Anda di halaman 1dari 37

APLIKASI POSISI FOWLER UNTUK MENINGKATKAN SATURASI

OKSIGEN PADA PASIEN (CHF) CONGESTIVE HEART FAILURE


YANG MENGALAMI SESAK NAFAS TN. T ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTIVE HEART
FAILURE (CHF) DI RSI KENDAL

Disusun Oleh :
Rita Nur Mulya Sari
G302A1113

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF), disebut juga gagal jantung kongestif,


merupakan sindrom klinis akibat kerusakan struktural dan fungsional jantung
yang menyebabkan berkurangnya volume darah yang dipompa oleh jantung
(Inamdar dan Inamdar, 2016). CHF telah ditetapkan sebagai pandemi global
karena telah menyerang 64 juta orang di dunia (Groenewegen et al., 2020).
Pada tahun 2019, penyakit ini diperkirakan memakan biaya 364,17 miliar US
dollar di dunia dan 5.380 US dollar dihabiskan pada setiap kasusnya atau setara
kurang lebih 77 juta rupiah (Lippi dan Sanchis-Gomar, 2020). Terdapat
915.000 kasus baru tiap tahunnya dengan insiden yang mendekati 10 per 1.000
pada usia >65 tahun di Amerika Serikat (Savarese dan Lund, 2017).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi CHF di Bali yang
terdiagnosis dokter dan yang terdiagnosis dokter atau gejala masing-masing
sebesar 0,13% dan 0,3%, angka tersebut setara dengan prevalensi di Indonesia
pada tahun yang sama (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Selama tahun 2018
hingga 2020, prevalensi CHF rawat inap di RSUD Buleleng mencapai 275
kasus dengan kejadian berturut-turut 106 kasus, 141 kasus, dan 28 kasus.
Kardiomegali adalah salah satu tanda seseorang mengidap CHF (Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2020). Uniknya, kardiomegali bisa
saja tidak ditemukan pada pasien CHF (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2020). Kardiomegali jenis hipertrofi atau dilatasi
dapat menurunkan volume darah yang dipompa oleh jantung sehingga
memperparah perfusi organ, salah satunya ginjal (Amin dan Siddiqui, 2020).
Gangguan kardiovaskular merupakan salah satu faktor terpenting
penyebab disfungsi ginjal (Deferrari, Cipriani, dan La Porta, 2020). Dilaporkan
bahwa terdapat peningkatan insufisiensi ginjal dibandingkan sebelumnya pada
pasien CHF (McAlister et al., 2004). Sekitar satu-per tiga pasien CHF kronis
dan dua-per tiga pasien CHF akut rawat inap memiliki chronic kidney disease
(eGFR<60 ml/menit/1,73 m2) (Ahmed dan Campbell, 2008). Gagal jantung
menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan pasien beberapa
diantaranya dispnea, ortopnea, dan gejala yang paling sering dijumpai adalah
paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari, yang
mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita terbangun. Munculnya
berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan menimbulkan
masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu
diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada aktivitas,
dyspnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Doengoes,
1999).
Identifikasi dan penanganan gangguan istirahat tidur pasien adalah tujuan
penting bagi perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor
yang mempengaruhi tidur dan kebiasaan tidur pasien untuk membantu pasien
mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat (Perry &Potter, 2005). Tanpa
istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat
keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas harian atau keperawatan akan
menurun dan meningkatkan iritabilitas. Disamping itu jika seseorang
memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih. Beberapa
ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih dengan kualitas tidur yang
baik akan memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh.
Pasien di unit perawatan intensif pada umumnya akan mengalami gangguan
tidur. Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh penyakit yang dideritanya,
lingkungan unit perawatan intensif, stress psikologis dan efek dari berbagai
obat dan perawatan yang diberikan pada pasien kritis tersebut.
Pada populasi Eropa prevalensi gangguan pernafasan dalam tidur pada
pasien dengan gagal jantung sangat tinggi, sehingga penelitian tentang kualitas
tidur harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung (Schulz, et al, 2007).
Positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraaan atau kenyamanan fisik dan
psikologis (Dochterman & Bulechek, 2000). Aktivitas intervensi keperawatan
yang dilakukan untuk pasien gagal jantung diantaranya menempatkan tempat
tidur yang terapeutik, mendorong pasien meliputi perubahan posisi, memonitor
status oksigen sebelum dan sesudah perubahan posisi, tempatkan dalam posisi
terapeutik, posisikan pasien dalam kondisi body alignment, posisikan untuk
mengurangi dyspnea seperti posisi semi-fowler, tinggikan 20˚ atau lebih di atas
jantung untuk memperbaiki aliran balik. Salah satu faktor yang berhubungan
dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal jantung adalah
ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal
dyspnea (Wilkinson,2007 ).
Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk menurunkan
konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang maksimal, serta untuk
mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus (Doenges, 2000).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui aplikasi EBN tentang pemberian posisi
nyaman (semifowler) pada pasien CHF
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyebab CHF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari CHF
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari CHF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari CHF
f. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari CHF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
CHF
h. Mahasiswa mampu mengaplikasikan tentang pemberian posisi nyaman

