Anda di halaman 1dari 27

Karya Tulis Ilmiah

TERAPI ENDOKRINOLOGIS PADA HIPERPLASIA


ENDOMETRIUM

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/SMF.......
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Sarjani
19….

Pembimbing:
dr……

BAGIAN/SMF.......
FK UNSYIAH/RSUD ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Terapi Endokrinologis pada Hiperplasia Endometrium”. Karya tulis
ilmiah ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani Kepanitraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF........ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Selama penyelesaian karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Olhiperplasia endometrium karena itu,
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr……… yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan
motivasi dan doa dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya tulis
ilmiah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini. Harapan penulis
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, TANGGAL

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker endometrium adalah keganasan ginekologi yang paling umum di


dunia Barat dan hiperplasia endometrium adalah prekursornya. Di Inggris, 8617
kasus baru kanker endometrium terdaftar pada tahun 2012. Insiden hiperplasia
endometrium diperkirakan setidaknya tiga kali lebih tinggi daripada kanker
endometrium dan jika tidak diobati dapat berkembang menjadi kanker.1
Hiperplasia endometrium (HE) adalah gangguan proliferasi kelenjar
endometrium. Hal ini terjadi akibat stimulasi estrogenik tanpa perlawanan dari
jaringan endometrium dengan kekurangan relatif dari efek penyeimbang
progesteron. Ketidakseimbangan lingkungan hormonal ini dapat dilihat pada
beberapa kondisi dimana penyebab kelebihan estrogen adalah endogenik atau
eksogenik. Pertumbuhan endometrium yang tidak teratur menghasilkan rasio
kelenjar-stroma yang abnormal dan muncul dalam rangkaian spektrum perubahan
endometrium. Ini melibatkan berbagai tingkat kompleksitas histopatologis dan
fitur atipikal dalam sel dan inti. 1,2
Saat ini, pendekatan pengobatan untuk HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
terbatas, seperti histerektomi atau terapi hormon. HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM tanpa atypia umumnya diobati dengan progestin, sedangkan
histerektomi adalah pilihan pengobatan terbaik untuk HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM dengan atypia. 3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hiperplasia Endometrium

Hiperplasia endometrium adalah kelainan umum akibat paparan estrogen


eksogen atau endogen bersama dengan defisiensi relatif progesteron. Ini adalah
prekursor karsinoma endometrium, yang merupakan salah satu keganasan
ginekologi yang paling umum.4,5
Hiperplasia endometrium (HE) terdiri dari spektrum perubahan
endometrium mulai dari pola yang sedikit tidak teratur, perubahan berlebihan
pada fase proliferasi akhir dari siklus menstruasi, hingga lesi hiperkromatik
irreguler yang mirip dengan adenokarsinoma endometrioid. Hiperplasia
endometrium diartikan sebagai proliferasi pra-kanker, non-fisiologis, non-invasif
yang mengakibatkan peningkatan volume jaringan endometrium dengan
perubahan arsitektur kelenjar (bentuk dan ukuran) dan kelenjar endometrium
untuk rasio stroma lebih besar dari satu banding satu.3,5

2.2 Klasifikasi

Hiperplasia endometrium merupakan rangkaian temuan histopatologis.


Sistem klasifikasi yang digunakan olhiperplasia endometrium Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dan International Society of Gynecological Pathologists
menunjukkan jenis yang berbeda dengan potensi keganasan yang bervariasi.
Hiperplasia diklasifikasikan sebagai sederhana atau kompleks, berdasarkan tidak
adanya atau adanya kelainan arsitektural kelenjar endometrium. Abnormalitas
termasuk kelenjar yang berdesakan dan kompleksitas (lihat Gambar 2.1). Yang
paling penting, hiperplasia juga diberi label sebagai atipikal jika menunjukkan
atipia inti sel kelenjar endometrium. Hiperplasia endometrium atipikal jelas terkait
dengan perkembangan adenokarsinoma selanjutnya.6,7

5
Gambar 2. 1 A). Endometrium proliveratif normal; B). Hiperplasia sederhana;
C). Hiperplasia sederhana dengan atipia; D). Hiperplasia
kompleks; E). Hiperplasia kompleks dengan atipia.6

2.3 Epidemiologi

Keganasan endometrium adalah kanker ginekologi yang paling umum di


Amerika Serikat. Sesuai statistik, itu juga merupakan kanker paling umum
keempat pada wanita di Amerika Serikat. Diperkirakan 63.230 wanita
terdiagnosis dan 11.350 wanita meninggal karena keganasan ini pada 2018.
Insiden hiperplasia endometrium diperkirakan tiga kali lipat dari jumlah kasus
kanker endometrium.4
Sebuah penelitian besar yang dilakukan pada epidemiologi hiperplasia
endometrium melaporkan bahwa wanita yang menerima diagnosis hiperplasia
tanpa atypia berada dalam kisaran 50-54 tahun. Hiperplasia dengan atypia paling
sering terlihat pada kelompok usia 60-64 tahun, dan penyakit ini cukup langka di
bawah usia 30 tahun. Saat ini, insiden hiperplasia endometrium secara tidak jelas
dilaporkan sekitar 200.000 kasus hiperplasia endometrium baru per tahun di
negara-negara Barat. Sebagian besar kasus hiperplasia endometrium muncul

6
dengan adanya paparan kronis terhadap estrogen yang tidak dilawan olhiperplasia
endometrium progesteron seperti pada bentuk terapi penggantian hormon
sebelumnya.3,8

2.4 Etiologi

Hiperplasia endometrium terjadi akibat dominasi estrogen dan insufisiensi


progesteron relatif. Penyebab khas kelebihan estrogen endogen termasuk siklus
anovulasi (perimenopause, sindrom ovarium polikistik (polycystic ovarian
syndrome - PCOS)), obesitas, dan tumor ovarium yang mensekresi estrogen.
Penyebab eksogen termasuk terapi estrogen tanpa lawan, terapi penggantian
hormon (HRT), dan tamoxifen (digunakan dalam pengobatan kanker payudara).4,9

2.5 Faktor Risiko

Sebagian besar kanker endometrium muncul setelah perkembangan atau


lesi hiperplastik yang dapat dibedakan secara histologis. Sebenarnya, hiperplasia
endometrium adalah satu-satunya prekursor langsung penyakit invasif yang
diketahui. Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai penebalan endometrium
dengan proliferasi kelenjar berukuran dan berbentuk tidak teratur dan peningkatan
rasio kelenjar-stroma (Gambar 2.1). Dengan tidak adanya penebalan tersebut, lesi
paling baik ditunjuk sebagai endometrium prolieratif yang tidak teratur atau
crowding kelenjar okal.6,10
Kelebihan produksi estrogen olhiperplasia endometrium sel-sel lemak juga
berkontribusi pada risiko hiperplasia endometrium dan kanker endometrium yang
lebih tinggi pada wanita obesitas. Selain menginduksi proliferasi uterus, estrogen
menginduksi perubahan morfometrik pada uterus yang meliputi perubahan jenis
epitel luminal dan kelenjar, jumlah dan bentuk kelenjar, rasio kelenjar terhadap
stroma, dan morfologi sel epitel.3,11
Hiperplasia endometrium juga terjadi setelah menopause, ketika ovulasi
berhenti dan progesteron tidak lagi diproduksi, serta selama perimenopause ketika
wanita mengalami ovulasi yang tidak teratur. Gejala hiperplasia endometrium
yang paling umum adalah perdarahan uterus abnormal termasuk, menoragia,
perdarahan intermenstrual, perdarahan pascamenopause, dan perdarahan tidak
teratur saat menjalani terapi sulih hormon atau tamoxifen. 3,6

7
Setelah menopause, sel-sel stroma ovarium terus memproduksi androgen
karena peningkatan hormon LH. Androgen utama tubuh manusia adalah
androstenedion dan testosteron. Meskipun sekresi androgen dari ovarium
pascamenopause lebih banyak, kadarnya di perifer berkurang karena konversi
androgen menjadi estron di jaringan adiposa. Namun, efek kumulatifnya adalah
penurunan—estrogen: rasio androgen. Hal ini menyebabkan peningkatan
pertumbuhan rambut wajah dan perubahan suara. Karena pasien obesitas
mengubah lebih banyak androgen menjadi estron, mereka cenderung tidak
mengalami gejala defisiensi estrogen dan osteoporosis. Tapi, mereka rentan
terhadap hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium.12,13
Karena hiperplasia endometrium adalah prekursor kanker, semua faktor
risiko kanker endometrium dapat dikaitkan dengan hiperplasia endometrium.
Wanita pascamenopause, nulipara, dan tidak subur berada pada risiko yang lebih
besar untuk mengembangkan hiperplasia endometrium. Diabetes, hipertensi, dan
obesitas juga berhubungan dengan peningkatan risiko hiperplasia endometrium.
Selain peningkatan kadar estrogen, obesitas menyebabkan peradangan kronis yang
dapat memicu hiperplasia dan perkembangan kanker. Jika dibandingkan dengan
yang tidak obesitas, wanita obesitas (indeks massa tubuh [BMI] >30 kg/m2)
menunjukkan peningkatan hampir 4 kali lipat dalam kejadian hiperplasia
endometrium atipikal. Selanjutnya, wanita dengan BMI 40 kg/m2 menunjukkan
peningkatan risiko hiperplasia endometrium 13 kali lipat dengan atypia dan
peningkatan risiko hiperplasia endometrium 23 kali lipat tanpa atypia. Wanita
pascamenopause yang mengonsumsi suplemen estrogen telah lama diketahui
memiliki peningkatan risiko hiperplasia endometrium jika progestin tidak
digunakan untuk melawan aktivitas estrogen. Risiko mengembangkan hiperplasia
endometrium hiperplasia endometrium juga meningkat dengan meningkatnya
dosis dan lama pengobatan estrogen. Beberapa kondisi yang terkait dengan
ketidakseimbangan hormon steroid menyebabkan peningkatan risiko hiperplasia
endometrium dan kanker endometrium. Anovulasi kronis, menarchiperplasia
endometrium dini, menopause terlambat dan kondisi lain yang terkait dengan
peningkatan kadar estrogen juga merupakan faktor risiko hiperplasia
endometrium. Sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang terkait dengan anovulasi

8
menyebabkan aktivitas estrogenik tanpa hambatan pada endometrium. Wanita
dengan kanker kolon non-poliposis herediter (sindrom Lynch) mungkin memiliki
hiperplasia endometrium atipikal kompleks pada usia lebih dini dan perubahan
kadar estrogen yang mempengaruhi ekspresi gen perbaikan DNA. Tumor yang
mensekresi androgen dari korteks adrenal dapat menginduksi konversi perifer
androgen menjadi estrogen dan merupakan penyebab hiperplasia endometrium
yang jarang dilaporkan.3,14

2.6 Patofisiologi

Endometrium, lapisan kelenjar terdalam dari rahim, adalah jaringan


dinamis yang mengalami serangkaian perubahan (proliferasi, sekresi dan
menstruasi/penumpahan) selama siklus menstruasi pada tahun-tahun reproduksi
wanita. Fase siklik ini melibatkan interaksi kompleks antara dua hormon seks
wanita, estradiol, dan progesteron. Estrogen mendorong proliferasi sel epitel yang
mengakibatkan penebalan rahim, sedangkan progesteron mendorong diferensiasi
sel epitel dan fase sekresi dari siklus endometrium. Keseimbangan halus antara
proliferasi endometrium dan apoptosis dipertahankan olhiperplasia endometrium
proses rumit yang melibatkan sejumlah faktor termasuk keseimbangan hormonal,
mekanisme molekuler, lingkungan, usia, dan sebagainya; karenanya, rentan
terhadap berbagai gangguan yang mengarah ke beberapa kelainan
endometrium.3,15
Dalam siklus menstruasi normal, estrogen menyebabkan endometrium
proliferatif. Setelah ovulasi pada fase luteal, endometrium menunjukkan
perubahan sekresi di bawah pengaruh progesteron. Pada fase folikular, jaringan
endometrium normal tidak menunjukkan crowding kelenjar, dan rasio kelenjar
terhadap stroma kurang dari 50%. Pada fase sekretorik, kelenjar endometrium
yang normal dapat menunjukkan gambaran seperti crowding yang minimal dan
sedikit peningkatan rasio kelenjar terhadap stroma. Terlepas dari ciri-ciri ini,
kelenjar endometrium terorganisir dan sel-sel kelenjar tidak menunjukkan mitosis.
Pada hiperplasia endometrium tanpa atypia, rasio kelenjar terhadap stroma
meningkat menjadi lebih dari 50%. Kelenjar mungkin menunjukkan crowding
ringan, dilatasi kistik dengan sedikit outpouching dan mitosis. Namun, fitur
seluler atipikal tidak terlihat. Pada hiperplasia endometrium dengan atypia, rasio

9
kelenjar-stroma meningkat lebih lanjut. Ada disorganisasi kelenjar dengan
outpouching luminal, mitosis seluler, dan atypia nuklir. Perbedaan antara
proliferasi ganas dan non-ganas cukup sulit pada spesimen non-histerektomi.
Dalam kondisi ini, penanda invasi seperti kribriform dan pola seperti labirin
dengan kelenjar yang saling membelakangi sering membantu ahli patologi
membuat diagnosis lesi invasif. 4

Gambar 2. 2 Model untuk karsinogenesis endometrium tipe I dan tipe II.16

Endometrium dilaporkan memiliki sistem sitokin yang seimbang dengan


banyak korelasi pada tahap proliferatif dan sekretorik dari siklus menstruasi.
Meskipun inflamasi merupakan faktor terpenting pada sebagian besar kondisi
hiperplasia, hanya sedikit penelitian yang berfokus pada peran berbagai sitokin
pro dan anti inflamasi dalam patogenesis hiperplasia endometrium. Banyak
penelitian melaporkan ketidakseimbangan yang menonjol dalam sistem sitokin
pada hiperplasia atipikal. Hiperplasia endometrium dikaitkan dengan penurunan
produksi faktor nekrosis tumor-α (TNF-α), antigen nuklir sel yang berproliferasi,
dan mRNA faktor pertumbuhan epitel dan peningkatan produksi mRNA Fas.
Ekspresi gen reseptor faktor nekrosis tumor 1, interleukin-1β (IL-1β), dan IL-12
ditemukan menurun hanya pada hiperplasia kistik kelenjar sedangkan ekspresi gen
insulin-like growth factor-1 (IGF-1) menurun hanya pada hiperplasia
adenomatosa. Produksi IGF-1 diinduksi olhiperplasia endometrium estradiol dan
berimplikasi pada efek estrogen pada pertumbuhan uterus. Reseptor IGF-1 (IGF-

10
1R) ditemukan diekspresikan pada tingkat yang lebih tinggi di hiperplasia
endometrium dan kanker endometrium dibandingkan dengan endometrium
proliferatif. Lebih lanjut, TNF-α ditunjukkan untuk diekspresikan pada
endometrium normal dan pada hiperplasia sederhana dan kompleks, tetapi
diturunkan regulasinya pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.
Faktor transkripsi nuklir faktor-kB juga diekspresikan dalam proliferasi
endometrium dan di EH, tetapi ekspresinya lebih rendah pada karsinoma.3,17

2.7 Diagnostik

Presentasi yang paling umum adalah perdarahan uterus abnormal, yang


mungkin dalam bentuk menoragia (perdarahan menstruasi berat), metroragia
(perdarahan tidak teratur), perdarahan tidak terjadwal (pasien dengan terapi
pengganti hormon) atau perdarahan pascamenopause. Beberapa wanita mungkin
datang dengan keputihan yang tidak normal, yang mungkin berbau busuk atau
bernoda darah. PAP smear mungkin menunjukkan sel kelenjar abnormal atau sel
endometrium atipikal, yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.4,18
Pasien dengan gejala ini dengan riwayat yang menguatkan menimbulkan
kecurigaan klinis hiperplasia endometrium. Namun, konfirmasi memerlukan
pemeriksaan histologis jaringan endometrium, yang dapat diperoleh baik dengan
prosedur rawat jalan minor atau dengan pengambilan sampel endometrium rawat
inap. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dasar,
PAP smear, dan ultrasonografi transvaginal untuk menyingkirkan patologi
endometrium fokal seperti polip, mioma submukosa kecil, dan status ovarium. 4,18

Peran USG Transvaginal pada Wanita Premenopause


Penelitian telah menunjukkan bahwa pada wanita premenopause, mungkin
ada tumpang tindih antara ketebalan endometrium normal dan abnormal. Hal ini
menunjukkan bahwa USG terutama memainkan peran mengambil kelainan
struktural. Namun, sesuai dengan panduan Royal College of Obstetrician and
Gynecologists (RCOG), TVUG harus dilakukan pada wanita dengan perdarahan
uterus abnormal, PCOS, dan tidak ada perdarahan penarikan. Sebuah studi
prospektif pada wanita dengan PCOS telah menunjukkan bahwa ketika ketebalan
endometrium kurang dari 7mm, tidak ada kasus hiperplasia endometrium yang

11
terdeteksi pada wanita ini. Panduan RCOG dengan demikian menyimpulkan
bahwa adanya hiperplasia di bawah ketebalan endometrium 7mm tidak mungkin
terjadi.19,20
Peran USG Transvaginal pada Wanita Pascamenopause
Wanita pascamenopause dengan perdarahan per vagina disarankan untuk
melakukan transvaginal sonogram (TVS). Jika TVS menunjukkan peningkatan
ketebalan endometrium atau endometrium tidak teratur, disarankan untuk
melakukan biopsi endometrium. Tinjauan sistematis telah menyarankan bahwa
ketika ketebalan endometrium kurang dari 3 atau 4 mm, kemungkinan kanker
endometrium berkurang menjadi kurang dari 1%, dan dengan demikian
pengambilan sampel tidak diperlukan. Pada wanita yang memakai terapi
pengganti hormon atau tamoxifen, cut off telah meningkat. Evaluasi lebih lanjut
seperti sonohisterografi, histeroskopi kantor, atau biopsi endometrium
diindikasikan jika ketebalan endometrium lebih besar dari 4 mm atau tidak dapat
divisualisasikan dengan baik. Wanita pascamenopause tanpa gejala yang secara
kebetulan didiagnosis memiliki ketebalan endometrium lebih dari 4 mm tidak
memerlukan evaluasi secara rutin.4,9
Pengambilan Sampel Endometrium
Kriteria yang paling penting untuk setiap teknik pengambilan sampel
jaringan adalah sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi
hiperplasia endometrium dan menyingkirkan karsinoma endometrium. Hal ini
cukup menantang bagi ahli patologi untuk mengesampingkan kanker yang
sepenuhnya invasif pada spesimen non-histerektomi. Hampir 40% dari pasien
yang didiagnosis memiliki hiperplasia endometrium prakanker oleh kuret hisap
endometrium ditemukan memiliki keganasan endometrium pasca operasi
bersamaan dalam spesimen histerektomi. Sampel endometrium dapat diperoleh
melalui biopsi endometrium rawat jalan atau inap. Metode pengambilan sampel
jaringan melalui dilatasi dan kuretase atau kuret hisap telah terbukti dapat
mendeteksi karsinoma endometrium dengan tingkat yang sama pada wanita
dengan perdarahan uterus abnormal. Namun, metode ini memiliki efek
sampingnya sendiri. Kurang dari 50% dari rongga rahim diambil sampelnya pada
sekitar 60% dari prosedur ini. Kehadiran lesi massa di rahim dapat membelokkan

12
kuret fleksibel, yang dapat membatasi pengambilan sampel yang tepat dari
endometrium.4,20

2.8 Prognosis

Hiperplasia endometrium dianggap sebagai prekursor kanker


endometrium, dan jika diketahui sejak dini, pencegahan perkembangan kanker
dapat dilakukan. Progestogen menginduksi perubahan sekretori pada
endometrium dan mengimbangi efek stimulasi estrogen. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa terapi progestogen menyebabkan tingkat regresi yang tinggi
pada hiperplasia tanpa atypia (89% hingga 96%). Namun, dengan adanya
neoplasia intraepitel endometrium, ada penurunan tingkat keberhasilan terapi.
Maka dari itu, demi membatasi jumlah kasus keganasan endometrium, diperlukan
diagnosis dan penanganan hiperplasia endometrium yang tepat. 4,19,21

13
Gambar 2. 3 Ringkasan hiperplasia endometrium, faktor risiko,
klasifikasi dan pilihan pengobatan.3

2.8 Terapi

Prinsip utama dari manajemen hiperplasia endometrium ialah untuk


mencegah perkembangan keganasan endometrial, menyingkirkan adanya
keganasan endometrial yang ada dan untuk menawarkan rencana terapi yang
paling cocok untuk kebutuhan pasien. Meskipun belum ada terapi yang pasti
untuk hiperplasia endometrium, panduan saat ini merekomendasikan terapi
hormon berupa penggunaan progestin, Gonadotropin-Releasing Hormone
(GnRH) atau analog atau kombinasinya serta pembedahan. Kriteria pemilihan
terapi didasarkan oleh usia pasien, kesehatan dan adanya atipia-sitologi dan status

14
fertilitas. Hiperplasia endometrium tanpa atipia berespon baik terhadap progestin.
Terapi hormon juga direkomendasikan untuk perempuan yang kondisi kesehatan
umumnya mencegahnya dalam mentoleransi pembedahan akibat kondisi medis
yang ada. Namun, perempuan hiperplasia endometrium atipikal atau hiperplasia
endometrium tanpa atipia yang memiliki gejala diterapi dengan histerektomi. Pada
perempuan yang masih ingin hamil, terapi hiperplasia endometrium masih diteliti
dan masih menggunakan terapi konservatif terlepas apakah hiperplasia bersifat
atipia atau tanpa atipia.22–25
Progestin sintetik progeston dengan efek mirip progesteron sering
digunakan untuk menginduksi regresi hiperplasia endometrium pada perempuan
dengan hiperplasia endometrium atipia atau yang masih ingin mempertahankan
fertilitasnya. Progestin menyediakan kontrasepsi hormonal baik hanya progestin
maupun dengan estrogen dan mencegah perkembangan hiperplasia endometrium.
Selain itu, progestin diyakini menurunkan selularitas kelenjar dengan
menginduksi apoptosis dan menghambat angiogenesis pada miometrium secara
langsung yang melatarbelakangi hiperplasia endometrium kompleks. Progestin
dapat diberikan secara oral, intramuskular, krim vagina ataupun perangkat
intrauterin. Terapi ini dinilai cukup sukses merubah hiperplasia endometrium
dengan atau tanpa atipia pada pasien dengan terapi replacement estrogen saja, dan
diyakini menurunkan hiperplasia endometrium pada 61% pasien dengan
hiperplasia atipikal.26,27
Durasi terapi progestin penting untuk dipertimbangkan. hiperplasia
endometrium biasanya menunjukkan respon setelah 10 minggu diberikan dosis,
amun respon signifikan dapat terlihat setelah 3 bulan terapi progestin, dengan
waktu median resolusi sekitar 6 bulan. Terapi progestin dapat berlanjut atau
dilakukan histerektomi pada kasus yang tidak berespon.28,29
Medroksiprogesteron asetat (MPA) merupakan progestin steroid sintetis
(hormon progesteron steroid sintetis) yang biasanya digunakan untuk menterapi
kasus dengan periode menstruasi tidak teratur atau absens, atau perdarahan uterus
abnormal. MPA mencegah pertumbuhan berlebih lapisan uterin pada perempuan
post-menopause yang menerima hormon estrogen dan menurunkan risiko progresi
EH. Megestrol asetat (MA) merupakan progestin steroid dengan dominan berefek

15
progestasional dan antigonadotropik yang diyakini memiliki potensi untuk
menghambat proliferasi uterus dan menterapi hiperplasia endometrium. MA pada
dosis berkisar 160 hingga 320 mg per hari dilaporkan merupakan metode efektif
terapi patologi endometrium tanpa menyebabkan efek kerusakan yang ditandai
perubahan profil lipid atau glukosa.30,31

Tabel 3. Terapi Hiperplasia Endometrial3


Tipe terapi Asal dan formula Rute pemberian
Terapi Progestin
Medroksi progesteron
Steroidal progestin Oral; intramuskular
asetat
Megesterol asetat Steroidal progestin Oral
Implan; insersi
Levonogestrel Progestogen sintetis
(extended-release); oral
Norethisteron asetat Steroidal progestin Oral
Megestrol asetat +
- Oral
metformin
Levonorgestrel-IUD- Oral atau implan; insersi
-
metformin (extended-release)
Selain terapi progestin
Danazol Steroid ethisteron sintetis Oral
Genistein Isoflavon Oral
Metformin Kelas biguanid Oral
GnRH terapi
D-His (B21)6, Pro9-Net-
Histrelin Implan subkutan
GnRH
Naferelin D-Nal(2)6-GnRH Spray nasal

Tabel 4. Dosis progestin untuk terapi hiperplasia endometrium25,32


Dosis (tipe endometrium
Tipe progestin Nama Hiperplasia jinak Hiperplasia
atau sederhana atipikal atau EIN
Progestasert,
300 mg PO x 14
Progesteron Crinone, 300 mg/hari PO
hari/bulan
Endometrin
Medroksi Depoprovera 10 mg PO x 14 100 mg PO atau
progesteron asetat (injeksi), Provera hari/bulan 1000 mg/minggu

16
(oral) IM
80 mg PO x 14
Megestrol asetat Megace 160 mg/hari PO
hari/bulan
20 μg/hari x 6
Levonorgestrol-
Mirena, Orplant bulan hingga 2
IUD
tahun

Levonergestrel (LNG) merupakan progestin generasi kedua (progestogen


sintetis) yang sering digunakan sebagai komponen aktif pada beberapa kontrasepsi
hormonal. Perangkat intrauterin LNG merupakan opsi terapi yang paling sering
digunakan. Perangkat ini mengeluarkan LNG di dalam uterus dan secara efektif
melawan efek estrogen. Norethisterone (atau norethindrone) merupakan progestin
steroid aktif oral sintetis dengan efek antiandrogen dan antiestrogen. Terapi ini
sering digunakan sebagai pil kontrasepsi oral dan untuk menterapi sindrom pre-
menstruasi, sindroma menopause dalam kombinasi dengan estrogen atau menunda
periode.33–36
Selain progestin, terapi lainnya yang digunakan yaitu danazol, genistein,
metformin dan terapi GnRH. Danazol yang merupakan androgen sintetis adalah
derivatif 17α-ethinyltesterone yang biasanya digunakan sebagai opsi terapi untuk
endometriosis. Danazol dapat menginduksi hipoestrogenik serta stadium
hipoandrogenik dalam uterus, menyebabkan atrofi endometrium. Genistein
merupakan isoflavonoid terekstraksi dari produk keledai yang diketahui sebagai
penghambat protein tirosin kinase dan topoisomerase-II. Genistein dyakini
menekan gen yang menginduksi estrogen seperti c-fos dan c-jun serta sitokin
internal IL-1α dan TNF-α melalui sitokin dan jalur mediasi ER.37,38
Metformin (N,N-demetilbigunida) yang termasuk kelas biguanida sering
digunakan untuk terapi diabetes mellitus tipe 2 dan PCOS, khususnya pada orang
yang over-weight dan obesitas, atau kasus dimana resistensi insulin menjadi faktor
penting. Akibat resistensi insulin berhubungan dengan terjadinya hiperlpasia
endometrium atipikal dan metformin dibuktikan memiliki efek anti-proliferatif,
anti-invasif, dan anti-metastaik pada kanker multipel, penggunaan metformin
merupakan pendekatan logis dalam terapi hiperplasia endometrium. Adapun terapi
lainnya yaitu GnRH. Endometrium mengandung reseptor GnRH dan agonis
GnRH dapat menurunkan reseptor GnRH selama paparan berkepanjangan. Analog

17
GnRH menekan aksis hipotalamus-pituitari-ovarium sehingga menghambat
produksi estrogen. Analog GnRH memiliki efek anti-proliferatif pada sel
endometrium. GnRH diberikan pada dosis 1 ampul/3,75 mg secara intramuskular
setiap 28 hari selama 6 bulan untuk menterapi perempuan dengan hiperplasia
endometrium dengan atau tanpa atipia.39,40

Gambar. Skema investigasi dan manajemen untuk hiperplasia


endometrium3

18
2.8.1 Infertilitas pada hiperplasia endometrium atipikal
Fertilitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengandung dan
menghasilkan keturunan. Sebaliknya, infertilitas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk hamil setelah hubungan seksual tanpa kontrasepsi dengan
frekuensi yang wajar (4-5 kali dalam satu minggu) selama satu tahun. Berbeda
dengan sterilitas (mandul), infertilitas bukan meupakan kondisi yang tidak dapat
diubah. Infertilitas dibagi menjadi infertilitas primer, yaitu infertilitas yang tidak
didahului kehamilan sebelumnya, dan infertilitas seknuder, yaitu infertilitas yang
didahului setidaknya satu kehamilan.41,42

Infertilitas merupakan kondisi yang umum dan mempengaruhi sekitar 10-


15% pasangan usia reproduksi, dimana prevalensi pada wanita adalah 13% dan
pada pria 10%. Penyebab infertilitas dapat terjadi akibat faktor pria (20-30%),
faktor wanita (20-35%), dan gabungan kedua faktor tersebut (25-40%). Pada 10-
20% kasus penyebabnya tidak diketahui. Prevalensi infertilitas pada wanita
meningkat seiring dengan usia, terutama di atas usia 35 tahun.42,43

Pada pria, penyebab infertilitas dapat berupa gangguan pada


spermatogenesis, obstruksi pada saluran eferen, ketidakmampuan untuk
mengejeksi sperma secara adekuat ke dalam vagina, dan gangguan pada cairan
semen. Sedangkan pada wanita, penyebab infertilitas dapat berupa disfungsi
ovulasi, penyakit pada tuba, faktor uterus, faktor serviks, serta endometriosis
pelvis.41,44 Beberapa masalah yang diduga menjadi penyebabnya adalah ovum
yang tidak memasuki tuba falopii pada waktu optimal untuk fertilisasi, sperma
yang tidak mencapai ovum, kegagalan fertilisasi, transportasi zigot yang
terganggu, atau kegagalan implantasi.45

Karsinoma endometrium adalah karsinoma yang paling umum dari saluran


genital wanita, dan berhubungan dengan hiperplasia endometrium (HE) yang
dihasilkan dari stimulasi estrogenik jangka panjang dari endometrium. HE
ditandai dengan proliferasi non-fisiologis endometrium yang menghasilkan
kelenjar dengan bentuk tidak teratur dan ukuran yang bervariasi. Hiperplasia
atipikal menunjukkan proliferasi kelenjar yang menunjukkan atypia sitologi, di
mana terdapat berbagai tingkat atypia nukleus dan hilangnya polaritas. Risiko

19
berkembangnya kanker endometrium paling tinggi terdapat pada hiperplasia
atipikal.45,46 Resiko terjadinya ovulatory dysfunction lebih tinggi 3,4 kali pada
pasien dengan atipikal hiperplasia yang mana hal ini juga berhubungan dengan
polycystic ovarian sydrome, obesitas dan riwayat infertilitas sebagai faktor resiko
atipikal hiperplasia.

Telah dilaporkan bahwa progestin dosis tinggi aman dan efisien untuk
atipikal hiperplasia atau karsinoma stadium awal untuk wanita muda yang
menginginkan pengobatan untuk mempertahankan kesuburan. Regimen progestin
adalah 250 mg medroksiprogesteron asetat (MPA) per hari. MPA memberikan
efek anti-tumor yang dimediasi reseptor progesteron, penghambatan terhadap aksi
estrogen, dan penghambatan angiogenesis yang tidak dimediasi melalui reseptor
progesteron. MPA juga dapat mengurangi jumlah sel kelenjar dan desidualisasi
stromaTerapi lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam mencapai kehamilan
bagi pasien dengan atipikal hiperplasia adalah In Vitro fertilization (IVF) dan
assisted reproductive technology (ART). Sebuah meta analisis menyebutkan
pasien yang melakukan ART lebih mungkin untuk hamil dibandingkan bila hamil
secara spontan, dimana kehamilan dengan ART yaitu 39.4% sedangkan yang
hamil spontan hanya 14.9%.45,47 Kemungkinan faktor prognostik untuk
keberhasilan mempertahankan fertilitas adalah usia (dievaluasi sebagai variabel
kontinu), obesitas, kehamilan sebelumnya, infertilitas, histologi, dan perawatan
medis.48

20
BAB III
KESIMPULAN

Hiperplasia endometrium adalah kelainan umum akibat paparan estrogen


eksogen atau endogen bersama dengan defisiensi relatif progesteron. Ini adalah
prekursor karsinoma endometrium, yang merupakan salah satu keganasan
ginekologi yang paling umum. Hiperplasia endometrium terjadi akibat dominasi
estrogen dan insufisiensi progesteron relatif. Penyebab khas kelebihan estrogen
endogen termasuk siklus anovulasi (perimenopause, sindrom ovarium polikistik
(polycystic ovarian syndrome - PCOS)), obesitas, dan tumor ovarium yang
mensekresi estrogen. Presentasi yang paling umum adalah perdarahan uterus
abnormal, yang mungkin dalam bentuk menoragia (perdarahan menstruasi berat),
metroragia (perdarahan tidak teratur), perdarahan tidak terjadwal (pasien dengan
terapi pengganti hormon) atau perdarahan pascamenopause. Pasien dengan gejala
ini dengan riwayat yang menguatkan menimbulkan kecurigaan klinis hiperplasia
endometrium. Namun, konfirmasi memerlukan pemeriksaan histologis jaringan
endometrium. Prinsip utama dari manajemen hiperplasia endometrium ialah untuk
mencegah perkembangan keganasan endometrial, menyingkirkan adanya
keganasan endometrial yang ada dan untuk menawarkan rencana terapi yang
paling cocok untuk kebutuhan pasien. Terapi endokrinologi pada hiperplasia
endometrium yaitu progestin, danazol dan terapi GnRH.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. van der Meer ACL, Hanna LS. Development of endometrioid


adenocarcinoma despite Levonorgestrel-releasing intrauterine system: a
case report with discussion and review of the RCOG/BSGE Guideline on
the Management of Endometrial Hyperplasia. Clin Obes. 2017;7(1):54-57.
doi:10.1111/cob.12168
2. Parkash V, Fadare O, Tornos C, McCluggage WG. Committee Opinion No.
631: Endometrial Intraepithelial Neoplasia. Obstet Gynecol.
2015;126(4):897. doi:10.1097/AOG.0000000000001071
3. Chandra V, Kim JJ, Benbrook DM, Dwivedi A, Rai R. Therapeutic options
for management of endometrial hyperplasia. J Gynecol Oncol.
2016;27(1):e8-e8. doi:10.3802/jgo.2016.27.e8
4. Singh G, Puckett Y. Endometrial Hyperplasia. StatPearls Pub Treasure Isl.
Published online 2021.
5. The American College of Obstetricians and Gynecologists, Society of
Gynecologic Oncology. Endometrial Intraepithelial Neoplasia; Committee
opinion number 631. ACOG. 2019;(631).
6. Hoffman B, Schorge J, Bradshaw K, Halvorson L, Schaffer J, Corton M.
Williams Gynecology. 3rd ed. Mc-Graw Hill; 2016.
7. Sobczuk K, Sobczuk A. New classification system of endometrial
hyperplasia WHO 2014 and its clinical implications. Prz menopauzalny =
Menopause Rev. 2017;16(3):107-111. doi:10.5114/pm.2017.70589
8. Diallo M, Bah E, Diallo B, et al. Endometrial Hyperplasia: Epidemiological
Profile of Patients and Anatomical and Clinical Aspects of Lesions at
Conakry University Hospital. Open J Obstet Gynecol. 2019;9:260-266.
9. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Tamoxifen and
Uterine Cancer; Committee Opinion Number 601. ACOG. 2018;(601).
10. Saccardi C, Vitagliano A, Marchetti M, et al. Endometrial Cancer Risk
Prediction According to Indication of Diagnostic Hysteroscopy in Post-

22
Menopausal Women. Diagnostics (Basel, Switzerland). 2020;10(5):257.
doi:10.3390/diagnostics10050257
11. Russo M, Newell JM, Budurlean L, et al. Mutational profile of endometrial
hyperplasia and risk of progression to endometrioid adenocarcinoma.
Cancer. 2020;126(12):2775-2783. doi:https://doi.org/10.1002/cncr.32822
12. Dutta D, Konar H. DC Dutta’s Textbook of Gynecology.; 2016.
doi:10.5005/jp/books/12997
13. Raffone A, Travaglino A, Saccone G, et al. PAX2 in endometrial
carcinogenesis and in differential diagnosis of endometrial hyperplasia: A
systematic review and meta-analysis of diagnostic accuracy. Acta Obstet
Gynecol Scand. 2019;98(3):287-299.
doi:https://doi.org/10.1111/aogs.13512
14. Raffone A, Travaglino A, Saccone G, et al. Diabetes Mellitus Is Associated
with Occult Cancer in Endometrial Hyperplasia. Pathol Oncol Res.
2020;26(3):1377-1384. doi:10.1007/s12253-019-00684-3
15. Rodriguez AC, Blanchard Z, Maurer KA, Gertz J. Estrogen Signaling in
Endometrial Cancer: a Key Oncogenic Pathway with Several Open
Questions. Horm Cancer. 2019;10(2-3):51-63. doi:10.1007/s12672-019-
0358-9
16. Ohgami T, Kato K. Pathogenesis of endometrial cancer. Curr Approaches
to Endometrial Cancer. Published online 2014:18-32.
doi:10.2217/FMEB2013.13.320
17. Travaglino A, Raffone A, Saccone G, et al. Immunohistochemical
predictive markers of response to conservative treatment of endometrial
hyperplasia and early endometrial cancer: A systematic review. Acta
Obstet Gynecol Scand. 2019;98(9):1086-1099.
doi:https://doi.org/10.1111/aogs.13587
18. Sanderson PA, Critchley HOD, Williams ARW, Arends MJ, Saunders
PTK. New concepts for an old problem: the diagnosis of endometrial
hyperplasia. Hum Reprod Update. 2017;23(2):232-254.
doi:10.1093/humupd/dmw042
19. RCOG Green-top Guideline No.67. Management of Endometrial

23
Hyperplasia, RCOG Guideline No.67. RCOG/BSGE Jt Guidel. 2016;(67).
20. Stachowicz N, Smoleń A, Ciebiera M, et al. Risk Assessment of
Endometrial Hyperplasia or Endometrial Cancer with Simplified
Ultrasound-Based Scoring Systems. Diagnostics . 2021;11(3).
doi:10.3390/diagnostics11030442
21. Sherman ME. Theories of endometrial carcinogenesis: a multidisciplinary
approach. Mod Pathol an Off J United States Can Acad Pathol Inc.
2000;13(3):295-308. doi:10.1038/modpathol.3880051
22. Trimble CL, Kauderer J, Zaino R, et al. Concurrent endometrial carcinoma
in women with a biopsy diagnosis of atypical endometrial hyperplasia: a
Gynecologic Oncology Group study. Cancer. 2006;106(4):812-819.
doi:10.1002/cncr.21650
23. Gallos ID, Ofinran O, Shehmar M, Coomarasamy A, Gupta JK. Current
management of endometrial hyperplasia-a survey of United Kingdom
consultant gynaecologists. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2011;158(2):305-307. doi:10.1016/j.ejogrb.2011.05.010
24. Reed SD, Newton KM, Garcia RL, et al. Complex hyperplasia with and
without atypia: clinical outcomes and implications of progestin therapy.
Obstet Gynecol. 2010;116(2 Pt 1):365-373.
doi:10.1097/AOG.0b013e3181e93330
25. Reed SD, Voigt LF, Newton KM, et al. Progestin therapy of complex
endometrial hyperplasia with and without atypia. Obstet Gynecol.
2009;113(3):655-662. doi:10.1097/AOG.0b013e318198a10a
26. Horn L-C, Schnurrbusch U, Bilek K, Hentschel B, Einenkel J. Risk of
progression in complex and atypical endometrial hyperplasia:
clinicopathologic analysis in cases with and without progestogen treatment.
Int J Gynecol cancer Off J Int Gynecol Cancer Soc. 2004;14(2):348-353.
doi:10.1111/j.1048-891x.2004.014220.x
27. Figueroa-Casas PR, Ettinger B, Delgado E, Javkin A, Vieder C. Reversal
by medical treatment of endometrial hyperplasia caused by estrogen
replacement therapy. Menopause. 2001;8(6):420-423.
doi:10.1097/00042192-200111000-00006

24
28. Saegusa M, Okayasu I. Progesterone therapy for endometrial carcinoma
reduces cell proliferation but does not alter apoptosis. Cancer.
1998;83(1):111-121. doi:10.1002/(sici)1097-
0142(19980701)83:1<111::aid-cncr15>3.0.co;2-#
29. Gunderson CC, Fader AN, Carson KA, Bristow RE. Oncologic and
reproductive outcomes with progestin therapy in women with endometrial
hyperplasia and grade 1 adenocarcinoma: a systematic review. Gynecol
Oncol. 2012;125(2):477-482. doi:10.1016/j.ygyno.2012.01.003
30. Gal D, Edman CD, Vellios F, Forney JP. Long-term effect of megestrol
acetate in the treatment of endometrial hyperplasia. Am J Obstet Gynecol.
1983;146(3):316-322. doi:10.1016/0002-9378(83)90754-8
31. Emarh M. Cyclic versus continuous medroxyprogesterone acetate for
treatment of endometrial hyperplasia without atypia: a 2-year
observational study. Arch Gynecol Obstet. 2015;292(6):1339-1343.
doi:10.1007/s00404-015-3749-3
32. Trimble CL, Method M, Leitao M, et al. Management of endometrial
precancers. Obstet Gynecol. 2012;120(5):1160-1175.
doi:10.1097/aog.0b013e31826bb121
33. Wildemeersch D, Pylyser K, De Wever N, Pauwels P, Tjalma W.
Endometrial safety after 5 years of continuous combined transdermal
estrogen and intrauterine levonorgestrel delivery for postmenopausal
hormone substitution. Maturitas. 2007;57(2):205-209.
doi:10.1016/j.maturitas.2006.11.010
34. Gong Z, Chandler K, Webster S, Kerley R, Buist S, McCort-Tipton M.
Simple and rapid determination of norethindrone in human plasma by
supported liquid extraction and ultra performance liquid chromatography
with tandem mass spectrometry. Talanta. 2012;91:77-82.
doi:10.1016/j.talanta.2012.01.019
35. Gallos ID, Shehmar M, Thangaratinam S, Papapostolou TK, Coomarasamy
A, Gupta JK. Oral progestogens vs levonorgestrel-releasing intrauterine
system for endometrial hyperplasia: a systematic review and metaanalysis.
Am J Obstet Gynecol. 2010;203(6):547.e1-10.

25
doi:10.1016/j.ajog.2010.07.037
36. Abu Hashim H, Ghayaty E, El Rakhawy M. Levonorgestrel-releasing
intrauterine system vs oral progestins for non-atypical endometrial
hyperplasia: a systematic review and metaanalysis of randomized trials. Am
J Obstet Gynecol. 2015;213(4):469-478. doi:10.1016/j.ajog.2015.03.037
37. Crosignani P, Olive D, Bergqvist A, Luciano A. Advances in the
management of endometriosis: an update for clinicians. Hum Reprod
Update. 2006;12(2):179-189. doi:10.1093/humupd/dmi049
38. Granese R, Bitto A, Polito F, et al. Genistein reduces angiogenesis and
apoptosis in women with endometrial hyperplasia. Botanics. 2015;5:27.
39. Pernicova I, Korbonits M. Metformin--mode of action and clinical
implications for diabetes and cancer. Nat Rev Endocrinol. 2014;10(3):143-
156. doi:10.1038/nrendo.2013.256
40. Meresman GF, Bilotas MA, Lombardi E, Tesone M, Sueldo C, Barañao RI.
Effect of GnRH analogues on apoptosis and release of interleukin-1beta
and vascular endothelial growth factor in endometrial cell cultures from
patients with endometriosis. Hum Reprod. 2003;18(9):1767-1771.
doi:10.1093/humrep/deg356
41. Hoffman, Schorge, Bradshaw. Williams Gynecology Third Edition.; 2016.
42. Barbieri RL. Female Infertility. Eighth Edi. Elsevier Inc.; 2019.
doi:10.1016/B978-0-323-47912-7.00022-6
43. Mustafa M, Hadi J, Author C. Male and Female Infertility: Causes, And
Management. IOSR J Dent Med Sci e-ISSN. 2019;18(9):27-32.
doi:10.9790/0853-1809132732
44. DC Dutta’s Textbook of Gynecology Including Contraception.; 2016.
doi:10.5005/jp/books/12997
45. Li M, Song J lun, Zhao Y, et al. Fertility outcomes in infertile women with
complex hyperplasia or complex atypical hyperplasia who received
progestin therapy and in vitro fertilization. J Zhejiang Univ Sci B.
2017;18(11):1022-1025. doi:10.1631/jzus.B1600523
46. Royal College of Obstetricians, and Gynaecologists. Management of
Endometrial Hyperplasia, RCOG Guideline No.67. 2016;(67).

26
47. Wiltshire A, Ghidei L, Brayboy LM. Infertility and assisted reproductive
technology outcomes in Afro-Caribbean women. J Assist Reprod Genet.
2020;37(7):1553-1561. doi:10.1007/s10815-020-01826-2
48. Koskas M, Uzan J, Luton D, Rouzier R, Daraï E. Prognostic factors of
oncologic and reproductive outcomes in fertility-sparing management of
endometrial atypical hyperplasia and adenocarcinoma: Systematic review
and meta-analysis. Fertil Steril. 2014;101(3):785-794.e3.
doi:10.1016/j.fertnstert.2013.11.028

27

Anda mungkin juga menyukai