Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut. Memberikan obat
oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan dengan cara memberikan obat-
obatan melalui mulut sesuai dengan program pengobatan dari dokter.
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini merupakan cara yang
paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat di berikan secara oral
baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi , maka pemberian obat
per oral dapat di sertai dengan pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain.
2. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut dapat segera
diatas,
4. Bila terjadi keracunan, obat masih bisa dikeluarkan dari tubuh dengan cara reflek muntah dari
faring dan Kumbah Lambung asalkan obat diminum belum melebihi 4 jam artinya obat masih didalam
gaster.
Tetapi bilamana lebih dari 4 jam tapi belum melebihi 6 jam racun didalam intestinum atau belum
mengalami absorbsi. Racun masih bisa dikeluarkan dengan cara :
1. Urus urus menggunakan Magnesium Sulfat tubuh berwarna putih untuk dewasa dosis 10 mg atau 1
peres sendok makan,
2. Antara 4 dan 6 jam tadi pasien diberi absorben yaitu arang aktif bentuk seperti tablet, warna hitam
cukup 1 tablet,
3. Bilamana melebihi 6 jam ini diberi penetral racun atau Antidotum zat yang dapat menetralkan
racunKeuntungan Pemberian Obat Rute Oral diantaranya cocok dan nyaman bagi klien, Ekonomis,
Dapat menimbulkan efek local atau sistemik, dan Jarang membuat klien cemas.
a. Pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat di pakai pada keadaan gawat,
b. Obat yang diberikan oral biasanya membutuhkan waktu 30 menit sampai dengan 45 menit sebelum
di aborsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 sampai dengan 1 1/2 jam,
c. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering mengganggu pasien,
d. Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-mual,muntah,semi koma,pasien
yang akan menjalani pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Pemberian oralit atau larutan rehidrasi secara oral dikontraindikasikan pada pasien dengan keadaan
sebagai berikut:
1. Syok hemodinamik, karena kemungkinan reflek saluran pernapasan yang terganggu sehingga
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi,
2. Ileus abdomen, karena pada kasus ileus terjadi obstruksi atau paralisis dari intestinal yang
menyebabkan peristaltik terganggu dan tekanan intraabdomen meningkat, rehidrasi oral hanya
diberikan jika pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat bising usus,
3. Malabsorpsi karbohidrat, karena akan meningkatkan pengeluaran feses setelah terapi oralit.
Bentuk obat oral dibagi menjadi 2 yaitu: bentuk obat padat dan bentuk obat cairan.
Macam-macam obat padat untuk pemakaian oral yaitu :
1. Tablet
Tablet adalah bahan obat yang dipadatkan tanpa bahan tambahan (murni bahan obat).
Macam-macam tablet adalah
1) Tablet Kempa
Jenis obat berbentuk tablet yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Obat berbentuk tablet ini dibuat sesuai dengan bentuk cetakannya dan memiliki ukuran
yang sangat bervariasi. Contoh Vit C.
2) Tablet kunyah
Tablet besar yang tidak ditelan tetapi dikunyah.
Biasanya, jenis obat tablet seperti inimemiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan
obat-obat yang lainnya. Contoh obat antasid.
3) Tablet Hipodermik
Jenis obat tablet hipodermik ini adalah obat tablet yang mudah
4) Tablet Efervensen
Penggunaan tablet dilarutkan dulu dalam segelas air akan keluar gas
CO2 dan tabletakan pecah dan larut. Contoh Calcium D. Redoxon (C.D.R.)
2. Kapsul
Obat jenis kapsul terdiri dari bahan obat yang dibungkus dengan bahan padat, yang mudah larut.
Bahan pembungkus ini sangat berguna agar obat mudah ditelan,menghidari bau dan
rasa yang tidak enak dari obat, serta menghindari kontak langsung dengan sinar matahari.
Obat bentuk kapsul umumnyaberbentuk bulat panjangdengan pangkal dan ujungnya yang tumpul.
Macam-macam kapsul :
1) Kapsul gelatin keras,
terdiri dasar sebagai wadah obat dan tutupnya.bentuknya keras,hingga banyak orang yang menyang
ka kaca yang tidak dapat hancur. tetapi bila kapsulini kena air akan mudah lunak dan hancur.
2) Kapsul gelatin lunak, tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari dulu diisi
dipabrik. agar menarik kapsul ini diberi warna-warni.
3. Pil
Pil ini adalah bentuk obat yang berbentuk bundar (bulat) padat kecil yang mengandung bahan
atau zat obat.
4. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk
pemakaian oral atau dalam atau untuk pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai luas
permukaan yang lebih luas, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah terdispersi
daripada bentuk sediaan padat lainnya (seperti kapsul, tablet, pil).Anakanak dan orang
dewasa yang suka mengalami kesusahan menelan obat bentuk kapsul atau tablet, akan
lebih mudah bila menelan obat yang sediaannya sudah berbentuk serbuk, dan selain itu
karena serbuk oral bisa dicampur dengan air minum atau sediaan cair lainnya untuk
membantu menelan obat.
Macam-macam serbuk :
1) Serbuk terbagi (pulveres/divided powder/ chartulae), bentuk serbuk ini berupa bungkusanserb
uk dalam kertas permanen atau dalam kantongkantong plastik kecil,tiap bungkus merupakan 1 dosis.
2) Serbuk tak terbagi (pulvis/ bulk powder), serbuk dalam jumlah yang banyak ditempatkan dalam do
s, botol mulut lebar. Sebagai contoh ialah bedak.
3) Serbuk efervesen, serbuk yang berupa granul kecil yang mengandung asam sitrat dan natrium bika
rbonat. Cara penggunaannya dilarutkan dulu dalam segelas air.
