Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN


DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Mata Ajar: Septiana Fathonah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 7 (3B)

1. Retno Septamia (2920183313)


2. Rudi Hermawan (2920183314)
3. Setia Dewi Purwandari (2920183316)
4. Shinta Purborini (2920183317)
5. Stevani Putri Dermawan (2920183318)
6. Vivi Amalia Violeta (2920183319)

PRODI III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Pada Pasien Dengan Ketoasidosis Diabetikum” guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat yang diampu oleh Septiana Fathonah,
S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Septiana Fathonah,
S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengampu yang telah memberikan dukungan
shingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 2 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
KONSEP DASAR MATERI.............................................................................................3
A. Definisi...................................................................................................................3
B. Etiologi...................................................................................................................3
C. Patofisiologi...........................................................................................................4
D. Pathway..................................................................................................................5
E. Manifestasi Klinis..................................................................................................6
F. Komplikasi.............................................................................................................7
G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang.......................................................................7
H. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................8
I. Penanganan Kedaruratan pada pasien dengan KAD:............................................10
J. Pengkajian............................................................................................................12
K. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................19
L. Intervensi Keperawatan........................................................................................20
BAB 3..............................................................................................................................26
PENUTUP.......................................................................................................................26
A. Kesimpulan..........................................................................................................26
B. Saran....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam
jiwa seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan
natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar
glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan
asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat
(Tarwoto,2012).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat yang
merupakan komplikasi dari diabetes melitus dengan tanda hiperglikemia,
asidosis dan ketosis. Berdasarkan epiemiologi, kejadia KAD berkisar 4 hingga
8 kasus untuk 1000 pasien diabetes (Santoso, 2016). Data komunitas di
Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden KAD sebesar 8/1000
pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok
umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber
lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000 pasien DM per tahun
dengan mortalitas <5% atau sekitar 2-5% (Tarwoto,2012).
KAD dapat terjadi pada saat diagnosis maupun pada penderita lama.
KAD berulang terjadi bila pemberian insulin tidak teratur, sering karena tidak
diberikan. Pada anak remaja, ketoasidosis diabetes hampir selalu dikarenakan
ketidakpatuhan pemberian insulin. Namun dapat pula terjadi sebagai akibat
sedang menderita sakit lain pada penderita diabetes, misalnya diare, infeksi.
Tatalaksana KAD meliputi koreksi hiperglikemia, dehidrasi dan gangguan
elektrolit dengan cairan dan insulin intravena. Monitoring klinik dan

1
laboratorium yang ketat serta observasi penderita secara individual adalah
sangat penting untuk memberikan penanganan yang optimal (Charfen and
Fernandez, 2005 dalam Hidayati, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami akan menyusun
makalah tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Ketoasidosis
Diabetikum yang akan kami bahas di bab selanjutnya.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan pada pasien dengan ketoasidosis diabetikum.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian Ketoasidosis Diabetikum
b. Mengetahui etiologi Ketoasidosis Diabetikum
c. Mengetahui patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum
d. Mengetahui manifestasi klinis Ketoasidosis Diabetikum
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang Ketoasidosis Diabetikum
f. Mengetahui penatalaksanaan dan penanganan kegawatdaruratan
Ketoasidosis Diabetikum
g. Mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Ketoasidosis
Diabetikum

2
BAB II
KONSEP DASAR MATERI

A. Definisi
Diabetes ketoasidosis adalah suatu kondisi dimana terjadi akibat adanya
defisiensi insulin yang bersifat absolute dan terjadinya peningkatan kadar
hormone yang berlawanan dengan isulin. (Wijaya, 2013). Ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah suatu keadaan dimana terdapat defisien insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan (Hermayudi & Ariani, 2017).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan akut dari DM,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin. Keadaan ini dinamakan dengan
hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Tyas, 2016).

B. Etiologi
Menurut Nugroho (2016) , Pada pasien ketoasidosis diabetik biasanya karena
tidak adanya atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau dengan diberikan dengan dosis yang
dikurangi
2. Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism
sehingga kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma) dan peningkatan
kadar hormon anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol).
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.

