Di Susun Oleh:
Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah rahmat dan hidayahNya jugalah penyusunan laporan ini dapat
terselesaikan dalam bentuk yang sederhana.
Walaupun dalam penyusunan laporan ini memenuhi banyak kendala yang
dihadapi namun berkat dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Didalam menyelesaikan laporan ini masih banyak hambatan dan kendala
yang dihadapi, namun berkat dukungan dan kerja sama yang baik dari semua
pihak hingga penulis dapat menyelsaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
terlibat.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................42
4.2 Saran......................................................................................42
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu
ditangani dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama
dikelompok resiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat menyebabkan
komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskuler jangka panjang, yaitu
mikroangiopati, sehingga rentan terhadap infeksi kaki luka yang kemudian
dapat berkembang menjadi gangren sehingga menimbulkan masalah gangguan
integritas jaringan kulit yang apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan
komplikasi dan hal ini akan meningkatkan kasus amputasi (Kartika, 2017).
Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 jumlah
orang yang menderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 415 juta orang.
Pada tahun 2040 ini akan meningkat menjadi 2152 juta. Ada 10 juta kasus
diabetes di Indonesia pada tahun 2015. World Health Organization (WHO)
pada tahun 2012 disebutkan bahwa angka kematian akibat Diabetes Mellitus
mencapai 1,5 juta kematian. Indonesia menduduki peringkat ke 7 (7,6 juta
penderita) dari 10 peringkat negara dengan kasus Diabetes Mellitus terbanyak
di Dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013,
prevalensi penderita penyakit Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosa dokter
di Indonesia adalah 2,4%. Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia
sekitar 15% dengan risiko amputasi sebesar 30%, angka mortalitas 32% dan
ulkus diabetik merupakan penyebab terbesar perawatan di rumah
sakit yakni sebanyak 80%, berdasarkan data RSD dr Soebandi Jember angka
prevalensi Diabetes Mellitus 11% pada tahun 2013 (Agustin,2014), pada 6
bulan terakhir sejak bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2017 jumlah kasus
Diabetes Mellitus sebanyak 73 pasien.
Faktor resiko tinggi terjadinya Diabetes Mellitus antara lain dislipedemia,
hipertensi, stres, rokok, obesitas, kurang olahraga, usia, riwayat keluarga serta
kebiasaan makan yang tidak sehat (Amu, 2014). Diabetes Mellitus terjadi
ketika sel beta tidak dapat memproduksi insulin (DM tipe 1) atau
memproduksi dalam jumlah yang tidak cukup (DM tipe 2). Salah satu
komplikasi kronik yang biasanya ditemukan pada penderita DM adalah
adanya ulkus pada kaki yang sering disebut dengan kaki diabetik, ulkus pada
kaki penderita diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu
iskemi, neuropati, dan infeksi. DM yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah
besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan
nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum sehingga menimbulkan
masalah gangguan integritas jaringan kulit (Kartika, 2017).
Pengelolaan holistic ulkus/gangren diabetic membutuhkan kerjasama
multidisipliner. Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3
komponen utama yaitu debridement, pengurangan beban tekanan pada kaki,
dan penanganan infeksi. Bentuk pencegahan ulkus yang dapat dilakukan
adalah dengan perawatan kaki. Perawatan kaki merupakan aktivitas sehari-hari
pasien diabetes melitus yang terdiri dari memeriksa kondisi kaki setiap hari,
menjaga kebersihan kaki, memotong kuku, memilih alas kaki yang baik,
pencegahan cedera pada kaki. Perawatan kaki yang baik dapat mencegah dan
mengurangi komplikasi diabetik hingga 50% (American Diabetic Association,
2012). Manajemen diabetes melitus meliputi edukasi, diit perencanaan makan,
latihan jasmani, intervensi farmakologis dan monitoring keton dan gula darah
(Perkeni, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dari
laporan ini adalah:Bagaimana asuhan keperawatan yang komprehensif pada
pasien dengan gangguan penyakit Diabetes Melitus dan Kebutuhan Dasar
Personal Hygiene?
2.1.2 Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.1.2 Klasifikasi
2.1.3.1 Tipe I : IDDM
Disebakan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati :
- Tipe II dengan obesitas
- Tipe II tanpa obesitas
2.1.3 Patofisiologi
DM TIPE 1 DM TIPE 2
Defisiensi insulin
Resiko Hiperglikemia
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah Pembentukan Glukosuria Sel tidak mendapatkan
glikogen menurun asupan makanan
Deuresis osmotik
Produksi energy menurun
Glukosuria Sintesis protein
menurun
Dehidrasi
Konversi asam amino
Deuresis osmotik dalam hati
Kerusakan antibodi Hemokonsentrasi
Polifagia
Poliuri Antibodi menurun Arterosklerosis
2.1.5 Komplikasi
Menurut Rendy (2012) komplikasi dari diabetes mellitus adalah
2.1.5.1 Akut
A. Hipoglikemia dan hiperglikemia
B. Penyakit makrovaskuer : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler)
dan menyebabkan kematian.
C. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati
D. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraaf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler
2.1.5.2 Komplikasi menahun diabetes melitus
A. Neuropati diabetik
B. Retinopati diabetik
C. Nefropati diabetik
D. Proteinuria
E. Kelainan koroner
F. Ulkus/gangren
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi
sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit
juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan
nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai
kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air
serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan
subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui
kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi
yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Kulit tersusun atas 3 lapisan utama
yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas
1) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya
sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang
membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir
patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
2) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki.
3) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit.
4) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang
paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
5) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak
di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya
dan merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris).
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun
dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini
terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf,
kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah
jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah
deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
kelenjar pada kulit kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian
besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan
dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin
dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar
apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus,
skrotum dan labia mayora.
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Faktor Predisposisi
a. Faktor predisposisi menurut Dep Kes (2010) adalah :
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c) Sosial
Kurang dukungan dari latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempemgaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stres seperti kehilanga, yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :
1. Stresor sosiokultural, merupakan stres yang dapat ditimbulkan oleh
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti didalam kehidupannya.
2. Stresor psikologik, ansietas berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya
(Stuart, 2010).
2.2.4 Klasifikasi
Menurut Nanda (2012), jenis personal hygiene terdiri dari :
2.2.4.1 Personal Hygiene : Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri. Defisit perawatan mandi
adalah hambatan/gangguan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi
aktifitas mandi/hygiene untuk diri sendiri (NANDA, 2009 dalam Wilkinson
2008). Batasan karakteristik defisit perawatan diri mandi adalah
ketidakmampuan pasien mengakses kamar mandi (masuk dan keluar kamar
mandi), mengeringkan tubuh, mengambil perlengkapan mandi, menjangkau
sumber air, mendapatkan atau menyediakan air, mengatur suhu dan aliran air
mandi, dan membersihkan tubuh/anggota tubuh.
Mandi merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan diri.
Mandi dapat menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang
peredaran darah, memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi dua
kali sehari, alasan utama ialah agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi
membuat tubuh kita segar dengan membersihkan seluruh tubuh kita(Stassi,
2005).
Menurut Irianto (2007), urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh
dicuci dengan sabun mandi. Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman
yang melekat mengotori kulit lepas dari permukaan kulit, kemudian
kemudian tubuh disiram sampai bersih, seluruh tubuh digosok hingga keluar
semua kotoran atau daki. Keluarkan daki dari wajah, kaki, dan lipatan-
lipatan. Gosok terus dengan tangan, kemudian seluruhtubuhdisiram sampai
bersih sampai kaki.
2.2.4.2 Personal Hygiene : berpakaian
Hambatan untuk malakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan
berias untuk diri sendiri.
2.2.4.3 Personal Hygiene : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
sendiri.
2.2.4.4 Personal Hygiene : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
2.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari personal hygiene pada kasus yang dikembangkan
adalah gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri di
buktikan dengan klien mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas atas dan
rentang gerak ( ROM ) menurun.
2.2.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala personal Hygiene menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:
2.2.6.1 Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
2.2.6.2 Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan
kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat memuaskan, mengambil
pakaian dan mengenakan sepatu.
2.2.6.3 Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka coutainer,
memanipulasi makanan dalam mulut, melengkapi makan, mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencernacukup makanan dengan aman.
2.2.6.4 Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan yang sering
timbul adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada luka.
2.2.7.2 Gangguan Psikosial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri
dan gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga, aktualisasi diri
dan gangguan interaksi sosial.
Nama : Ny.Y
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln. Puntun
TGL MRS : 8 Juni 2020
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus
Keterangan :
Pasien
Garis keturunan
Garis tinggal serumah
BB 42 42
Pola Makan Sehari-hari = Sesudah
= Sakit
=18.6 Sebelum Sakit
TB(m) ² (1,5)² 2,25
Frekuensi/hari 3x1 sehari 3-4x1 sehari
Porsi 1 porsi Rumah Sakit 1-2 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi, lauk, sup, sayur Nasi, sayur, lauk, sayur
dan buah
Jenis minuman Air putih Bebas
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1500cc ± 1800cc
Kebiasaan makan Dibantu perawat dan Mandiri, teratur
keluarga, teratur
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada
8.2.4.4 Kognitif
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan
penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
8.2.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang ibu, klien
orang yang ramah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
Terapi Klien 1
Terapi hari ke 1 07 Juni 2020
Inf PZ 20 tpm
Pamol inf
Ceftriaxone 2 x 1 gram
Atrapic 3 x 8 unit u/iv
Fredrick Immanuel
Tabel Analisa Data
Diagnosa 1 Tujuan : 1x7 jam setelah 1. Tentukan lokasi, karakteristik, 1. UMenentukan lokasi, karakteristik, durasi,
diberikan intervensi Nyeri durasi, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri dapat
Nyeri yang akut berkurang dengan intensitas nyeri. menjadi penilaian untuk mengetahui
berhubungan dengan kreteria evaluasi : seberapa kuat rasa nyeri yang di alami
2.Identifikasi skala nyeri
tekanan tumor pada 2. Identifikasi sala nyeri dapat membantu
3.Memberikan tehknik pengalihan menilai efektivitas perawatan yang akan di
jaringan ditandai 1. Nyeri berkurang. rasa nyeri dengan terapi music. lakukan
dengan nyeri Skala nyeri 0-2 4.Kontrol lingkungan yang 3. Obat analgesic dapat mengurangi rasa nyeri
dibagian kaki. 2. Ekspresi klian memperberat rasa nyeri 4. Lingkungan yang tidak kondusif dapat
membaik tak menambah parah rasa nyeri.
tampak meringis 5.Mengajarkan tehnik pengalihan
nyeri. 5. Untuk mengurangkan nyeri
lagi
3. Membuat pasien
rilex
Diagnosa 2 Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji luka pada setiap ganti 1. Mengetahui tingkat keparahan luka
tindakan keperawatan balutan 2. Mengetahui tingkat perkembangan luka
Gangguan Integritas selama 1x7 jam 2. Kaji lokasi, luas dan 3. Mencegah luka agar tidak bertambah parah
Kulit/jaringan kedalaman luka 4. Mencegah terjadi infeksi di area sekita luka
diharapkan pasien akan
berhubungan dengan mempertahankan 3. Kaji adanya jaringan nekrotik 5. Mengetahui perkembangan luka seteah
diskontinuitas Integritas Kulit. Dengan atau tidak dilakukan perawatan
jaringan ditandai kriteria evaluasi : 4. Kaji ada atau tidak tanda-tanda 6. Meningkatkan kesembuhan luka
dengan terdapat pus infeksi luka setempat 7. Mengurangi beban pada kaki
1. Bau luka minimal atau 5. Kaji ada atau tidak adanya 8. Mempercepat proses tumbuhnya jaringan
dibagian luka klien
berkurang perluasan luka baru
2. Tidak ada lepuh atau 6. Lakukan perawatan luka
maserasi pada kulit 7. Atur posisi untuk mencegah
3. Eritema kulit dan penekanan pada luka jika perlu
eritema disekitar luka 8. Lakukan masase disekitar luka
minimal untuk merangsang sirkulasi
Diagnosa 3 Tujuan : Setelah dilakukan 1.Periksa sirkulasi perifer(mis. 1. Mengetahui sirkulasi perifer
tindakan keperawatan Nadi perifer, edema, pengisian 2. Memonitor panas, nyeri atau bengkak pada
Perfusi Perifer Tidak selama 1x7 Perfusi Perifer kalpiler, warna, suhu, angkle ekstremitas
Efektif berhubungan Efektif brachial index) 3. Mengidentifikasi faktor penyebab risiko
dengan gangguan sirkulasi.
melemahnya/menur 1. Warna kulit sekitar 2.Monitor panas, kemerahan, nyeri,
luka tidak pucat atau bengkak pada ekstremitas
unnya aliran darah
ke daerah gangren 2. Kulit sekitar teraba
hangat 3.Identifikasi faktor resiko
ditandai dengan gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
3. Oedema tidak terjadi
melemahnya tubuh dan luka tidak perokok, orang tua, hipertensi dan
klien. bertambah parah kadar kolesterol tinggi)
4. Konsentrasi
hemoglobin dalam 4.Informasikan tanda dan gejala
darah normal 12,0 – darurat yang harus dilaporkan( mis.
16,0 gr/dl Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
1. 10 Juni 1. Tentukan lokasi, karakteristik, durasi, S : Klien mengatakan “Aduhh” saat Fredrick Immanuel
2020, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. luka di sentuh
10:00 2. Identifikasi skala nyeri O : Klien tampak meringis menahan
rasa sakit, skala nyeri 5, TTV TD:
WIB 3. Memberikan tehknik pengalihan rasa nyeri
90/70 mmHg, N : 84 x/m, RR : 24 x/m,
dengan terapi music. S : 36,5oC
4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa A : Masalah belum teratasi
nyeri P : Lanjutkan intervensi :
5. Mengajarkan tehnik pengalihan nyeri. 1. kaji skala nyeri,
2. ajarkan manajemen nyeri,
3. ciptakan suasana lingkungan
senyaman mungkin
3. 10 Juni 1.Kaji luka pada setiap ganti balutan S : Klien menunjukkan luka yang Fredrick Immanuel
2020, 2.Kaji lokasi, luas dan kedalaman luka dikakinya saat di tanya keluhannya
10:50 3.Kaji adanya jaringan nekrotik atau tidak O : Keadaan luka basah, tertutup kasa,
4.Kaji ada atau tidak tanda-tanda infeksi luka bau khas gangren, luas luka ±15 cm,
WIB
setempat terdapat puss, terdapat jaringan
5.Kaji ada atau tidak adanya perluasan luka nekrosis
6.Lakukan perawatan luka A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4. 10 Juni 1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, S : klien mengatakan badannya lemas Fredrick Immanuel
2020, 12:30 edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, O : Hb : 7,7 gr/dl, konjungtiva tampak
pucat, kulit tampak pucat,
WIB angkle brachial index) A : Masalah belum teratasi
2. .Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau P : Lanjutkan intervensi
bengkak pada ekstremitas 1. Pantau status cairan klien
3. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi 2. Lakukan pengakajian terhadap
(mis. Diabetes, perokok, orang tua, sirkulasi perifer
hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
4. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein.
Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
(Brunner&Suddart, 2011).
Jadi kesimpulannya pada pengkajian yang telah dilakukan penulis pada
tanggal 10 Juni 2020 diperoleh dari hasil pengkajian Ny. Y didapatkan data
objektif respirasi 24x/menit, irama nafas ireguler, pernafasan dada . Diagnosa
utama pada klien Ny. Y yaitu Gangguan Integritas Kulit/jaringan
berhubungan dengan diskontinuitas jaringan ditandai dengan terdapat pus
dibagian luka didukung dengan data subjektif pada Ny. Y adalah terdapat
luka dibagian kaki sebelah kiri luas luka ±15 cm, kedalam luka ±1 cm.
Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien sudah sesuai dengan
standar diagnosa keperawatan Indonesia. Implementasi keperawatan yang
dilakukan adalah dengan mengkaji luka klien dan melakukan keperawatan
luka.
Daftar Pustaka
- Betteng, R., Pangemanan. D., & Mayulu. N. (2014). Analisis faktor resiko
peenyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada wanita usia produktif di
puskesmas wwawonasa. Jurnal e-biomedik, 2(2), 404-412
- Gustaviani, Reno. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
- Kowalak. (2011). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta Pusat: Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia