Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS TIPE 2 TERKONTROL

Oleh :
dr. Sinta Wiranata

Pembimbing
dr. Made Herry Hendrawan, MM

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


UPTD PUSKESMAS KUTA I
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan kasus dengan judul “Diabetes Melitus Tipe 2” ini dapat
diselesaikan. Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti program Internsip
Dokter Indonesia.
Laporan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya berkat dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Made Herry Hendrawan, MM selaku dosen pembimbing, atas segala
nasehat, bimbingan, dan masukannya untuk menyelesaikan laporan ini.
2. dr. I Made Herry Hendrawan, MM selaku dokter pendamping Internship
Puskesmas Kuta I
3. Pasien beserta keluarga dan seluruh pihak yang sudah membantu dalam
pembuatan serta kegiatan berlangsung.

Karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki penulis, maka penulis


mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari semua pihak demi
perbaikan dari laporan ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Badung, 28 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Definisi........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi...............................................................................................5
2.3 Faktor Resiko..............................................................................................6
2.4 Etiopatogenesis............................................................................................7
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................8
2.6 Diagnosis.....................................................................................................8
2.7 Tatalaksana................................................................................................10
2.8 Komplikasi…………………………………………………………………12
2.9 Prognosis.....................................................................................................16
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................17
3.1 Identitas Pasien...........................................................................................17
3.2 Anamnesis...................................................................................................17
3.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................20
3.4 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................22
3.5 Diagnosis ...................................................................................................22
3.6 Terapi..........................................................................................................22
3.7 Monitoring..................................................................................................22
3.8 Prognosis.....................................................................................................22
3.9 Konseling....................................................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................24
iii
4.1 Pembahasan.................................................................................................24
BAB V PENUTUP................................................................................................26
4.1 Simpulan.....................................................................................................26
4.2 Saran...........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria diagnosis pasien diabetes menurut PERKENI 2021................7

Tabel 2. Laboratorium pada pasien diabetes dan prediabetes...............................8

Tabel 3. Sasaran pengendalian pasien diabetes menurut PERKENI 2021...........10

Tabel 4. Hasil monitoring pasien .........................................................................18

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan pasien DM Tipe 2..................................8

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Menurut Perkeni (2021) klasifikasi diabetes melitus dibagi
menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, dan DM tipe lain. Sebagian besar kasus DM
merupakan tipe 2 yang terjadi karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas
secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin. Penyakit ini pada
umumnya ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan
poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan
penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal
pembuluh darah, saraf dan jantung.1
Menurut World Health Organization (WHO 2019) bahwa jumlah pasien
dengan DM di dunia mencapai 422 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat
DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Penderita DM di Indonesia
berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari
total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang telah
terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada
tahun 2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke7 penderita DM
terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta jiwa.2
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis pasien, gangguan fisik yang terjadi
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk. Gejala fisik
ini sangat bervariasi tergantung dengan tingkat keparahan dan kepatuhan
pengobatan. Dampak psikologis yang terjadi pada pasien dengan DM seperti
kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
kesepian, tidak berdaya ditambah lagi klien dapat menjadi pasif, tergantung,

1
merasa tidak nyaman, bingung dan merasa menderita.

2
Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar, yaitu:
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Upaya
edukasi dilakukan secara komprehensif dan berupaya meningkatkan motivasi
pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami
penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi
yang mungkin timbul secara dini atau saat masih reversible, ketaatan perilaku
pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Pengaturan makan pada pasien
diabetes diperlukan untuk memastikan pasien mendapatkan kalori dan nutrisi yang
cukup sesuai dengan kebutuhan. Latihan jasmani dilakukan untuk menjaga
kebugaran dan menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien,
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan insulin. Pengobatan DM ditujukan untuk memperbaiki
gangguan patogenesis dan meningkatkan kualitas hidup pasien, bukan hanya
untuk menurunkan kadar gula dalam darah saja. Pengobatan harus dimulai sedini
mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas kegagalan sel beta
yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.1

Salah satu peran tenaga kesehatan adalah sebagai pemberi edukasi yaitu
membantu meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah
dilakukan promosi kesehatan. Peran tenaga kesehatan sebagai pendidik
kedokteran keluarga bertujuan agar keluarga dapat melakukan pengawasan dan
perawatan pasien dan keluarga keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes adalah penyakit kronis, metabolik yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang mengarah dari waktu ke
waktu untuk kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan
saraf.3 Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit menahun yang akan
disandang seumur hidup.1 Diabetes membutuhkan terapi pengobatan yang lama
untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi.4
2.2 Epidemiologi