1) Larutan, merupakan suatu larutan obat, sebagai pelarut adalah air atau ditimbah zat cair lainnya
seperti sedikit gliserin, alkohol dan sebagainya.
2) Eliksir adalah suatu larutan alkoholis dan diberi pemanis yang mengandung obat dandiberi bahan
pembahu. Sebagai pelarut adalah gliserin, sirup atau larutan sorbitol.
3) Sirup adalah suatu larutan obat dalam larutan gula yang jenuh biasanya diberi esen.
4) Emulsi adalah suatu campuran 2 zat cair yang tidak mau campur, biasanya minyakdan air, dimana
zat cair yang satu terdispersi dalam zat cair yang lain dengan bantuanemulgator. Contoh emulsum Olei
Iercoris Aselli. Bentuk ini selain oral, juga da yanguntuk topikal (losion) dan injeksi.
5) Suspensi oral adalah suatu campuran obat berupa zat padat terbagi halus yangterdispersi didalam
medium cairan. Biasanya cairan yang dipakai adalah air, danharus di gojog dulu sebelum digunakan.
Bentuk suspensi oral dapat berupa: suspensioral, mixtura, magma dan gel.
· Suspensi oral
Adalah sediaan cair yang diberi bahan pembau dan perasa, mengandungobat padat yang terbagi halus
dan tidak larut. Beri tanda gojog dulu sebelum digunakan. Untuk menjaga stabilnya zat pada terdispersi
diberi bahan pensuspensimisalnya gom,CMC.
· Mixtura
Adalah sediaan cair yang mengandung pertikel obat padat yang terbagi halus.Beri tnda gojog dulu,
sebelum digunakan. Mengandung bahan pensuspensi atau tidak.Karena partikelnya sangat halus mudah
tterdispersi
· Magma
Adalah sediaan yang mengandung obat padat terbagi halus terdispersi dalam,cairan, karena zat
padatnya banyak maka sangat viskes maka tidak mengandung bahan pensuspensi. Sebagai contoh : Milk
magma.
· Gel
Merupakan obat padat yang mempunyai daya menyerap air yang besar (hidrasi)dan ukuran partikelnya
sangat kecil (koloid), sangat viskes.
Prinsip 6 Benar Pemberian Obat Oral
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (gelang identitas, papan identitas ditempat tidu
r) atau ditanyakan. Jika pasien tidak sanggup berespon secaraverbal, respon nonverbal dapat dipaka
i, misalnya pasien mengangguk. Jika pasientidak tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan me
ntal atau kesadaran,harus dicari cara identifikasi lain sesuai ketentuan rumah sakit.
2. Benar Obat
Obat mempunyai nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagangyang asing harus di
periksa nama generiknya. Sebelum memberi obat, label pada botolnya harus diperiksa tiga kali; pertam
a, saat membaca permintaaan obatnya dan botolnya diambil dari rak; kedua, label botol dibandingkan d
engan obat yang diminta;dan ketiga, saat dikembalikan ke rak. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak
bolehdipakai dan harus dikembalikan kebagian farmasi. Bila isinya tidak uniform,sekali lagi harus dikemb
alikan ke farmasi. Jika pasien menggunakan obatnya, harusdiperiksa lagi. saat memberiobat, perawa
t harus ingat tujuan obat itu diberikan.dan untuk mengingat nama obat dan kerjanya.
3. Benar Dosis Sebelum meberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus be
rkonsultasi dengan apoteker atau penulis resep sebelum dilanjutkan. jika pasienmenggunakan dosisnya,
harus diperiksa lagi. Jika setelah menanyakan kepada apoteker atau penulis resepnya serta alasannya. S
ecara khusus perhatikan titik desimalnya dalam dosis dan beda antara singkatan mg dan mcg bila ditulis
tangan.Ada obat dalam bentuk tablet lepasberkala (ada yang berlapislapis, ada pula yan gmatriksnya kh
usus); tablet demikian tidak boleh dibelah atau digerus karena cirilepas-berkalanya akan hilang . Ada tab
let bersalut-enterik untuk melindunginyaterhadap asam lambung. Aspirin terdapat dalam bentuk ini
bila diberi dalam dosistinggi untuk waktu lama.
4. Benar Cara/Rute Pemberian
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute berbeda. Faktor yang menetukan rute pemberian terbaik di
tentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respons yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, d
an tempat kerja yang diinginkan. Obat dapatdiberi per oral, parenteral, topikal, rektal atau melalui inh
alasi.Oral, ini adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,karena ekonomis, p
aling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsimelalui rongga mulut (sublingual atau bukal), misaln
ya tablet gliserintrinitrat.Parenteral, kata ini berasal dari bahasa yunani. Para berarti disampng, enteron
berarti usus, jadi parenteral berati diluar usus,atau tidak melalui saluran cerna.topikal, termasuk disi
ni adalah krim, salep, losion, liniment, sprei, dan dapatdipakai untuk melumasi, melindungi, atau menya
mpaikan obat kedaerahtertentu, pada kulit atau membran mukosa. Rektal, obat dapat diberi melalui ru
te rektal berupa enema atau supositoria. Pemberian rektal mungkin dilakukan untuk memperoleh efek l
okal, seperti pada konstipasi atau hemoroid; untuk memberi obat yang mempunyai efeksistemik pada
mual bila lambung tidak dapat menahan obat itu; bila obat itu berbau atau terasa tidak enak; bila pasi
en tidak sadar; atau untuk menghindariiritasi dari saluran cerna. Umumnya supositoria lebih unggul dari
enemasebagai cara meberi obat karena retensinya lebih mudah.inhalasi, saluran napas memilki epitel
untk absorpsiyang sangat demikian berguna untuk memberi obat secara lokal pada salurannya, misalnya
salbutamol (ventolin) atau sprei blektometason (Becotide, Aldecin) untk asma,atau dalam keadaan daru
rat, misalnya terapi oksigen.
