Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN NY.

K DENGAN KASUS DIABETES


MELLITUS DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT
BETHESDA YOGYAKARTA

Disusun oleh:
RENI TRIASTUTI
(2204052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Ny. K
dengan Diabetes Melitus di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Nurlia Ikaningtyas,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB.,Ph.D.,ND. Selaku Ketua

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bethesda Yakkum Yogyakarta.

2. Indah Prawesti,S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi


Ners STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
3. Ibu Fransiska Winandari, S.Kep., Ns., MAN selaku Pembimbing
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi
perbaikan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca.

Yogyakarta, 31 Oktober 2022


Reni Triastuti

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
C. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................4
A. Konsep Medis................................................................................................4
1. Pengertian..................................................................................................4
2. Anatomi Fisiologi......................................................................................5
3. Epidemiologi..............................................................................................9
4. Etiologi.....................................................................................................11
5. Patofisiologi (Pathway)............................................................................12
6. Klasifikasi................................................................................................14
7. Manifestasi Klinis....................................................................................15
8. Komplikasi...............................................................................................16
9. Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................17
10. Penatalaksanaan.......................................................................................19
11. Pencegahan..............................................................................................21
12. Prognosis..................................................................................................24
B. Konsep Keperawatan..................................................................................25
1. Pengkajian...............................................................................................25
2. Diagnosis Keperawatan...........................................................................27
3. Nursing Care Plan...................................................................................29
4. Discharge Planning.................................................................................35
5. Pendidikan Kesehatan (Satuan Asuhan Penyuluhan)..............................35
6. Aspek Legal Etik.....................................................................................37

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sistem Endokrin......................................................................................5


Gambar 2 Anatomi Pankreas...................................................................................5

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Pada
diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun,
atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin (Suddarth,
2014). Penyakit diabetes mellitus ini banyak dijumpai di dalam proses
perjalanan penyakit diabetes mellitus dapat timbul komplikasi baik akut
maupun kronik komplikasi akut dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat
antara lain ketoasidosis. Perawatan secara umum untuk penderita diabetes
mellitus diit, olah raga, atau latihan fisik dan obat hiperglikemia (anti
diabetic) dan untuk olah raga atau latihan fisik yang dianjurkan pada
penderita diabetes mellitus itu meliputi latihan ringan yang dapat dilakukan
ditempat tidur untuk. penderita di rumah sakit latihan ini tidak memerlukan
persiapan khusus cukup gerak ringan diatas tempat tidur kurang lebih 5
sampai 10 menit misalnya menggerakkan kedua tangan, ujung jari, kaki dan
kepala. Selain itu bisa dilakukan senam, senam ini harus disertai dengan
kemampuan yang harus disesuaikan dengan kemampuan kondisi penyakit
penyerta (Brunner & Suddarth, 2014).
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah sebagai
Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education yang
berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat dapat
menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya
promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam
penanggulangan Diabetes Melitus yaitu perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan

1
penyakit, pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang
kesehatan seperti diet untuk penderita Diabetes Melitus. Manfaat pendidikan
kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian
keluarga (Sutrisno, 2013).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada Ny. K dengan Diabetes Melitus di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Bagaimanakah pengkajian Ny. K dengan Diabetes Melitus di Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ?
b. Bagaimanakah diagnosa Ny.K dengan Diabetes Melitus di Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ?
c. Bagaimanakah intervensi yang akan diterapkan Ny.K dengan Diabetes
Melitus di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ?
d. Bagaimanakah implementasi keperawatan Ny.K dengan Diabetes
Melitus di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ?
e. Bagaimanakah evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan Ny.K dengan Diabetes Melitus di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta ?

C. Manfaat
1. Manfaat Secara Teoritis
Laporan ini dapat memberi gambaran terkait asuhan keperawatan dengan
masalah Diabetes Mellitus.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Bagi Masyarakat/Pasien
1) Dapat memberikan informasi tentang perawatan pasien dengan

2
masalah Diabetes Mellitus.
2) Dapat membantu dalam upaya pengendaliann serangan berulang
yang mengakibatkan komplikasi.
b. Bagi Institusi / pendidikan
Dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan ilmu
keperawatan.
c. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit
1) Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan dengan masalah Diabetes Mellitus
2) Dapat membantu menerapkan asuhan keperawatan dengan masalah
Diabetes Mellitus yang ada di masyarakat.
3) Dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan keperawatan
dengan masalah Diabetes Mellitus.
4) Dapat digunakan sebagai pendorong dalam meningkatkan program
keperawatan di Puskesmas atau Rumah Sakit.
d. Bagi penulis
Meningkatkan wawasan, pengetahuang, serta sikap dalam perawatan
klien yang menderita Diabetes Mellitus untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Pada diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat
menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin
(Suddarth, 2014).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang
tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan
dengan ketidakadekuatan penggunaan insulin. Diabetes melitus adalah
suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis. (Purwanto,
2016)
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak
menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin
dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama
beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report, 2016)

4
2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1 Sistem Endokrin

Gambar 2 Anatomi Pankreas

a. Pankreas
Menurut Wahyuningsih (2017), pankreas adalah organ pada sistem
pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim
pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar
yaitu Asini yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan pulau
pankreas yang menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,