Diabetes mellitus ditemukan diberbagai populasi dan wilayah. Angka


prevalensi usia pada kejadian diabetes terus meningkat, dari 4,7% pada tahun
1980 hingga 8,5% pada 2014 dari total populasi dunia dan dengan peningkatan
tertinggi terjadi di negara dengan penghasilan rendah-menengah dibandingkan
dengan negara dengan penghasilan yang tinggi. International Diabetes
Federation (IDF) mengestimasikan angka kejadian DM tipe-1 pada anak-anak
usia 14-19 tahun sebanyak 1,1 juta orang, lalu pada tahun 2045 akan terdapat
sebanyak 629 juta orang hidup dengan DM.3
Penelitian epidemiologi memprediksi adanya kecenderungan peningkatan
kejadian DM pada DM tipe-2 di penjuru dunia. WHO memprediksi kejadian DM
tipe-2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun
2030. Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, akan ada 194 juta penduduk
yang berusia di atas 20 tahun, dengan prevalensi DM sebanyak 28 juta pada
daerah urban dan 13,9 juta pada daerah rural dengan Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 yang menunjukkan peningkatan
prevalensi DM menjadi 8,5% dari populasi total.5

4
2.3 Faktor Resiko

Menurut American Diabetes Assocciation (ADA), beberapa faktor risiko


terkait DM, terutama tipe 2, yaitu kurangnya aktifitas fisik, pola makan, riwayat
keluarga DM, obesitas, lingkar perut, dan usia.4
1. Kurangnya aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang bertujuan untuk


meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi. Saat melakukan
aktivitas fisik, glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk ke jaringan
sekitar, sehingga mempercepat ambilan glukosa dari dalam jaringan dan
menyebabkan turunnya kadar glukosa dalam darah. Olahraga juga dikatakan
menghasilkan asam amino dari otot yang akan merangsang sekresi insulin.
Menurunkan berat badan merupakan keuntungan lain dari olahraga.
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan olahraga teratur
mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 58%. Aktivitas fisik
yang baik dilakukan sebanyak 3-4 kali seminggu selama 30 menit sehingga
nantinya dapat menurunkan kadar glukosa darah.2
2. Pola Makan

Pola makan sangat berpengaruh terhadap obesitas dan juga resistensi


insulin. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan aktivitas yang rendah
akan mengakibatkan lemak simpanan menjadi berlebih. Simpanan lemak
yang berlebihan itu sendiri akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun
belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan.2
3. Riwayat Keluarga

Riwayat yang dimaksud adalah suatu keadaan/penyakit yang pernah atau


sedang dialami oleh keluarga. DM diawali dengan pola makan yang tidak
sehat dari orang tua pasien, serta biasanya pola makan orang tua akan diikuti
oleh anak mereka sehingga bila anak tersebut tidak mengubah pola makan
mereka yang menurun dari orang tua yang mengidap DM maka
kemungkinan besar mereka mendapatkan penyakit yang sama. Risiko
menderita DM apabila salah satu anggota keluarga menderita DM adalah 15

5
% dan menjadi 75% apabila kedua orang tuanya menderita DM.2

6
4. Usia

Bertambahnya umur mempengaruhi peningkatan terjadinya DM, itu


terbukti dari data Riskesdas tahun 2011. Data tersebut mengatakan bahwa
penderita DM paling banyak terjadi pada usia 55-64 tahun. Resiko diabetes
melitus meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena jumlah sel-sel
β dalam pankreas yang memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya
umur. Pada usia 45 tahun, fungsi fisiologis tubuh mulai menurun terutama
pada penderita yang berat badannya berlebih sehingga tubuhnya tidak peka
lagi terhadap insulin.6

2.4 Etiopatogenesis

Dilihat dari seluruh tipe DM dan karakteristik khas DM merujuk ke


disfungsi ataupun destruksi yang terjadi pada sel β pankreas. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya destruksi dari sel β pancreas yang masih belum dapat
dipahami mekanismenya (Sel β pancreas sudah tidak dapat digantikan ketika usia
seseorang
> 30 tahun). Mekanisme-mekanisme tersebut diantaranya seperti predisposisi dari
genetik, adanya resisten insulin, auto-imun, inflamasi, adanya penyakit lain yang
terjadi bersamaan dengan DM, dan faktor dari lingkungan.3
Pada keadaan fisiologis yang normal, konsentrasi dari glukosa plasma
dipertahankan dalam batas yang sempit dan nantinya akan disesuaikan dengan
kebutuhan dan persediaan oleh tubuh. Regulasi ketat dan interaksi yang dinamis
dilakukan oleh tubuh untuk menjaga sensitivitas jaringan terhadap insulin
(terutama hati) dan sekresi dari insulin itu sendiri. DM tipe-2 menghancurkan
regulasi dan interaksi tersebut dengan memunculkan konsekuensi terjadinya defek
patologis, yaitu dengan adanya gangguan pada insulin dikarenakan disfungsi dari
sel β pancreas atau terjadinya gangguan pada aksi insulin dikarenakan resistensi
dari insulin.7
Mekanisme patofisiologi dari rusaknya dan menurunnya fungsi sel β
pancreas pada DM tipe-2 tidak dengan jelas dijabarkan, tetapi penurunan dari
sekresi insulin dari sel β biasanya disebabkan oleh adanya resistensi insulin yang
7
dipilih sebagai penyebab tersering. DM tipe-2 ini diasosiasikan dengan
penurunan dari sekresi

