Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELLITUS

OLEH:
KELOMPOK 1 KELAS A3
Linda Khamelia N 1511211045
Sucy Ramadany 1611211057
Ovaria Suwandi 1711216003
Indah Martilova 1711216014
Totep Hardiatna 1711216030
Ayu Permata Sari 1711216040
Denisha Mayshorra 1711216050
Eliza Nofri 1711216060

Dosen Pengampu:
Dr. dr. Fauziah Elytha, M.Sc

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Epidemiologi Penyakit Diabete Mellitus”. Penyusunan makalah ini diajukan ke
Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai pemenuhan syarat untuk melaksanakan tugas
makalah Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular yang telah memberikan materi dalam pembelajaran sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran agar penyusun dapat
mengoreksi kekurangan tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, terutama bagi tim penyusun.

Padang, Februari 2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB 1 : PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Tujuan ....................................................................................................3
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
2.1 Pengertian Diabetes Mellitus..................................................................4
2.2 Tipe Diabetes Milletus ......................... Error! Bookmark not defined.
2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus ............................................................6
2.3.1 Distribusi dan Frekuensi ..............................................................6
2.3.2 Determinan ..................................................................................8
2.4 Beban Diabetes Mellitus .....................................................................10
2.5 Tanda - Tanda Diabetes Mellitus ........................................................12
2.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus .........................................................13
2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus .............................................................15
2.8 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus .................................................18
2.8.1 Pencegahan Primodial ...............................................................19
2.8.2 Pencegahan Primer ....................................................................19
2.8.3 Pencegahan Sekunder ................................................................21
2.8.4 Pencegahan Tersier ...................................................................22
BAB 3 : PENUTUP ..................................................................................................23
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................23
3.2 Saran .....................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin
meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya yang terjadi pada
masyarakat. Tiga penyebab utama kematian menurut WHO (1990), yaitu penyakit
jantung koroner, diare dan stroke. Meskipun penyakit Diabetes Mellitus tidak termasuk
dalam ketiga penyebab utama kematian tersebut, namun penderita DM yang
menyebabakan kematian secara keseluruhan juga besar.
Selama ini epidemiologi kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah
penyakit menular, bahkan kebanyakan terasa bahwa epidemiologi hanya menangani
masalah penyakit menular. Namun dengan adanya perkembangan sosio-ekonomi dan
kultural bangsa dan dunia kemudian menuntut epidemiologi untuk memberikan
perhatian kepada penyakit tidak menular karena sudah mulai meningkatkan sesuai
dengan perkembangan masyarakat.
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis
dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥
65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM, hipertiroid, dan
hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi diabetes
di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. DM
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen.
Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan
tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung
lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja,
kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang dapat menyebabkan penyakit lain
(komplikasi). Kejadian komplikasi Diabetes Mellitus pada setiap orang berbeda-beda.
Komplikasi Diabetes Mellitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi kronik jangka pajang. Komplikasi metabolik
akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.
Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis

1
2

diabetic (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami


hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan
syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal.
Pentingnya pengetahuan tentang penyakit Diabetes Mellitus dilatar belakangi
kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit Diabetes Mellitus dalam
masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia
yang menderita penyakit ini adalah lansia, yang disebabkan karena pola makan dan pola
hidup yang tidak sesuai. Dan sebagian pula terdapat sebagian dari mereka yang sudah
menyadari bahwa dirinya sudah positif terkena penyaikit ini, namun kebanyakan dari
mereka enggan untuk mengobati dan mengatasi penyakit mereka dari awal.
Namun bagi kalangan masyarakat Indonesia dengan ekonomi rendah, banyak
yang kurang bahkan tidak mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus baik dari segi
pencegahan, gejala, maupun cara penanganan dan penaggulangannya. Diharapkan
pembuatan makalah ini dapat membantu dan dijadikan sebagai pengetahuan bagi para
pembaca.
3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui epidemiologi penyakit diabetes mellitus
1.2.2 Tujuan Khusus
 Apakah pengertian diabetes itu ?
 Apakah patofisiologi diabetes mellitus ?
 Apakah tanda dan gejala diabetes mellitus itu ?
 Apakah faktor penyebab diabetes milletus ?
 Apa saja tipe diabetes milletus itu ?
 Apakah komplikasi dari penyakit diabetes mellitus ?
 Bagaimana cara pengobatan diabetes mellitus ?
 Bagaimanakah tinjauan epidemiologi diabetes mellitus ?
4

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Mellitus


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon
insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Sekitar tahun 1960, diabetes mellitus hanya diartikan sebagai penyakit
metabolisme yang dikelompokkan ke golongan hiperglikemia atau gula darah yang
lebih dari normal (gula darah normal 80-120 mg/dl). Kadar gula dalam darah penderita
diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa lebih dari 200
mg/dl. Oleh karenanya, diabetes mellitus disebut juga penyakit gula. Dengan adanya
glukosuria yaitu adanya gula di dalam air seni maka penyakit ini dikenal pula dengan
nama penyakit kencing manis. Kedua hal ini disebabkan karena ketidakmampuan sel
dalam mempergunakan karbohidrat untuk menghasilkan tenaga.
Dewasa ini, diketahui bahwa diabetes mellitus bukan hanya dianggap sebagai
gangguan tentang metabolisme karbohidrat. Namun juga menyangkut tentang
metabolisme protein dan lemak. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka
akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk
penyakit jantung, ginjal, kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami aterosklerosis.
Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh sel
khusus di pancreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa.
Insulin, bekerja dengan hormone pancreas lain yang disebut glukagon, juga
mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau
sedikit insulin atau jika tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah
diabetes.
Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar
gulanya, obat yang di minum, atau suntukan insulin secara teratur.
5

2.2 Tipe Diabetes Milletus


Terdapat 2 tipe diabetes mellitus berdasarkan penyebab perjalanan klinik dan
terapinya, antara lain:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak
ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus
berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat
mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes
tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya,
sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anakn atau
balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan
mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin
atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap
insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap
insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2,
pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan
seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila
dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam
darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
6

2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus


2.3.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-
64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh
penduduk usia di atas 64 tahun. Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40
tahun dan penderita DM Tipe 2 biasanya berumur ≥ 40 tahun. Diabetes sendiri
merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga
progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan
komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala
yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik
komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu
penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai
penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic,
sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita
diabetes meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik,
penyebab utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda.
Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh
data bahwa DM berada di urutan keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari
sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah Sakit yang menjadi penyebab
utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed Depkes pada tahun 2005
menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi pada pasien
rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan
3.316 kematian (CFR 7,9%).
Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar
tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 45
tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45 tahun.26 Menurut penelitian
Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien
DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun.
7

b. Menurut Tempat
Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan
faktor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.
Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya
ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan
para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif
di setiap sektor terkait.
Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes mellitus
terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8
juta), Amerika (17,7 juta), Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta).
Berdasarkan survei lokal, prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004,
mencapai angka 7,2%. Pada tahun 2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei,
dan diperoleh prevalensi DM sebesar 12,8%.
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian
epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM
terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya
1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM
terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 %
dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di
perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi
kejadian DM.
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia, dimana
1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan selebihnya 1,5 juta atau
51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian ini, 1 juta atau 34,48% kematian
terjadi di negara maju dan 1,9 juta atau 65,52% kematian terjadi di negara
berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari
3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan
tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak
disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
8

lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta


pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah
Penyakit kardiovaskuler dan stroke, Diabeteic foot, Retinopati, serta nefropati
diabetika, Dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak
secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan
komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka
penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk
menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.
2.3.2 Determinan
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor
genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada
orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut
memiliki resiko 40 % menderita DM.
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan
dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua
yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara
yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang
mempunyai orangtua menderita DM juga.
Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita
DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun
dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40
tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka
kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena
resiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia
akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi
9

pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya
terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang
penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85
tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005)
penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40
tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70
tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun
2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang
(4%) yang berusia < 40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor
resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain
cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih
banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula
pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor,
proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien
laki-laki (38,2%).
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat
peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang
kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya
kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa)
muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya
konsumsi minuman yang kaya gula.
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan,
sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas.
Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki
kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh
menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini
akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam
10

sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks
Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada
seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2,
kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e. Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang
kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan
kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan
aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga
gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan
akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga
zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan
dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon
insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik (penghancur sel) dalam
sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus
ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang
sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau
batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan
coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para
ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

2.4 Beban Diabetes Mellitus


Sebagai suatu gangguan kesehatan, diabetes memberikan beban besar sebagai
masalah kesehatan dengan melihat bahwa:
1. Gejala-gejala DM sendiri cukup banyak, luas dan berat. Masing-masing
gangguan cukup memberi tantangan dalam mengatasinya. Menghadapi
gangguan perasaan lapar (polifagi) saja, misalnya, suatu bentuk gangguan yang
11

cukup berat dihadapi oleh setiap pasien, dimana keinginan untuk makan
melebihi kemampuan penderita untuk menahan diri untuk tidak makan.
2. DM merupakan penyakit yang sangat mudah ‘kerjasama’ dengan penyakit lain.
Jika DM melakukan ‘kerjasama’ antar sesama kelompok ‘high blood sugar’
maka mereka dapat membentuk suatu ‘segitiga raja penyakit’ DM-
cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah bergabung dalam
segitiga raja penyakit dengan kadar glukosa darah tinggi ini telah mencapai 3
juta, tersebar di lebih 50 negara di dunia.
Jika DM memasuki tahap komplikasi, komplikasi DM dapat memasuki semua
jalur sistem tubuh manusia.
Gambar 1. Gambaran Segitiga Raja Penyakit, Diabetes bersama dengan Kelompok
‘High Blood Glucose’

