secara umum)
2. Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang
tentang kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran,
objek atau prilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah
serta makna pada kehidupan seseorang (simon,1973).
3. Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga,
kebenaran atau keinginan mengenai ide-ide, objek, atau prilaku khusu
(Znowski, 1974)
Nilai merupakan suatu ciri, yaitu sebagai berikut:
a) Nilai-nilai membentuk dasar prilaku seseorang
b) Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola prilaku yang
konsisten.
c) Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi prilaku seseorang.
d) Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang
yang secara intelektual diyakinkan tentang sutu nilai serta memegang
teguh dan mempertahan kannya.
Untuk praktik sebagai perawat profesional, diperlukan nilai-nilai yang sesuai
dengan kode etik profesi, antara lain dengan:
a) Menghargai martabat individu tanpa prasangka.
b) Melindungi seseorang dalam hal privasi
c) Bertanggung jawab untuk segala tindakannya
Seorang perawat yang menghargai hak privasi pasien akan menerapkan kepada
pasien, sebagai berikut:
1. Menutup area untuk mandi dan pengobatan
2. Menutup pasien untuk prisedur tertentu
3. Menyediakan tempat konsultasi bagi pasien dcengan pemuka agama atau
anggota keluyarga yang sedang sedih

Nilai- Nilai yang Sangat Diperlukan Oleh Perawat


a) Kejujuran
b) Lemah Lembut
c) Ketepatan setiap tindakan
d) Menghargai orang lain

Metode Mempelajari Nilai-Nilai


Menurut teori klasifikasai nilai-nilai, keyakinan atau sikap dapat menjadi suatu
nilai apabila keyakinan tersebut memenuhi tujuh kriteria sebagai berikut:
1. Menjunjung dan menghargai keyakkina dan rilaku seseorang
2. Menegaskan didepan umum , apabila cocok
3. Memilih dari berbagai alyernatif
4. Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya
5. Memilih secara bebas
6. Bertindak
7. bertindak denngan pola konsisten

Keyakinan
Ada beberapa pengertian tentang keyakinan, yaitu sebagi berikut:
1. Keyakinan adalah sesuatu yang diterima sebagai kebenaran melalui
pertimbangan dan kemungkinan, tidak berdasarkan kenyataan
2. Keyakinan merupakan pengorganisasian konsep kogniti, misalnya
individu memegang keyakinan yang dapat dibuktikan melalui kejadian
yang dapat dipercaya
3. Tradisi rakyat atau keluarga merupakan keyakinan yng berjalan dari satu
generasi ke generasi yang lain
Sikap
Sikap adalh suasana perasaan atau sifat, dimana prilaku yang ditujukan kepada
orang, objek, kondisi atau situasi, baik secaa tradisional maupun nulai atau
keyakinan. Sikap dapat diajarkan melalui cara:
1. Memberi contoh, teladan atau model peran
Setiap individu belajar dari seperangkat contoh melaui prilaku orang lain
yang diterimanya,

2. Membujuk atau meyakinkan


Membujuk atau meyakinkan seseorang mempunyi dasar kognitf. Hal ini
tidak terkait dengan aspek emosional dari prilaku seseorang.
3. Mengajarkan melalui budaya
Budaya dan agama mempengaruhi prilaku seseorang tanpa pilihan. Setiap
individu dapat menerima keyakinan tersebut
4. Pilihan terbatas
Prilaku seseorang dikontrol dengan membatasi pilihan seseorang dengan
tidak mempunyai pilihan secara bebas
5. Menetapkan melalui peraturan-peraturan
Ketentuan dan peraturan yang digunakan untuk mengontrol prilaku
seseorang adalah sebagai berikut:
a) Prilaku yang dipelajari biasanya dapat diterima secara sosial dan
diterapkan dalam situasi yang sama dengan waktu yang akan
datang
b) Berprilaku dalam cara tertentu karena takut diberi sanksi, sehingga
tidak mempertimbangkan nilai benar atau salah
c) Menggunakan nilai untuk mengarahkan prilakunya, berarti dapat
membedakan baik dan buru, benar atau salah
6. Mempertimbangkan dengan hati nurani
Orang sering mempelajari seperangkat norma prilaku yang dianggap
benar. Kegagalan untuk Mengikuti norma ( hati nurani ) dapat
mengakibatkan perasaan bersalah
PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI

Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh
dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang
perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang
nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan
nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana
mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai
cara antara lain:
1. Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik
atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat
dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul
2. Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi
tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan
kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda
3. Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah
dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang
dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut
kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya
pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat
menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut
4. Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti:
mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan
sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan
perilaku yang tidak baik
5. Tanggung jawab untuk memilih, adanya dorongan internal untuk menggali
nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk
diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang
yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.
B. Nilai Moral

Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat
memperoleh suatu “bobot moral”, bola diikutsertakan dalam tingkah laku
moral. Kejujuran misalnya, merupakan suatu nilai moral, tetapi kejujuran
itu sendiri kosong bila tidak diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya
nilai ekonomis. Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-
nilai lain, namun ia tampak seperti sebuah nilai baru, bahkan sebagai nilai
yang paling tinggi. Nilai moral memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berakaitan dengan tanggung jawab kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khusus menandai
nilai moral adalah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseotang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Suatu nilai
moral hanya dapat diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang
sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang yang bersangkutan

2. Berkaitan dengan hati nurani


Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung
semacam undangan atau imbauan. Salah satu ciri khas nilai moral adalah
bahwa hanya nilia ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang
menuduh kita bila mita meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan
memuji kita bila mewujudkan nilia-nilia moral.

3. Mewajibkan
Berhubungan erat dengan ciri bahwa nilai-nilai moral mewajibkan kita
secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Dalam nilai moral
terkandung suatu imperatif kategoris, Sedangkan nilai-nilai lainnya hanya
berkaitan dengan imperatif hipotesis. Artinya, kalu kita ingin
merealisasikan nili-nilai lain kita harus menempuh jalan tertentu.

4. Bersifat formal
Nilai moral tidak merupakan sutau jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja
disamping nilai-nilai jenis lainnya. Nilai-nilai moral tidak membentuk suatu
kawasan khusus yang terpisah dari nilai-nilai lain. Nilai-nilia moral tidak
memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak ada nilai-nilai moral
yang “murni”, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah yamg kita maksudakan
dengan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal.

C. Norma Moral
Dalam bahasa latin arti yang pertama adalah Carpenters square: siku-siku
yang
dipakai tukang kayu untuk mengcek apakah benda yang dikerjakan
sungguh-sungguh lurus. Asal-usul ini membantu kita untuk mengerti
maksudnya. Dengan norma kita maksudkan aturan atau kaidah yang kita
pakai sebagai tolak ukur untuk mengukur sesuatu. Ada tiga macam norma
umum, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma
moral. Etiket misalnya benar-benar mengandung norma yang mengatakan
apa yang harus kita lakukan. Norma hukum juga merupakan norma
penting yang menjadi kenyataan dalam setiap masyarakat. Norma moral
menentukan apakah prilaku kita baik atau buruk dari sudut etis. Karena itu
norma moral merupakan norma tertinggi, yang tidak bisa ditaklukan pada
norma lain.

Masalah-masalah yang biasa disebut “relativisme moral’


1. Relativisme moral tidak Tahan uji
Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang diudara, tapi
tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian suatu
kebudayaan. Dengan relativisme moral dimaksudkan pendapat bahwa
moralitas sama saja dengan adat kebiasaan, sehingga suatu etika tidak
lebih baik daripada etika lain. Relativisme moral tidak tahan uji, jika
diperiksa secara kritis. Kritik ini bisa dijalankan dengan
memperlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang mustahil.
2. Norma moral bersifat obyektif dan universal
Norma moral pada dasarnya absolut, maka mudah diterima juga bahwa
norma itu bersifat obyektif dan universal
a) Obyektifitas norma moral
b) Universalitas Norma Moral
3. Menguji norma moral
Tes yang paling penting yang kita miliki untuk menguji benar tidaknya
norma moral adalah generalisasi norma. Norma moral adalah benar jik
bisa digeneralisasikan dan tidak benar jika tidak bisa digeneralisasikan
. Menggeneralisasikan norma berarti memperlihatkan bahwa norma itu
berlaku untuk semua orang. Bila bisa ditujukan bahwa suatu norma
bersifat umum, maka norma itu sah sebagai norma moral.
4. Norma dasar terpenting: Martabat manusia
Dalam mengusahakan refleksi tentang martabat manusia ini sekali lagi kita
mengikuti filsuf jerman, Imanuel Kant. Menurut kant, kita harus menghargai
martabta manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang
merupakan tujuan pada dirinya. Benda jasmani kita gunakan untuk tujuan-
tujuan kita.
B. Budaya Akademik
 Pengertian Budaya Akademik.
Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang
bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai
kebenaran ilmiah dan objektifitas. Budaya Akademik (Academic Culture)
dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan
akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat
akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga
penelitian.Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu
berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan dan
pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam
kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa
menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan
mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian,
terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan tentang
kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila
digerakkan dan didukung oleh pihak pihak yang saling terkait, memiliki
komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhadap perkembangan
dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki
oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik.
Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan
upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan
di kalangan akademisi untuk melakukan norma norma kegiatan akademik
tersebut. Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua
insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat
akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan
akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa
adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-
tingginya khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan
prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat
untuk berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik,
dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat
menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam
proses pendidikan di perguruaan tinggi. Oleh karena itu, tanpa melakukan
kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan
memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu berbicara
tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun
tanpa proses belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah
terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak
segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari
ataupun tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam
mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan
tinggi merupakan wada
pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan
penguasaan IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping dirinya
sendirilah yang berperan untuk perubahan tersebut.