8
insulin yang berhubungan dengan inflamasi, adanya stress metabolik, kontributor
lainnya, termasuk genetik.4

2.5 Manifestasi Klinis

Pasien dengan diabetes biasanya menunjukkan beberapa gejala, diantaranya


sebagai berikut.2,3
a. Poliuria

Poliuria merupakan kondisi dimana volume air kemih selama 24 jam


meningkat melebihi batas normal karena diproduksi secara abnormal dan
secara kuantitatif ditandai dnegan volume yang lebih dari 3 liter. Terjadinya
poliuria akibat tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga dikeluarkan
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malah
hari.
b. Polidipsia

Polidipsia merupakan kondisi dimana munculnya rasa haus yang berlebihan


akibat glukosa yang terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon dengan
meningkatkan kebutuhan cairan (karena banyak cairan yang ikut terekskresi
pada urin yang mengandung glukosa).
c. Polifagia

Merupakan keadaan timbulnya rasa lapar dan lemas. Hal ini dikarenakan
glukosa dalam sel semakin menurun sedangkan kadar glukosa dalam darah
cukup tinggi.
Selain ketiga gejala klasik tersebut, pasien dengan diabetes juga dapat
mengalami kelelahan, gangguan penglihatan, kesemutan, kulit kering dan gatal
serta penyembuhan luka yang buruk.3

2.6 Diagnosis

Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah dari


plasma darah vena. Berikut merupakan kriteria diagnosis diabetes menurut
PERKENI (2021).2
9
Tabel 1. Kriteria diagnosis pasien diabetes menurut PERKENI 20212
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.


Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.


Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan

klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complication Trial Assay
(DCCT).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


diabetes seperti yang sudah disebutkan di atas, maka akan digolongkan ke dalam
kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa


plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma
2 jam < 140 mg/dl

b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -


jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL
c. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.

10
Berikut merupakan tabel laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan pre
diabetes.2
Tabel 2. Laboratorium pada pasien diabetes dan prediabetes2
Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam
HbA1c (%)
puasa (mg/dl) setelah TTGO (mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Prediabetes 5,7 – 6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 70-99 70-139

2.7 Tatalaksana

Berikut merupakan algoritme tata laksana pada pasien diabetes menurut


PERKENI 2021.2

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien DM Tipe 2 menurut PERKENI

20212

Dari bagan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam memberikan tata laksana
pada pasien diabetes menggunakan kadar HbA1C awal untuk menentukan

11
intervensi yang akan diberikan. Apabila kadar HbA1C awal kurang dari 7,5%
maka dapat dilakukan modifikasi gaya hidup sehat selama 3 bulan, kemudian
HbA1C diukur kembali. Apabila kadar HbA1C setelah 3 bulan melakukan
modifikasi hidup sehat masih lebih dari 7%, maka dilakukan intervensi
monoterapi obat anti hiperglikemia oral. Bila kadar HbA1C awal lebih dari atau
sama dengan 7,5%, maka diberikan monoterapi terlebih dahulu kemudian bila
setelah 3 bulan dievaluasi HbA1C belum mencapai target < 7%, maka dapat
dimulai dengan terapi 2 macam obat yang terdiri dari metformin ditambah
dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja berbeda (PERKENI, 2021).
Kombinasi 3 obat dapat diberikan apabila selama 3 bulan setelah terapi 2
macam obat namun HbA1C belum mencapai target < 7%. Sedangkan bila kadar
HbA1C awal saat diperiksa > 9%, maka lihat apakah pasien memeiliki gejala
dekompensasi metabolik atau tidak. Apabila pasien tidak memiliki gejala
dekompensasi metabolik maka dapat diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat.
Bila pasien dengan gejala dekompensasi metabolik, maka dapat diberikan terapi
insulin dan obat anti hiperglikemik lainnya (PERKENI, 2021). Dalam
pengendalian pasien dengan diabetes, terdapat beberapa parameter yang menjadi
sasaran atau target terapi. Kriteria sasaran terapi dapat dilihat dari kadar glukosa,
kadar HbA1c, dan profil lipid mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi
maupun tekanan darah sesuai target yang ditentukan. Berikut sasaran
pengendalian pada pasien diabetes menurut PERKENI (2021).