High blood glucose

DM

CVD Strokee

Kolesterol Hipertensi

Secara umum DM merupakan beban kesehatan masyarakat yang cukup berat


mengingat bahwa:
1. Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikendalikan atau dicegat
(diperlambat). DM akan merupakan bagian keseharian seumur hidup seorang
penderita.
2. Renta terhadap komplikasi. Keadaan lanjut ini bisa terjadi karena pasien
merasa tidak sakit, sehingga melalaikan pengobatan dan perawatan. Selain itu,
tentu terlambat mengunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis dan
pengobatan.
3. Komplikasi DM berat dan bersifat terminak (diakhiri dengan kematian).
4. Bersifat autoimmune yang menurun (DM tipe I).
12

5. Manifestasinya pada kelompok-kelompok tertentu cukup lebih berat (misalnya


pada kelompok ibu hamil atau berat badan rendah/underweight).

2.5 Tanda-Tanda Diabetes


Adapun tanda - tanda diabetes mellitus dapat dilihat berdasarkan gejala – gejala
berikut:
1. Gejala Klinis
* Gejala khas * Gejala Lain
- Poliuria (sering kencing) - Gatal - gatal
- Poliphagia (cepat lapar) - Mata kabur
- Polidipsia (sering haus) - gatal di kemaluan (wanita)
- Lemas - Impotensia
- Berat badan menurun - Kesemutan
2. Gambaran Laboratorium
o Gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
o Atau gula darah puasa >126 mg/dl (puasa=tidak ada masukan
o Makanan/kalori sejak 10 jam terakhir)
o Atau glukosa plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.
Sebagai pedoman dalam diagnosis DM, WHO mengeluarkan panduan diagnosis
DM, sesuai Tabel 3.
Tabel 3. Rekomendasi WHO Kriteria Diagnosis DM Dan Hiperglikemia
Intermediat
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
Diabetes:
- Glukosa puasa > 7.0 mmol/l (126 mg/dl), atau
- Glukosa 2 jam pp > 11.1 mmol/l (200mg/dl)
Impaired Glucose Tolerance (IGT)
- Glukosa puasa < 7.0 mmol/l (126 mg/dl), dan
- Glukosa 2 jam pp > 7.8 mmol/l dan < 11.1 mmol/l (140
mg/dl dan 2000 mg/dl)
Impaired Fasting Glucose (IFG)
- Glukosa puasa 6.1-6.9 mmol/l (110-125 mg/dl)
- Glukosa 2 jam pp* Dan < 7.8 mmol/l (140 mg/dl)
+ Glukosa plasma vena 2 jam setelah makan 75 gram glukosa
*Jika 2 jam pp tidak diukur, status diabetes tidak jelas, dan IGT tidak bisa dikeluarkan.
Sumber: Definition and Diagnosis of DM and Intermediate Hyperglycemia, WHO.
2006
13

2.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus


Berbagai bentuk faktor resiko DM, seperti modified dan unmodified risk factors,
risiko sosial, ekonomi, lingkungan, genetic dan gizi.
Resiko lingkungan DM berkaitan dengan faktor-faktor:
 Geographic variation (ditemukan variasi geografis di berbagai bagaian negeri
di Cina).
 Temporal variation
 Migrant risk in new environment (ditemukan pada kelompok migrant Cina dan
jewis).
DM tipe 2 adalah hasil interaksi faktor genetic dan keterpaparan lingkungan.
Faktor genetik akan menentukan individu yang suseptibel atau rentan kena DM. faktor
lingkungan disini berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan (obesitas) dan kurang
aktivitas fisik. Karena itu, kelak kedua faktor ini ternyata kalau dikendalikan akan
memberikan hasil yang efektif dalam pengendalian diabetes.
Bukti peran faktor genetik diperoleh dari penelitian pada anak kembar yang
keduanya beresiko terhadap DM. Pengaruh lingkungan dapat dibuktikan dengan
migrant study. Misalnya, orang Jepang yang pindah ke Hawai lebih tinggi DM-nya
dibandingkan mereka yang tetap di Jepang.
DM tipe 2 ditandai dengan 4 gangguan metabolik utama, yaitu: (1) hiperglikemia
kronik, (2) resistensi insulin, (3) reduksi respons insulin, dan (4) peningkatan
pengeluaran glukosa hepar. Tidak jelas yang mana dari keempatnya yang dulu terjadi.
Namun diperkirakan perkembangan DM 2 melalui tahapan tertentu.
Tahap-tahap perkembangan terjadi tipe 2 DM:
 Tahap 1. Genetic susceptibility, sebagai prerequisite
 Tahap 2. Insuline resistance
 Tahap 3. Impaired Glucose Tolerance (IGT)
 Tahap 4. DM tipe 2
Kriteria WHO untuk IGT adalah venous plasma glucose level of 7.8-11.0 mmol/l
two hours after a 75g oral glucose load.
Faktor resiko utama DM tipe 2,yaitu:
1. Genetic: mempunyaib orang tua/keluarga dengan DM tipe 2
2. Obesitas (terutama central obesity)
14

3. Physical inactivity
4. Pengalaman dengan diabetic intrauterine
5. Riwayat minum Susu formula (cow milk) pada waktu bayi
6. Low birth weight (LBW)
Pengalaman dengan diabetic intrauterine ditandai dengan riwayat kehamilan
abnormal, berupa abortus berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia gravidarum,
berat badan bayi lebih 4 kg;, glusuria renal waktu hamil dan diabetics gestational.
Kalau susu sapi di curigai sebagai resiko DM, sebaliknya dengan ASI. ASI
eksklusif, minimal 2 bulan, ternyata berhubungan dengan reduksi 50% DM di kalangan
dewasa.
DM tipe 2 memang mempunyai berbagai faktor resiko baik genetic maupun
lingkungan. Berbagai faktor resiko ini sangat penting diperhatikan dalam mencari upaya
efektif untuk menahan laju perkembangan ataupun untuk menghentikan peningkatan
DM.
Dalam masyarakat, mereka yang kelompok resiko (high risk group) DM;
1. Usia >45 tahun.
2. Berat badan lebih (BBR>110% atau IMT >25kg/m).
3. Hipertensi (>140/90 mmHg).
4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi >4000 gram
5. Pernah diabetes sewaktu hamil
6. Riwayat keturunan DM
7. Kolesterol HDL <35mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl.
8. Kurang aktivitas fisik.
Faktor resiko ini bervariasi menurut jenis kemungkinan resiko yang diperkirakan
akan terjadi. Resiko bisa dibedakan atas jenis resiko menderita DM dan resiko
meninggal akibat DM.
15

2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus


Penderita diabetes mellitus rentan menderita :
1. Kardiopati diabetic
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol
dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau
penyempitan pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabet perlu
pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah secara rutin. Dari
pengalaman saya untuk menurunkan kadar gula darah sekaligus menormalkan
kadar kolestrol dan trigliserida sebenarnya sangat mudah. Yang pertama
sebenarnya pola makan malam. Upayakanlah tidak makan nasi pada malam
hari. Gantilah dengan makan kentang atau bisa juga pisang kepok rebus atau
bisa juga konsumsi sayur dan buah-buahan. Penyempitan pembuluh darah
koroner menyebabkan infark jantung dengan gejala antara lain nyeri dada.
Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa.
Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction atau silent heart attack.
Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada
penderita diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan
penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk
mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes. Sebagaimana rekomendasi
Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta perkumpulan sejenis di Eropa atau
Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia/Perkeni), penderita diabetes
diharapkan mengendalikan semua faktor secara bersama-sama untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Tekanan darah harus diturunkan secara agresif
di bawah 130/80 mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk)
kurang dari 100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi
proteksi lebih baik pada jantung.
2. Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya
menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran
kencing, infeksi paru serta infeksi kaki. Banyak hal yang menyebabkan kaki
penderita diabetes mudah kena infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak,
16

luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki
mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit
gangren atau ulkus. Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada
bagian luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah
penderita diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau
tidak mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi. Penderita diabetes yang
terkena gangren perlu dikontrol ketat gula darahnya serta diberi antibiotika.
Penanganan gangren perlu kerja sama dengan dokter bedah. Untuk mencegah
gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi mengenai cara aman
memotong kuku serta cara memilih sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi
disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa
ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor
psikologis atau gabungan organis dan psikologis.
3. Nefropati diabetic
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput
penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring
(glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar
gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini. Gula
yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah
struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya,
penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria).
Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel, tahap
mikroalbuminuria ditandai dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama
24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal
ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar
mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati
diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar lima sampai 15 persen
diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini. Gangguan ginjal,
menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibat
terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun tertimbun di
17

tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian. Ginjal juga memproduksi
hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah merah. Gangguan
pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia. Pengobatan
progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas
penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah
lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting
untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim
pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor
angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan
pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari).
Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis
atau transplantasi ginjal. Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan
ginjal telah parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu,
sakit kepala, gatal, sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita
nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal,
misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti- inflamasi
nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
4. Retinopati diabetic
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama
adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah
yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau
darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut
eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang
rapuh menerjang daerah yang sehat. Retina adalah bagian mata tempat
cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan
akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila
pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan
yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika
cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi
penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek
yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata. Pembuluh darah yang rapuh
18

bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi jernih seperti agar-
agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan cahaya yang
menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami
distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di
korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari
bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata)
menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang
yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh
darah pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi
fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui
kebocoran pembuluh darah. Pengobatan dilakukan dengan bedah laser
oftalmologi. Yaitu, penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang
bocor, sehingga tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu
bisa dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi
darah dan menggantinya dengan cairan jernih. Penderita retinopati hanya boleh
berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk sampai kepala
di bawah. Menderita diabetes bukan berarti kiamat. Penderita diabetes bisa hidup
secara wajar dan normal seperti orang- orang yang bukan penderita diabetes.
Bedanya, penderita diabetes harus disiplin mengontrol kadar gula darah agar
tidak meningkat di atas normal untuk jangka waktu panjang.

2.8 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus


Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan
peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita DM,
terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi
umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi
ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat.
Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu
pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko
untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum
19

terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya
DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak
terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha
mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi.
2.8.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial
adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar
tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat
penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu
dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik.
2.8.2 Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk
mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi
faktor-faktor tersebut.
Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-
faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan
jasmani.
a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada
anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada
pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada
20

timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum,


pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.
b. Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM
Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak
untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang
berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara
lain:
 Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan
lipid darah
 Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
 Membantu menurunkan berat badan
 Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
 Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani.
c. Perencanaan Pola Makan
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses
manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan
kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah
kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski
sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua
pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15
%, dan Lemak = 20-25 %.
Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan
21

dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan
jasmani.
2.8.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif.
Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan
pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
berobat.
a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus
Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
pasien yang umum dilakukan adalah :
 Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.
 Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.
 Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
b. Pengobatan Segera
Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan
ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin.
OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea
dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan
Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).
Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi
kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO
jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat
22

juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada


kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi.

2.8.4 Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah
(80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang
sudah mempunyai penyakit makroangiopati.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan
dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang
perlu disuluhkan mengenai :
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan
keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli
disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi,
rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.
23

BAB III : PENUTUP

3..1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang
berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Berbagai faktor penyebab yang dapat
memicu timbulnya penyakit ini secara umum disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Berdasarkan distribusi terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi
penyakit ini terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakan modern saat ini.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju pertambahan jumlah
penderita diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan primordial pada masyarakat yang
belum sakit, hingga dengan upaya pengendalian dan pengawasan pada penderita
diabetes mellitus agar tidak menjadi berat dan tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun
komplikasi telah terjadi agar penderita tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit
tersebut tidak dapat menggaggu kehidupan penderita lebih lanjut.
3..2 Saran
1. Diharapkan dengan pengetahuan yang bertambah, mahasiswa dapat menekan
kejadian diabetes mellitus ini agar tidak terus bertambah khususnya untuk diri
pribadi
2. Diharapkan analisa yang dilakukan dapat memberikan kontribusi pada pembuat
kebijakan, minimal dalam skala pendidikan.
3. Diharapkan pemecahan masalah yang diberikan memberikan keuntungan pada
berbagai pihak tanpa ada unsur yang hanya memberi keuntungan hanya pada
pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Bantas, Krisnawati. “Epidemiologi penyakit diabetes mellitus”


Himpunan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Editor: Nasrin Kodim. FKM UI

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006

Nadesul, Hendrawan. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan -


keluhan Orang Mapan.Kompas. 2002.

Nasir, Narila Mutia dan Febrianti. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat. FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.Sustrani, Lanny dkk. Diabetes. Jakarta: 2006. Gramedia
Pustaka Utama.

Endocrine Disturbances in Patients Critical Illness, A. M Setia Putra, Bag.


Endokrinologi, RSCM,Jakarta.

Diabetes Melitus tipe 1 Haryudi Aji Cahyono Sub Bagian Endokrinologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUB / RS Saiful Anwar Malang 2007

Anda mungkin juga menyukai