5. Benar Waktu
Sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapaiatau memepertaha
nkan kadar darah yang memadai, bahwa obat itu diberi pada waktuyang tepat. Jika obat itu harus dimin
um sebelum makan(ante cimun atau a.c.) untukmemperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu
jam sebelum makan. hal ini berlaku untuk banyak antibiotik. misalnya, tetrasiklin dikhelasi (yaitu ter
bentuksenyawa yang tidak larut) jika diberi bersama susu atau makanan tertentu, yangmengikat sebagi
an besar obat itu sebelum dapat diserap. Sebaliknya, ada obat yangharus diminum setelah makan, untuk
menghindari iritasi berlebihan pada lambung( misalnya, indometasin) atau dapat diperoleh kadar darah
yang lebih tinggi(misalnya, grisefulvin bila diberi bersama makanan berlemak). Setelah obat inidiberikan,
harus dicatat dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan.
6. Benar Dokumentasi Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera dari orang perawat u
ntukmencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan. Ini meliputinama obat, dosis, r
ute (tempat suntikan jika perlu), waktu dan tanggal, dan inisial atautanda tangan perawat. Respon kli
en terhadap pengobatan harus perlu dicatat untuk beberapa macam obat, seperti narkotikabagaimana e
fektifitasnya dalam menghilangkan nyeri, atau analgesik nonnarkotika, sedativa, antiemetik. Dan ataure
aksi yang tidak diharapkan terhadap pengobatan, seperti iritasi gastrointestinal atautandatanda kepek
aan kulit. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupauntuk mencatat pengobataatau peraw
at lain memberikan obat itu kembali karena ia berpikir obat belum diberikan. untuk membantu penc
atatan pemberian obat yangtepat dan pada waktunya, banyak fasilitas kesehatan menggunakan for
mat grafik.
RANGKUMAN
Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut. Pemberian obat per
oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini merupakan cara yang paling mudah, murah,
aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat di berikan secara oral baik dalam bentuk
tablet, sirup, kapsul atau puyer. Pemberian obat pernoral juga memiliki kelemahan dan keuntungan.
Seorang Bidan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien,
dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Bidan bertanggung jawab dalam pemberian obat – obatan yang aman . Bidan harus mengetahui semua
komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau
tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum Bidan
bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat
tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien.
Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Sediaan
parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra
Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus (SC), dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang
diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan
obat yang diberikan secara topical atau oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral
dapat menyebabkan resiko infeksi.
Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptic dan
antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat diinjeksikan melalui
kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH osmolalitas dan
kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat penusukan sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.
Obat-obat yang diberikan melalui parenteral ini diabsorbsi lebih cepat dibandingkan obat yang diberikan
melalui sistem gastrointestinal, karena obat tidak perlu melewati barier jaringan epitel pada organ
gastrointestinal sebelum akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah.
Memberikan obat sesuai dengan prosedur agar mendapatkan efek obat yang di inginkan dan bisa
memberikan efek penyembuhan terhadap suatu penyakit ataupun keluhan yang di rasakan oleh
seseorang.
· Untuk mendapatkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain
Yang perlu diingat bahwa pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi. Resiko infeksi
dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptik dan antiseptik pada saat
pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit menembus
sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan
obat yang diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan sekitar tempat injeksi.
Indikasi Pemberian Obat Parenteral Indikasi pemberian obat secara parenteral adalah kepada klien yang
memerlukan obat dengan reaksi cepat, klien yang tidak dapat diberi obat melalui mulut, dan klien
dengan penyakit tertentu yang harus mendapat pengobatan dengan cara suntik, misalnya Streptomicin
atau Insulin. Biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak
memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang,
otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
· Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue.
Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam
jaringan kulit. Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang
disuntikkan.
Tujuan dari pemberian obat via jaringan Intrakutan adalah bertujuan untuk melakukan skintest atau tes
terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra kutan ini
dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian
ventral.
· Tempat injeksi
Indikasi dan Kontra Indikasi- Indikasi : bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja
sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya yang ideal
adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas. – Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi
kulit.
Alat dan Bahan : Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat, Obat dalam tempatnya, Spuit 1
cc/spuit insulin, Cairan pelarut, Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit), Bengkok, Perlak dan alasnya.
Prosedur Kerja :
· Cuci tangan
· Bebaskan daerha yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan keatasan
· Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian ambil 0,5 cc
dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
· Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.
· Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat di
permukaan kulit.
· Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.
Daerah Penyuntikan :
· Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan
tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
· Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.
5. INJEKSI SUBCUTAN
Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah
kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu,
paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).
Tujuan Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program
pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2
tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat
absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.
· Tempat injeksi
– Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama, karena tidak
memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang,
otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
– Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.
Alat dan bahan : Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat, Obat dalam tempatnya, Spuit
insulin, Kapas alcohol dalam tempatnya, Cairan pelarut, Bak injeksi, Bengkok perlak dan alasnya
Prosedur kerja :
o Cuci tangan
· Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan pada bak
injeksi.
· Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
· Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dari
permukaan kulit.
· Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
· Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke dalam
bengkok.
· Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
· Cuci tangan.
Daerah Penyuntikan :
· Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina
Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
6. INJEKSI INTRAVENA
Pemberian Obat Via Jaringan Intravena Merupakan Cara memberikan obat pada vena secara
langsung. Diantaranya vena mediana kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena
jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala).
Tujuan pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan
masuk ke dalam pembuluh darah.
· setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
· Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
Alat dan bahan : Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat, Obat dalam tempatnya, Spuit
sesuai dengan jenis ukuran, Kapas alcohol dalam tempatnya, Cairan pelarut (aquades), Bak injeksi,
Bengkok, Perlak dan alasnya, Karen pembendung.
Prosedur kerja :
· cuci tangan.
· Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada daerah
penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
· Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam bentuk sediaan
bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
· Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
· Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan dilakukakn
pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan dilakukan penyuntikan dan
lakukan penekanan.
· Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan
hingga habis.
· Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan masase pada
daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di masukkan ke dalam bengkok.
· Cuci tangan.
Pemberian Obat Via Jaringan Intravena Secara Tidak Langsung Merupakan cara memberikan obat
dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intra vena.
Tujuan pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek samping
dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
· injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol
infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
· Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
· Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.
– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
Alat dan bahan : Spuit dan jarum sesuai ukuran, Obat dalam tempatnya, Wadah cairan (kantung/botol),
Kapas alcohol dalam tempatnya..
Prosedur kerja :
· cuci tangan.
· Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
· Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan pada kantung
infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.
· Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.
· Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan
masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.
· Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan dengan
perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
· Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di dalamnya. Kemudian
gantungkan pada tiang infuse.
· Cuci tangan.
Daerah Penyuntikan :
· Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak
7. INJEKSI INTRAMUSKULAR
Pemberian Obat Via Jaringan Intramuskular Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot.
Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal
(posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).
– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan
tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
– kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.
Alat dan bahan : Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat, Obat dalam tempatnya, Spuit da
jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm, untuk anak-anak panjangnya
1,25-2,5 cm, Kapas alcohol dalam tempatnya, Cairan pelarut, Bak injeksi, Bengkok.
Prosedur kerja :
· cuci tangan.
· Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan dalam bak
injeksi.
· Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
· Lakukan penyuntikan : Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk
berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi. Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk
miring, tengkurap atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi. Pada daerah dorsogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk tengkurap dengan
lutut di putar kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan di depan tungkai
bawah. Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan cara, anjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar lengan atas fleksi.
· Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
· Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam spuit, maka
tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.
· Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan dengan kapas alcohol,
kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
· Cuci tangan
Daerah Penyuntikan :
· Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti)
· Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau obat yang dirusak oleh
sekresi asam lambung
· Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
· Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena
pasien harus kembali melakukan pengobatan
· Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi
· Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan
keseimbangan elektrolit
Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan
waktu pemberian yang lebih lama
Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan
rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek
fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi
jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan
stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.
RANGKUMAN
Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Sediaan
parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra
Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus (SC), dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang
diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan
obat yang diberikan secara topical atau oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral
dapat menyebabkan resiko infeksi.
Obat-obat yang diberikan melalui parenteral ini diabsorbsi lebih cepat dibandingkan obat yang diberikan
melalui sistem gastrointestinal, karena obat tidak perlu melewati barier jaringan epitel pada organ
gastrointestinal sebelum akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah.
Indikasi Pemberian Obat Parenteral Indikasi pemberian obat secara parenteral adalah kepada klien yang
memerlukan obat dengan reaksi cepat, klien yang tidak dapat diberi obat melalui mulut, dan klien
dengan penyakit tertentu yang harus mendapat pengobatan dengan cara suntik, misalnya Streptomicin
atau Insulin.
Kontra Indikasi Pemberian Obat Parenteral Pemberian obat perenteral ini kontraindikasi untuk klien
yang mengalami masalah perdarahan atau sedang mendapatkan terapi antikoagulan.
Pemberian Obat Secara Parenteral memiliki kelemahan dan keuntungan diantara kerugiannya adalah
Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan waktu
pemberian yang lebih lama. Dan adapun keuntungan yang dimiliki adalah Dapat dicapai efek fisiologis
segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti).
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membran area
mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum.
Topikal adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep mata, tetes
telinga dan lain-lain. Cara memberikan obat pada kulit yaitu dengan mengoleskan yang bertujuan untuk
mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, dan mengurangi iritasi kulit atau mengatasi
infeksi. Pemberian obat kulit dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan sprei. Cara
memberikan obat pada telinga yaitu dengan tetes telinga atau salep. Obat tetes telinga diberikan pada
gangguan infeksi telinga khususnya pada telinga tengah (otitis media), dapat berupa obat antibiotik.
Cara memberikan obat pada mata yaitu dengan tetes mata atau salep mata. Obat tetes mata digunakan
untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran
refraksi lensa dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian juga dapat digunakan untuk
menghilangkan iritasi mata.
Tujuan dari pemberian obat secara topikal pada kulit adalah untuk memperoleh reaksi lokal dari obat
tersebut.
1) Persiapan Alat
· Obat topikal sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol, bubuk, spray)
· Buku obat
· Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah) Kassa balutan, penutup plastik dan
plester (sesuai kebutuhan)
3) Persiapan Pasien
· Menutup sampiran
4) Cara Kerja
· Cuci tangan
· Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit mengeras) dan
gunakan pinset anatomis
· Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan atau mengompres
· Jika diperlukan, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah diobati
· Cuci tangan
Pemberian obat melalui mata adalah memberi obat ke dalam mata berupa cairan dan salep.
1) Persiapan Alat
· Botol obat dengan pensteril atau salep dalam tube (tergantung jenis sediaan obat)
· Buku obat
· Sarung tangan
3) Persiapan Pasien
· Menutup sampiran
4) Prosedur Kerja
· Cuci tangan
· Atur posisi pasien dengan kepala menengadah, dengan posisi perawat di samping kanan
· Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata kearah hidung.
Apabila sangat kotor basuh dengan air hangat
· Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari telunjuk di atas
tulang orbita
· Teteskan obat mata di atas sakus konjungtiva . Setelah tetesan selesai sesuai dengan dosis, anjurkan
pasien untuk menutup mata secara perlahan
· Apabila obat mata jenis salep, pegang aplikator salep diatas pinggir kelopak mata kemudian pijat
tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah. Setelah selesai anjurkan pesian
untuk melihat kebawah, secara bergantian dan berikan obat pada kelopak mata bagian atas dan
biarkan pasien untuk memejamkan mata dan menggerakan kelopak mata
· Cuci tangan
1) Persiapan Alat
· Penetes
· Spekulum telinga
· Plester
· Kain kasa
· Kertas tisu
· Balutan
3) Persiapan Pasien
· Menutup sampiran
4) Prosedur Kerja
· Cuci tangan
· Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri sesuai dengan daerah yang akan
diobati, usahakan agar lubang telinga pasien diatas
· Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas atau ke belakang (pada orang dewasa),
kebawah pada anak-anak
· Apabila obat berupa tetes maka teteskan obat pada dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh
gelembung udara dengan jumlah tetesan sesuai dosis
· Apabila obat berupa salep maka ambil kapas lidih dan oleskan salep kemudian masukan atau
oleskan pada liang telinga
· Cuci tangan
Pemberian obat pada hidung dilakukan dengan cara memberikan tetes hidung yang dapat dilakukan
pada seseorang dengan keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring
1) Persiapan Alat
· Pipet
· Spekulum hidung
· Plester
· Kain kasa
· Kertas tisu
· Balutan
3) Persiapan Pasien
· Menutup sampiran
· Mengatur posisi pasien
4) Prosedur Kerja
· Cuci tangan
· Berikan tetesan obat pada tiap lubang hidung (sesuai dengan dosis)
· Cuci tangan
a. Kaji pengetahuan klien atau pemberian perawatan tentang tindakan dan tujuan medikasi.
c. Waspada terhadap penggunaan obat terlalu banyak karena suatu lapisan pada kulit mempengaruhi
penyerapan obat.
d. Pastikan bahwa klien atau pemberi perawatan tahu tanda reaksi lokal agens topikal.
e. Tekankan perlunya mencuci tangan secara menyeluruh setelah mengoleskan agens topikal.
RANGKUMAN
Obat topikal adalah obat yang diberikan dengan cara mengoleskan dan memberikan efek local missal
pada kulit yang bertujuan untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut, pada mata yang yang biasa
berbentuk tetes mata yang bertujuan untuk mengobati gangguan pada mata, untuk mendilatasi pupil
pada pemeriksaan struktur internal mata, untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi
mata,untuk mencegah kekeringan pada mata dan juga pemberian obat topikal pada telinga yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme
penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal), menghilangkan nyeri.
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung
masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi adalah terapi dengan
memanfaatkan uap hasil dari kerja mesin Nebulizer. Uap air yang berasal dari campuran obat dan
pelarutnya dipercaya dapat langsung mencapai saluran pernafasan, sehingga efektif untuk mengatasi
masalah di daerah tersebut. Inhalasi sering digunakan pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Batuk /
pilek karena alergi dan asma adalah gangguan saluran pernafasan yang paling umum terjadi.
Inhalasi adalah alat pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk
menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Alat ini biasanya digunakan dalam proses perawatan
penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya pada penyakit asma. Inhalasi adalah
pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat
pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel
paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan efek yang di hasilkan oleh pemberian
obat secara intravena. Cara pemberian ini di gunakan untuk obat-obat berupa gas (misalnya, beberapa
obat anestetik) atau obat yang dapat di dispersi dalam suatu eorosol. Rute tersebut terutama efektif dan
menyenangkan untuk penderita- penderita dengan keluhan-keluhan pernafasan (misalnya, Asma atau
penyakit paru obstruktif kronis) karena obat yang di berikan langsung ketempat kerjanya efek samping
sistemik minimal.
Mengapa dipilih inhalasi? terdapat berbagai macam cara untuk memberikan obat yaitu diminum,
disuntik, dimasukan ke dalam anus, dioles dikulit dan dihirup. Terapi inhalasi adalah cara pemberian
obat melalui dihirup, sehingga obat masuk ke dalam saluran pernafasan.
Terapi inhalasi dipilih terutama untuk penyakit-penyakit saluran nafas. Saat obat diuapkan dan dihirup
oleh pasien, obat masuk ke dalam paru-paru yaitu organ sasaran, hal ini menguntungkan karena obat
tidak banyak beredar dalam tubuh, melainkan langsung bekerja di saluran nafas.
Nebulizer merupakan alat inhalasi yang mengubah sediaan obat dari cair menjadi bentuk uap, sehingga
lebih mudah untuk dihirup masuk ke dalam paru-paru. Nebulizer efektif untuk pemberian obat asma
pada bayi, anak kecil dan siapa saja yang memiliki kesulitan menggunakan obat asma dalam bentuk
inhaler.
Tujuan utama pengobatan dengan nebulizer adalah untuk mengatasi serangan akut dan sebagai
pemeliharaan terhadap gejala-gejala asma. Nebulizer yang di pasarkan ada dua jenis, non-portabel dan
portabel. Nebulizer non-portabel, berukuran besar, dan harus di sambungkan dengan sumber listrik.
Nebulizer portabel menggunakan batu baterai, baik yang dapat diisi ulang maupun sekali pakai; ataupun
dapat di pasang pada pemantik rokok dalam mobil. Nebulizer portable berukuran lebih kecil sehingga
dapat dimasukkan dalam tas atau ransel punggung yang biasa anda gunakan dalam bepergian.
Nebulizer portabel, biasanya lebih murah dibandingkan nebulizer non-portabel. Kedua alat tersebut,
biasanya termasuk dalam item yang dijamin oleh polis asuransi kesehatan.
2. Tujuan Terapi Inhalasi
Inhalasi merupakan cara pemberian obat yang paling penting pada berbagai penyakit paru. Pada pasien
dewasa, terapi inhalasi sering digunakan untuk pengobatan asma, bronkitis kronik, penyakit paru
obtruktif kronik (PPOK), dan emfisema. Sedangkan pada anak, terapi inhalasi merupakan pengobatan
utama asma terutama saat terjadi serangan akut.
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui uap yang
dihirup. Tujuan utamanya adalah obat dengan konsentrasi yang efektif dapat tercapai di paru-paru
dengan efek samping sistemik yang minimal. Obat yang digunakan dalam terapi inhalasi sebetulnya
tersedia dalam bentuk obat minum dan suntik.
Namun apabila obat tersebut diberikan sebagai obat minum atau suntik, untuk tercapai efek
pengobatan yang diharapkan umumnya diperlukan dosis yang lebih besar sehingga risiko timbulnya efek
samping sistemik juga lebih besar.
1. Penghantaran obat secara langsung ke saluran nafas sehingga dosis total lebih rendah
1. Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan merelaksasi otot pernafasan dan
melebarkan jalan nafas (bronkus). Umum digunakan pada penyakit-penyakit paru seperti asma dan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Bronkodilator bekerja dengan cara melebarkan bronkus (saluran
pernapasan) dan merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan, sehingga aliran udara dari dan ke
paru-paru dapat lebih lancar.
Bronkodilator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu agonis beta-2, antikolinergik, dan derivat xanthine
atau methylxanthine. Agonis beta-2 dapat dibagi menjadi kerja cepat (short acting beta agonist/SABA),
kerja lambat (long acting beta agonist/LABA), dan kerja sangat lambat (ultra long acting beta
agonist/ultra LABA).
Agonis beta-2 reaksi cepat dapat diberikan untuk mengatasi serangan asma atau penyempitan saluran
napas yang terjadi secara tiba-tiba. Sedangkan agonis beta-2 reaksi lambat dapat digunakan untuk
mencegah atau mengurangi frekuensi kekambuhan asma.
· Kram otot
· Sakit kepala
· Jantung berdebar (palpitasi)
· Mulut kering
· Batuk
· Aritmia
· Sakit tenggorokan
· Insomnia
Berikut ini adalah penjelasan pembagian jenis obat dan dosis bronkodilator:
1. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan memblokir efek asetilkolin pada otot saluran pernapasan sehingga otot menjadi
rileks dan saluran pernapasan dapat melebar. Asetilkolin adalah zat kimia yang digunakan saraf untuk
berkomunikasi dengan sel otot. Contoh bronkodilator antikoligenik adalah:
Ipratropium
· Dewasa: 20–40 mcg, 3–4 kali sehari. Jika diperlukan, dapat ditingkatkan menjadi 80 mcg dalam
sekali penggunaan. Dosis untuk digunakan dalam alat nebuliser adalah 250–500 mcg, 3–4 kali sehari
· Anak-anak usia <6 tahun: 20 mcg, 3 kali sehari.
Tiotropium
· Dewasa: Dosis sebagai serbuk inhaler adalah 18 mcg per hari melalui inhaler. Dosis sebagai cairan
inhalasi adalah 5 mcg per hari.
Aclidinium
Glycopyrronium
Salbutamol
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat salbutamol.
Terbutaline
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat terbutaline.
Formoterol
· Dewasa: 12 mcg, 2 kali sehari, dosis maksimal 48 mcg per hari atau 24 mcg per kali hirup.
Olodaterol
· Dewasa: Dosis untuk inhaler dengan kandungan 2,5 mcg per pemakaian, digunakan 2 hirupan,
sekali sehari.
Salmeterol
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat salmeterol.
Indacaterol
· Dewasa: 150 mcg, 1 kali sehari. Dosis maksimal 300 mg, 1 kali sehari.
Procaterol
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat procaterol.
3. Methylxanthine
Mekanisme kerja methylxanthine belum sepenuhnya diketahui, tetapi penelitian menunjukan obat ini
dapat menghambat enzim fosfodiesterase. Cara ini dapat meningkatkan konsentrasi zat kimia yang
melebarkan saluran udara. Contoh bronkodilator golongan methylxanthine adalah:
Teofilin
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman obat teofilin.
Aminofilin
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat aminofilin.
Masalah yang sering ditemukan pada pengguanaan perangkat inhalasi seperti inhaler
adalah deposisi partikel aerosol pada daerah orofaringeal dan saluran nafas atas, dan
kurangnya koordinasi antara aktivasi perangkat dan inhalasi karena kurangnya pemahaman
dari pasien. Efektivitas dari pengantaran obat ke pulmonal juga bergantung pada pola nafas
pasien. Seperti halnya, inspirasi yang cepat tidak disarankan ketika
menggunakan pressurized metered dose inhaler (pMDI) dan nebulizer karena dapat
membuat turbulensi aliran udara dan kecepatan yang tinggi akan meningkatkan deposisi
obat pada saluran nafas atas, sementara inspirasi yang cepat dibutuhkan pada
pemakaian dry powder inhaler (DPI). Hal yang paling penting adalah menjelaskan kepada
pasien tentang penggunaan alat inhalasi yang benar, dan memastikan pasien mengerti agar
obat dapat bekerja sesuai target dan pasien patuh terhadap pengobatan.
Formulasi obat pMDI dapat berupa larutan atau suspensi dalam propelan tunggal atau
propelan campuran dan mungkin termasuk pelarutnya seperti etanol atau surfaktan untuk
melarutkan obat atau stabilisasi suspensi obat. Penggunaan pMDI adalah untuk administrasi
obat bronkodilator dan kortikosteroid. Idealnya, propelan harusnya bersifat nontoksik, tidak
mudah terbakar, dan sesuai dengan formulasi dan menyediakan tekanan penguapan yang
konsisten. Adapun beberapa tipe dari pMDI yaitu pMDI konvensional, breath-
actuated pMDI, dan soft mist inhalers.
Ukuran partikel aerosol yang terbentuk adalah berada dalam rentang fraksi partikel halus
yang memiliki diameter aerodinamik < 5 μm. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
performa pMDI dan pengantaran obat aerosol. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
pengocokan tabung, temperatur penyimpanan alat, ukuran nozzle dan kebersihannya, jeda
antar aktuasi, dan priming (pelepasan satu atau lebih semprotan ke udara). Formulasi obat
yang dapat diberikan dengan pMDI adalah beta-2 agonis, antikolinergik, kombinasi
antikolinergik/beta-2 agonis, kortikosteroid, dan obat anti asmatik lainnya.
Keuntungan :
Kerugian :
e. Dapat terjadi aspirasi benda asing atau kotoran yang terdapat pada corong mulut
g. Kesulitan dalam menentukan sisa dosis dalam tabung tanpa adanya penghitung
dosis.
Keuntungan utama dari DPI adalah tidak memerlukan aktivasi koordinasi seperti pada pMDI,
namun terdapat kesamaan dalam hal perbedaan deposisi paru dari jenis alat yang berbeda.
Perangkat DPI dapat bersifat flow-dependent yang menyebabkan variasi pengiriman obat ke
paru-paru berdasarkan arus/aliran inhalasi pasien dan dapat bersifat dependen terhadap
energi atau kekuatan inhalasi. Namun telah dikembangkan inovasi pada mesin dan kimia
dari DPI yang aktif pada arus inhalasi pasien yang rendah dan dapat mencapai kadar
deposisi paru yang lebih baik.
3. Nebulizer
a. Jet Nebulizer
b. Ultrasonic Nebulizer
d. Sangat berguna pada pasien yang masih anak-anak, tua, pasien yang kondisinya
lemah.
Kerugian :
e. Keberagaman dalam karakteristik performa pada jenis, merek, dan model yang
berbeda
a. Infeksi
b. Airway reactivity
d. Drug reconcentration
5. Penyakit yang membutuhkan terapi inhalasi
1. Asma
Asma adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible dengan dikarakteristikan oleh
hiperreaktivitas bronkus, bronkokonstriksi, dan inflamasi saluran nafas kronik. Perkembangan penyakit
asma bersifat multifaktorial yang meliputi penyebab genetik dan lingkungan.
Patofisiologi terjadinya asma adalah karena adanya inflamasi kronik spesifik dari mukosa saluran nafas
bawah. Pengaktifan dari kaskade inflamasi menyebabkan terjadinya infiltrasi sel eosinophil, neutrophil,
sel mast, sel T, dan leukotrin ke mukosa saluran nafas. Rekruitmen sel-sel tersebut akan memicu
terbentuknya mediator proinflamasi lainnya seperti histamine, prostaglandin, bradikinin, tromboksan,
leukotriene, platelet activating factor, dll yang akan berpengaruh terhadap berbagai target organ. Hal ini
menyebabakan terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dinding
saluran nafas, infiltrasi sel radang pada saluran nafas, dan peningkatan aktivitas sel pensekresi mukus.
Adanya peningkatan jumlah sel-sel inflamasi mengakibatkan hipersensitivitas saluran nafas serta
memicu remodeling saluran nafas.
(1) untuk mengurangi inflamasi kronik dan menangani hiperresponsif saluran nafas dengan obat anti
inflamasi yaitu glukokortikoid inhalasi dan penghambat leukotriene
(2) untuk menangani kontraksi berlebihan akut dari otot polos saluran nafas yaitu dengan obat
golongan bronkodilator yang dapat merelaksasi saluran nafas. Target kerja obat pada saluran nafas
dapat langsung merelaksasi otot polos atau dgn menghambat/memblok aksi dari bronkokonstriktor.
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang ditandai gejala pernafasan dan
hambatan aliran udara persisten karena adanya abnormalitas saluran nafas dan/atau alveolar yang
biasanya disebabkan oleh paparan partikel atau gas berbahaya/polusi yang signifikan. Faktor risiko dari
penyakit ini adalah genetik, merokok atau sebagai perokok pasif, paparan terhadap debu dan partikel-
partikel berbahaya (terutama di pertambangan batubara, pertambangan emas, dan industri tekstil),
paparan terhadap polusi udara baik indoor maupun outdoor, asma dan hiperreaktifitas saluran nafas,
bronkitis kronis, infeksi, serta berat badan lahir rendah.
Adanya inhalasi terhadap asap rokok maupun gas-gas polusi lainnya dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi. Respon inflamasi ini adalah normal, namun pada pasien PPOK inflamasi tersebut mengalami
modifikasi yaitu menjadi lebih kuat. Hal tersebut masih belum jelas, namun dikatakan ada pengaruh
faktor genetik atau karena adanya stres oksidatif dan proteinase yang berlebihan di dalam paru-paru.
(1) stres oksidatif yang dibentuk oleh asap rokok dan agen berbahaya lainnya, serta pelepasan dari
sel inflamasi teraktivasi seperti makrofag dan neutrophil, maupun karena adanya penurunan
antioksidatif endogen,
(3) peningkatan sel inflamasi seperti makrofag pada saluran nafas perifer, parenkim paru, dan pembuluh
darah pulmoner, yang secara bersamaan dengan peningkatan aktivasi neutrophil dan peningkatan
limfosit, dan
(4) peningkatan mediator inflamasi. Respon inflamasi kronis ini dapat menginduksi destruksi jaringan
parenkimal (menghasilkan emfisema) dan mengganggu proses perbaikan normal dan mekanisme
pertahanan (menghasilkan fibrosis saluran nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan gas
terperangkap dan terjadinya hambatan aliran udara yang progresif.
Patofisiologi dari PPOK dapat meliputi terjadinya hambatan aliran udara dan terperangkapnya udara
(sehingga menimbulkan hiperinflasi), abnormalitas pertukaran gas, dan hipersekresi mukus.
Bronkodilator yang bekerja pada saluran nafas perifer dapat mengurangi terperangkapnya gas, dengan
demikian volume paru menurun dan memperbaiki gejala dan kapasitas olahraga. Pada pemeriksaan
spirometri PPOK ditandai dengan hasil FEV1/FVC post bronkodilator <0,70.7 Terjadinya hipersekresi
mukus disebabkan oleh karena peningkatan jumlah sel goblet dan pelebaran kelenjar submukosa,
keduanya karena iritasi kronis saluran nafas oleh asap rokok dan agen berbahaya lainnya, serta
beberapa mediator dan protease menstimulasi hipersekresi mukus tersebut.
Adapun jenis penyakit lainnya yaitu cystic fibrosis. Cystic fibrosis, merupakan penyakit bawaan dengan
gejala produksi lendir yang sangat banyak dan kental. Produksi lendir kental tidak terkendali dan dapat
membahayakan nyawa. Terapi inhalasi mucoactive (zat yang dapat membantu pengeluaran lendir)
diberikan pada pasien dengan cystic fibrosis untuk mempermudah pengeluaran lendir dengan syarat
masih memiliki refleks batuk yang baik. Beberapa jenis antibiotik juga diberikan melalui inhalasi pada
pasien cyctic fibrosis.
Penyakit lain seperti bronkiektasis dan bronchitis kronik memiliki gejala yang sama yaitu produksi lendir
berlebih yang terjadi terus menerus (menahun). Penyakit sindrom krup (viral croup) memiliki gejala
sumbatan saluran nafas akibat daerah pita suara yang membengkak.
Adrenalin diberikan melalui terapi inhalasi untuk menyempitkan pembuluh darah dan mengurangi
pembengkakan.
RANGKUMAN
Sistem pernafasan memiliki fungsi yang sangat vital, terutama fungsi pernafasan yang bertanggung
menyediakan oksigen bagi tubuh dan membuang karbon dioksida, disamping fungsi penting lainnya.
Sistem pernafasan terdiri dari saluran nafas dan parenkim paru (yang terdiri dari jutaan alveolus),
dimana untuk menjalankan fungsi dengan baik, kondisi dari kedua komponen tersebut harus dalam
batas normal. Saluran nafas maupun alveolus dapat mengalami gangguan seperti kolaps pada beberapa
penyakit seperti pada penyakit paru obstruktif yaitu asma dan PPOK.
Asma adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible dengan dikarakteristikan oleh
hiperreaktivitas bronkus, bronkokonstriksi, dan inflamasi saluran nafas kronik. Sementara PPOK adalah
suatu penyakit yang ditandai gejala pernafasan dan hambatan aliran udara persisten karena adanya
abnormalitas saluran nafas dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan partikel atau gas
berbahaya/polusi yang signifikan. Regimen obat yang digunakan untuk terapi dari penyakit
tersebut,secara umum berupa bronkodilator untuk melebarkan saluran nafas, dan anti inflamasi untuk
meredakan proses inflames yang terjadi. Selain itu juga ada beberapa regimen obat lainnya. Pemberian
terapi disesuaikan dengan berat ringannya gejala dan frekuensi serta beratnya serangan.
Terapi dari penyakit tersebut kini telah dikembangkan cara pemberiannya melalui inhalasi atau disebut
sebagai terapi inhalasi.
Terapi inhalasi merupakan suatu terapi melalui sistem pernafasan yang ditujukan untuk membantu
mengembalikan atau memperbaiki fungsi pernafasan pada berbagai kondisi, penyakit, ataupun
cidera. Terapi ini telah lama dikembangkan dan kini sudah diterima secara luas sebagai salah satu terapi
yang berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti asma dan PPOK, selain pemberian dengan cara peroral,
injeksi intramuskular, dan intravena.
Tentunya tidak semua obat dapat diberikan melalui inhalasi. Adapun beberapa obat yang termasuk ke
dalam terapi inhalasi adalah bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid, mukolitik, serta
proteolitik. Dimana pemberian obat secara inhalasi menggunakan teknik atau perangkat yang khusus.
Adapun teknik pemberian terapi inhalasi secara umum diklasifikasikan kedalam 3 kategori
yaitu pressurized metered dose inhaler (pMDI), dry powder inhaler (DPI) dan nebulizer. Pemilihan teknik
disesuaikan penderita