12
Tabel 3. Sasaran pengendalian pasien diabetes menurut PERKENI 2021.
Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,55 – 22,9
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
HbA1C (%) <7
Glukosa darah prepandial kapiler 80 – 130
(mg/dL)
Glukosa darah 2 jam PP kapiler <180
(mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL) <100
<70 bila risiko KV sangat tinggi
Trigliserida (mg/dL) <150
Kolesterol HDL (mg/dL) Laki-laki >40, perempuan >50
Apo-B (mg/dL) <90

2.8 Komplikasi

Diabetes melitus berhubungan dengan berbagai komplikasi yang dapat


ditimbulkan oleh karena kondisi hiperglikemia. Berdasarkan onsetnya, komplikasi
diabetes dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronis.8
Komplikasi akut dapat terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam
jangka waktu pendek. Komplikasi metabolik akut yang terkait dengan
peningkatan mortalitas termasuk akibat dari konsentrasi glukosa darah yang
sangat tinggi (hiperglikemia) ataupun koma akibat glukosa darah rendah
(hipoglikemia). Berikut merupakan komplikasi akut diabetes. 8

a. Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Merupakan komplikasi metabolik akut yang ditandai dengan peningkatan


kadar glukosa darah > 250 mg/dl (tapi tidak melebihi 600 mg/dL)
sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga menimbulkan
13
kondisi metabolik asidosis dan ketosis. Kondisi ini biasanya terjadi pada
pasien dengan DM tipe 1, disertai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan
ketosis.

b. Sindrom nonketotic hyperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Kondisi ini merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien


dengan DM tipe 2. Ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
>600mg/dL yang dapat menyebabkan koma pada pasien karena disertai
dehidrasi hipertonik namun tidak disertai dengan ketosis pada serum.

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia yaitu rendahnya kadar glukosa dalam darah di bawah 50


sampai 60 mg/dL sebagai akibat dari penatalaksanaan yang kurang tepat,
sehingga dapat menyebabkan pasien mengalami gejala pusing, lemas,
pandangan kabur, dan sampai pada penurunan kesadaran.

Komplikasi kronik diabetes biasanya terjadi pada pasien yang telah


menderita diabetes selama 10 sampai 15 tahun. Komplikasi diabetes ini terkait
dengan hiperglikemia yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak,
protein dan elektrolit, yang secara keseluruhan dapat merusak sistem vaskular
(angiopati). Akumulasi glukosa yang berlebihan di sel-sel kapiler endotel dapat
merusak kapiler di berbagai organ termasuk retina, glomerulus ginjal, serta saraf
pusat dan perifer.

Mekanisme yang terlibat dalam pengembangan komplikasi sistem


vaskular ini terutama diinduksi oleh kondisi hiperglikemia yang kronis, gangguan
katabolisme lipid, produksi berlebihan spesies oksigen reaktif (ROS) dan
berkurangnya sistem pelindung antioksidan, yang semuanya mengarah pada
resistensi insulin dan peningkatan kerusakan sel beta di pankreas.9
Pada diabetes, komplikasi vaskular yang diakibatkannya dikelompokkan
dalam “penyakit mikrovaskular” (akibat kerusakan pembuluh darah kecil) dan

“penyakit makrovaskular” (karena kerusakan arteri). Komplikasi mikrovaskular


termasuk penyakit mata atau retinopati, penyakit ginjal atau nefropati dan
kerusakan saraf atau neuropati. Komplikasi makrovaskular utama termasuk
14
penyakit kardiovaskular yang dipercepat mengakibatkan infark miokard dan
penyakit serebrovaskular yang bermanifestasi sebagai stroke. Meskipun etiologi yang
mendasari masih kontroversial, ada juga disfungsi miokard yang berhubungan
dengan diabetes yang tampaknya tidak tergantung pada aterosklerosis.9
a. Komplikasi Makrovaskular

Kerusakan sel endotel yang terlibat dalam komplikasi makrovaskuler


memiliki banyak elemen yang memicu, termasuk peningkatan kadar glukosa
darah, lipid, dan faktor inflamasi.10 Diabetes juga dikaitkan dengan produksi
ROS yang berlebihan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
vasokonstriksi dengan peroksidasi lipid yang dipercepat dan reaksi inflamasi
yang mengarah ke aterosklerosis. Aterosklerosis adalah proses peningkatan
deposisi lipid, terutama lipoprotein densitas rendah (LDL), di lapisan sub-
endotel pembuluh darah besar. Aterosklerosis terjadi lebih sering pada
pasien dengan diabetes dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
Penyakit arteri koroner (CAD), stroke, dan penyakit arteri perifer (PAD)
sering terjadi pada diabetes, menyebabkan angka kematian yang tinggi di
antara pasien diabetes.11

b. Kompliaksi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular diabetes terutama terkait dengan gangguan


permeabilitas vaskular yang mempengaruhi berbagai jaringan dan organ
tubuh termasuk ginjal, retina dan saraf. Hiperglikemia kronis yang
berkepanjangan selanjutnya dapat menyebabkan permeabilitas vaskular,
gangguan struktur glikokaliks, peningkatan retensi air dan protein, yang
mengakibatkan edema secara general. Faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) merupakan elemen penting dalam neogenesis jaringan dan
penyembuhan vaskular. VEGF juga memiliki peran destruktif awal dalam
komplikasi diabetes mikrovaskular. VEGF secara langsung dapat
mempengaruhi permeabilitas glomerulus. Meskipun penekanan VEGF
memperlambat perkembangan retinopati diabetik proliferatif, penghambatan

VEGF juga dapat menyebabkan peningkatan hipertensi yang diinduksi DM


15
dan proteinuria glomerulus, dengan penyembuhan luka vaskular yang
berkurang.12
a) Nefropati

Nefropati diabetik merupakan penyebab paling banyak gagal


ginjal stadium akhir (gagal ginjal stadium 5). Secara klinis, hal ini
ditandai dengan perkembangan proteinuria dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, yang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama,
seringkali selama 10-20 tahun. Jika tidak diobati, uremia yang terjadi
dapat berakibat fatal. Nefropati diabetik berhubungan dengan kerusakan
morfologi dari barrier sel endotel glomerulus dan membran basal
glomerulus. Kondisi ini selanjutnya mengarah pada peningkatan filtrasi
protein dalam urin. Indikator awal nefropati diabetes adalah peningkatan
ekskresi albumin urin (albuminuria). Perlu diketahui bahwa penyakit
ginjal juga merupakan faktor risiko utama perkembangan komplikasi
makrovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Hipertensi dan
kontrol glikemik yang buruk sering mendahului nefropati diabetik,
meskipun sebagian pasien mengalami nefropati meskipun kontrol
glikemik yang baik dan tekanan darah normal. Setelah nefropati
terbentuk, tekanan darah sering terlihat meningkat, tetapi secara paradoks
dalam jangka pendek, dapat terjadi perbaikan dalam kontrol glikemik
sebagai akibat dari penurunan clearance insulin ginjal oleh ginjal.13
b) Retinopati

Retinopati diabetik ditandai dengan spektrum lesi di dalam retina


dan dapat menyebabkan kebutaan. Kondisi ini dipicu oleh perubahan
permeabilitas vaskular, mikroaneurisma kapiler, degenerasi kapiler, dan
pembentukan pembuluh darah baru yang berlebihan (neovaskularisasi).
Secara klinis, retinopati diabetik dipisahkan menjadi stadium penyakit
nonproliferatif dan proliferatif. Pada tahap awal, hiperglikemia dapat
menyebabkan kematian pericyte intra-mural dan penebalan membran
basal, yang berkontribusi terhadap perubahan integritas pembuluh darah
di dalam retina, mengubah sawar darah-retinal dan permeabilitas

16
vaskular. Pada tahap awal retinopati diabetik non-proliferatif (NPDR) ini,
kebanyakan orang tidak melihat adanya gangguan penglihatan.14
c) Neuropati

Neuropati diabetes adalah sindrom yang meliputi divisi somatik


dan otonom dari sistem saraf perifer. Perkembangan penyakit pada
neuropati secara tradisional ditandai dengan perkembangan kelainan
vaskuler, seperti penebalan membran dasar kapiler dan hiperplasia
endotel dengan penurunan tekanan oksigen dan hipoksia. Neuropati
lanjut akibat kerusakan serabut saraf pada diabetes ditandai dengan
perubahan kepekaan terhadap getaran dan ambang batas termal, yang
berlanjut menjadi hilangnya persepsi sensorik. Hiperalgesia, parestesia,
dan alodinia juga terjadi pada sebagian pasien, dengan nyeri terlihat pada
40-50% pasien dengan neuropati diabetik. Nyeri juga terlihat pada
beberapa individu diabetes tanpa bukti klinis neuropati (10-20%), yang
secara serius dapat mengganggu kualitas hidup.15

2.9 Prognosis
Prognosis pada pasien diabetes bergantung pada pola hidup sehat
yang dilakukan oleh pasien untuk mengontrol kadar gula darahnya. Pasien
yang memiliki kontrol glikemik yang baik dan beberapa parameter yang
sudah disebutkan sebelumnya atau dengan kata lain memiliki diabetes yang
terkendali dengan baik, tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskular dan
tidak ada komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular akan memiliki
harapan hidup yang lebih lama. Penyakit diabetes dapat memberikan
morbiditas dan mortalitas karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi
seperti penyakita kardiovaskular, penyakit ginjal, gangguan pembuluh
darah perifer gangguan saraf serta retinopati yang merupakan akibat dari
komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular. Kunci utama dari
penanganan pasien dengan diabetes adalah kontrol glikemi yang baik.2,3

17
BAB III
LAPORAN
KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : DK

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 57 tahun

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Kartika Plaza No 120


3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 31 Mei 2023, pasien datang ke Puskesmas Kuta I


untuk kontrol keluhan sering kencing pada malam hari. Keluhan ini
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengira keluhan biasa
karena belakangan ini pasien cepat merasa haus, sehingga lebih sering
kencing. Namun lama-kelamaan pasien merasa keluhan ini mengganggu
kualitas tidur pasien. Pasien bisa kencing pada malam hari 3-5 kali.
Pasien juga merasa lebih cepat lapar, sehingga pasien bisa makan lebih
banyak dari biasanya. Namun disisi lain pasien merasa seperti cepat lelah
sejak 3 bulan yang lalu apabila pasien bekerja. Pasien juga mengeluhkan
berat badan turun 10 kg dalam 6 bulan terakhir, padahal pasien makan
dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

1 minggu yang lalu, pasien memeriksakan diri ke posyandu di


18
banjarnya dan didapatkan gula darah pasien 378 mg/dl. Petugas
puskesmas saat posyandu menyarankan agar pasien memeriksakan
dirinya ke puskesmas dan agar mendapatkan penganan lebih lanjut.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien tidak pernah menderita diabetes melitus, hipertensi,


penyakit ginjal maupun penyakit kronis lain sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien dikatakan menderita diabetes melitus sejak 5 tahun


yang lalu dan sudah mengkonsumsi obat rutin. Ayah pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu dan mengkonsumsi
obat rutin.
d. Riwayat Sosial

Pasien adalah seorang pedagang. Aktivitas sehari-hari pasien


menunggu toko beras dan minyak yang dirintis oleh beliau dan istrinya
sejak 5 tahun yang lalu. Pasien tidak ada riwayat mengangkat barang-
barang berat di toko, dikarenakan pasien memiliki buruh. Pasien sering
mengkonsumsi jajanan bali dan berisi gula bali ditemani dengan
secangkir kopi saat menunggu toko. Riwayat merokok disangkal, minum
alkohol tidak ada, penggunaan obat-obat terlarang tidak ada.
e. Kondisi Ekonomi

Keluarga pasien termasuk dalam keluarga yang berkecukupan.


Dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
dirumah, biaya kuliah anak dan sebagian untuk ditabung. Pasien sudah
sejak lama memiliki BPJS namun tidak pernah menggunakannya untuk
berobat.
f. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakit


kronis. Pasien sering membeli obat di apotek apabila ada keluhan ringan
seperti demam, batuk, pilek dan sakit kepala. Riwayat dirawat inap dan
operasi disangkal oleh pasien.

19
3.3 Pemeriksaan Fisik (31 Mei 2023)
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Status Present
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt, reguler, isi cukup
Respirasi : 20 x/mnt, regular, thorakoabdominal
Suhu aksila : 36,5 o C
Berat badan : 60 kg
Berat badan ideal : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 23,43 kg/m2
VAS : 1/10
Status General
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil +/+ 2/2mm isokor,
Edema palpebra -/-
Telinga : Daun telinga N/N, Sekret (-), Pendengaran normal
Hidung : Napas cuping hidung (-), Epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), Ginggiva pucat (-), Ginggiva hipertrofi (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, Faring hiperemi (-)
Leher : JVP ± 2 cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax : Simetris statis dinamis
Cor :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : Parasternal line (D) ICS IV
Batas kiri : Mid clavicular line (S) ICS V
20
Batas atas : Parasternal Line (S) ICS II
Batas bawah : ICS V Sinistra
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Tactile fremitus N/N, Pergerakan simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi : Vesikuler + + Rhonki - -
+ + - -
+ + - -
Wheezing - -
- -
- -
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, 15x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Inguinal : Pembesaran kelenjar (-)
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Hangat + + , edema - - , CRT < 2 detik
+ + - -

21
3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pengecekan


gula darah kapiler puasa pada tanggal 12 Juli 2023 (kunjungan kedua pasien)
setelah mendapatkan OAD berupa Metformin 2x500 mg, didapatkan hasil 143
mg/dL.
3.5 Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe II
3.6 Terapi
- Metformin 3x500 mg
- Vitamin B Complex 1x1
- Diet DM 1.900 kal/hari
3.7 Monitoring
- Tanda-tanda Vital
- Gula darah
- Keluhan
- Respon terapi

Tabel 4 Hasil monitoring pasien


Waktu Keluhan dan Kadar GDP Evaluasi Pengobatan
TTV
Pengecekan di - 378 mg/dl Metformin 2x500mg
posyandu
31 Mei 2023 - 193 mg/dl Metformin 2x500mg
12 Juli 2023 - 143 mg/dl Metformin 2x500mg
28 Agustus 2023 - 123 mg/dl Metformin 2x500mg

3.8 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
3.9 Konseling Informasi dan Edukasi

22
- Memberikan edukasi pada pasien untuk menghindari faktor memperberat serta
faktor pencetus.
- Edukasi terkait penyakit dan perjalanan penyakitnya.
- Memberikan edukasi terkait kepatuhan konsumsi obat serta terapi yang
diberikan cara menggunakan obat yang tersedia dengan tepat.
- Menyesuaikan keterbatasan melakukan aktivitas menjaga keseimbangan nutrisi.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan kaki
harian untuk mendeteksi tanda alas kaki yang tidak tepat atau luka (trauma
minor).
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang menjaga kebersihan dan
kelembapan kaki.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan dan disarankan untuk mengikuti terapi
nutrisi yang telah di tentukan oleh ahli gizi.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan mengenai pentingnya latihan jasmani
pada pasien agar pasien tidak berbaring lama. Latihan jasmani dapat dilakukan
dengan duduk dan menggerak-gerakan anggota tubuh.

