OLEH:
KELOMPOK 1 KELAS A3
Linda Khamelia N 1511211045
Sucy Ramadany 1611211057
Ovaria Suwandi 1711216003
Indah Martilova 1711216014
Totep Hardiatna 1711216030
Ayu Permata Sari 1711216040
Denisha Mayshorra 1711216050
Eliza Nofri 1711216060
Dosen Pengampu:
Dr. dr. Fauziah Elytha, M.Sc
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Epidemiologi Penyakit Diabete Mellitus”. Penyusunan makalah ini diajukan ke
Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai pemenuhan syarat untuk melaksanakan tugas
makalah Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular yang telah memberikan materi dalam pembelajaran sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran agar penyusun dapat
mengoreksi kekurangan tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, terutama bagi tim penyusun.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui epidemiologi penyakit diabetes mellitus
1.2.2 Tujuan Khusus
Apakah pengertian diabetes itu ?
Apakah patofisiologi diabetes mellitus ?
Apakah tanda dan gejala diabetes mellitus itu ?
Apakah faktor penyebab diabetes milletus ?
Apa saja tipe diabetes milletus itu ?
Apakah komplikasi dari penyakit diabetes mellitus ?
Bagaimana cara pengobatan diabetes mellitus ?
Bagaimanakah tinjauan epidemiologi diabetes mellitus ?
4
b. Menurut Tempat
Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan
faktor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.
Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya
ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan
para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif
di setiap sektor terkait.
Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes mellitus
terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8
juta), Amerika (17,7 juta), Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta).
Berdasarkan survei lokal, prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004,
mencapai angka 7,2%. Pada tahun 2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei,
dan diperoleh prevalensi DM sebesar 12,8%.
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian
epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM
terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya
1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM
terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 %
dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di
perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi
kejadian DM.
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia, dimana
1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan selebihnya 1,5 juta atau
51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian ini, 1 juta atau 34,48% kematian
terjadi di negara maju dan 1,9 juta atau 65,52% kematian terjadi di negara
berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari
3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan
tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak
disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
8
pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya
terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang
penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85
tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005)
penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40
tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70
tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun
2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang
(4%) yang berusia < 40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor
resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain
cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih
banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula
pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor,
proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien
laki-laki (38,2%).
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat
peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang
kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya
kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa)
muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya
konsumsi minuman yang kaya gula.
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan,
sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas.
Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki
kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh
menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini
akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam
10
sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks
Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada
seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2,
kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e. Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang
kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan
kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan
aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga
gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan
akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga
zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan
dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon
insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik (penghancur sel) dalam
sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus
ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang
sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau
batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan
coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para
ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
cukup berat dihadapi oleh setiap pasien, dimana keinginan untuk makan
melebihi kemampuan penderita untuk menahan diri untuk tidak makan.
2. DM merupakan penyakit yang sangat mudah ‘kerjasama’ dengan penyakit lain.
Jika DM melakukan ‘kerjasama’ antar sesama kelompok ‘high blood sugar’
maka mereka dapat membentuk suatu ‘segitiga raja penyakit’ DM-
cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah bergabung dalam
segitiga raja penyakit dengan kadar glukosa darah tinggi ini telah mencapai 3
juta, tersebar di lebih 50 negara di dunia.
Jika DM memasuki tahap komplikasi, komplikasi DM dapat memasuki semua
jalur sistem tubuh manusia.
Gambar 1. Gambaran Segitiga Raja Penyakit, Diabetes bersama dengan Kelompok
‘High Blood Glucose’
DM
CVD Strokee
Kolesterol Hipertensi
3. Physical inactivity
4. Pengalaman dengan diabetic intrauterine
5. Riwayat minum Susu formula (cow milk) pada waktu bayi
6. Low birth weight (LBW)
Pengalaman dengan diabetic intrauterine ditandai dengan riwayat kehamilan
abnormal, berupa abortus berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia gravidarum,
berat badan bayi lebih 4 kg;, glusuria renal waktu hamil dan diabetics gestational.
Kalau susu sapi di curigai sebagai resiko DM, sebaliknya dengan ASI. ASI
eksklusif, minimal 2 bulan, ternyata berhubungan dengan reduksi 50% DM di kalangan
dewasa.
DM tipe 2 memang mempunyai berbagai faktor resiko baik genetic maupun
lingkungan. Berbagai faktor resiko ini sangat penting diperhatikan dalam mencari upaya
efektif untuk menahan laju perkembangan ataupun untuk menghentikan peningkatan
DM.
Dalam masyarakat, mereka yang kelompok resiko (high risk group) DM;
1. Usia >45 tahun.
2. Berat badan lebih (BBR>110% atau IMT >25kg/m).
3. Hipertensi (>140/90 mmHg).
4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi >4000 gram
5. Pernah diabetes sewaktu hamil
6. Riwayat keturunan DM
7. Kolesterol HDL <35mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl.
8. Kurang aktivitas fisik.
Faktor resiko ini bervariasi menurut jenis kemungkinan resiko yang diperkirakan
akan terjadi. Resiko bisa dibedakan atas jenis resiko menderita DM dan resiko
meninggal akibat DM.
15
luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki
mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit
gangren atau ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada
bagian luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah
penderita diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau
tidak mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi. Penderita diabetes yang
terkena gangren perlu dikontrol ketat gula darahnya serta diberi antibiotika.
Penanganan gangren perlu kerja sama dengan dokter bedah. Untuk mencegah
gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi mengenai cara aman
memotong kuku serta cara memilih sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi
disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa
ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor
psikologis atau gabungan organis dan psikologis.
3. Nefropati diabetic
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput
penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring
(glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar
gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula
yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah
struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya,
penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria).
Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel, tahap
mikroalbuminuria ditandai dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama
24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal
ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar
mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati
diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar lima sampai 15 persen
diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini. Gangguan ginjal,
menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibat
terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun tertimbun di
17
tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian. Ginjal juga memproduksi
hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah merah. Gangguan
pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia. Pengobatan
progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas
penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah
lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting
untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim
pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor
angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan
pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari).
Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis
atau transplantasi ginjal. Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan
ginjal telah parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu,
sakit kepala, gatal, sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita
nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal,
misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti- inflamasi
nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
4. Retinopati diabetic
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama
adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah
yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau
darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut
eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang
rapuh menerjang daerah yang sehat. Retina adalah bagian mata tempat
cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan
akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila
pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan
yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika
cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi
penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek
yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata. Pembuluh darah yang rapuh
18
bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi jernih seperti agar-
agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan cahaya yang
menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami
distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di
korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari
bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata)
menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang
yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh
darah pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi
fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui
kebocoran pembuluh darah. Pengobatan dilakukan dengan bedah laser
oftalmologi. Yaitu, penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang
bocor, sehingga tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu
bisa dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi
darah dan menggantinya dengan cairan jernih. Penderita retinopati hanya boleh
berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk sampai kepala
di bawah. Menderita diabetes bukan berarti kiamat. Penderita diabetes bisa hidup
secara wajar dan normal seperti orang- orang yang bukan penderita diabetes.
Bedanya, penderita diabetes harus disiplin mengontrol kadar gula darah agar
tidak meningkat di atas normal untuk jangka waktu panjang.
terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya
DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak
terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha
mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi.
2.8.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial
adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar
tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat
penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu
dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik.
2.8.2 Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk
mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi
faktor-faktor tersebut.
Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-
faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan
jasmani.
a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada
pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada
20
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan
jasmani.
2.8.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif.
Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan
pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
berobat.
a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus
Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
pasien yang umum dilakukan adalah :
Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.
Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.
Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
b. Pengobatan Segera
Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan
ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin.
OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea
dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan
Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).
Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi
kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO
jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat
22
3..1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang
berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Berbagai faktor penyebab yang dapat
memicu timbulnya penyakit ini secara umum disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Berdasarkan distribusi terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi
penyakit ini terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakan modern saat ini.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju pertambahan jumlah
penderita diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan primordial pada masyarakat yang
belum sakit, hingga dengan upaya pengendalian dan pengawasan pada penderita
diabetes mellitus agar tidak menjadi berat dan tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun
komplikasi telah terjadi agar penderita tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit
tersebut tidak dapat menggaggu kehidupan penderita lebih lanjut.
3..2 Saran
1. Diharapkan dengan pengetahuan yang bertambah, mahasiswa dapat menekan
kejadian diabetes mellitus ini agar tidak terus bertambah khususnya untuk diri
pribadi
2. Diharapkan analisa yang dilakukan dapat memberikan kontribusi pada pembuat
kebijakan, minimal dalam skala pendidikan.
3. Diharapkan pemecahan masalah yang diberikan memberikan keuntungan pada
berbagai pihak tanpa ada unsur yang hanya memberi keuntungan hanya pada
pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, Narila Mutia dan Febrianti. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat. FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.Sustrani, Lanny dkk. Diabetes. Jakarta: 2006. Gramedia
Pustaka Utama.
Diabetes Melitus tipe 1 Haryudi Aji Cahyono Sub Bagian Endokrinologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUB / RS Saiful Anwar Malang 2007