3
C. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut dan
relative serta peningkatan hormon kontra regulator (glucagon, katekolamin,
kortisol dan hormone pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan
hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak
menentukan berat-ringannya KAD. Walaupun sel tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa, sistem homeostatis tubuh terus teraktivasi untuk
memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitive pada
jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolic asidosis.
Benda keton utama adalah asam Asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidoksi butirat
(3hb) dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton
darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah
tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel tubuh masih tetap lancer dan terus
memproduksu glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glokosa ke dalam sel,
memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen,
menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak
bebas), menghambat gluconeogenesis pada sel hati serta mendorong proses
oksidasi melalui siklus kreds dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan Adenosin Trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
utama sel. Resitensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan
defisiensi insulin relative. Menigkatnya hormon keadaan defisiensi insulin,
meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin (Hermayudi &
Ariani, 2017)

4
D. Pathway

Kekurangan insulin

Penggunaan glukosa ole Pemecahan Lemak


otot, lemak dan hati
Produksi glukosa oleh hati Asam-asam lemak

Badan keton
Hiperglikemia

Penglihatan kabur Urinasi (polnin)

Gangguan persepsi Dehidrasi Nafas aseton, Mual Asidosis


sensori penglihatan anoreksia

Nutrisi kurang
Kelemahan Sakit kepala Rasa haus
dari kebutuhan
Polidipsia
tubuh
Nyeri Muntah Respirasi
Kekurangan volume abdomen
cairan dan elektrolit Pola nafas tidak
Anoreksia efektif

5
E. Manifestasi Klinis
Ketoasidosis kebanyakan komplikasi dari penyakit DM tipe I yang disebabkan
oleh kekurangan insulin yang di hasilkan oleh pangkreas yang dapat
menyebabkan beberapa tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Poliuria
Terdapatnya badan keton didalam urin disebut ketonuria. Kadar glukosa
darah yang tinggi akan menyebabkan kadarnya di urin meningkat.
Meningkatnya kadar glukosa urin akan menyebabkan volume urin
bertambah sehingga cairan didalam tubuh akan berkurang dan adanya
hiperglikemi yang mengakibatkan poliuria dan polidipsi.
2. Polidipsi
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia.
3. Dehidrasi
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke
serum, hal ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi
perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada tubuh. Pasien dengan
kondisi dehidrasi progresif dapat mengalami penurunan status mental
hingga koma.
4. Kelemahan umum
Karena mengalami : mual, muntal nyeri abdomen,hiperventilasi, napas
bau buah, adanya perubahan tingkat kesadaran,koma,kematian.
5. Letargi ( mengantuk )
Dikarenakan cairan yang dikeluarkan oleh tubuh tidak normal, dan tubuh
mengalami kelemasan dan akan mengalami latergi ( mengantuk )
6. Nause atau muntah
Kondisi KAD dapat menyebabkan gejala gastrointestinal muncul, seperti
mual, muntah dan nyeri perut. Gejala mual dan muntah dipicu oleh
ketonemia dan asidosis, yang mana akan semakin diperberat oleh kondisi
kehilangan cairan dan elektrolit.

6
7. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan oleh distensi lambung atau ileus.
8. Takikardi
Diabetik ketoasidosis yang membahayakan jiwa umumnya menimbulkan
takikardia dan denyut yang tipis. Asidodis metabolik yang hebat sebagian
akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (pernafasan
Kussmaul).
9. Hipotensi adanya defisiensi cairan pada KAD. Suhu pasien KAD yang
meningkat tidak disebabkan oleh kondisi KAD itu secara langsung,
melainkan suatu pertanda bahwa terdapat infeksi yang menyebabkan
KAD tersebut tercetus (Hermayudi & Ariani, 2017)

F. Komplikasi
Komplikasi yang harus diperhatikan dalam terapi KAD adalah:
1. Tidak adekuatnya rehidrasi.
2. Hipoglikemia
3. Hipokalemia.
4. Asidosis hiperkloremia.
5. Edema serebral. (Tarwonto, dkk. 2012).

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diaknostik pada ketoasidosis diabetikum yaitu :
1. Kadar glukosa darah: ˃300 mg/ dl tetapi tidak lebih dari 800 mg/dl.
2. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
3. Analisis gas darah, BUN, kreatinin.
4. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis),
HbA1c, urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
5. Foto polos dada.
6. Ketosis (ketonemia dan ketonuria)
7. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok.

7
8. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
9. Pemeriksaan Osmolalitas = 2(Na+K) + (GDR/18) + (UREUM/6).
10. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
11. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan PH ˂ 7,3 dan penurunan pada
HCO3 250 mg/dl (Nugroho, 2016).

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Nugroho (2016), Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada
perbaikan tiga permasalahan utama : dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis
1. Dehidrasi
a. Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan
perfusi jaringan.
b. Penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang
berlebihan melalui ginjal.
c. Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus untuk
menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria,
hiperventilasi, diare dan muntah.
d. Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang
sangat tinggi, biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam.
e. Larutan normal saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-
pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko
mengalami gagal jantung kongesti.
f. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45% merupakan
cairan-cairan infus pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah
pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah.
g. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200 hingga 500 ml/jam)
dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.

8
h. Darah pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan tanda-
tanda vital yang sering (termasuk memantau perubahan ortostatik pada
tekanan darah dan frekuensi jantung.
i. Pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan
2. Kehilangan elektrolit
a. Pemantauan kalium: penggantian kaloum yang dilakukan dengan hati-
hati naeberapa jam setelah diabetes mun tepat waktu meruapakan
tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung berat
yang terjadi pada hypokalemia
b. Pemberiannya sampai 40 mEq kalium/jam (jam ditambahkan ke dalam
cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam
c. Setelah diabetes ketoasidosis teratasi, kecepatan pemberian kalium
harus dikurangi. Pemberian infus kalium yang aman, perawat harus
memastikan bahwa:
1) Tidak ada tanda-tanda hyperkalemia (berupa gelombang T yang
tinggi, lancip (atau bertakik) pada hasil pemeriksaan ECG)
2) Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
normal atau rendah
3) Pasien dapat berkemih dengan kata lain, tidak mengalami gangguan
fungsi ginjal/ renal shutdown.
d. Pembacaan ECG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada
awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama
terappi
e. Pemberian kalium ditunda hanya jika terapat hyperkalemia atau jika
pasien tidak dapat berkemih
3. Asidosis
a. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui
pemberian insulin. Biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan
lambat tetapi kontinue (missal 5 unit per jam)

9
b. Pemberian insulin IV dapat dilanjutkan selama 12 hingga 24 jam
sampai kadar bikarbonat serum membaik (hingga mencapai sedikitnya
15 sampai 18 mEq/L)
c. Pengukuran kadar gula darah tiap jam
d. Dextrose ditambahkan kedalam cairan infus (missal Dex5NS atau Dex5
45NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8 hingga
16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan gula darah yang terlalu
cepat.

I. Penanganan Kedaruratan pada pasien dengan KAD:


1. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD (ketoasidosis diabetic) adalah:
a. Penggantian cairan dan garam yang hilang
b. Menekan lipolysis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati
dengan pemberian insulin
c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan
2. Ada 5 hal yang harus diberikan pada penderita KAD, yaitu:
a. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml/
kg BB, maka diberikan 1-2 liter selama 2 atau 3 jam pertama. Ada 2
keuntungan rehidrasi pada KAD, yaitu untuk memperbaiki perfusi
jaringan dan menurunkan hormone kontraregulator insulin.
b. Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar
hormone glucagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di
hari, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam
amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
jaringan. Insulin diberikan 4-8 unit/jam sampai glukosa darah 250
mg/dl.

10
c. Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia
dan hypokalemia yang fatal dapat terjadi selama pengobatan. Ion K
terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke
luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total deficit kalium
yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEg/KgBB.
Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk
mengantisipasinya masukan ion K ke dalam sel serta mempertahankan
kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium
a) Bila K⁺ < 3 mEq/L, beri 75 mEq/L per 24 jam
b) Bila K⁺ 3-3,5 mEq/L, beri 50 mEq/L per 24 jam
c) Bila K⁺ 3,5-4 mEq/L, beri 25 mEq/L per 24 jam
d. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan kadar glukosa. Tujuan pemberian terapi KAD bukan untuk
menormalkan glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis
e. Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Dengan keadaan:
1) Hiperkalemia
2) Hipotensi
3) ph kurang dari 7,1 atau bikarbonat < 12 mEq/L (Nugroho, 2016).

11
J. Pengkajian
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak
berbeda dengan pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa,
pengkajian dan manajemen penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan
dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari satu. Seorang leader tim harus
langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan mengenai
penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi:
Primary survey, Resuscitation, History, Secondary survey Definitive care
(Fulde, 2009).
Pengkajian pada pasien gawat darurat dengan ketoasidosis diabetikum sebagai
berikut :
1. Pengkajian gawat darurat
Primary Survey
Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang
sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey
adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah
yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka

12
(American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009) :
a. Airways
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Pasien dengan
ketoasidosis diabetik jarang ditemukan adanya sumbatan jalan nafas,
tetapi dapat terjadi kemungkinan apabila pasien sudah sampai
mengalami penurunan kesadaran untuk itu pembebasan jalan nafas
dengan teknik head tilt chin lift dapat dilakukan.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan/ paradoxical chest
movements
e) Sianosis
3) Look and listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
a) Muntahan
b) Perdarahan

13
c) Gigi lepas atau hilang
d) Gigi palsu
e) Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
a) Chin lift/ jaw thrust
b) Lakukan suction (jika tersedia)
c) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
d) Lakukan intubasi

b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan
pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan.
Pasien yang mengalami ketoasidosis diabetik akan mengalami
hiperventilasi sebab keasaman dalam tubuh meningkat karena
peningkatan paCO2 dan keton dalam tubuh untuk itu kompensasi tubuh
melakukan pernapasan cepat bertujuan untuk mengeluarkan CO2 dan
meningkatkan kadar CO2 dalam tubuh.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
1) Look, listen and feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.

14
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat atau
oksigenasi:
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

c. Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin.

15
Pasien KAD akan mengalami penurunan tekanan darah dan
peningkatan nadi sebab pasien yang mengalami KAD akan mengalami
lebih sering buang air kecil, disebabkan karena tingginya gula darah
dan ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring glukosa ini sehingga
glukosa akan keluar bersama cairan dan mengakibatkan dehidrasi.
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/ lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

d. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)

16
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.

e. Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi
in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).Dalam
situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz,
2009).
2. Secondary Survey
Anamnesis :
a. Identitas klien
b. Keluhan utama klien : mual muntah dan sesak napas, hipotensi,
poliuria, polidipsi
c. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dengan keluhan sesak napas,
kelemahan, tekanan darah menurun, mual dan muntah.
d. Riwayat penyakit dahulu : menderita DM, penggunaan insulin yang
tidak teratur
e. Riwayat kesehatan keluarga : keluarga memiliki riwayat diabetes
melitus.

17
f. Riwayat psikososial : pasien dengan KAD memiliki hubungan yang
terhambat dengan sosial sebab terkadang pasien diertai dengan sesak
napas.

GAMBAR 1.2 Dugaan Ketoasidosis Diabetik


Sumber: Callaham (1998)

18
K. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hermand (2016) diagnosa yang mungkin muncul pada ketoasidosis
sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
kompensasi asidosis metabolik
2. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme.
4. Keletihan berhubungan dengan fisik tidak bugar (Penyakit ketoasidosis
diabetikum)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

19
L. Intervensi Keperawatan
Menurut Bulechek (2016) dan Moorhead (2016) tujuan dan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

NURSING CARE PLAN

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas 3140: 1. Teknik head tilt chin lift digunakan
nafas berhubungan keperawatan pola napas tak untuk membebaskan jalan napas
dengan hiperventilasi, efektif dapat teratasi dengan 1. Buka jalan napas, gunakan dari sumbatan/benda asing jika
kompensasi asidosis kriteria hasil: teknik Head tilt chin lift atau pasien KAD ditemukan dengan
metabolic Status pernafasan 0415: jaw thrust bila perlu. keadaan tidak sadar dan terdapat
1. Mampu bernafas dengan sumbatan dijalan nafas.
mudah 2. Monitor vital sign pasien 2. Pada ketodiasidosis diabetek terjadi
2. Respirasi rate pasien (TD,nadi,frekuensi pernafasan, perubahan tanda vita, seperti
kembali normal 16- dan saturasi oksigen) hipotensi, nadi menjadi lebih cepat
22x/menit pernapasan kusmaul
3. Suara nafas bersih, tidak 3. Auskultasi suara nafas , catat 3. Mengetahui apakah ada kelainan
ada sianosis dan dispneu adanya suara nafas tambahan pada saluran pernapasan pasien.

20
4. Menunjukkan jalan nafas
4. Posisikan pasien semi flower
yang paten 4. Posisi semi flower membantu
untuk memaksimalkan pola
kebutuhan ventilasi pasien
nafas atau ventilasi pasien
terpenuhi secara maksimal.
5. Kolaborasi dalam memberikan
5. Mempertahankan dan membantu
alat bantu nafas/ oksigen sesuai
pola napas pasien agar tetap efektif
dengan indikasi pasien
2 Risiko defisit volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan 4120 : 1. Sebagai data awal untuk
cairan berhubungan keperawatan defisit volume 1. Kaji tanda-tanda dehidrasi membandingkan dan mengevaluasi
dengan diuresis cairan dapat teratasi dengan seperti turgor kulit menurun, keberhasilan implementasi yang
osmotik akibat kriteria hasil: mukosa mulut kering. diberikan.
hiperglikemia, Keseimbangan cairan 2. Pada pasien ketodiasidosis
pengeluaran cairan 0601 2. Monitor vital sign klien dan diabetikum terjadi perubahan tanda
berlebihan 1. Mempertahankan urine perubahan tekanan darah vital seperti hipotensi, hipovsalemia,
output sesuai usia dan orthostatik nadi menjadi lebih cepat pernapasan
BB. kusmaul.
2. Tekanan darah, nadi, 3. Anjurkan pasien dan kelarga 3. Pasien ketoasidodis mengalami
suhu tubuh dalam batas untuk mempertahankan poliuria, pemberian cairan untuk
normal. dalam pemberian cairan 2500 mengganti dan menyeimbangkan
3. Tidak ada tanda ml/hari jika diindikasikan. cairan tubuh pasien agar hidrasi

21
dehidrasi. pasien tetap stabil.
4. Monitor intake dan output
4. Elastisitas turgor kulit 4. Monitor intake dan output untuk
cairan klien
baik. mengetahui keefektifan dari terapi
5. Kolaborasikan dengan dokter
yang diberikan.
dalam pemberian cairan IV
5. Pemberian cairan sesuai indikasi
sesuai indikasi klien.
klien untuk membantu perbaikan
yang cepat dan memenuhi kebutuhan
cairan klien yang hilang.

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi 1100: 1. Mengidentifikasi kekurangan atau
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan 1. Kaji status nutrisi klien dan kebutuhan nutrisi klien kurang atau
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi monitor intake asupan dan tidak dan menentukan intervensi
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: asupan cairan secara tepat. selanjutnya.
ketidakcukupan 2. Ketoasidosis menyebabkan mual,
insulin, penurunan Status nutrisi 1004: 2. Kaji tanda-tanda anemia. muntah dan tidak nafsu makan pada
masukan oral, status 1. Adanya peningkatan keadaan yang lama menimbulkan
3. Berikan makanan dalam porsi
hipermetabolisme. berat badan anemia.
kecil tetapi sering
2. Berat badan ideal sesuai 3. Makan dalam porsi kecil tetapi sering
tinggi badan dapat mengurangi rasa mual dan

22
3. Tidak ada tanda-tanda 4. Bantu pasien dalam muntah pasien ketoasidosis.
malnutrisi menentukan pola makan yang 4. Pemahaman perspektif kebutuhan
4. Mampu mengidentifikasi tepat dengan piramida nutrisi mandiri yang tepat dan
kebutuhan nutrisi makanan. piramida makanan yang tepat dapat
membantu memenuhi nutrisi klien
5. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Penanganan tepat diet efektif sesuai
untuk menentukan jumlah kebutuhan pasien dan Membantu
kalori dan nutrisi yang memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
dibutuhkan pasien 6. Pemberian terapi insulin membantu
6. Kolaborasi dengan pemberian dalam mencapai kadar gula darah
terapi insulin tetap stabil dan dalam batas toleransi
pasien.
4 Keletihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi 0180 1. Mengindikasikan tingkat aktivitas
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 1. Pantau vital sign klien (TD, yang dapat ditoleransi oleh pasien.
fisik tidak bugar keletihan pasien dapat nadi,pernafasan) sebelum dan
(Penyakit ketoasidosis berkurang dengan kriteria sesudah aktivitas 2. Pasien KAD biasanya mengalami
diabetikum) hasil : kelemasan dan latergi (mengantuk)
Daya Tahan 0001 2. Kaji adanya faktor penyebab dikarenakan cairan yang dikeluarkan
1. Mengungkapkan kelelahan. oleh tubuh tidak normal.

23
peningkatan energi 3. Bantu pasien dalam pembuatan 3. Dapat memberikan motivasi untuk
2. Pasien mampu jadwal serta aktivitas yang meningkatkan aktiviats sesuai
melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi dirinya. dengan kondisi tubuhnya.
secara bertahap 4. Anjurkan pasien untuk 4. Istirahat yang cukup dapat
3. Kualitas tidur dan istirahat yang cukup misal mengembalikan energi pasien yang
istirahat pasien tidur siang bila diperlukan sudah hilang dan membuat pasien
meningkat 5. Intruksikan pasien untuk lebih segar.
4. Letargi pasien berkurang mengenali tanda dan gejala 5. Mencegah gejala yang mungkin
dari cukup berat menjadi kelelahan yang memerlukan muncul dan kekambuhan yang
ringan. pengurangan aktivitas mungkin muncul.

5 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran proses penyakit 1. Mengetahui sejauh mana
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 5602: pengetahuan pasien dan keluarga
kurang terpajan kurang pengetahuan dapat 1. Identifikasi kemungkinan tentang penyakitnya serta untuk
informasi. teratasi dengan kriteria faktor penyebab penyakit menentukan tindakan selanjutnya.
hasil: dengan cara yang tepat 2. Membantu pemahaman yang jelas
Pengetahuan proses 2. Berikan penilaian tentang terkait penyakit pasien
penyakit 1803: tingkat pengetahuan pasien 3. Pasien dan keluarga memahami
1. Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik proses penyakit dan dapat ikut

24
menyatakan pemahaman 3. Gambarkan proses penyakit berperan dalam penyembuhan
tentang penyakit dengan cara tepat 4. Membantu psikologis pasien agar
2. Pasien dan keluarga 4. Dukung pasien untuk proses berpikiran positif semangat sembuh
mampu melaksanakan penyembuhan 5. Membantu pasien untuk mencegah
prosedur secara benar 5. Diskusikan perubahan gaya terjadinya komplikasi di masa yang
3. Pasien dan keluarga hidup yang mungkin akan datang dan sebagai proses
mampu menjelaskan diperlukan dan pilihan terapi pengontrolan penyakit.
kembali apa yang telah yang tepat.
dijelaskan perawat

25
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami tulis diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan :
1. Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang serius yang
terjadi pada pasien diebetes melitus dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat. Ketoasidosis diabetikum biasanya ditandai oleh trias seperti
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh kurangnya
insulin.
2. Penanganan Kedaruratan yang dapat dilakukan pada pasien dengan KAD
(Ketoasidosis Diabetik) diperlukan penanganan masalah dehidrasi dan
asidosis. Penanganan KAD dapat dilakukan dengan resusitasi cairan,
pemberian insulin, kalium, glukosa dan bikarbonat.

B. Saran
Setelah diselesaikan makalah ini diharapkan pembaca maupun penulis
mengetahui faktor penyebab terjadinya ketoasidosis diabetikum dan
penanganan kegawatdaruratan pasien KAD, sehingga diharapkan pembaca
maupun penulis dapat melakukan pencegahan dini agar tidak terjadi keadaan
yang lebih serius pada pasien KAD. Saran bagi tenaga kesehatan maupun
rumah sakit diharapkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan bagi pasien dengan ketoasidosis diabetikum, sehingga
dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi lebih lanjut bagi pasien
dengan ketoasidosis diabetikum.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. G, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Oxford:


Elseiver Global Rights..
Fulde, Gordian. 2009. Emergency Medicine, 5th Edition. Australia: Elsevier.

Gilbert, Gregory., D’souza, Peter., Pletz, Barbara.(2009). Patient Assessment


Routine Medical Care Primary And Secondary Survey. San Mateo County
Ems Agency.
Herdman, dkk. 2018. NANDA-I diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.
Hermayudi & Ariani A.P. 2017. Metabolik Endokrin. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hidayati, Nurul. 2015. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Di Ruang ICU RSUD A. Wahab
Sjahranie Samarinda. Samarinda: STIKES Muhammadiyah Samarinda.
Moorhead. S, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification. Oxford: Elseiver
Global Rights.
Nugroho, dkk. 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Santos. F, dkk. 2016. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ketoasidosis Diabeteik
Berulang: Laporan Kasus Berbasis Bukti. Jurnal Dokter Keluarga
Indonesia, Vol 2 (1): 20-25
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : Trans Info Medikal.

Thygerson, Alton. (2011). Pertolongan Pertama. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga


Medical Series
Tyas, M.D. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen Bencana.
Jakarta : Kemenkes RI.

27

Anda mungkin juga menyukai