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Sesuai dengan tinjaun pustaka bahwa kejadian DM tipe-2 diprediksi meningkat


pada tahun-tahun berikutnya, selaras dengan kejadian pasien ini. Berdasarkan teori yang
telah dibahas di tinjauan pustaka, faktor risiko DM tipe- 2 beranekaragam namun faktor
risiko yang paling sering adalah usia tua yang ditambah dengan kebiasaan hidup yang
kurang sehat, dimana sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar
gula darah puasa normal. Pada kasus ini, pasien berusia 60 tahun. Pasien mengalami hal-
hal yang merupakan trias DM serta manifestasi klinis lainnya yang merujuk ke diagnosis
DM yang telah dibahas di faktor risiko, yaitu:
1. Terdapat poliuria . Pasien mengeluhkan sering buang air kecil di malam hari yang
dimana sesuai dengan teori yang menunjukkan kondisi dimana volume air kemih
selama 24 jam meningkat melebihi batas normal karena diproduksi secara
abnormal dan secara kuantitatif ditandai dengan volume yang lebih dari 3 liter,
namun pada pasien untuk volume pastinya kurang diketahui.
2. Terdapat Polidipsia. Pasien mengatakan bahwa dirinya sering merasa haus,
selaras dengan definisi dari polydipsia, yaitu kondisi munculnya rasa haus yang
berlebihan akibat glukosa yang terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon
dengan meningkatkan kebutuhan cairan (karena banyak cairan yang ikut
terekskresi pada urin yang mengandung glukosa).
3. Terdapat Polifagia. Polifagia didefinisikan Merupakan keadaan timbulnya rasa
lapar dan lemas. Hal ini dikarenakan glukosa dalam sel semakin menurun
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi. Dari anamnesis pasien
mengeluhkan cepat lapar dibandingkan dari bulan2 sebelumnya.
4. Keluhan lainnya ialah terjadinya penurunan berat badan serta pasien mudah
Lelah, padahal pasien tidak terlalu banyak mengambil aktivitas.
Pada pemeriksaan gula darah pasien sebelum tanggal 31 Mei 2023 didapatkan
hasil 378 mg/dl. Kemudian setelah mendapatkan terapi OAD selama 2 minggu, dilakukan
pengecekan gula darah didapatkan hasil 193 mg/dl. Hasil yang didapatkan adalah normal
sehingga sesuai dengan tabel dari PERKENI 2021 bahwa hasil dari pemeriksaan gula
darah plasma sewaktu yang tinggi yaitu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik (poliuri,
24
polidipsi, dan polifagi) serta keluhan lainnya yang merujuk ke diagnosis DM. Pasien
tidak dilakukan pemeriksaan HbA1c dikarenakan keterbatasan alat yang ada di puskesmas.
Pada kasus ini, dan sesuai dengan algoritme penatalaksanaan pasien dengan
diabetes, maka penatalaksanaan bisa diberikan secara non farmakologis dan
farmakologis. Secara non farmakologis, pasien dan keluarganya diberikan informasi dan
pengetahuan mengenai penyakit yang dideritanya. Selain itu, pola makan, latihan
jasmani, kepatuhan minum obat dan komplikasi diabetes mellitus tipe 2 penting untuk
diketahui oleh pasien dan keluarga karena keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Dengan memahami
kondisinya saat ini, pasien juga diharapkan dapat mengerti komplikasi yang dapat
ditumbulkan dan menghindari faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi diabetes.
Pada pasien ini, saat kami melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien sudah
paham mengenai penyakit yang dialaminya. Edukasi yang dapat diberikan yaitu
mengatur diet makan pasien, dalam hal ini 1.900 kal/hari dan diet protein dibatasi 0,6
gram/kgBB/hari. Kebutuhan kalori pasien ini didasari dengan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25 – 30 kal/kgBB. Dengan memperhitungkan berat badan pasien 60kg,
maka didapatkan kebutuhan kalori pasien antara 1.500 – 1.800 kal/hari. Selain
penatalaksanaan secara non farmakologis, pada pasien ini juga dilakukan
penatalaksanaan secara farmakologis yaitu dengan pemberian obat berupa Metformin
sebanyak 2x500 mg.
Prognosis pada pasien diabetes mellitus bervariasi tergantung pada komplikasi
yang terjadi dan ketaatan pasien dalam melakukan kontrol glikemiknya. Pada pasien ini
memiliki ketaatan dalam konsumsi obat, menjalankan diet untuk pasien DM, berolahraga
serta tidak terdapat komplikasi mikrovaskuler maupunn makrovaskuler. Sehingga secara
umum prognosis untuk pasien ini cukup baik.

25
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Pasien laki-laki, 57 tahun pekerjaan pedagang datang pertama kali ke


Puskesmas Kuta I dengan keluhan utama kencing pada malam hari sebanyak
3-5x sehari. Keluhan lain yang dirasakan pasien lebih cepat haus, lemas dan
penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir. Aktivitas sehari-hari pasien
adalah berjualan, sambil berjualan pasien sering mengkonsumsi jajanan bali.
Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit kronik, tidak ada
mengkonsumsi obat-obatan rutin. Keluarga pasien yaitu Ibu menderita
diabetes melitus, sedangkan ayah pasien menderita hipertensi. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status generalis dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan penunjang gula darah kapiler puasa pertama kali
didapatkan hasil 378 mg/dl, kemudian diberikan OAD berupa metformin
2x500 mg. Kemudian pada tanggal 12 Juli 2023 dilakukan pengecekan gula
darah kapiler puasa didapatkan hasil 143 mg/dl. Kemudian sebulan lagi
dilakukan pengecekan GDP didapatkan hasil 123 mg/dl sehingga
pengobatan tetap dilanjutkan dengan metformin 2x500mg. Pada pasien,
belum terdapat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Pasien
diedukasi mengenai penyakitnya, terapi obat, pencegahan serta pengaturan
diet dan latihan fisik untuk pasien diabetes mellitus. Sejauh ini monitoring
yang dilakukan terhadap pasien berjalan dengan lancer, serta pasien mampu
mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter sehingga kadar gula darah
pasien terkontrol dan tidak ada komplikasi.

5.2 Saran
Disarankan untuk melakukan kunjungan rumah, untuk melakukan
survei terhadap keluarga pasien yang lainnya seperti istri, dan anak-anak
pasien. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi lebih ini jika ada Riwayat gula
darah tinggi pada keluarga pasien, memberikan penyuluhan terkait dengan

26
pencegahan DM tipe II, pola hidup sehat dan bugar.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Soelistijo, S.A.,


Lindarto, D., Decroli, E., Permana, H., Sucipto, K.W., Kusnadi, Y,
Budiman, Ikhsan, R., Sasiarini, L., dan Sanusi, H. 2015. Pedoman
Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. Jakarta. PB
PERKENI.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Soelistijo, S.A.,
Lindarto, D., Decroli, E., Permana, H., Sucipto, K.W., Kusnadi, Y,
Budiman, Ikhsan, R., Sasiarini, L., dan Sanusi, H. 2019. Pedoman
Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. Jakarta. PB
PERKENI.
3. World Health Organisation (WHO). 2019. Diabetes Overview. Tersedia di
https://www.who.int/health-topics/diabetes [Diakses 10 Mei 2021].
4. American Diabetes Association (ADA). 2020. Classification and
Diagnosis of Diabetes: Standards of Medical Care in Diabetes 2020.
Diabetes Care, Vol. 43(Suppl. 1): 14–S31.
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop
_20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf [Diakses 10 Mei 2021].

6. Khardori, R. 2013. Type 2 Diabetes Mellitus. Medscape. [Diakses pada


tanggal 10 Mei 2021] Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/117853.
7. Ozougwu, G.C., Obimba, K.C., Belonwu, C.D., dan Unakalamba, C.B.
2013. The Pathogenesis and Pathophysiology Of Type 1 and Type 2
Diabetes Mellitus. Journal of Physiology and Pathophysiology, vol. 4(4):
46-57.
8. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi

4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014; jilid 2; 975-981.

9. M. Forbes, J. and E. Cooper, M., 2013. Mechanisms Of Diabetic


28
Complications. American Physiological Society, (93), pp.137-188.

10. Calles-Escandon J, Cipolla M. Diabetes and endothelial dysfunction: A


Clinical Perspective. Endocr Rev 2001; 22: 36-52.
11. Lotfy, M., Adeghate, J., Kalasz, H., Singh, J. and Adeghate, E., 2016.
Chronic Complications of Diabetes Mellitus: A Mini Review. Current
Diabetes Reviews, 13(1), pp.3-10.
12. Simo R, Hernandez C. Intra-Vitreous Anti-VEGF For Diabetic Reti-
Nopathy: Hopes and Fears for a New Therapeutic Strategy. Diabe- tologia
2008; 51: 1574-80.
13. Susztak K, Bottinger EP. Diabetic nephropathy: A Frontier for Per-
Sonalized Medicine. J Am Soc Nephrol 2006; 17: 361-7.
14. Frank RN. Diabetic retinopathy. N Engl J Med 350: 48 –58, 2004.

15. Obrosova IG. Diabetic painful and insensate neuropathy: pathogenesis and
potential treatments. Neurotherapeutics 6: 638 – 647, 2009.

29

Anda mungkin juga menyukai