Berarti budaya akademik:


1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian
(disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu:
 Akademi
 Universitas
 Sekolah Tinggi
 Institut, dll
3 Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan
sebagainya secara ilmiah.
4 Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat atau Perguruan Tinggi yang mendorong mahasiswa
melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat).
Pembahasan Tentang Budaya Akademik
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang
berkembang di Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam pendapat di
antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang
Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar responden adalah
budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui
kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan
kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif
oleh warga masyarakat yang akademik.
Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung
perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri
Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif
(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral
(3) kebiasaan membaca
(4) penambahan ilmu dan wawasan
(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat
(6) penulisan artikel, makalah, buku
(7) diskusi ilmiah
(8) proses belajar-mengajar, dan
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik
2) Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang
menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses
belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa, menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-
analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara
pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun
yang lalu, melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren.
Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi
baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah
kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan
sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan
disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-pakewuh
yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi
lama, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
2) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang
responden adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas
akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang
berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang
mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan
menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat,
pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka
akademis. Kebebasan Akademik mengiringi tradisi intelektual masyarakat
akademik, tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi
dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter,
kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan
internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik
dan berkaitan dengan kebebasan.
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan
dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang,
selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan
akademik di era pemerintahan Suharto. Kini kebebasan akademik telah
berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada
Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman
Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada
pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan
kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap
dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu
menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya
kebebasan berpendapat. Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu
masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan
pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan
pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan
kebebasan akademik pada lazimnya meliputi
a. penerbitan buku tertentu
b. pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan
c. pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang
bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara
 Prinsip Dasar Budaya Akademik atau Standar Suasana Akademik
Yang Kondusif.
1. Prinsip kebebasan berfikir (kebebasan dalam ilmiah)
2. Prinsip kebebasan berpendapat
Prinsip kebebasan mimbar akademik yang dinamis, terbuka dan ilmiah, sesuai
dengan yang diamanatkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam implementasinya :
1. Harus dibangun suasana akademik dengan prinsip :
a. Interaksi mahasiswa dengan dosen harus dalam bentuk mitra
bukan dalam bentuk in-loco parentis (Dosen otoritas, superior,
Mahasiswa kerdil dan tidak ada apa-apa).
b. Secara bersama-sama dosen dan mahasiswa punya hak yang
sama dalam keilmuan dan penelitian, diciptakan secara
terencana, sistematis, kontinu, terbuka, objektif, ilmiah.
c. Harus diciptakan suasana Perguruan Tinggi yang kondusif
yang dapat memberikan ketenangan, kenyamanan, keamanan
dalam proses belajar mengajar (kegiatan akademik).
2. Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.
3. Mengarah kepada prinsip-prinsip good govermance sesuai dengan
kebutuhan use, stakeholders.
 Meningkatkan Budaya Akademik / SDM Mahasiswa
1. Menitik beratkan pada Plan, Do, Check, Action (PDCA), (Plan) rencana
yang tepat, matang dalam setiap aktifitas proses belajar mengajar (Do)
dilaksanakan secara optimal, maksimal dan berkesinambungan. (Check)
ada upaya komperatif, sinergi dan sinkronisasi yang diinginkan dan tujuan,
(Action) ada evaluasi dan gambaran yang logis, ilmiah sehingga dijadikan
tolak ukur keberhasilan dan kegagalan
2. Adanya Interaksi kegiatan kurikuler yang terstruktur tepat, baik pada
beban kurikulum dan jumlah serta bobot SKS mata kuliah.
3. Model manajemen yang baik dan terstruktur yang mampu
mensinkronisasikan antara tujuan pribadi (mahasiswa) dengan visi, misi
dan tujuan Perguruan Tinggi, pangsa pasar.
4. Tersedianya sarana, prasarana dan sumber daya (dosen, karyawan) yang
memadai.
 Kesadaran Kritis Dan Budaya Akademik
Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian
ke empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis
untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam
masa pembelajarannya. Sedangkan secara harfiah, mahasiswa” terdiri dari dua
kata, yaitu Maha yang berarti tinggi dan Siswa yang berarti subyek pembelajar
sebagaimana pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan
pengertian mahasiswa sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di
perguruan tinggi/ universitas. Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai
subyek pembelajar saja, amatlah sempit sebab meski diikat oleh suatu definisi
study, akan tetapi mengalami perluasan makna mengenai eksistensi dan peran
yang dimainkan dirinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, mahasiswa
tidak lagi diartikan hanya sebatas subyek pembelajar (study), akan tetapi ikut
mengisi definisi learning. Mahasiswa adalah seorang pembelajar yang tidak hanya
duduk di bangku kuliah kemudian mendengarkan tausiyah dosen, lalu setelah itu
pulang dan menghapal di rumah untuk menghadapi ujian tengah semester atau
Ujian Akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang simbol
pembaharu dan inisiator perjuangan yang respect dan tanggap terhadap isu-isu
sosial serta permasalahan umat manusia. Apabila kita melakukan kilas balik,
melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali mewarnai perjalanan bangsa Indonesia,
mulai dari penjajahan hingga kini masa reformasi. Mahasiswa bukan hanya
menggendong tas yang berisi buku, tapi mahasiswa turut angkat senjata demi
kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah menjadi rahasia umum, bahwasanya
mahasiswa lah yang menjadi pelopor restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI
pada saat reformasi 1998. Peran yang diberikan mahasiswa begitu dahsyat,
sehingga sendisendi bangsa yang telah rapuh, tidak lagi bisa ditutup-tutupi oleh
rezim dengan status quonya, tetapi bisa dibongkar dan dihancurkan oleh
Mahasiswa. Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak
terlepas dari peran mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan
sebagai Agent of social change (Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor
ke arah perbaikan suatu bangsa. Kendatipun demikian, paradigma semacam ini
belumlah menjadi kesepakatan bersama antar mahasiswa (Plat form ), sebab
masih ada sebagian madzhab mahasiswa yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi
dirinya sebagai seorang mahasiswa, bahkan ia tak mau tahu menahu tentang
keadaan sekitar lingkungan masyarakat ataupun sekitar lingkungan kampusnya
sendiri. Yang terpenting buat mereka adalah duduk dibangku kuliah menjadi
kambing conge dosen, lantas pulang duluan ke rumah.
Inikah mahasiswa ? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis,
logis, berkemauan tinggi, respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan
bangsa, mau bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian
yang tinggi) untuk menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat
serta spiritualis dan konsisten dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhidan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya
bergerak dan menyadari dirinya akan eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu.
Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar akademis atau nilai indeks prestasi (
IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa
harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau
paling tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk
mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia kuliah. Misalnya dengan ikut
serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra kampus ( BEM dan
UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan
lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai
oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-
nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat
dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat yang
menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara etis
profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar,
melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi
keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak
terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan .
Dan setiap perawat harus mampu untuk memahami nilai moral agar dalam
bertindak tidak salah.
Budaya akademik (Academic culture), Budaya Akademik dapat dipahami sebagai
suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan
diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan
lembaga penelitian. Dalam islam kita dianjurkan untuk menempuh pendidikan
yang paling tinggi, oleh karenanya setiap insan yang bisa menempuh kediatan
akademisi dengan baik sesuai norma agam islam akan beroleh tempat yang tinggi
di akhirat kelak.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
mahasiswa, dan dapat dijadikan sumber referensi serta apabila ada kekurangan
atau ada salah dalam penulisan dalam makalah ini penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai