Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN KRITIS II

INSULIN

Dosen Pembimbing :

Hepta Nur Anugrahini S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Sukma Wardani (P278201180)


2. Agung Purwaningsih (P27820118087)

III Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

KAMPUS SOETOMO SURABAYA

TAHIN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kegawatdaruratan Gigitan
Binatang”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 28 Agustus 2020

                                                                                     
                                                                                            

  Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang......................................................................................
1.2 RumusanMasalah.................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. GIGITAN BINATANG SERANGGA
2.1 ............................................................................................................
2.2 .............................................................................................................
2.3 .............................................................................................................
2.4 .............................................................................................................
2.5 .............................................................................................................
2.6 .............................................................................................................
2.7 .............................................................................................................
2.8
B. GIGITAN BINATANG BERBISA
2.1. ............................................................................................................
2.2. ............................................................................................................
2.3. ............................................................................................................
2.4. ............................................................................................................
2.5. ............................................................................................................
2.6. ............................................................................................................
2.7. ............................................................................................................
2.8. ............................................................................................................
2.9. ............................................................................................................
2.10............................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................
3.2 Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, 2015). Penyakit Diabetes melitus telah menjadi masalah
kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus meningkat
terutama di negara sedang berkembang dan negara yang telah memasuki
budaya industrialisasi (Arisman, 2013).

Dikutip dari data WHO 2016, 70% dari total kematian di dunia dan lebih
dari setengah beban penyakit. 90-95% dari kasus diabetes adalah diabetes
tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup
yang tidak sehat. International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017
melaporkan bahwa epidemi Diabetes di Indonesia masih menunjukan
kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara keenam di dunia setelah
tiongkok, india, amerika serikat, brazil dan meksiko dengan jumlah
penyandang Diabetes usia 20-70 tahun sekitar 10,3 juta orang. Indonesia
menempati urutan ke 6 dari sepuluh negara dengan jumlah pasien diabetes
tertinggi, yakni 10,3 juta pasien per tahun 2017 dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 16,7 juta pasien per tahun 2045 (Kemenkes 2018).
Menurut Pengurus Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Bapak Subagijo
Adi menyatakan di Jawa Timur jumlah penderita DM sebanyak 6% atau
1.148.605 orang dari total jumlah penduduk Jawa Timur sebanyak
37.476.757 prang (Persi 2011).

Diabetes Melitus umumnya diklasifikasi menjadi dua tipe yaitu Diabetes


Melitus (DM) tipe 1, yang disebabkan keturunan dan Diabetes Melitus
(DM) tipe 2 disebabkan life style atau gaya hidup. Sekitar 90-95% dari
keseluruhan pasien diabetes merupakan pengidap Diabetes Melitus tipe 2
(Syamsiyah, 2017). Diabetes Melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM) merupakan diabetes yang tergantung pada insulin, pada
diabetes tipe 1 ini sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal
menghasilkan hormon insulin, yang kemudian dihancurkan oleh suatu
proses autoimun (Smeltzer & Bare, 2008). Sedangkan Diabetes Melitus tipe
2 atau disebut juga sebagai penyakit non insulin dependent diabetes melitus
(NIDDM) diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Faktor utama
penyebabnya yaitu kegemukan (obesitas) dan gaya hidup tidak sehat yang
bisa diatasi dengan diet dan olahraga teratur (Damayanti, 2015).

Diabetes militus merupakan kelompok gangguan metabolik atau heterogen


yang menyebabkan gangguan sekresi dan aksi insulin sehingga beradampak
pada kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemua (Smeltzer
dkk, 2010; William & Hopper, 2007). Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu dalam darh, glukosa dibentuk di hati dari makanan
yang dikonsumsi. Sedangkan insulin adalah suatu hormon yang di produksi
pankreas yang berfungsi untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes kemampuan
tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat
menghentikan sama sekalu produksi insulin, sehingga menimbulkan
hiperglikemia ( Smeltzer dkk, 2010)