5
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam
bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.
Menurut Wahyuningsih (2017), pulau Langerhans yang terdapat di
seluruh pankreas terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel beta (B) 75 %, sel alfa
(A) 20 % dan sel delta (D) 5 %. Sekresi hormon pankreas dihasilkan
oleh pulau Langerhans. Setiap pulau Langerhans berdiameter 75-150
mikron. Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta merupakan
sumber insulin, sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin,
gastrin dan polipeptida pankreas.
Menurut Holst (2017), insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
pankreas dan bertugas dalam membantu hati dalam mengubah glukosa
menjadi glikogen. Glikogen adalah gula yang disimpan dalam tubuh
dalam bentuk otot. Glukagon adalah kebalikan dari insulin. Glukagon
adalah hormon yang dihasilkan pankreas untuk menguraikan glikogen
menjadi gula.
Mekanisme kerja insulin adalah insulin memberi akses glukosa masuk
ke dalam sel. Glukosa menempel pada reseptor insulin pada sel di
seluruh tubuh, menginstruksikan sel untuk membuka dan memberikan
izin glukosa untuk masuk.
Insulin dengan kadar yang rendah akan terus beredar ke seluruh tubuh.
Lonjakan insulin memberikan sinyal ke hati yang menunjukkan bahwa
kadar glukosa darah juga tinggi. Dari sinyal tersebut, hati kemudian
menyerap glukosa kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen.
Insulin juga mendukung penyembuhan setelah cedera dengan
mengirimkan asam amino ke otot. Asam amino membantu
membangun protein yang ada di jaringan otot, jadi ketika kadar insulin
rendah, otot mungkin tidak akan sembuh dengan baik.

6
Mekanisme kerja glukagon adalah hati menyimpan glukosa untuk
memberi tenaga pada sel selama periode gula darah rendah.
Melewatkan makan dan gizi buruk dapat menurunkan gula darah.
Dengan menyimpan glukosa, hati memastikan bahwa kadar glukosa
darah tetap stabil antara waktu makan dan selama tidur.
Ketika glukosa darah turun, sel-sel di pankreas mengeluarkan
glukagon. Glukagon menginstruksikan hati untuk mengubah glikogen
menjadi glukosa, membuat glukosa lebih banyak tersedia di aliran
darah.
b. Hipotalamus
Hipotalamus disebut juga dengan master endocrine glands, berada di
sistem limbic (perbatasan). Peran hipotalamus adalah pusat perilaku,
pusat pengatur suhu, osmolalitas cairan, pusat dorongan untuk makan
dan minum, pengatur berat badan dan pusat dorongan seks, pusat
pengatur emosional dan rasa senang. (Purwanto, 2016)
c. Hipofisis
Hipofisis disebut juga dengan master of glands, karena menghasilkan
berbagai hormon yang berfungsi mengatur kerja kelenjar endokrin
yang lain. Hipofisis terletak di bawah hipotalamus berbentuk lonjong
sebesar biji kacang kapri. Hipofisis terdiri dari dua lobus yaitu
hipofisis posterior (neurohipofisis) menghasilkan hormon oksitosin
dan ADH, dan hipofisis anterior (adenohipofisis menghasilkan hormon
prolaktin, TSH, ACTH, LH, FSH dan GH. (Purwanto, 2016)
d. Thymus
Kelenjar ini terletak di rongga dada bagian mediastinum superior,
terbagi menjadi dua lobus yaitu lobus kanan dan kiri. Kelenjar timus
sangat nampak pada masa bayi sampai pubertas, menghasilkan hormon
timosin untuk pematangan limfosit T (Sel-T) sebagai pemicu limfosit
B yang membentuk antibodi. (Purwanto, 2016).

7
e. Tiroid
Kelenjar tiroid atau kelenjar gondok terletak di bagian bawah leher
dekat jakun. Memproduksi hormon triiodotironin dan tiroksin untuk
mencegah terjadinya pembesaran tiroid (gondok). (Purwanto, 2016)
f. Paratiroid
Kelenjar paratiroid berjumlah 4 buah terletak dipermukaan posterior
kelenjar tiroid. Mensekresi paratiroid hormon (PTH) bermanfaat
meningkatkan kadar Ca dalam darah dan meningkatkan reabsorbsi Ca
di ginjal sehingga kadar Ca dalam urine rendah.Hormon PTH juga
berfungsi untuk mengaktifkan vitamin D. (Purwanto, 2016)
g. Adrenal
Ditemukan oleh Bartholomeo Eustachius (1963), Adrenal berbobot 6-
10 gram. Kelenjar ini mulai terbentuk pada usia kehamilan 2 bulan.
Pada orang dewasa 90% terdiri dari corteks, dan 10% medulla.Terletak
dibagian atas kedua ginjal atau posisi posteriomedial, berbentuk
piramida dan panjangnya berkisar 4-6 cm, tebal 1 cm.
Adrenal kortek terdiri dari 3 zona yaitu 1) glumerolusa, 2) fasciculata
dan 3) reticularis. Zona glumerolusa mensekresi hormon aldosteron,
dan serabut syarafnya mengandung katekolamin. Zona fasciculata dan
reticularis mensekresi hormon kortison (hormon stress) dan hormon
androgen. Sedangkan adrenal medulla menghasilkan epineprin dan
norepineprin. (Purwanto, 2016)
h. Ovarium
Ovarium termasuk organ genetalia interna dari wanita. Bentuk
ovarium adalah avoid. Jumlah ovarium dua buah yaitu satu di kanan
dan satu di kiri uterus yang terikat ligamentum ovarian.Fungsi ada dua,
sebagai fungsi eksokrin yaitu menghasilkan ovum dan sebagai fungsi
endokrin menghasilkan hormon estrogen progesterone. (Purwanto,
2016)
i. Testis

8
Testis berbentuk avoid dan terletak di dalam scrotum, digantung oleh
veniculus spermaticus. Fungsi testis dan dua, sebagai fungsi eksokrin
yaitu menghasilkan sperma. Sebagai fungsi fungsi endokrin
menghasilkan testosterone.
Kedua fungsi ini diperankan oleh sel spermatogonia di dalam tubulus
seminiferus, sel leydig menghasilkan testosteron sebagai akibat respon
terhadap LH, sel sertolini untuk maturasi sel benih. Spermatogenesis
dirangsang oleh hormon FSH dan LH yang diproduksi oleh hifosis
anterior. (Purwanto, 2016)

3. Epidemiologi
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes
pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980.
Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah
meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7%
menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan
peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau
obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat
lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di
negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016)
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah
yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta
kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan
lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi
sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh
diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara
berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016)
Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013
sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung

9
insulin sebanyak 183.172 jiwa dan pasien yang tergantung insulin
sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012).
Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun
dengan diabetes melitus adalah 6,9%. Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI
Jakarta (2,5%), Sulawesi utara (2,4%) dan Kalimantan timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala,
tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%),
Sulawesi Selatan (3,4%) Dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Kemenkes,
2013).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001 dan Riskesdas
2007 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular seperti stroke,
hipertensi, diabetes melitus, tumor, dan penyakit jantung merupakan
penyebab kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007, sebesar 59,5%
penyebab kematian di Indonesia merupakan penyakit tidak menular.
Selain itu, persentase kematian akibat penyakit tidak menular juga
meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 41,7% pada tahun 1995, 49,9% pada
tahun 2001, dan 59,5% pada tahun 2007. (InfoDATIN, 2019)
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil Riskesdas 2018
meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter
pada usia ≥ 15 tahun yang terendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu
sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM tertinggi di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 3,4%. (InfoDATIN, 2019)
Prevalensi DM semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit
lebih rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia ≥15 tahun, yaitu
sebesar 1,5%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM tertinggi semua
umur berdasarkan diagnosis dokter juga masih di DKI Jakarta dan
terendah di NTT. (InfoDATIN, 2019)

10
4. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus menurut Purwanto (2016) adalah:
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik atau herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan
sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan
pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang
peka secara genetik.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam
sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia
kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi
sel Beta pancreas.
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas, dll.
2) Penyakit hormonal

11
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini
hiperaktif dan rusak
3) Obat-obatan
a) Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan
streptozerin
b) Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine, dll.

5. Patofisiologi (Pathway)
Insulin disekresikan oleh sel beta pankreas berfungsi mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menstimulasi sel beta pankreas untuk untuk mengekskresikan insulin
(Hanum, 2013). Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin
disebut juga resistensi insulin. Keadaan ini disebabkan gangguan reseptor,
pre reseptor, dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih
banyak dari biasanya agar kadar gula dalam darah tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan caraa
menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan
produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga
menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah
tinggi. (Prabawati, 2012)
Kadar glukosa yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transport maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik
yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebih. Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsi). (Hanum, 2013)

12
Pathway

LeMone (2016)

13
6. Klasifikasi
a. Klasifikasi Diabetes dan Intoleransi Glukosa Abnormal (ADA, 2016):
1) Diabetes melitus
a) Tipe 1
(1) Autoimun
(2) Idiopatik
b) Diabetes melitus tipe 2
2) Diabetes melitus kehamilan (GDM)
3) Tipe spesifik lain
a) Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
b) Cacat genetik kerja insulin: sindrom resistensi insulin berat
c) Endokrinopati: sindrom Cushing, akromegali
d) Penyakit eksokrin pankreas
e) Obat atau diinduksi secara kimia
f) Infeksi
4) Gangguan toleransi glukosa (IGT)
5) Gangguan glukosa puasa (IFG)
b. Klasifikasi berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus dibagi menjadi
beberapa klasifikasi (ADA, 2011), yaitu:
1) Diabetes Tipe 1, adanya kerusakan sel beta pankreas sehingga
terjadi defisiensi insulin secara absolut sehingga menyebabkan
ketergantungan insulin (apabila penderita tidak mendapat insulin
tambahan maka akan terjadi koma ketoasidosis). Diabetes tipe 1 ini
biasa terjadi pada anak-anak dengan penyebabnya berupa autoimun
atau idiopatik.
2) Diabetes Tipe 2, terjadi akibat dominasi resistensi insulin
(obesitas), hingga menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif
sampai dominasi sekresi insulin disertai resistensi insulin (banyak
terjadi pada orang dewasa).
3) Diabetes Tipe Lain, terjadi akibat penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi

14
insulin, pengaruh obat dan zat kimia (kortikosteroid), infeksi,
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes.
4) Diabetes Gestasional, diabetes yang didiagnosis pertama kali pada
saat kehamilan. Keadaan ini terjadi akibat hormon-hormon
pertumbuhan yang berfungsi untuk pertumbuhan janin merupakan
hormon kontraregulasi insulin, sehingga menyebabkan kadar
glukosa darah meningkat. Kadar glukosa darah setelah melahirkan
dapat kembali normal atau menetap dan menjadi diabetes.

7. Manifestasi Klinis
Menurut Purwanto (2016) manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus :

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin dikarenakan meningkatnya


kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan darah menjadi lebih
kental yang dikarenakan defisiensi insulin sehingga penggunaan
glukosa pada sel menurun, karena darah yang kental maka kemampuan
glomelurus dalam menyaring darah untuk dikeluarkan dalam bentuk
urin menjadi menurun. Sehingga ginjal mengeluarkan kelebihan
glukosa tersebut dalam bentuk urin untuk mengurangi kekentalan
darah, sehingga terjadi peningkatan intensitas berkemih)
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus diakibatkan karena meningkatnya
pengeluaran urin dalam tubuh guna mengurangi kadar glukosa dalam
darah, hipotalamus mendapat rangsangan bahwa tubuh kekurangan
cairan sehingga mengirimkan sinyal bahwa tubuh merasa haus guna
mengganti cairan tubuh yang keluar (urin) secara berlebihan)
c. Polipagia (peningkatan rasa lapar atau meningkatnya nafsu makan
dikarenakan terganggunya fungsi insulin sehingga membuat
pemasukan glukosa ke dalam sel-sel tubuh menjadi berkurang dan
menyebabkan malaise atau rasa lemas. Sehingga hipotalamus
menerima sinyal bahwa tubuh kekurangan energi sehingga tubuh

15
merespon dengan meningkatkan asupan makan dengan menimbulkan
rasa lapar dan timbul rasa selalu ingin makan)
d. Penurunan berat badan (hal ini terjadi karena tubuh tidak mendapat
glukosa dan energi yang cukup dari makanan dikarenakan penurunan
fungsi insulin, untuk mengkompensasi hal tersebut maka tubuh akan
memecah lemak tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh
sehingga menyebabkan penurunan berat badan yang drastis).
e. Malaise (merupakan rasa lelah yang muncul karena pemecahan protein
dan lemak di otot untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh sehingga
menimbulkan kelelahan).
f. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
g. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
h. Kesemutan pada ekstremitas (terjadi karena meningkatnya kadar
glukosa dalam darah yang menyebabkan darah menjadi lebih kental
dan lama kelamaan dapat menyebabkan terganggunya aliran darah dan
menyebabkan kesemutan pada ekstremitas)
i. Infeksi kulit dan pruritus (disfungsi insulin yang menyebabkan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah juga dapat menyebabkan
gangguan dalam mekanisme sistem imunoregulasi tubuh. dan hal ini
menyebabkan menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan
kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga kulit menjadi lebih
rentan terhadap infeksi)

8. Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul apabila gula darah tidak terkontrol dengan
baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu akan timbul komplikasi.
Menurut Tandra (2017) komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua
kelompok besar :

a. Komplikasi akut

16
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat atau
emergency. Keadaan bisa menjadi fatal apabila tidak ditangani dengan
segera. Termasuk dalam kelompok ini adalah hipoglikemia (gula darah
terlalu rendah), hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi), dan terlalu
banyak asam dalam darah (ketaosidosis diabetik).
b. Komplikasi kronis
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya
beangsur menjadi makin berat dan membahayakan. Misalkan
komplikasi pada saraf, mata, jantung, ginjal, dan pembuluh darah.

Menurut Purwanto (2016) komplikasi akibat diabetes mellitus yaitu:

a. Komplikasi metabolik
1) Ketoasidosis diabetik
2) HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b. Komplikasi
1) Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
2) Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).

9. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Purwanto (2016) pemeriksaan diagnostik adalah sebagai berikut:
a. Tes Toleransi Glukosa

Tes toleransi glukosa oral (TTGO): pasien mengkonsumsi makanan


tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan,
sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah
diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
4) Natrium : meningkat atau menurun

17
5) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler)
selanjutnya menurun.
6) Fosfor : lebih sering meningkat
7) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po
menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkolosis resperatorik.
8) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ;
leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis
atau infeksi.
9) Ureum atau kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi atau
menurun fungsi ginjal).
10) Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat.
b. Tes HbA1c
Tes HbA1c atau tes glikohemoglobin adalah pengukuran gula darah
dalam jangka panjang. Tes ini memungkinkan petugas kesehatan untuk
mengetahui rata-rata nilai gula darah selama beberapa bulan terakhir.
Pemeriksaan ini mengukur persentase gula darah yang terikat dengan
hemoglobin. Hemoglobin adalah oksigen pembawa protein dalam sel
darah merah. Semakin tinggi hemoglobin A1c, semakin tinggi pula
tingkat gula darah.
Berikut adalah cara membaca hasil tes gula darah HbA1c:
1) Diabetes : > 6,5%
2) Prediabetes : 5,7-6,4%
3) Normal : < 5,7%
Ada beberapa kondisi yang membuat hasil tes HbA1c tidak valid untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. Contohnya, apabila tes ini
dilakukan pada wanita hamil atau pada orang-orang dengan variasi
hemoglobin.
c. Gula darah meningkat

18
Penafsiran hasil pemeriksaan diagnostik ini menurut LeMone (2016)
untuk mendiagnostik DM adalah sebagai berikut :
1) Glukosa plasma sewaktu atau random, nilai normal dari
pemeriksaan ini adalah > 126 mg/dl (7,0 mmol/L).
2) Glukosa plasma puasa atau nuchter, sebelum pengambilan sampel
pasien diharuskan melakukan puasa atau tidak mendapat asupan
kalori minimal 8 jam dan nilai normal dari pemeriksaan ini adalah
> 140 mg /dl (7,8 mmol/L).
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam sesudah
mengkonsumsi 75 gr glukosa (2 jam post prandial) dengan nilai
normal > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).

10. Penatalaksanaan
Menurut Purwanto (2016) penatalaksanaan DM bertujuan sebagai berikut
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi

b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan atau gejala DM


Sedangkan penatalaksanaan DM non farmakologis menurut Purwanto
(2016) adalah :
a. Diet
Penyandang DM perlu diberikan penekanan tentang pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah dan insulin.
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika
Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
b. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju
metabolisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan

19
tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas
bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin,
serta pada saat pengendalian metabolic buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah
melakukan latihan. Latihan jasmani dilakukan secara teratur, 3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit tiap
minggu, dengan jeda antar latihan > 2 hari. Latihan yang dapat
dilakukan antara lain latihan fisik yang bersifat aerobik dengan
intensitas 50-70% denyut jantung maksimal, seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara = 220-usia pasien.
c. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri. Kontrol kadar
glukosa darah dapat memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penyandang DM harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala
tiap hari dan tiap 3 bulan memeriksa HbA1c.
d. Pendidikan
Dengan tujuan promosi hidup sehat, pendidikan atau edukasi
dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengelolaan diabetes
mellitus secara holistik.
Sedangkan penatalaksanaan DM secara farmakologis menurut
Fandinata (2020) diberikan bersamaan dengan diet dan latihan fisik.
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan salah
satunya adalah :
1) Obat Antihiperglikemi Oral
Berdasarkan cara kerjanya tipe obat ini dibagi menjadi 5 golongan
yaitu :
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) contoh obat
yang termasuk dalam golongan ini adalah Sulfonilurea
(memiliki efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta

20
pankreas) dan Glinid (berfungsi untuk peningkatan sekresi
insulin fase pertama, obat ini juga dpat mengatas hiperglikemia
post prandial).
b) Peningkatan Sensitivitas terhadap Insulin seperti Metformin
(mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan
memperbaiki pengambilan glukosa perifer) dan Tiazolidindion
atau TZD (menurunkan resistensi insulin dengan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer).
c) Penghambat Absorpsi Glukosa : Penghambat Glukosidase
Alfa, obat inibekerja untuk memperlambat absorbs glukosa
dalam usus halus, sehingga menghasilkan efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan.
d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) obat golongan
ini bekerja dengan menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung pada
kadar glukosa darah (glucose dependent).
e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2) obat
golongan ini merupakan obat antidiabetes oral yang
menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan
cara menghambat transporter glukosa SGLT-2.
2) Obat Antihiperglikemi Suntik
a) Insulin
b) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic obat ini bekerja sebagai
perangsang untuk melepaskan insulin yang tidak menimbulkan
hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya
terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea.

21
Dari poin-poin yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa ada lima pilar manajemen DM yaitu diet, latihan fisik, pemantauan
kadar glukosa darah, pendidikan kesehatan, dan terapi farmakologis atau
penggunaan obat.

11. Pencegahan

Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah dengan ilmu kedokteran saat ini.
Pendekatan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah diabetes tipe
2 dan untuk mencegah komplikasi dan kematian prematur yang bisa
disebabkan oleh berbagi tipe diabetes. Termasuk di antaranya kebijakan
dan penerapan langsung di populasi dan di lingkungan tertentu (sekolah,
rumah, lingkungan kerja) yang berkontribusi kepada kesehatan semua
orang, baik pengidap diabetes atau bukan, seperti olahraga teratur, pola
makan sehat, menghindari merokok, serta mengontrol kadar lemak dan
tekanan darah.
Untuk mengendalikan diabetes Kementerian Kesehatan sendiri telah
membentuk 13.500 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) untuk
memudahkan akses warga melakukan deteksi dini penyakit diabetes.
Selain itu Menteri Kesehatan menghimbau masyarakat untuk melakukan
aksi CERDIK, yaitu dengan melakukan:
a. Cek kesehatan secara teratur untuk megendalikan berat badan agar
tetap ideal dan tidak berisiko mudah sakit, periksa tensi darah, gula
darah, dan kolesterol secara teratur.
b. Enyahkan asap rokok dan jangan merokok.
c. Rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, seperti
berolah raga, berjalan kaki, membersihkan rumah. Upayakan
dilakukan dengan baik, benar, teratur dan terukur.
d. Diet yang seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi
seimbang, konsumsi buah sayur minimal 5 porsi per hari, sedapat

22
mungkin menekan konsumsi gula hingga maksimal 4 sendok makan
atau 50 gram per hari, hindari makanan atau minuman yang manis
atau yang berkarbonasi.
e. Istirahat yang cukup.
f. Kelola stress dengan baik dan benar.
(InfoDATIN, 2019)

Selain itu terdapat juga pencegahan primer terhadap diabetes mellitus tipe
2 menurut Fandinata (2020) dimana pencegahan ini ditujukan pada
kelompok yang memiliki faktor risiko (orang yang belum terkena tetapi
berpotensi untuk terkena DM dan kelompok intoleransi glukosa). Faktor
risiko dibagi menjadi 2 yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi menurut Fandinata (2020)
adalah :
a. Ras dan etnik
b. Riwayat keluarga dengan DM
c. Umur (risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa dalam darah)
d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)
e. Riwayat lahir dengan BB rendah atau kurang dari 2,5 kg. bayi yang
lahir dengan BB rendah berisiko tinggi terkena DM dibanding bayi
yang lahir dengan BB normal
Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi menurut Fandinata
(2020) adalah :
a. Berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2)
b. Kurang aktivitas fisik
c. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
d. Dyslipidemia (HDL< 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

23
e. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet tinggi glukosa dan rendah serat
dapat meningkatkan risiko prediabetes atau intoleransi glukosa dan
DM tipe 2
Materi pencegahan primer pada DM tipe 2 menurut Fandinata (2020)
dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan pengelolaan yang
ditujukan pada masyarakat yang berisiko tinggi dan intoleransi glukosa.
Materi penyuluhan meliputi :
a. Program Penurunan Berat Badan
1) Diet sehat
2) Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal
3) Karbohidrat kompleks diberikan secara terbagi dan seimbang
sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang
tinggi setelah makan
4) Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi
serat larut
b. Latihan Jasmani yang Dianjurkan
1) Latihan dikerjakan sedikitnya semala 150 menit/minggu dengan
latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung
maksimal), atau 90 menit/ minggu dengan latihan aerobik berat
(mencapai denyut jantung > 70% maksimal)
2) Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/ minggu
c. Menghentikan Kebiasaan Merokok
d. Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi
farmakologis

12. Prognosis

Menurut penelitian, diabetes mellitus tipe 1 dihubungkan dengan tingkat


kesakitan tinggi dan kematian dini. Tingkat kesakitan tinggi berhubungan
dengan komplikasi diabetes mellitus tipe 1 seperti kebutaan, gagal ginjal.
Bila onset diabetes mellitus tipe 1 terjadi sebelum usia 15 tahun, risiko

24
komplikasi kebutaan dan gagal ginjal dua kali lebih besar pada pria
dibandingkan dengan wanita. Penderita diabetes mellitus tipe 1 yang
dapat melewati 10-20 tahun setelah onset diabetik, tanpa pernah
mengalami komplikasi mendadak dan serius, kemungkinan besar akan
tetap berlanjut untuk hidup sehat.
Perkiraan angka harapan hidup pengidap DM 2, pria, usia 55 tahun adalah
13,2 tahun untuk pasien yang merokok, tekanan darah sistolik 180
mmHg, ratio total atau HDL 8, dan HbA1C  10%. Sedangkan, angka
harapan hidup penderita DM 2, pria, usia yang sama adalah lebih lama,
mncapai 21,1 tahun bilamana tidak merokok, tekanan darah sistolik 120
mmHg, ratio total atau HDL 4, dan HbA1C 6%. Untuk itu, pasien perlu
diedukasi terus-menerus untuk berhenti merokok, dan melakukan kontrol
secara teratur untuk follow up diabetes mellitusnya dan juga komorbid
lain yang mungkin terjadi seperti hipertensi dan dislipidemia. Hampir
70% dari semua kematian penderita DM 2 adalah karena penyakit
kardiovaskular. (Weatherspoon, 2019)

25
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama poliphagi, poliurea,
polidipsi, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai
nyeri perut, kram otot, gangguan tidur atau istirahat, haus-haus, pusing-
pusing atau sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama poliphagi, poliurea,
polidipsi, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai
nyeri perut, kram otot, gangguan tidur atau istirahat, haus-haus, pusing-
pusing atau sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Penggunaan obat-obat.
2) Riwayat mengkonsumsi glukosa atau karbohidrat
berlebihan
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor atau koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia atau nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi, dysritmia, krekel, DVJ (GJK).
3) Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada atau
tidaknya infeksi, panastesia atau paralise otot pernafasan (jika

26
kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x atau menit, nafas berbau
aseton.
4) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan atau distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah atau menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiperaktif).
6) Reproduksi atau sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita
7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan atau rasa berat pada tungkai.
8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi atau ulserasi atau ulkus.
f. Aspek psikososial
1) Stress, anxientas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain

g. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dL
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm atau lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik

27
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress atau infeksi.
7) Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal lochidrasi
atau penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
(Purwanto, 2016)

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Purwanto (2016) terdapat 3 diagnosa dan setelah disesuaikan
dengan SDKI berikut diagnosa tersebut:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomi, faktor psikologis.
c. Resiko Infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus),
efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
(Purwanto, 2016)

28
3. Nursing Care Plan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Mengidentifikasi dan a. Mengidentifikasi ketidakseimbangan cairan
dengan kehilangan cairan keperawatan selama 3x24 jam mengelola penurunan dan elektrolit
aktif, kegagalan mekanisme status cairan membaik dengan volume cairan b. Pemeriksaan tanda dan gejala hipovolemia
regulasi, peningkatan Kriteria Hasil : b. Periksa tanda dan gejala sehingga dapat mengatasi terjadinya syok
permeabilitas kapiler. a. Kekuatan nadi (3-5) hipovolemia hipovolemik
b. Outpute urin (2-3) c. Monitor intake dan output c. Memonitor cairan masuk dan keluar dari
c. Membran mukosa lembab cairan pasien sehingga dapat melakukan
(3) d. Hitung kebutungan cairan penghitungan balance cairan
d. Ortopnea (1-2) e. Berikan posisi modified d. Menghitung kebutuhan cairan pasien dari
e. Dispnea (1-2) trendelenburg intake dan output cairan sehingga dapat
f. Paroxysmal nocturnal f. Berikan asupan cairan oral menentukan kebutuhan cairan pasien
dyspnea (PND) (1-2) g. Anjurkan memperbanyak e. Posisi modified trendelenburg adalah posisi
g. Edema anasarka (1-2) asupan cairan oral terlentang dengan kepala diturunkan untuk
h. Edema perifer (1-2) h. Anjurkan menghindari menstabilkan pasien syok.
i. Frekuensi nadi (1-3) 60- perubahan posisi f. Asupan cairan oral membantu mencegah
100 kali per menit mendadak terjadinya dehidrasi.
j. Tekanan darah (1-2) i. Kolaborasi pemberian g. Asupan oral yang banyak dapat mencegah

29
120/80 mmHg cairan IV isotonis, terjadinya dehidrasi pada pasien.
k. Tekanan nadi (1-2) hipotonis, koloid h. Menghindari perubahan posisi yang
l. Turgor kulit (4-5) j. Kolaborasi pemberian mendadak agar tidak memperburuk daerah
m. Jugular venous pressure produk darah luka  karena perubahan posisi yang sering
(JVP) (3) i. Pemberian cairan IV dapat mempercepat
n. Hemoglobin (3-5) 11,7- mengatasi kekurangan atau dehidrasi dari
15,5 mg/dL pasien, hipotonis berfungsi mengganti cairan
o. Hematokrit (3) 35-49% yang keluar melalui keringat tanpa menambah
karbohidrat, koloid sebagai cairan resusitasi
pada pasien yang mengalami kekurangan
darah.
2. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan a. Mengidentifikasi dan a. Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi
dengan ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 jam mengelola asupan nutrisi yang seimbang bertujuan mengontrol asupan
menelan makanan, klien menunjukan peningkatan yang seimbang nutrisi dan mencukupi kebutuhan nutrisi
ketidakmampuan mencerna status nutrisi dengan b. Observasi status nutrisi b. Mengidentifikasi kekurangan dan
makanan, ketidakmampuan Kriteria Hasil : c. Alergi dan intoleransi penyimpangan dari kebutuhan
mengabsorbsi nutrien, a. Porsi makanan yang makanan c. Menghindari terjadinya gangguan pencernaan
peningkatan kebutuhan dihabiskan (4-5) d. Identifikasi makanan yang d. Upaya untuk meningkatkan nafsu makan
metabolisme, faktor b. Berat badan Indeks Massa disukai pasien dan mencukupi kebutuhan nutrisi

30
ekonomi, faktor psikologis Tubuh (IMT) (4-5) 18,5-25 e. Identifikasi kebutuhan e. Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan nutrisi
kalori dan jenis nutrien f. Pasien yang mengalami gangguan menelan
f. Identifikasi perlunya perlu diberikan selang nasogastrik
penggunaan selang g. Mengontrol asupan makanan dan kebutuhan
nasogastrik nutrisi
g. Monitor asupan makanan h. Menjaga berat badan stabil dan tidak
h. Monitor berat badan mengalami obesitas yang merupakan salah satu
i. Monitor hasil pemeriksaan penyebab dm
laboratorium i. Pemeriksaan laboratorium untuk memantau
j. Lakukan oral hygiene kadar gula dalam darah
k. Fasilitasi pedoman diet j. Menjaga kondisi rongga muluttetap bersih dan
l. Sajikan makanan yang segar sehingga terhindar dari infeksi
sesuai dan suhu yang k. Untuk mengontrol kadar gula dalam darah
sesuai dnegan melakukan diet DM
m. Berikan makanan yang l. Meningkatkan nafsu makan pasien dan
tinggi serat mencukupi kebutuhan nutrisi
n. Berikan makanan yang m. Membantu pencernaan tetap berfungsi dengan
tinggi protein dan kalori baik, membantu menurunkan kadar kolesterol,
o. Berikan suplemen dan mencegah konstipasi.

31
makanan n. Makanan tinggi protein dan kalori sesuai
p. Ajarkan diet yang dengan diit DM baik untuk menurunkan kadar
diprogramkan gula darah
q. Kolaborasi pemberian o. Suplemen makanan yang mengandung vitamin
medikasi sebelum makan B12 penting untuk penderita Diabetes karena
r. Kolaborasi dengan ahli dapat menurunkan kerusakan saraf.
gizi p. Diet DM dapat membantu menurunkan kadar
gula darah
q. Medikasi yang bertujuna untuk meringankan
nyeri dan antiemetik
r. Menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
3. Resiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan asuhan a. Mengidentifikasi dan a. Mikroba patogen adalah mikroba yang mampu
dengan penyakit kronis keperawatan selama 3x24 jam menurunkan risiko menimbulkan penyakit.
(Diabetes Melitus), efek tidak ada tanda infeksi dengan terserang organisme b. Monitor tanda dan gejala lokal yaitu gejala
prosedur invasif, malnutrisi, Kriteria Hasil : patogenik yang timbul terbatas terbatas pada bagian
peningkatan paparan a. Demam (4-5) 36,5-37,5oC b. Monitor tanda dan gejala tertentu saja sedangkan sistemis gejala yang
organisme patogen b. Kemerahan (4-5) lokal dan sistemik timbul disebebkan oleh penyakit yang
lingkungan, c. Nyeri (4-5) ringan (di skala c. Batasi jumlah pengunjung menyerang seluruh bagian seperti virus.

32
ketidakadekuatan 1-3) d. Berikan perawatan kulit c. Memberikan kenyamanan lingkungan untuk
pertahanan tubuh primer, d. Bengkak (4-5) pada area edema pasien beristirahat
ketidakadekuatan e. Kadar sel darah putih (4-5) e. Cuci tangan sebelum dan d. Mencegah terjadinya infeksi pada daerah luka
pertahanan tubuh sekunder 4,5-11,5 ribu/mmk sesudah kontak dengan e. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
pasien dan lingkungan biasanya telah mencetuskan keadaan
pasien ketuasidosis atau infeksi nasokomial
f. Pertahankan teknik aseptik f. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial
pada pasien berisiko tinggi g. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi yaitu
g. Jelaskan tanda dan gejala dolor (nyeri), rubor (kemerahan), kalor (panas),
infeksi tumor (pembengkakan), fungsio laesa
h. Ajarkan cara mencuci (perubahan fungsi).
tangan dengan benar h. 6 langkah mencuci tangan untuk membersihkan
i. Ajarkan etika batuk kotoran dan kuman.
j. Ajarkan cara memeriksa i. Mencegah penyebaran suatu penyakit secara
kondisi luka atau luka luas melalui udara bebas (Droplets) dan
operasi membuat kenyamanan pada orang di sekitar.
k. Anjurkan meningkatkan j. Mengidentifikasi adanya tanda dan gejala
asupan nutrisi dan cairan infeksi
l. Kolaborasi pemberian k. Asupan nutrisi dan cairan berperan penting

33
insulin, jika perlu dalam proses penyembuhan luka
l. Pemberian insulin bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan insulin pada penderita diabetes.
m. Kadar glukosa tinggi akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman
n. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
kencang. Sirkulasi perifer bias terganggu yang
menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi
o. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut
p. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi
q. Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis
(Purwanto, 2016) (SLKI, 2018) (SIKI, 2018)

34
4. Discharge Planning
a. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal
b. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat
c. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal ini akan
menyebabkan fluktuasi (ketidakstabilan) kadar gula darah
d. Pelajari mencegah infeksi: kebersihan kaki, hindari perlukaan
e. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayuran
dan sereal
f. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak kolesterol
LDL., antara lain: daging merah, produk susu, kuning telur, mentega, saus salad,
dan makanan pencuci mulut berlemak lainnya
g. Hindari minuman yang berakohol dan kurangi konsumsi garam
(Nurarif, 2016)

5. Pendidikan Kesehatan (Satuan Asuhan Penyuluhan)


Tema : Diabetes Mellitus
Sub Tema : Mengajarkan Cara Penanganan Diabetes dengan Mengenal 5 Pilar
Manajemen Diabetes Mellitus
Hari/Tanggal : Jumat, 9 Juli 2021
Sasaran : Warga Dusun Merpati
Tempat : Balai Dusun Merpati
Waktu : 35 menit
I. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 35 menit diharapkan peserta mampu
memahami cara penanganan diabetes mellitus dengan mengenal 5 pilar
manajemen diabetes mellitus secara mandiri.
II. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mengetahui definisi dari Diabetes
2. Mengetahui komplikasi dari Diabetes
3. Mengetahui prevalensi dari kasus Diabetes di Indonesia
4. Mengetahui bahaya dari diabetes
5. Memahami cara penanganan diabetes dengan mengenal 5 pilar manajemen
diabetes mellitus secara mandiri
III. Pokok Bahasan

35
1. Definisi dari Diabetes
2. Komplikasi dari Diabetes
3. Prevalensi dari kasus Diabetes di Indonesia
4. Bahaya dari diabetes
5. Cara penanganan diabetes dengan mengenal 5 pilar manajemen diabetes
mellitus secara mandiri
IV. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya jawab
Kegiatan Penyuluh Peserta
Pendahuluan a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
dan apersepsi b. Memperkenalkan diri b. Mendengarakan dan memperhatikan
(5 menit) c. Menyampaikan tujuan penyuluhan c. Mendengarakan dan memperhatikan
d. Melakukan apersepsi d. Mendengarakan dan memperhatikan
Isi Menjelaskan tentang : a. Mendengarakan dan memperhatikan
(20 menit) 1. Definisi dari Diabetes
2. Komplikasi dari Diabetes
3. Prevalensi dari kasus Diabetes di
Indonesia
4. Bahaya dari diabetes
5. Cara penanganan diabetes dengan
mengenal 5 pilar manajemen
diabetes mellitus secara mandiri
Tanya jawab 1. Memberi kesempatan peserta
a. Mendengarakan dan memperhatikan
(5 menit) untuk bertanya
2. Menjawab pertanyaan
3. Memberi pertanyaan
Penutup 1. Menyimpulkan dan memberi
a. Mendengarakan dan memperhatikan
(5 menit) saran
2. Memberi salam
3. Menutup pertemuan
V. Alat Peraga (Media)
1. Poster

36
VI. Kegiatan Penyuluhan
VII. Evaluasi
Peserta penyuluhan dapat :
1. Mengetahui definisi dari Diabetes
2. Mengetahui komplikasi dari Diabetes
3. Mengetahui prevalensi dari kasus Diabetes di Indonesia
4. Mengetahui bahaya dari diabetes
5. Memahami cara penanganan diabetes dengan mengenal 5 pilar manajemen
diabetes mellitus secara mandiri

Yogyakarta, 6 Juli 2021


Pembimbing Mahasiswa

( ) ( )

6. Aspek Legal Etik


Prinsip etik keperawatan yang harus diterapkan oleh perawat dalam menjalankan
praktik asuhan keperawatan ada 8 prinsip etik, antara lain:
a. Autonomy (kebebasan)
Prinsip menghormati otonomi klien, dimana klien dan keluarga bebas dan berhak
untuk memilih dan memutuskan apa yang akan dilakukan perawat terhadapnya.
b. Beneficience (berbuat baik)
Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat harus memiliki manfaat kepada
klien maupun keluarga klien.
c. Nonmaleficience (tidak merugikan)
Tindakan perawat harus sesuai prosedur agar tidak terjadi kesalahan maupun
kelalaian yang dapat merugikan klien maupun keluarga.
d. Justice (keadilan)
Tindakan perawat dalam memberikan pelayanan dilarang membeda-bedakan
antara klien satu dengan klien lainnya.
e. Veracity (kejujuran)
Perawat diwajibkan berkata jujur dan jelas terhadap apa yang akan dilakukannya
kepada klien maupun keluarga klien.

37
f. Fidelity (menepati janji)
Perawat dalam memberikan pelayanan harus setia kepada klien serta memiliki
komitmen dalam memberikan pelayanan dengan baik.
g. Accountability (bertanggungjawab)
Perawat harus bertanggungjawab mengenai tindakan yang dilakukan terhadap
klien maupun keluarga.
h. Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat harus menjaga rahasia setiap klien, baik pada saat klien masih hidup
maupun sudah meninggal.
(Utami, 2016)

38

Anda mungkin juga menyukai