Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGGOLONGAN OBAT
PADA ANAK DAN LANJUT USIA
Dosen Pengampuh : EVAWATI ULY, S.Si,.Apt.,M.M

DISUSUN OLEH KELOMPOK V:

Musdalifah K (K.21.01.025)
Nurwinda (K.21.01.031)
Nurul Sakinah (K.21.01.030)
Hasiwulansi Husri (K.21.01.017)
Haerunnisa (K.21.01.016)
Popi Astiari (K.21.01.032)
Herdiani (K.21.01.018)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

GENAP T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengelolaan Obat Pada Anak Dan
Lanjut Usia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pengelolaan Obat pada anak dan lanjut usia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada EVAWATI ULY, S.Si,.Apt.,M.M selaku dosen
Farmakologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para mahasiswa keperawatan.

Palopo, 27 Juli 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengelolaan Obat ............................................................................................ 3
1. Perencanaan .............................................................................................. 4
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat........................................................... 4
...................................................................................................................
3. Penyimpanan ............................................................................................ 5
4. Distribusi................................................................................................... 7
...................................................................................................................
B. Faktor Fisiologi Mempengaruhi Respon Penderita Terhadap Obat ............... 7
.........................................................................................................................
1. Faktor Fisiologi Anak................................................................................ 7
2. Faktor Fisiologi Lansia.............................................................................. 9
C. Penggunaan Obat Pada Anak ......................................................................... 10
D. Penggunaan Obat Pada Lansia ....................................................................... 13
E. Jalur Pemberian Obat ..................................................................................... 15
F. Prinsip Penggunaan Obat ............................................................................... 16
G. Penghitungan Dosis Obat................................................................................ 16

BAB III PENUTUPAN ...................................................................................................... 19

A. Kesimpulan .................................................................................................... 19
.........................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................... 19
.........................................................................................................................

iii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut SK Menteri Kesehatan No.25/Kab/B.VII/ 71 tanggal 9 Juni 1971, yang
disebut dengan obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan,
memperelok badan atau bagian badan manusia.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut


usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Pada usia ini terjadi
penurunan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan luar. Fungsional tubuh juga
mengalami penurunan mulai dari penurunan fungsi organ (fisiologis), penurunan
pengetahuan (kognitif), dan penurunan psikologis. Penurunan fungsional tubuh ini
menyebabkan komplikasi penyakit mulai dari penyakit akut hingga penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes, cardiovascular disease, stroke dll. Komplikasi penyakit dapat
menyebabkan pasien lansia menerima obat dalam jumlah yang banyak (lebih dari 5 jenis
obat) dalam sekali terapi atau yang biasa disebut dengan polifarmasi. Hal tersebut
berpotensi menimbulkan permasalahan dalam ketidakpatuhan konsumsi obat yang dapat
menurunkan kualitas hidup lansia. Penurunan fisiologis, kognitif, dan psikologis juga
dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam penggunaan obat.

Sedangkan berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis


Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989, bagian 1 pasal 1,
yang dumaksud Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku pada anak ditentukan bahwa usia dewasa
dicapai lebih awal. Anak-anak berbeda dari orang dewasa secara anatomis, fisiologis,
imunologis, psikologis, perkembangan dan metabolisme (AAP, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengelolaan obat pada Lansia?


2. Apa Saja Faktor Fisiologi yang Mempengaruhi Respon Penderita Terhadap Obat?
3. Bagaimana Penggunaan Obat Pada Anak?
4. Bagaimana Penggunaan Obat pada Lansia?
5. Bagaimana Jalur Pemberian Obat

1
6. Bagaimana Jalur Pemberian Obat?
7. Bagaimana Penghitungan Dosis Obat?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengelolaan obat pada Lansia?
2. Mengetahui Saja Faktor Fisiologi yang Mempengaruhi Respon Penderita Terhadap
Obat?
3. Mengetahui Penggunaan Obat Pada Anak?
4. Mengetahui Penggunaan Obat pada Lansia?
5. Mengetahui Jalur Pemberian Obat
6. Mengetahui Jalur Pemberian Obat?
7. Mengetahui Peghitungan Dosis Obat?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Ketersediaan obat merupakan salah satu
komponen penting dalam pelayanan kesehatan (Mardiah A, 2008).

Obat merupakan komoditas dagang khusus. Hal tersebut dikarenakan pada seluruh
aspek perdagangan obat diatur oleh peraturan dan undang – undang. Obat memiliki
keuntungan dan kelemahan tersendiri bagi rumah sakt. Keuntungan suatu obat adalah
mampu bertindak sebagai pemberi manfaat, tetapi obat juga bersifat merugikan dan
menjadi beban karena efek samping yang ditimbulkan (Pudjianingsih D, 1996).

Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien.tujuan utama pengelolaan obat adalah
tersedianya obat dengan mutu yang baik,tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai
kebetuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan .secara khusus
pengelolaan obat harus dapat menjamin.

1. Tersedianya rencana kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kefarmasian di apotek
2. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efesien
3. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik
4. Terjaminnya pendistribusian/pelayanan obat yang efektif
5. Terpenuhinya kebetuhan obat untuk mendukung pelayanan kefarmasian sesuai
jenis,jumlah dan waktu yang dibutuhkan
6. Tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat
7. Digunakannya obat secara rasional untuk mencapai tujuan tersebut ,maka
pengelolaan obat mempunyai empat kegiatan yaitu:
a) Perumusan kebutuhan (selection)
b) Pengadaan (procurement)
c) Distribuasi (distribution)
d) Penggunaan /pelayanan obat (Use)

Keempat kegiatan pengelolaan obat tersebut didukung oleh sistem manajemen penunjang
pengelolaan yang terdiri dari:

1. Pengelolaan organisasi

3
2. Pengelolaan keuangan untuk menjamin pembiayaan dan kesinambungan
3. Pengelolaan informasi
4. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia

Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat saat dibutuhkan. Ketersediaan obat
meliputi jenis, jumlah maupun kualitas secara efisien. Pengelolaan obat dapat dipakai
sebagai proses penggerak dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki untuk
dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap dibutuhkan agar
operasional efektif dan efisien (Depkes RI, 2005).

1. Perencanaan
Tahapan perencanaan diawali dengan menetapkan jenis dan jumlah obat yang sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program
kesehatan yang telah ditetapkan (Binfar, 2007). Perencanaan dibagi beberapa tahap : 1)
Tahap pemilihan obat; 2) Tahap kompilasi pemakaian obat; 3) Tahap perhitungan
kebutuhan obat (Binfar, 2007)
a. Berdasarkan pada pola penyakit yang umum terjadi
b. Keamanan dan efikasi
c. Bioavailabilitas, kualitas dan stabilitas
d. Biaya atau dana
e. Sumber daya manusia

Karakteristik pemilihan obat menurut Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan


2007, diantaranya:
a. Obat berdasarkan seleksi ilmiah dan medik
b. Minimalkan obat dengan kesamaan jenis dan hindari duplikasi
c. Hindari penggunaan obat kombinasi
d. Jika jenis obat banyak, maka pilih obat yang memiliki prevalensi tinggi
e. Obat baru harus terbukti memiliki efek terapi yang lebih baik dari sebelumnya

2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat (Binfar, 2007)


Tahap kompilasi pemakaian obat bertujuan untuk mengetahui: 1) Jumlah
pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing tempat pelayanan kesehatan; 2) Persentase
pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh tempat pelayanan
kesehatan; 3) Pemakaian rata-rata tiap jenis obat di tingkat kabupaten atau kota; dan 4)
sebagai data pembanding stok optimum.

Pendekatan perencanaan obat atau pengadaan obat menurut WHO 2004 dalam
Management of Drugs at Helath Centre Level berdasarkan langkahlangkah sebagai
berikut:

4
a. Memperkirakan jumlah setiap produk obat yang diperlukan untuk suatu periode
tertentu dengan tujuan untuk menghindari kekurangan atau kelebihan stock obat
b. Mencari tahu harga dari bentuk sediaan obat yang berbeda,
c. Mengalokasikan dana untuk setiap bentuk sediaan obat berdasarkan pada:
1) Prioritas sifat bentuk sediaan obat dan dosis,
2) Keuangan
Pendekatan perencanaan kebutuhan menurut Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007
dilakukan melalui metode berikut ini:
a. Metode Konsumsi Metode konsumsi didasarkan suatu analisa terhadap data
konsumsi obat pada tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
metode konsumsi yaitu:

1) Pengumpulan dan pengolahan data


2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3) Estimasi kebutuhan obat
4) Penyesuaian jumlah obat dengan dana yang tersedia
b. Metode Morbiditas Metode morbiditas didasarkan suatu pola penyakit, perkiraan
kenaikan kunjungan ke suatu pelayanan kesehatan dan waktu tunggu (lead time).
Langkah-langkah pada metode morbiditas yaitu:

1) Menentukan subjek yang akan dilayani


2) Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan frekuensi penyakit
3) Menyediakan pedoman pengobatan
4) Estimasi kebutuhan obat
5) Penyesuaian jumlah obat dengan dana yang tersedia
3. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan atau memelihara suatu obat
dengan menempatkan pada tempat yang sesuai dengan sifat obat sehingga dapat menjaga
mutu obat (Binfar, 2007). Berdasarkan WHO, 2004. 0bat disimpan di tempat yang telah
dirancang khusus dengan tujuan untuk: 1. Menghindari kontaminasi atau kerusakan, 2.
Menghindari terjadinya kerusakan label, 3. Menjaga integritas kemasan dan menjamin
kualitas dan potensi obatobatan selama berada di tempat penyimpanan 4. Menghindari
terjadinya pencurian atau kehilangan, 5. Mencegah infestasi hama dan kutu.

Kegiatan penyimpanan obat terdiri dari:


a. Pengaturan tata ruang (WHO, 2004) Tata ruang dalam menyimpan obat harus
mempertimbangkan: 1. Suhu yang sesuai dengan sifat obat, 2. Pencahayaan yang
cukup, 3. Ruangan harus bersih, 4. Kontrol Kelembaban, 5. Udara pada
penyimpanan terjaga dan sesuai, 6. Rak yang memadai untuk menyimpan obat.

5
b. Penyusunan stok obat (Binfar, 2007 dan WHO, 2004) Penyusunan stok obat
dengan benar dan tertata bertujuan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi
obat dan saat mengambil obat. Penyusunan stok obat dilakukan menurut bentuk
sediaan dan berurut berdasarkan alphabetsesuai dengan daftar obat esensial untuk
memudahkan pengambilan serta pengendalian stok obat. Berikut langkah-langkah
pengendalian stok obat:
1) Prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out)
Prinsip penyimpanan yang harus diterapkan yaitu FIFO, obat yang pertama
datang harus dikeluarkan terlebih dahulu dikaitkan dengan tanggal
kadaluarsa. Jika tanggal kadaluarsa beraneka maka terapkan prinsip FEFO,
artinya obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih pendek yang harus
dikeluarkan terlebih dahulu.
2) Gunakan lemari khusus untuk obat-obat narkotika
3) Susun obat secara rapi dan teratur
4) Cantumkan nama untuk setiap obat pad arak dengan rapi
5) Simpan obat dalam rak dan berikan nomor sebagai kode obat
6) Pisahkan rak penyimpanan antara obat pemakaian dalam dan luar
7) Lakukan rotasi stok untuk obat-obat yang memiliki batas waktu pemakaian
8) Simpan obat yang dapat dipengaruhi kestabilannya oleh temperatur,
cahaya, udara dan kontaminasi pada tempat yang sesuai
9) Susunan obat pada rak obat tidak terlalu penuh untuk menghindari
terjatuhnya obat
10) Tutup dan rapikan kembali rak obat setelah mengambil obat untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan atau peracikan obat
c. Pencatatan dan kartu stok obat (Binfar, 2007)
1) Kartu stok memuat nama obat, satuan dan tanggal kadaluarsa
2) Kartu stok diletakkan sesuai dengan obat yang terdapat pad arak (3)
Letakkan kartu stok berada pad arak yang sesuai
3) Lakukan pencatatan secara rutin
4) Penerimaan dan pengeluaran obat dijumlahkan setiap akhir bulan
d. Pengamatan mutu obat Pengamatan mutu obat dapat dilakukan secara visual
dengan mengamati organoleptis sediaan, antara lain:
1) Tablet
(a) Perubahan Warna, bau atau rasa
(b) Kerusakan fisik sediaan seperti retak, pecah, terdapat noda bintik-
bintik dan atau berubah bentuk menjadi bubuk atau lembab
(c) Wadah sediaan rusak
2) Kapsul
(a) Perubahan warna pada isi kapsul

6
(b) Cangkang kapsul terbuka, rusak atau melekat antara satu kapsul
dengan kapsul lainnya
3) Tablet Salut
(a) Perubahan warna
(b) Sediaan menjadi basah atau melekat antara satu tablet dengan
tablet lainnya
(c) Wadah sediaan rusak
4) Cairan
(a) Perubahan warna, bau atau rasa
(b) Terdapat endapan
(c) Wadah sediaan rusak
5) Salep
(a) Konsistensi sediaan berubah
(b) Perubahan warna dan bau
(c) Wadah sediaan rusak
6) Injeksi
(a) Perubahan warna cairan menjadi keruh
(b) Terdapat partikel asing
(c) Wadah sediaan rusak

4. Distribusi
Distribusi merupakan suatu kegiatan dalam penyaluran atau pengiriman suatu
produk obat dari instalasi farmasi untuk memenuhi kebutuhan obat secara merata pada
setiap pelayanan kesehatan (Binfar, 2007). 14 Pengelolaan obat pada penelitian ini
meliputi cara mendapatkan dan menggunakan obat secara tepat, penyimpanan obat serta
evaluasi terkait perlakuan obat sisa (Garrard, Harms, & Hanlon, 1998)

B. Faktor-Faktor Fisiologi Yang Mempengaruhi Respon Penderita Terhadap Obat


Faktor-faktor fisiologi yang mempengaruhi respon penderita terhadap obat dapat
digolongkan berdasarkan usia seperti berikut ini.
1. Faktor Fisiologi Anak
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat
digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa.

Untuk perhitungan dosis, usia anak dibagi dalam beberapa kelompok usia sebagai
berikut:

a. Neonatus: bayi baru lahir hingga usia 1 bulan

a. Bayi: usia 1 bulan hingga 1 tahun


b. Balita: usia 1-5 tahun

7
c. Anak-anak: usia 6-12 tahun

Berat badan digunakan untuk menghitung dosis yang dinyatakan dalam mg/kg. Akan
tetapi, perhitungan dosis anak dari dosis dewasa berdasarkan berat badan saja sering
kali menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil karena anak mempunyai laju
metabolisme yang lebih tinggi sehingga per kg berat badan nya sering kali
membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari orang dewasa (kecuali pada neonatus).

Luas permukaan tubuh lebih tepatnya digunakan untuk menghitung dosis anak karena
banyak fenomen fisik lebih erat hubungannya dengan luas permukaan tubuh.

Berdasarkan luas permukaan tubuh ini, besarnya dosis anak sebaga presentase dari
dosis dewasa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel Perhitungan Dosis Anak

USIA BERAT BADAN (KG) DOSIS ANAK % DOSIS DEWASA

Neonatus* 3,4
*

1 bulan* 4,2

3 bulan 5,6 18

6 bulan 7,7 22

1 tahun 10 25

3 tahun 14 33

5 tahun 18 40

7 tahun 23 50

12 tahun 37 75

  Dihitung berdasarkan luas permukaan

8
Untuk neonatus sampai usia 1 bulan, gunakan dosis yang lebih kecil dari dosis yang
dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh ini. Untuk bayi prematur, gunakan
dosis yang lebih rendah lagi, sesuai dengan kondisi klinik pasien.

2. Faktor Fisiologi Usia Lanjut


Respon penderita usia lanjut disebabkan oleh banyak faktor seperti penurunan
fungsi ginjal terutama fungsi glomerulus dan sekresi tubuli merupakan perubahan faktor
farmakokinetik yang terpenting.
Penurunan fungsi filtrasi menurun 30% pada orang berusia 65 tahun jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Perubahan farmakokinetik lainnya adalah
penurunan kapasitas metabolisme beberapa obat, berkurangnya kadar albumin plasma
sehingga kadar obat bebas dalam darah tinggi, pengurangan berat badan dan cairan
tubuh serta penambahan lemak tubuh (sehingga dapat mengubah distribusi obat), dan
berkurangnya absorbsi aktif.
Hasil dari perubahan ini adalah sebagai berikut

a. Kadar obat yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah dan jaringan.
Waktu paruh obat dapat meningkat hingga 50%.
b. Perubahan faktor-faktor farmakodinamik, yaitu peningkatan sensitivitas reseptor,
terutama reseptor di otak, dan penurunan mekanisme homeostatik, misalnya
homeostatik kardiovaskuler terhadap obat antihipertensi.
c. Adanya berbagai penyakit
d. Penggunaan banyak obat sehingga kemungkinan interaksi obat lebih tinggi.

Akibatnya, seringkali terjadi respon yang berlebihan atau efek toksik serta berbagai
efek samping bila mereka mendapat dosis yang biasa diberikan kepada orang dewasa
muda. Prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut adalah:

a. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan, artinya hanya bila ada indikasi
yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo, berikan plasebo sesungguhnya, dalam
artian bukan plasebo yang mengandung bahan aktif.
b. Pilih obat yang memberikan rasio manfaat-risiko paling menguntungkan bagi
penderita usia lanjut. Misalnya jika diperlukan hipnotik, jangan digunakan
barbiturat. Dan juga berikan obat yang tidak berinteraksi dengan obat lain atau
penyakit lain pada penderita yang bersangkutan.
c. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan kepada penderita dewasa muda.
d. Selanjutnya sesuaikan dosis obat berdasarkan respons klinik penderita, dan bila
perlu dengan monitor kadar obat dalam plasma penderita. Dosis penunjang yang
tepat pada umumnya lebih rendah daripada dosis untuk penderita dewasa muda.
e. Berikan regimen dosis yang sederhana (yang ideal 1x sehari) dan sediaan obat yang
mudah ditelan (sebaiknya sirup atau tablet yang dilarutkan dalam air) untuk
memelihara kepatuhan penderita.
f. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan penderita, dan hentikan obat yang
tidak diperlukan lagi.
Besarnya dosis dapat diperkirakan dari berat badan penderita, indeks terapi obat, dan
cara eliminasi obat. Untuk obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi

9
ginjal(misalnya digoksin, aminoglikosid, dan klorpropamid), besarnya penurunan dosis
dapat diperhitungkan berdasarkan besarnya penurunan bersihan kreatinin penderita.

Sedangkan untuk obat-obat lain, besarnya penurunan dosis hanya dikira kira saja
berdasarkan educated guess.

Berikut Tabel perubahan respons terhadap obat pada umur-umur ekstrim.

10
C. Penggunaan Obat Pada Anak

11
Macam-macam jenis bentuk sediaan obat untuk anak, dan hal-hal yang harus
diperhatikan dalam memberikan obat dengan bentuk sediaan tersebut.
1. Sirup dan oral drops
Bentuk sediaan sirup atau oral drops adalah bentuk sediaan obat yang paling
umum digunakan untuk pasien anak. Oral drops biasanya diberikan untuk bayi
hingga anak berusia dua tahun. Sesuai namanya, oral drops diberikan dengan cara
meneteskan cairan obat kepada anak. Alat bantu yang digunakan adalah pipet
yang mempunyai petunjuk volume tertentu.
Sedangkan sirup digunakan untuk anak berusia lebih tua, biasanya diberikan
dengan sendok obat atau cup obat. Saya sangat menyarankan orang tua untuk
memberikan obat sirup dengan sendok atau cup ini, bukan dengan sendok makan
atau sendok teh biasa. Karena sendok makan dan sendok teh rumahan tidak
memiliki volume yang standar, sehingga dapat menyebabkan kesalahan pemberian
dosis obat.
2. Granule dan powder
Kedua jenis bentuk sediaan ini sejatinya adalah serbuk, yang umumnya dapat
diberikan dengan dicampurkan pada air, air susu ibu (ASI), sari buah, atau
makanan anak. Beberapa dokter juga suka meresepkan sirup pemanis untuk
campuran dalam meminum obat serbuk atau puyer.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat dengan bentuk ini adalah,
orang tua sebaiknya memastikan kembali kepada dokter ataupun apoteker jenis
cairan atau makanan apa yang dapat digunakan sebagai campuran. Beberapa
produk yang saya tahu hanya dapat dicampur dengan susu dan air putih biasa,
sedangkan produk lainnya dapat dicampur dengan hampir semua cairan.
3. Tablet dan kapsul
Memberikan anak obat dalam bentuk tablet atau kapsul memang kurang
nyaman, karena tidak semua anak dapat menelan tablet atau kapsul. Beberapa
jenis tablet dapat digerus atau dilarutkan dalam segelas air sebelum diberikan,
sehingga mempermudah pemberian kepada anak. Untuk kapsul, kebanyakan
kapsul juga dapat dibuka lalu isinya dilarutkan dalam minuman atau makanan
anak. Namun, ada juga tablet dan kapsul yang tidak dapat diperlakukan demikian,
karena dapat merusak stabilitas obat.
4. Tetes mata dan tetes telinga
Jika anak mengalami infeksi atau gangguan di daerah mata atau telinga,
maka bentuk sediaan tetes mata atau telinga akan menjadi pilihan utama.
Memberikan obat jenis ini kepada anak-anak cukup menantang, karena
menimbulkan ketidaknyamanan untuk anak.
Biasanya, dibutuhkan dua orang dewasa untuk melakukan hal ini. Satu orang
untuk memegangi dan ‘membujuk’ sang anak, sementara orang kedua ‘bertugas’
mengaplikasikan obat. Yang terpenting adalah, mencuci tangan sebelum dan
sesudah memberikan kedua tipe obat ini pada anak.
5. Inhaler
Inhaler biasanya digunakan untuk memberikan obat-obatan asma. Ada
banyak sekali tipe inhaler yang beredar di pasaran, tergantung dari kandungan
obat yang diberikan. Untuk memudahkan pemberian pada anak, biasanya
digunakan spacer.

12
Karena cara pemberian obat ini khas sesuai merk yang didapatkan,
sebaiknya tanyakan langsung cara penggunaan yang benar kepada dokter atau
apoteker. Semua cara penggunaan juga tercantum dalam leaflet yang ada dalam
box obat. Jika anak mendapat obat inhaler yang mengandung steroid (contohnya
budesonide atau fluticasone), jangan lupa minta anak untuk berkumur setelah
menggunakan obat untuk mencegah efek samping kandidiasis oral.
6. Krim, salep, atau gel
Ketiga jenis bentuk sediaan obat ini biasanya digunakan jika anak mengalami
gangguan kulit. Misalnya, ruam popok, gatal karena alergi, atau infeksi bakteri
dan jamur di kulit. Kunci dari kerja ketiga tipe obat ini adalah penetrasi yang baik
ke dalam kulit. Sehingga sebaiknya obat diberikan saat kondisi kulit anak bersih,
misalnya sesudah mandi. Hal ini untuk mencegah adanya kotoran yang dapat
menghambat masuknya obat. Obat sebaiknya dioleskan ke arah bawah, atau
mengikuti arah tumbuhnya rambut halus di kulit anak.
Jangan lupa juga untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan
krim, salep, atau gel pada anak.  
7. Supositoria dan enema
Supositoria dan enema diberikan lewat jalur rektum atau anus. Biasanya
digunakan untuk obat penurun panas atau obat untuk merangsang buang air besar.
Supositoria adalah sediaan padat berbentuk seperti peluru (agar mudah masuk
lewat anus), sementara enema berbentuk cairan dan biasanya disertai dengan
aplikator.

D. Penggunaan Obat Pada Lansia


Kondisi kesehatan lansia seiring waktu akan menurun. Oleh karena itu, tidak jarang
timbul berbagai penyakit pada lansia dan perlu mengonsumsi obat secara rutin.
Tujuannya, untuk mengelola gejala, sekaligus mencegah keparahan penyakit.
Semakin bertambah tua, fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan. Kondisi
tubuh juga semakin memburuk jika gaya hidup yang Anda terapkan tidak sehat, sehingga
membuat risiko berbagai penyakit semakin meningkat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, penyakit yang umum menyerang
dan penggunaan obat untuk mengatasi kondisi tersebut pada lansia di Indonesia, di
antaranya:
1. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi
Persentase hipertensi pada lansia di Indonesia mencapai 63,5 persen. Penyebab
tingginya kasus hipertensi tersebut adalah berkurangnya fleksibilitas pembuluh arteri
seiring waktu dan menurunnya kemampuan tubuh dalam mengatur kadar natrium
(garam).
Kondisi ini membuat tubuh menahan cairan ekstra dan meningkatkan jumlah
darah yang harus jantung pompa sehingga tekanannya menjadi semakin tinggi. Jika
mengonsumsi makanan tinggi garam dan memiliki berat badan berlebihan, risiko
hipertensi pada usia tua akan semakin tinggi. Agar tekanan darah selalu terkontrol,

13
dokter akan meresepkan obat sekaligus aturan penggunaan obat pada lansia. Obat
tekanan darah tinggi yang biasanya lansia minum, meliputi:

a. Obat diuretik. Pil air berguna untuk membantu ginjal menghilangkan natrium
dan air dari tubuh. Obat golongan ini yang biasanya lansia gunakan
adalah chlorthalidone atau hydrochlorothiazide (Microzide).
b. ACE inhibitor. Obat untuk mengendurkan pembulouh darah dengan
menghalangi pembentukan bahan kimia alami yang mempersempit pembuluh
darah. Obat hipertensi kelas ini yang biasanya lansia minum
adalah lisinopril (Prinivil, Zestril), benazepril (Lotensin), dan captopril.
c. Calcium channel blockers. Obat ini membantu mengendurkan otot-otot
pembuluh darah dan memperlambat detak jantung. Obat yang umum digunakan
adalah amlodipine dan diltiazem.
2. Radang Sendi
Peradangan pada sendi atau lutut, yakni rematik dan osteoarthritis juga menjadi
penyakit yang umum menyerang lansia, dengan presentasi sebesar 18 persen.
Penyebab rematik pada lansia tidak diketahui secara pasti, tapi kondisi ini melibatkan
sistem imun yang menyerang selaput keras yang membungkus lapisan sendi.
Sementara penyebab osteroarthritis adalah kerusakan pada tulang rawan yang ada
pada sendi, yang menimbulkan rasa nyeri akibat gesekan langsung antar tulang.
Penggunaan obat untuk mengatasi masalah kesahatan pada lansia ini, meliputi:

a. Obat pereda nyeri, seperti acetaminophen atau ibuprofen, yang boleh lansia


minum ketika gejala muncul.
b. Obat kortikosteroid untuk mengurangi peradangan dan menekan sistem imun,
seperti prednison (Prednisone Intensol, Rayos) dan kortison (Cortef).
Kortikosteroid bisa berbentuk pil maupun cairan yang dokter berikan lewat
suntikan.

3. Diabetes

Selain tekanan darah yang tinggi, lansia juga kerap kali mengalami kadar gula
darah tinggi. Jika tubuh sudah kesulitan dalam mengatur kadar gula darah, ini
merupakan penyakit diabetes. Di Indonesia, lansia pengidap diabetes kasusnya
mencapai 5,7 persen. Biasanya kondisi ini terjadi akibat keseringan mengonsumsi
makanan tinggi gula.

Selain mengubah gaya hidup jadi lebih sehat, penggunaan obat juga pada lansia
juga diperlukan untuk mengelola gejala diabetes. Beberapa obat yang dokter biasanya
resepkan adalah metformin atau suntik insulin.

4. Penyakit Jantung

Hipertensi yang tidak terkendali bisa meningkatkan risiko penyakit jantung pada
lansia. Apalagi penerapan gaya hidup yang buruk sedari muda, juga bisa membuat

14
penumpukan plak pada pembuluh darah sehingga menggaggu sirkulasi darah ke
jantung.

Lansia dengan penyakit jantung perlu minum obat, agar kondisi jantung dan pembuluh
darah di sekitarnya tidak semakin memburuk. Jika Anda tidak, penyakit jantung bisa
menimbulkan komplikasi seperti serangan jantung.

Penggunaan obat pada lansia dengan penyakit jantung tidak berbeda jauh dengan
pasien hipertensi. Hanya saja, ada beberapa obat penyakit jantung tambahan, seperti:
a. Antikoagulan. Obat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penggumpalan
darah, contohnya obat heparin atau warfarin.
b. Antiplatelet. Obat ini bertugas untuk mencegah trombosit darah saling
menempel, contohnya clopidogrel, dipyridamole, dan prasugrel.
c. Beta-blocker. Obat yang dapat mengatur ritme jantung kembali normal,
contoh bisoprolol atau acebutolol.
d. Obat penurun kolesterol. Kolesterol tinggi menyebabkan plak pada jantung
terus terbentuk, sehingga dokter akan meresepkan obat ini pada pasien penyakit
jantung. Contoh obatnya adalah simvastatin atau fluvastatin.

5. Stroke
Hipertensi dan penyakit jantung yang terus bertambah buruk bisa menyebabkan
penyakit stroke. Kondisi ini menyebabkan sel-sel otak tertentu mati, sehingga fungsi
tubuh tertentu akan mengalami gangguan.
Saat serangan stroke terjadi, pasien akan menerima perawatan darurat dengan
penyuntikkan obat ateplase dalam kurun waktu 4,5 jam setelah gejala pertama
muncul. Pada beberapa kasus dokter mungkin akan melakukan proses pengobatan
lewat teknik pembedahan lebih lanjut. Setelahnya, lansia akan menjalani rawat jalan
dan perlu meminum obat yang sama dengan pasien pengidap hipertensi dan penyakit
jantung

E. Jalur Pemberian
Jalur pemberian obat tergantung pada bentuk obat efek yang diharapkan ,serta kondisi
fisik dan mental klien.
1. Jalur oral obat diberikan melalui mulut dan ditelan dengan bantuan cairan.obat oral
memiliki onset kerja yang lebih lambat dan efek yang lebih lama daripda pemberian
parental.
2. Jalur parental pemeberian parental adalah menyuntikkan obat kedalam tubuh.
Berikut ini merupakan tempat utama pemeberian parental:
a. Intraderma l: penyuntikan ke kulit tepat dibawah epidermis
b. Subkutan : penyuntikan ke jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit
c. Intramuskular : Penyuntikan ke dalam otot
d. Intravena : penyuntikan ke dalam pembuluh vena
3. Pemberian obat topikal obat dioleskan ke kulit dan membran mukosa biasanya
memiliki efek local.

15
4. Jalur inhalasi perawat memberikan obat inhalasi melalui lubang hidung ,mulut ,selang
endotrakeal lewat mulut dan trakeostomi langsung memasukui trakea.
5. Jalur intraokolar perawat memasukkan lempeng ke mata klien seperti memasukkan
lensa kontak,dan obat tersebut dapat tinggal di mata klien sampai satu minggu.

F. Prinsip Pemberian Obat


Perawat harus menggunakan ‘’lima benar’’ dalam pemberian obat di antaranya:

1. Benar Obat
Perawat melakukan ini 3× yaitu:
a. Sebelum memindahkan wadah obat dari laci/lemari.
b. Pada saat sejumlah obat yang diprogramkan dipindahkan dari wadahnya .
c. Sebelum mengembalikan wadah obat ketempat penyimpanan.

2. Benar Dosis
Ketika sebuah obat harus disediakan dari volume atau kekuatan obat yang lebuh besar
atau lebih kecil dari yang dibutuhkan ,memeriksa perhitungan dosis yang dilakukan
oleh perawat lain,dan menyiapkan obat dengan menggunakan alat perhitungan
standar.

3. Benar Klien
Langkah penting adalah menyakinkan bahwa obat tersebut diberikan kepada klien
yang benar dengan cara memeriksa laporan pemeberian obat yang dicocokan dengan
gelang identifikasi klien dan meminta klien menyebutkan namanya.perawat sebaiknya
tidak menyebut suatu nama dan berasumsi bahwa rspons klien menunjukkan bahwa
klien adalah orang yang benar.

4.Benar Rute Pemberian


Ketika rute obat untuk tidak menerangkan rute pemberian obat,perawat
mengkonsultasikannya kepada dokter.

5.Benar Waktu
Perawat harus mengetahui alasan sebuah obat diprogramkan untuk waktu tertentu
dalam 1 hari dan apakah jadwal tersebut dapat diubah.

G. Penghitungan Dosis Obat


Penghitungan Dosis Obat Rumus berikut dapat digunakan ketika perawat mempersiapkan
obat dalam bentuk padat atau cair.
dosis yang di programkan × jumlah yang tersedia
Dosis yang tersdia = jumlah yang akan diberikan

contoh :dokter mengintruksikan klien diberi versed 2,5 mg im, berarti dosis yang
diprogramkan adalah 2,5 mg.obat tersedia dalam sampul yang mengandung 5 mg/1 ml,
berarti dosis yang tersedia adalah 5 mg dalam sediaan 1 ml.Rumus diaplikasikan sebagai
berikut:
2,5 mg × 1 ml = volume yang diberikan dalam mili liter

16
5 mg

untuk menyederhanakan pecahan,bagi pembilang dan penyebut dengan 2,5: ½ × 1 ml=


0,5 ml untuk diberikan .

obat cair sering kali tersedia dalam volume lebih dari 1 ml .pada situasi ini,rumus tetap
dapat digunakan .contoh ,instruksi obat adalah ‘’suspensi eritromisin’’.

250 mg × 5 ml = Volume yang akan diberikan


125 mg

pecahan 250/125 setara dengan 2. demikian :


2×5 ml= 10 ml untuk diberikan.

apabila perawat mengkalkulasikan berdasarkan 100 ml yang tersedia,kesalahan berikut


akan terjadi:250 mg × 100 ml=200 ml yang akan diberikan 125 mg.

berdasarkan kalkulasi ini klien akan menerima dosis 20× lebih besar dari yang
diinginkan.perawat harus selalu memeriksa kembali kalkulasi tersebut atau mengeceknya
bersama.

Dosis Pediatri
Menghitung dosis obat seorang anak memerlukan perhatian khusus. Pada kebanyakan kasus
dokter menghitung dosis yang aman untuk anak sebelum memerogramkan obat. Namun perawat harus
mengetahui rumus yang digunakan untuk menghitung dosis pediatrik dan memeriksa kembali semua
dosis sebelum obat diberikan. Kebanyakan referensi obat memuat daftar rentang normal obat pediatrik.
Metode penghitungan obat pediatrik yang paling akurat didasarkan pada area permukaan tubuh. Area
permukaan tubuh diperkirakan berdasarkan berat tubuh. Nomogram standar atau grafik
menggambarkan area permukaan tubuh berdasarkan berat badan dan usia rata-rata. Rumus tersebut
merupakan rasio area  ppermukaan tubuh anak dibdandingkan dengan area permukaan tubuh
rata-rata orang dewasa ( 1,7 m  persegi atau 1,7 m² )

Dosis anak = area permukaan tubuh anak x dosis dewasa normal


1,7 m persegi

Contoh, seorang dokter memprogramkan ampicilin untuk seorang anak dengan berat 12kg, tetapi
dosis tunggal normal dewasa adalah 250mg. Grafik numogram menunjukan bahwa seorang anak
dengan bera 12 kg memiliki permukaan tubuh seluas 0,54 m².
Dosis Anak = 0,54 x 250 mg
1,7

17
Satuan m² dihapus dan dapat diabaikan.

Dosis anak = 0,54 x 250 mg


1,7

Dosis anak = 0,3 x 250 mg = 75 mg

BAB III

PENUTUPAN
 

18
A. KESIMPULAN
Perawat merupakan tenaga perawatan kesehatan yang paling tepat untuk memberikan obat dan
meluangkan sebagian besar bersama klien.Hal ini membuat perawat berada pada posisi yang ideal untuk
memantau respon klien terhadap pengobatan,memberikan pendidikan untuk klien dan keluarga tentang
pengobatan dan menginformasikan dokter kapan obat efektif,tidak efektif,atau tidak lagi
dibutuhkan.Pern  perawat bukan sekedar memberikan obat kepada klien.Perawat harus
menentukan apakah seorang klien harus menerima obat pada waktunya dan mengkaji kemampuan
klien untuk menggunakan obat secara mandiri.Perawat menggunakan proses keperawatan untuk
mengintegrasi terapi obat ke dalam perawatan

B. Saran
1. Sebagai perawat harus teliti dalam memberikan obat kepada klien/pasien
2. Ikutilah tata cara pemberian obat secara benar berdasarkan ilmu keperawatan yang kita dapatkan
3. Sebagai perawat,kita tidak boleh menutupi kesalahan dalam pemberian obat
4. Sebagai perawat dalam pengelolaan obat harus dengan teliti dan tepat
5. Sebagai perawat,kita tidak boleh memaksakan pasien untuk meminum obat,kita harus membela dan
menghormati kepentingan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Anon

19
Eprints.Umm.Ac.Id, 2022, https://eprints.umm.ac.id/42660/3/jiptummpp-gdl-ridwanfauz-48780-3-
babii.pdf. Diakses 27 Juli 2022.

SOAL, B., GRATIS, E., GRATIS!, T., SEHAT, N., MEDIS, #., Obat, R. and Jannah, A.
SOAL, BANK et al. "√ Respon Penderita Terhadap Obat - Fisiologi, Patologi, Genetik". Dinas.Id, 2021,
https://dinas.id/respon-penderita-terhadap-obat/#Faktor_Fisiologi_Mempengaruhi_Respon_Penderit
a_Terhadap_Obat. Diakses 27 Juli 2022.

Titiesari, Y., Yuliastanti, A., Nabilahzahra, D., Amira, E., Yuliastanti, A.,
Yuliastanti, A., Yuliastanti, A., Yuliastanti, A. and Yuliastanti, A.
Titiesari, Yovita et al. "Orang Tua, Wajib Tahu Tipe Obat Untuk Anak". Www.Guesehat.Com, 2022,
https://www.guesehat.com/orang-tua-wajib-tahu-tipe-obat-untuk-anak. Diakses 27 Juli 2022.

Yuliawati, P.
Yuliawati, Putu. "Pengelolaan Obat". Academia.Edu, 2022,
https://www.academia.edu/6871116/pengelolaan_obat. Diakses 27 Juli 2022.

20

Anda mungkin juga menyukai