Terapi farmakologi pada pasien Diabetes Melitus terdiri dari obat


antidiabetes oral dan terapi insulin. Obat antidiabetes oral diberikan pada
pasien diabetes tipe II yang tidak dapat diaatasi hanya dengan diet dan
latihan. Sedangkan terapi insulin diberikan pada pasien diabetes tipe I dan
tipe II. Pasien diabet tipe 1 tidak dapat menghasilkan insulin karena tubuh
telah kehilangan kemampuan untuk menghasilkan insulin, sehingga pasien
harus mendapatkan insulin eksogenous setiap hari dan dalam jumlah tak
terbatas. Pada pasien diabetes tipe II mungkin dapat mengontrol gula darah
dengan obat oral, terapi nutrisi dan latihan. Tetapi jika obat oral tidak efektif
lagi dalam mengontrol gula darah maka pemberian insulin dibutuhkan pada
pasien diabetes tipe II untuk mengontrol gula darah insulin dapa diberikan
dalam jangka panjang (William & Hopper 2007).

Smeltzer dkk (2010) menjelaskan bahwa tindakan melibatkan pasien


diabetes militus dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
pemberian insulin merupakan tindakan yang sangat penting. Pasien harus
membandingkan manfaaat dari berbagai cara pemberian insulin dengan
biayanya (seperti waktu yang dibutuhkan dan jumlah suntikan). Perawata
berperan penting dalam mendidik pasien mengenai terapi insulin. Seperti
menjelaskan alternatif pendekatan dalam terapi insulin dan cara pemberian
terapi insulin sehingga pasien mampu untuk melakukan injeksi insulin
secara mandiri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang maka dapat rumuskan


masalah mengenai pengertian hormon Insulin sebaga salah satu terapi
penderita diabetes militus dalam sehari-hari.

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Insulin


Insulin merupakan hormon yang tediri dari 2 rantai polipeptida dan tersusun
daru 21 asam amino pada rantai alfa dan 30 asam amino pada rantai beta.
Kedua rantai tersebut saling terhubung melalui iktan disulfida (Hahn et al.,
2005). Gen untuk insulin pada manusia terletak pada lengan pendek dari
kromosom 11, insulin disintesis di sel beta kelenjar pankreas dalam bentuk
prekusornya, proinsulin. Kemudian, proinsulin yang awalnya terletak di
dalam retikulum endoplasma kasar akan di transfer ke badan golgi melalui
vesikel transport, yang selanjutnya akan diubah menjadi insulin (Kahn et al
2005).
Insulin akan tetap berada di vesikel transport kelenjar pankreas sampai ada
stimuli-stimuli yang mengaharuskan hormon tersebut keluar dari pankreas
darah melalui eksositosis. Stimuli untuk sekresi insulin adalah peningkatan
kadar glukosa dalam tubuh (Kath et. Al 2005). Rangsangan lainnya asalah
stimulus neural dari nervus vagus, hormon peptida lain seperti; hormon
pencernaan GLP-1 dan leptin serta adiponektin, asam amino arginin dan hal
lainnya. Sementara rangsangan-rangsangan yang menghambat sekresi insuln
dari vesikel transportnya adalah hormon ketokolamin, hormon peptida lain
yaitu somatistatin dan lain-lain.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, stimuli utama untuk pelepasan
insulin adalah kenaikan kadar absolut dari glukosa darah. Glukosa dara
tersebut dapat berasal dari penyerapan glukosa oleh usus maupun produksi
glukosa oleh hepar. Pelepasan/sekresi inuslin dibagi menjadi 2 fase. Fase
pertama pelepasan inuslin oleh karena rangsangan glukosa adalah fase yang
berakhir dalam 10 menit dan bertujuan untuk menekan produksi glukosa
hepar. Pada fase pertama ini pula, insulin yang dikeluarkan akan
mencertuskan pelepasan insulin fase 2 yang berlangsung selama 2 jam dan
dapat memenuhi kebutuhan insulin untuk melakuakn ambilan glukosa saat
makan. Di antara waktu makan pun, sel pankreas yang normal, akan tetap
mensekresikan insulin, yang tujuannya adalah untuk mengendalikan
keseimbangan glukosa darah apada keadaan basal/non fed state, dari
produksi glukosa oleh hepar yang berlebihan. Insulin ini disebut insulin
basal dan disekresikan kontiinyu kira-kira 0,5 – 0,125 unit per jam
(Mayfield dan white 2004).

2.2. Efek Insulin pada Metabolisme Karbohidrat, Protein dan Lemak

Pada tingkat seluler, insulin bekerja mempengaruhi metabolisme


karbohidarat, protein dan lemak. Pada metabolisme karbohidrat, insulin
membantu proses difusi terfasilitasi glukosa pada sel otot dan sel adiposit
dengan bantuan protein transporter GLUT 4. Secara umum, insulin juga
meingkatkan laju sintesis glikogen pada sel hati dan sel otot dan pemecahan
glukosa (glikosis), serta menghambat proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis (Kahn et al. 2005)

Insulin memanipulasi sintesis asam lemak dan juga trigliserida (TG) serta
penyimpanan TG di jaringan adiposit, hati dan kelenjar mamma. Pada
metabolism protein, insulin bekerja dalam hal meningkatkan laju sintesis
protein pada berbagai jaringan (Kahm et al 2005), keterlibatan insulin dalam
proses metabolism karbohidrat, protein dan lemak tetap pada suatu keadaan
keseimbangan, karena hormon-hormon yang merupakan counter-
regulatornya pun juga akan tetap bekerja. Counter-regulatory hormon untuk
insulin adalah growth hormon, IGF-1, glucagon, glukokortikoid dan
katekolamin. (Kahn et.al 2005)

2.3 Klasifikasi Insulin

Terapi insulin bekerja seperti hormon insulin fisiologis, yaitu pada proses
signal transduction, lebih spesifiknya, meningkatkan update dari glukosa
melalui peningkatan sintesus, aktivasi dan translokasi dari Glut-4. Selain itu,
insulin juga memberi efek anabolic. Berdasarkan sintesisnya, insulin dibagi
menjadi 2 : regular human insulin (RHI) dan insulin analog. RHI adalah
suatu insulin sintetik yang susunan asam aminonya dibuat persis menyerupai
insulin fisiologis manusia. Biasanya waktu bekerja RHI termasuk dalam
golongan short-acting dan intermediete-acting. Sedangkan insulin analog
sebenarnya adalah RHI, namun telah mengalami modifikasi pada urutan
asam amino tertentu. Tujuan dari modifikasi tersebut adalah untuk
meningkatkan farmakokinetiknya, sehingga insulin lebih mudah larut dan
lebih cepat dalam bekerja. Insulin analog berdasarkan waktu kerjanya
digolongkan ke dalam rapid-acting dan long-acting (de La Pena, 2011).

Klasifikasi insulin yang selanjutnya adalah berdasarkan waktu kerja insulin.


Insulin dapat dikelompokkan menjadi : short-acting, rapid-acting,
intermediate-acting, long-acting, serta premixed/ kombinasi yang
merupakan gabungan antara insulin yang kerjanya cepat dengan insulin
yang waktu kerjanya lebih lama. Tabel 2.1 dibawah ini akan disajikan
macam-macam insulin berdasarkan waktu kerjannya , dilengkapi dengan
data spesifik seperti awal kerja (onset), puncak kerja (peak), lama kerja
(duration) dan kemasan yang tersedia di masyarakat (PERKENI, 2011)

Awal Puncak Lama Kemasan


Sediaan Insulin Kerja Kerja Kerja
(Onse (Peak) (Durati
t) on)
Insulin Prandial (Meal
Related)
Insulin Short Acting
Reguler (Actrapid*, 30 – 30 – 90 3-5 jam Vial,
Humulin*, R) 60 menit pen/cartridg
menit e
Insulin Analog Rapid
Acting
Insulin Lispro 5-15 30-90 3-5 jam Pen/cartridg
(Humalog*) menit menit e
Insulin Glulisine 5-15 30-90 3-5 jam Pen
(Apidra*) menit menit

Insulin Aspart 5-15 30-90 3-5 jam Pen, vial


(Novorapid*) menit menit
Insulin Intermediate
Acting

NPH (Insulatard*, 2-4 4-10 10-16 Vial,


Humulin*N) jam jam jam pen/cartridg
e
Insulin long acting
Insulin Glargine 2-4 No 18-26 Pen
(Lantus*) jam Peak jam
Insulin Detrmir 2-4 No 22-24 Pen
(Levemir*) jam Peak jam
Insulin campuran
70% NPH 30% Reguler 30-60 Dual 10-16 Pen/cartridg
(Mixtar*, Humulin* menit jam e
30/70)
70% Insulin Aspart 10-20 Dual 15-18 Pen
Protamin menit jam
75% Insulin Lispro 5-15 Dual 16-18 Pen/cartridg
Protamun menit jam e
30%Insulin Lispro
(HumalogMix*25)
Keterangan : nama dalam kurung adalah nama dagang

Tabel 2.1 Macam-macam sediaan insulin yang ada di Indonesia (PERKENI,


2011)

2.4 Metode pemberian terapi insulin


2.4.1 inisiasi terapi insulin dapat dimulai dari penggunan insulin basal
(Hamaty, 2011). Konsep dari insulin basal ini adalah insulin yang
diperuntukan untuk menjamin kadar insulin konstan dalam sehari.
Maka pada prakteknya dapat diberikan insulin golongan intermediate-
acting/NPH atau long-acting : seperti glargine dan detemir. Untuk
pemberian dapat diinjeksikan 1 kali dalam sehari (Hamaty, 2011).
Pasien yang akan mendapatkan keuntungan dari metode ini adalah
pasien-pasien yang glukosa darahnya tidak terkendali dengan nilai
GDP 200 mg/dl serta memiliki alc 8% (ADA 2015).
2.4.2 Metode yang kedua yaitu basal-plus terdiri dari 2 komponen.
Komponen yang pertama adalah komponen insulin basal dan
komponen kedua adalah komponen insulin bolus/prandial yang
diinjeksikan pada saat jadwal makan utama/makan yang mempunyai
porsi lebih besar daripada yang lainnya. Tujuan insulin bolus tersebut
adalah memperbaiki glukosa darah postprandial dan biasanya
digunakan insulin yang cara kerjanya rapid-acting seperti aspart, lispro
dan glulisine atau short-acting seperti Actrapid.
2.4.3 Metode basal-nolus metode ini sebenarnya merupakan metode paling
mendekati pola sekresi insulin secara fisiologis (ADA 2015). Insulin
basal disuntikan 1x sehari untuk mengendalikan glukosa darah puasa,
sedangkan insulin bolus/prandial disuntikan 3x esuai jadwal makan
untuk mengatur hiperglikemia postprandial.
2.4.4 Premixed merupakan salah satu metode pemberian insulin yang akan
diberikan pada pasien dikemas dalam suatu sediaan dengan dosis tetap.
Sediaan ini biasanya merupakan kombinasi dari 2 macam insulin yang
kerjanya berbeda. Menurut (ADA 2015) metode ini merUPAkan
pilihan terakhir apabila target glikemik tidak segera tercapai setelah
pemberian insulin basal, dikarenakan komplekditas yang cukup tinggi,
karena pasien harus menyuntikkan 2x dalam sehari.
2.5 Lanjut tekan kene tambahane yo sukk .. soale ngisore iku bagian ningsor2
ae metode2 soale ... tambahono sembarnag ben lengkap ohh yoo ... indikasi,
penatalaksanaan ta opo sembarang .... semngat ....

2.6 Kekuatan Insulin dan Spuit


Insulin tersedia dalam beberpa kekuatan, meskipun sebgian besar insulin
dibuat dalam kekuatan U100, artinya terdapat 100 unit insulin dalam setiap
ml cairan. Terdapat 3 ukuran spuit insulin U100 yaitu 1/3 cc (dapat
menampung 30 unit insuliin), ½ cc (menamoung 50 unit insulin) dan 1 cc
(menampung 100 unit insulin). Jenis spuit yang digunakan bergantung
seberapa banyak insulin yang dubutuhkan
Beberapa insulin baru dengan konsentrasu lebih besar dari U100 baru-
baru ini beredar di pasaran. Produk ini dikembangkan untuk pasien yang
membutuhkan dosis insulin yang besar untuk mengurangi volume injeksi
dan frekuensi injeksi. Toujeo (insulin glargine (rDNA origin)), suatu insulin
basal kerja panjang yang digunakan sehari sekali, mengandung 300 unit/ml
(U300). Untuk pasien dengan resistensi insulin parah yang membutuhkan
lebih dari 200 unit per hari, insulin dengan konsentrasi tinggi (U500)
tersedia di pasaran (Nurul Afifah, 2016).
2.6. Sistem Penghantaran Insulin
Terdapat beragam sistem penghantaran insulin, di antaranya dengan
menggunakan spuit, pen, insulin (sekali pakai atau isi ulang), injektor
tanpa jarum yang menggunakan tekanan sangat tinggi untuk mendorong
semprotan halus insulin melalui kulit dan insulin hirup. Pompa insulin
menghantarkan insulin yang dibutuhkan tubuh 24 jam sehari melalui
kateter yang dipasang dibawah kulit. Meskipun perangkat ini telah
digunakan untuk menangani DT1 selama 35 tahun, penggunaannya
semakin luas dalam 15 tahun terakhir
Semua insulin NPH serta lentre dan ultralente (insulin kabut (all clodly
insulins)) perlu dikocok untuk memastikan susensi insulin merata di
seluruh cairan. Untuk memastikan keefektifannya dan untuk mengurangi
fluktuasi glukosa darah, pastikan agar insulin tercampur secara merata
dengan membolak-balikkan botol dari ujung ke ujung selama beberapa
kali, atau dengan memutar botol perlahan di antara telapak tangan (Nurul
Afifah, 2016).
2.7. Penyimpanan Insulin
Insulin yang utuh masih dalam keasan harus disimpan di lemari es sampai
pada saatnya digunakan dan dapat digunakan hingga tinggal kedaluwarsa
yang tertera pada produk. Jangan pernah menyimpan insulin di dalam
lemari beku (frezzer) dan insulin tidak boleh terpapar panas atau sinar
matahari langsung . setelah dibuka vial insulin disimpan pada suhu
ruangan. Insulin dalam suhu ruangan tidak akan terlalu menyebabkan rasa
sakit saat diinjeksikan. Umumnya sbegaian besar vial insulin baik
digunakan selama 10,14,28 atau 42 hari, bergantung jenis insulin, periksa
kembali sisipan/brosur dan bukti petunjuknya. Insulin bukan merupakan
obta pnyembuh diabetes. Akan tetapi jika digunakan dengan tepat disertai
asupan makanan dan aktifitas fisik yang sesuai, insulin dapatmembantu
mengendalikan diabetes dan mengurangi risiko komplikasi (Nurul Afifah,
2016).

Dafatr pustaka

Nurul, Afifah Hafshah. 2016. Mengenai jenis-jenis Insulin Terbaru Untuk


Pengobatan Diabetes.Bandung : PT. Cendo Pharmaceutical Industries

American Diabetes Assosiation(ADA). 2015. Standars of Medical Care in


Diabtes. Di cari secara online pada
http://diabetes.teithe.gr/UsersFiles/entypa/STANDARDS%20OF
%20MEDICAL%20CARE%20IN%20DIABETES%202015.PDF
PERKENI. 2011. Konsensus Diabetes Melitus Tahun 2011. Di cari pada link
https://id.scribd.com/doc/234334110/Konsensus-DM-Perkeni-2011

Hamaty 2011. Insulin treatment for type 2 diabetes : When to start, whict to
use. Ckadarand Clinic Journal of Medicine 78, 332-342

Kahn et al. 2005. The metabolic syndrome: time for a critical appraisal : joint
statement from the American Diabetes Association and teh European
Association for the study of Diabetes. Dicari pada
http://care.diabetesjournals.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=16123508

Anda mungkin juga menyukai