C. Tujuan Penulisan
Diharapkan Mahasiswa mampu dan dapat memahami terhadap konsep dasar
kasus dan pemberian asuhan keperawatan.
D. Ruang Lingkup
Dalam pembuatan makalah ini kelompok berfokus pada kasus Asuhan
Keperawatan dengan CHF
E. Metode Penulisan
Dalam makalah ini kelompok menggunakan study literature dan informasi dari
internet dengan mendiskripsikan hasil study literature kedalam bentuk makalah
F. Sistematika Penulisan
BAB I : (Pendahuluan, Tujuan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan ).
BAB II Tinjauan Teori : ( Konsep penyakit, Konsep asuhan keperawatan
keagawatdaruratan).
BAB III Tinjauan kasus (Asuhan Keperawatan pada Klien dengan CHF).
BAB IV aplikasi EBN.
BAB V pembahasan.
BAB VI penutup simpulan
G. Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung
gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu
lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu,
sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani,
2016).
2. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark
miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan
gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang
jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia
baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
3. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), sebagai berikut :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Fungsional gagal jantung

Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak


Kelas 1 menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau keletihan
berlebihan
Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
Kelas 2 beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan
dan palpitasi.
Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman
Kelas 3 ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari
biasa dapat menimbulkan gejala.
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman : gejala gagal jantung kongestif
Kelas 4 ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan
aktifitas fisik apapun.
Sumber : (Aspiani,2016)
4. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan
kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan
respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi
jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim
dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron,
maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan
5. Pathways
6. Manifestasi Klinik
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3
atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal
paroksismal (PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala- gejala
seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah,
ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena dihepar.
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik
dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan
bersama EKG).
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
4) Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi
5) Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung.. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.
6) Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal terapi diuretik
7) Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
8) Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir)
9) Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi
10) Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan
hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung
11) Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai
berikut :
a. Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin
converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor
blocker (ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta
pemberian laksarasia pada pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi :
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan
gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis,
obat- obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol
faktor resiko.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
c. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada
4) Edema ektremitas bawah
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6) Urine menurun
d. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat
dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga
gajala- gejala lain yang mengganggu pasien.
e. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang
biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih
relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
f. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
g. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
puca
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare
atau konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah Nilai normalnya :
a) Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
b) Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
3) Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
4) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
5) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
i. Head to toe examination :
1) Kepala : bentuk , kesimetrisan
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
5) Muka; ekspresi, pucat
6) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
7) Dada: gerakan dada, deformitas
8) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkuskosta kanan
9) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit,edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal
Kriteria minor :
1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
ekskrusi dada berubah.
3) Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax
b. Penurunan curah jantung (D.0008)
Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan
kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
Subjektif : Lelah
1) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP)
meningkat/,menurun
Kriteria minor
2) Subjektif : -
3) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery
wedge pressure (PAWP) menurun
4) ondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

C. Intervensi
Dx. keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
hasil
1.Gangguan Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)
pertukaran gas b.d Setelah dilakukan 1.1 Monitor frekuensi irama, kedalaman
perubahan tindakan keperawatan dan upaya nafas
membran diharapkan pertukaran 1.2 Monitor pola nafas
alveolus-kapiler gas meningkat. 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif
1.4 Monitor nilai AGD
Kriterian hasil : 1.5 Monitor saturasi oksigen
(Pertukaran gas 1.6 Auskultasi bunyi nafas
L.01003) 1.7 Dokumentasikan hasil pemantauan
1.Dipsnea menurun 1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur
2.bunyi nafas pemantauan
tambahan menurun 1.9 Informasikan hasil pemantauan, jika
3.pola nafas perlu
membaik 1.10 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
4. PCO2 dan O2 aktifitas dan/atau tidur
membaik
2.Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
efektif b.d Setelah dilakukan 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya tindakan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri diharapkan pola nafas 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
saat bernafas) membaik. gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)
2.3 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Kriteria hasil : 2.4 Posisikan semi fowler atau fowler
(pola nafas L.01004) 2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
1. Frekuensi nafas 2.6 Kolaborasi pemberian bronkodilato,
dalam rentang normal ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
2. Tidak ada
pengguanaan otot
bantu pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea
BAB III
RESUME ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas Klien

a. Nama (Inisial) : Tn. T


b. No. rm 482580
c. Usia : 59 Tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Buruh
g. Alamat : Weleri
h. Diagnosa Medis : CHF
i. Tanggal masuk : 5 April 2022 Pukul 01.32 WIB
j. Tanggal pengkajian : 5 April 2022 Pukul 01.32 WIB
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama (Inisial) : Ny. S
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Alamat : Weleri
d. Hubungan dgn klien : Istri
3. Riwayat Kesehatn
a. Keluhan Utama
Nyeri Ulu hati
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri uluhati sejak 1 hari yang lalu
P: AMI (nyeri pada area dada)
Q: seperti ditusuk-tusuk,
R: uluhati menjalar ke punggung
S: 7 T: terus-menerus.
Mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Kemudian sekitar jam 3 dini
hari pasien mengalami mual muntah, pasien dibawa ke IGD sekitar pukul
01.30 WIB di berikan tindakan berupa infus RL 20 tpm, kateter, O2 nasal
5 lpm.
c. Riwayat keluarga
Keluarga mengatakan bahwa anggota keluarga tidak ada yang
mempunyai riawayat penyakit seperti yang dialami klien, hipertensi (-)
DM (-).
B. Pengkajian Primer
1. Airway
Ada sumbatan jalan nafas, batuk berdahak warna coklat dan terdapat darah,
suara nafas ronchi
2. Breathing
Pasien bernafas menggunakan otot bantu nafas, frekuensi RR: 38x/menit,
irama tidak teratur, nafas cepat, suara ronchi, tidak ada krepitasi pada thorak
3. Circulation
TD: 122/85 mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, S: 36°C
dengan nasal canul: 5 lpm, CRT < 2 detik, tidak terdapat cyanosis.
4. Disability : Tingkat kesadaran composmentis, GCS: 15 = E:4 M:6 V:5,
reaksi pupil +/+
5. Exposure : Tidak terdapat luka, jejas atau perdarahan.
C. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis (SAMPLE)
S (Signs and
Symptoms)
a. Sign: TD: 122/85 mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, S:
36°C
b. Symptoms: pasien datang dengan keluhan, nyeri ulu hati, sesak nafas,
mual-muntah
c. A (Allergies)
Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
d. M (Medications)
Klien mengatakan rutin mengkonsumsi obat dari dokter berupa aspilet
e. P (Pertinent Medical History)
Keluarga mengatakan pernah dirawat di ICU dengan penyakit yang sama
pada bulan november dan di ruang ICU RSI kendal.
f. L (Last Meal)
Bubur halus
g. E (Events)
Pasien mengeluh nyeri uluhati sejak 1 hari yang lalu, P: AMI Q: seperti
ditusuk-tusuk, R: uluhati menjalar ke punggung S: 7 T: terus-menerus.
Mengeluh sesak nafas
h. Kepala : bentuk simetris, rambut berwarna putih, hitam, rambut tampak
lembab, tampak tidak ada ketombe.
i. Leher: tampak vena jugularis.
j. Mata : bentuk mata simetris.
k. Dada :
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Terdengar suara jantung murmur/lupdup
Perkusi : Redup di bagian kiri
Palpasi : M3
l. Abdomen :
Inspeksi : tampak perut membuncit
Auskultasi : Bising usus 30x/menit
Perkusi : bunyi tympani tidak ada
Palpasi : Tampak ada respon nyeri saat ditekan
m. Ekstremitas atas : tampak tidak ada pembengkakan
n. Ektremitas bawah : tampak adanya pembengkakan.
o. Genetalia : keadaan bersih.
2. Laboratorium
3. Darah (+), EKG (+), Lab (+) , Rontgen (+)
4. Terapi
RL 20 lpm
Oral
a. Aspilet 80 mg/12jam
b. Diltiazem 1tab/12jam
c. Spirolactonr 24 mg/8jam
d. Lanzoprazole 1tab/8jam
e. Sukralfat 1cc/8jam
f. Antacid 1/8jam
Injeksi
a. Omeprazole 40 mg/ekstra
b. Ca.Gluconas 1amp/12jam
c. Lovofloxacin 500mg/24jam
d. Paracetamol ekstra
Nebulizer : Ventolin 1//8jam

D. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS : Nyeri akut Agen pencedera
Klien mengeluh nyeri (D.0077) Hal.172 fisiologis (iskemia)
uluhati menjalar
kepunggung sebelah kiri
P : AMI (nyeri dada)
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : uluhati
S:5
T : terus-menerus DO :
klien tampak mengeluh
nyeri, wajah tampak
tegang, palpasi: terdapat
nyeri tekan di uluhati
2 DS : Gangguan Ketidakseimbangan
Klien mengatakan sesak Pertukaran gas ventilasi-perfusi
nafas (D.0003) Hal 22
DO :
- RR:38x/menit,
- SpO2 : 96%,
- klien terpasang NRM
10 lpm, nafas tampak
cepat, irama tidak
teratur
3 DS : - Penurunan curah Perubahan
DO : jantung (D.0008) kontraktilitas
- klien tampak Hal.34
mengekuarkan
keringat dingin,
- TD 122/85mmHg,
- SpO2:96%, nasal canul
5 lpm EKG: STEMI,
sinus tachycardia.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d Agen pencedera fisiologis (iskemia) (D.0077) Hal.172
2. Gangguan Pertukaran gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D.0003)
Hal 22
3. Penurunan curah jantung b.d Perubahan kontraktilitas (D.0008) Hal.34
F. Intervensi
No. Dx Kep Luaran dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I. 08238)
berhubungan asuhan Observasi
dengan Agen keperawatan selama - lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera 1x 24 jam maka nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis akut nyeri
(iskemia) menurun dengan - Identifikasi skala nyeri
(D.0077) kriteria hasil: - Identifikasi respon nyeri non
Hal.172 Tingkat Nyeri verbal
(L.08066)
- Keluhan nyeri
Menurun - Identifikasi faktor yang
- Meringis menurun memperberat dan memperingan
- Sikap protektif nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
- Kesulitan tidur - Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
- Menarik diri - Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun
kualitas hidup
- Berfokus pada diri
sendiri menurun - Monitor keberhasilan terapi
- Diaforesis menurun komplementer yang sudah
- Perasaan depresi diberikan
(tertekan) menurun - Monitor efek samping
- Perasaan takut penggunaan analgetik
mengalami cidera Terapeutik
berulang menurun - Berikan teknik nonfarmakologis
- Anoreksia menurun untuk mengurangi rasa nyeri
- Frekuensi nadi (mis. TENS, hypnosis,
membaik akupresur, terapi musik,
- Pola nafas membaik
biofeedback, terapi pijat, aroma
- Tekanan darah
membaik terapi, teknik imajinasi
- Proses berpikir terbimbing, kompres
membaik hangat/dingin, terapi bermain)
- Fokus membaik - Control lingkungan yang
- Fungsi berkemih memperberat rasa nyeri (mis.
membaik Suhu ruangan, pencahayaan,
- Perilaku membaik kebisingan)
- Nafsu makan - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Setelah dilakukan Pemantauan respirasi (I.01014)
asuhan
Hal : 247
keperawatan selama Observasi
1x 24 jam maka - Monitor adanya sumbatan
pertukaraan gas - Monitor saturasi oksigen
membaik dengan Terapeutik
kriteria hasil: - Dokumentasikan hasil
Pertukaran gas Edukasi
(L01003) - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Tingkat pemantauan
kesadaran Kolaborasi
meningkat (skore - Kolaborasi pemberian
15) farmakologi sesuai anjuran dokter
- Dyspnea
menurun
- pusing menurun
- gelisah
- PO2 membaik
- takikardia
membaik
- sianosis membaik
- pola nafas
membaik
3. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung b.d asuhan keperawatan Observasi
Perubahan selama 3x24 jam - identifikasi tanda/gejala primer
kontraktilitas maka curah jantung penuruna curah jantung (dyspnea)
(D.0008) Hal.34 membaik - Monitor tekanan darah
dengan kriteria hasil : - Monitor saturasi oksigen
Curah Jantung - Monitor keluhan nyeri dada (
(L.02008) Hal.20 uluh hati)
- kekuatan nadi - Monitor EKG 12 sadapan
meningkat Terapeutik
- palpasi membaik - Posisikan semi fowler
- takikardia - Berikan relaksasi untuk
menurun mengurangi stress
- lelah menurun - Berikan oksigen
- edma menurun Edukasi
- dispnea menurun - Anjurkan beraktivtitas fisik sesuai
- oliguria menurun toleransi
- pucat/sianosis Kolaborasi
menurun Kolaborasi pemberian farmakolgi
- tekanan darah sesuai anjuran dokter
membaik
- CRT <2 detik
membaik

G. Implementasi
No. Tgl/Jam Implementasi Respon TTD
DX
1 5 April 2020 Melakukan pengkajian S: pasien mengatakan nyeri Rita
Pukul 01.30 nyeri (PQRST) di area dada dan uluhati,
menjalar sampai ke
punggung sebelah kiri
P : AMI (nyeri dada)
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : dada dan uluhati
S:5
T : terus-menerus
O : klien tampak menahan
nyeri, wajah tampak tegang.
1. 5 April 2020 Memantau TTV S:- Rita
Pukul 01.30 O : TD: 122/85 mmHg HR:
90x/menit, RR: 38x/menit
SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4
M:6 V:5 S: 36°C.
2 5 April 2020 Memberikan posisi S : Klien mengatakan Rita
Pukul 01.30 nyaman (semifowler) posisinya lebih nyaman
dan ajarkan teknik O : klien mampu
relaksasi nafas dalam mempraktekan teknik
relaksasi nafas dalam,
tampak rilek, posisi
semifowler, nyeri
berkurang,
RR: 38x/menit
2 5 April 2020 Kolaborasi pemberian S : klien mengatakan sesak Rita
Pukul 02.30 O2 NRM nafas
O : pemberian O2 NRM 10
lpm
3 5 April 2020 Memonitor balance S : - Rita
Pukul 04.30 cairan O : input : RL 50 cc/jam,
output : urine 50cc + IWL
31
BC = 50 – 81 = -31

H. Evaluasi
No Tgl/Jam Evaluasi. TTD
DX
1 5 April 2020 S : klien mengatakan nyeri dada berkurang Rita
Pukul 04.40 P : AMI (nyeri dada)
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : uluhati
S:3
T : hilang-timbul
O : klien sudah tampak rileks
A : nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi, kaji nyeri, kolaborasi
analgetik, minta klien untuk mengontrol nyeri
seperti yang diajarkan
2 5 April 2020 S : klien mengtakan masih sesak Rita
Pukul 04.40 O : RR:31x/menit, HR:87x/menit, SpO2 98%,
terpasang O2 NRM 10 lpm
A : masalah pertukaran gas belum teratasi
P : lanjutkan intervensi, cukupi kebutuhan O2,
kolaborasi dengan dokter, nebulizer bila ada
masa/sekret
3 5 April 2020 S : klien menatakan nyeri dada dan masih sesak Rita
Pukul 04.40 O : TD:118/88mmHg, MAP:93, HR:87x/menit
RR:31x/menit, SpO2 98%, GCS : 15, EKG:
STEMI, sinus tachicardy, masih keluar kringat
dingin, urin:50cc
A : masalah penurunan curah jantung belum
teratasi
P : lanjutkan intevensi, monitor TTV,
kolaborasi, pantau balance cairan
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. Identitas Klien
Nama (Inisial) : Tn. T
No. rm 482580
Usia : 59 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Weleri
Diagnosa Medis : CHF
Tanggal masuk : 5 April 2022 Pukul 01.32 WIB
B. Data Fokus
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS : Gangguan Ketidakseimbangan
Klien mengatakan sesak Pertukaran gas ventilasi-perfusi
nafas (D.0003) Hal 22
DO :
- RR:38x/menit,
- SpO2 : 96%,
- klien terpasang NRM
10 lpm, nafas tampak
cepat, irama tidak
teratur

C. Diagnosa Keperawatan Yang Berhubungan Dengan Jurnal Evidence Based


Nursing Riset Yang Diaplikasikan
Gangguan Pertukaran gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D.0003)
Hal 22
D. Evidence Based Nursing Practice Yang Diterapkan Pada Pasien
Posisi Fowler Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien (CHF) Congestive
Heart Failure Yang Mengalami Sesak Nafas
E. Analisa Sintesa Justifikasi (Dalam bentuk skema)

Ekspansi menurun

Sesak

Pertukaran gas

pasang NRM 10 lpm

posisi fowler

sesak berkurang

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut juga dengan gagal
jantung kongestif merupakan suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak
mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (Prasetyo AS, 2015). Penyakit CHF dapat menimbulkan berbagai gejala
klinis diantaranya; dyspnea, ortopnea, dyspnea deffort, dan Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND), edema paru, asites, pittingedema, berat badan
meningkat, dan dan bahkan dapat muncul syok kardiogenik (Smeltzer & Bare,
2014). Munculnya tanda gejala tersebut berhubungan dengan adanya
bendungan cairan pada system sirkulasi darah. Oleh karenanya dalam
penanganan pasien CHF salah satunya dasarnya adalah mengurangi terjadinya
bendungan cairan pada sirkulasi darah (Udjianti & Wajan , 2010).
Latihan pernapasan merupakan alternatif untuk memperoleh kesehatan
yang diharapkan bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara optimal
dengan olah napas dan olah fisik secara teratur, sehingga hasil metabolisme
tubuh dan energi penggerak untuk melakukan aktivitas menjadi lebih besar dan
berguna (Warsono, 2016). Pada pasien CHF untuk meminimalkan atau
mengurangi bendungan sirkulasi darah, salah satu tindakan keperawatan yang
bisa dilakukan selain dengan Latihan pernafasan ialah memposisikan fowler.
Resti, Sadiyanto dan Khasanah (2017), pada pasien CHF yang dirawat di
ICCU, didapatkan hasil terdapat perbedaan antara respiratory rate, saturasi
oksigen dan keluhan sesak nafas pada posisi awal dengan semi fowler dan
fowler, akan tetapi posisi fowler lebih menguntungkan dalam perbaikan status
respirasi pada pasien dengan gagal jantung.
BAB V

PEMBAHASA

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing Practice


1. Judul Penelitian
Posisi Fowler Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien (CHF)
Congestive Heart Failure Yang Mengalami Sesak Nafas
2. Peneliti
a. Dimas Agung Pambudi
b. Sri Widodo
3. Tujuan
Posisi fowler sebagai salah satu tidakan keperawatan yang mampu
mengurangi sesak nafas sehingga asupan oksigen meningkat dan sesak
nafas berkurang
4. Metode Penelitian
Menggunakan desain studi kasus Deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien Congestive Heart Failure (CHF) di IGD Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang. Jumlah responden sebanyak 2
responden. Studi kasus ini dilakukan pada bulan Oktober 2019. Alat
pengumpulan data dengan lembar asuhan keperawatan dan oxymetri.
5. Hasul penelitian
Studi menunjukkan bahwa pre test pasien CHF di IGD RS Roemani
mengalami sesak nafas. Pasien pertama dengan RR: 26x/menit dengan
SpO2 94%. Pasien kedua mengalamisesak nafas dengan RR: 28x/menit
dan SpO2 95%. Hasil post test setelah memposisikan fowler selama 15
menit mendapatkan hasil pada responden pertama RR: 20x/menit, SpO2
99%, pada responden kedua hasil RR: 22x/menit, SpO2 98% Tindakan
memposisikan fowler pada pasien dengan CHF berpengaruh dalam
peningkatan saturasi oksigen bagi pasien.
B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice Pada
Kasus Tujuan posisi fowler:
1. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
2. Meningkatkan rasa nyaman
3. Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi
dada dan ventilasi paru
4. Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang
menetap Indikasi
1. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
2. Pada pasien yang mengalami imobilisasi
Cara kerja :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Dudukkan pasien
3. Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur.
4. Untuk posisi semi fowler (30-45˚) dan untuk fowler (90˚).
5. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
C. Hasil Yang Dicapai (Tulis hasil yang dicapai, kemudian analisa bandingkan
dengan teori)
dari hasil aplikasi EBN didapatkan
Pada hari pertama : Pukul 01.30
S : Klien mengatakan posisinya nyaman,
O : tampak rilek, posisi fowler, nyeri berkurang, RR: 38x/menit, TD: 122/85
mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4 M:6 V:5 S:
36°C.
Pada < 4 jam (pindah ruangan ruang umar)
S : Klien mengatakan posisinya lebih nyaman, isirahat lebih nyaman
O : tampak rilek, posisi semifowler, nyeri berkurang, RR: 31x/menit, TD:
125/85 mmHg HR: 109x/menit, RR: 31x/menit, SpO2: 98%, GCS: 15 = E:4
M:6 V:5 S: 36°C.
D. Kelebihan dan Kekurangan atau Hambatan Yang Ditemui Selama Aplikasi
Evidence Based Nursing Practice
1. Kelebihan : mudah untuk dilakukan untuk pasien, tidak harus mengeluarkan
biaya
2. Kekurangan : Sudut posisi tidak berpengaruh terhadap TD, HR namun lebih
ke RR dan kualitas istirahat pasien
Hambatan : bunyi infuspump dan syring pump yang terkadang membuat
pasien terbangun
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

Berdasarkan hasil aplikasi Sudut posisi 45° dapat meningkatkan kualitas


istirahat pasienDan menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi
paru yang maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas yang
berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus
B. Saran
Perlu untuk lebih mempertimbangkan beberapa hal seperti riwayat
kebiasaan tidur sebelumnya, pengelompokkan penyakit penyerta, observasi
tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi) dengan waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif,a.h. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
Dan Nanda Nic Noc.yogyakarta : medication publishing yogyakarta.
Ongkowijaya, J., & Wantania, F. E. (2016). Hubungan Hiperurisemia Dengan
Kardiomegali Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. 4, 0–5.
Pertiwiwati, E., & Rizany, I. (2017). Peran Educator Perawat Dengan
Pelaksanaan Discharge Planning Pada Pasien Di Ruang Tulip 1c Rsud Ulin
Banjarmasin. Dunia Keperawatan, 4(2), 82.
https://doi.org/10.20527/dk.v4i2.2509
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai