Anda di halaman 1dari 39

APLIKASI EBN

PEMBERIAN POSISI NYAMAN (SEMIFOWLER) PADA PASIEN CHF


DI RUANG ICU
RS REOMANI MUHAMADIYAH SEMARANG

Di Susun Oleh :
BAYU PRADITYA
G3A016242

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan sindrom dengan gejala unik yang
terkadang kurang disadari oleh penderita dan sering menyebabkan
ketidakmampuan dan penurunan kualitas hidup penderitanya dan juga
merupakan masalah epidemik kesehatan masyarakat dan merupakan
penyakit nomor satu yang memicu terjadinya kematian (Dipiro, et al,
2008). Data American Heart Association (AHA) tahun 2003 menunjukkan
gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan
peningkatan jumlah kematian. Sekitar 5 juta warga Amerika mengalami
gagal jantung dengan penambahan 550 ribu kasus baru setiap tahunnya.
Pasien yang baru di diagnosis gagal jantung dapat bertahan hidup rata-rata
5 tahun (Goodman & Gilman, 2007). Peningkatan ini sangat erat
hubungannya dengan semakin bertambahnya usia seseorang.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut
pada 60-70% pasien terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia
muda, gagal jantung akut diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia,
penyakit jantung kongenital atau kelainan katup dan miokarditis.
Prevalensi penderita gagal jantung meningkat dari 2% pada usia 65 tahun
dan mencapai 80% pada usia lebih dari 80 tahun. Penanganan gagal
jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak memperburuk keadaan
jantung dari penderita. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan
garam, air, monitor berat badan adalah cara-cara yang praktis untuk
menghambat progresifitas dari penyakit ini. Melihat besarnya angka
mortalitas dan morbiditas yang terjadi, banyak kemajuan telah dibuat
untuk memudahkan diagnosis, penatalaksanaan, dan terapi dalam
mengatasi penyakit kardiovaskuler (Hudak & Gallo, 2010).
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan
pasien beberapa diantaranya dispnea, ortopnea, dan gejala yang paling
sering dijumpai adalah paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau sesak
napas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan
penderita terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal
jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan
mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah
kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea pada
istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Doengoes, 1999).
Identifikasi dan penanganan gangguan istirahat tidur pasien adalah
tujuan penting bagi perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari
tidur, faktor yang mempengaruhi tidur dan kebiasaan tidur pasien untuk
membantu pasien mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat (Perry
&Potter, 2005). Tanpa istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk
berkonsentrasi, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas
harian atau keperawatan akan menurun dan meningkatkan iritabilitas.
Disamping itu jika seseorang memperoleh tidur yang cukup, mereka
merasa tenaganya telah pulih. Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan
tenaga yang pulih dengan kualitas tidur yang baik akan memberikan waktu
untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh.
Pasien di unit perawatan intensif pada umumnya akan mengalami
gangguan tidur. Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh penyakit
yang dideritanya, lingkungan unit perawatan intensif, stress psikologis dan
efek dari berbagai obat dan perawatan yang diberikan pada pasien kritis
tersebut. Pada populasi Eropa prevalensi gangguan pernafasan dalam tidur
pada pasien dengan gagal jantung sangat tinggi, sehingga penelitian
tentang kualitas tidur harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung
(Schulz, et al, 2007).
Positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
memberikan posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraaan atau
kenyamanan fisik dan psikologis (Dochterman & Bulechek, 2000).
Aktivitas intervensi keperawatan yang dilakukan untuk pasien gagal
jantung diantaranya menempatkan tempat tidur yang terapeutik,
mendorong pasien meliputi perubahan posisi, memonitor status oksigen
sebelum dan sesudah perubahan posisi, tempatkan dalam posisi terapeutik,
posisikan pasien dalam kondisi body alignment, posisikan untuk
mengurangi dyspnea seperti posisi semi-fowler, tinggikan 20˚ atau lebih di
atas jantung untuk memperbaiki aliran balik.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada
pasien dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil
posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea (Wilkinson ,2007).
Tindakan keperawatan yang tepat dapat mengatasi gangguan tidur jangka
pendek dan panjang. Tindakan perawat Nursing Diagnosis Handbook with
NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi keperawatan
positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi gangguan
tidur pada pasien gagal jantung karena sesak napas.
Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk
menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang
maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas yang
berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus (Doenges,
2000).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui aplikasi EBN tentang pemberian
posisi nyaman (semifowler) pada pasien CHF
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyebab CHF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari CHF .
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari CHF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari CHF
f. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari
CHF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada
pasien dengan CHF
h. Mahasiswa mampu mengaplikasikan tentang pemberian posisi
nyaman

C. Tujuan Penulisan
Diharapkan Mahasiswa mampu dan dapat memahami terhadap konsep
dasar kasus dan pemberian asuhan keperawatan.
D. Ruang Lingkup
Dalam pembuatan makalah ini kelompok berfokus pada kasus Asuhan
Keperawatan dengan CHF
E. Metode Penulisan
Dalam makalah ini kelompok menggunakan study literature dan informasi
dari internet dengan mendiskripsikan hasil study literature kedalam bentuk
makalah
F. Sistematika Penulisan
BAB I : (Pendahuluan, Tujuan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan ). BAB II Tinjauan Teori : ( Konsep penyakit,
Konsep asuhan keperawatan keagawatdaruratan). BAB III Tinjauan kasus
(Asuhan Keperawatan pada Klien dengan CHF). BAB IV aplikasi EBN.
BAB V pembahasan. BAB VI penutup simpulan
G. Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian
Gagal jantung mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan
keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan sistemik (Doengoes,
2001 : hal 52). Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan geajala
yang diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan
cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tambayong,
2001 : hal 86). Gagal jantung sering juga disebut gagal jantung kongestif
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Smeltzer, 2002 : hal 805).
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan gagal jantung
merupakan suatu keadaan jantung yang mengalami kelainan yang dapat
menyebakan jantung tidak mampu memompakan darah ke seluruh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan akan oksigen dan
nutrisi.

2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung, gagal jantung paling sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
d. Faktor sistemik terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme, hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
(respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Patofisiologi
Proses Perjalanan Penyakit
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Secara konsep curah jantung adalah
perkalian dari fungsi frekuensi jantung dan volume sekuncup. Frekuensi
jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu : preload, kontraktilitas dan
afterload. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut otot jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut
terganggu, hasilnya curah jantung berkurang, menyebabkan volume
sekuncup tidak dapat melakukan kompensasi yang mengakibatkan gagal
jantung (Smeltzer, 2002 : hal 805).
Grade Gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), terbagi dalam empat kelas fungsional yaitu :
I. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
II. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang.
III. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik ringan.
IV. Timbul gejala sesak pada aktifitas saat istirahat.

4. Manifestasi klinik
a. Gagal jantung kiri : kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri,
karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong
ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi : dispnea,
ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardia, insomnia.
1. Dispnea dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi pada saat
istirahat atau dicetuskan oleh gerakan minimal atau sedang.
2. Ortopnea kesulitan bernafas saat berbaring, beberapa pasien hanya
mengalami ortopnea pada malam hari, hal ini terjadi bila pasien, yang
sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi
berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun
diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan
ventrikel kiri yang sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan
peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya tekanan dalam
sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli.
3. Batuk yang berhubungan dengan ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah yang banyak, yang kadang
disertai bercak darah.
4. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernapas.
5. Insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

b. Gagal jantung kanan : bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi
edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi
vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
1. Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke
tungkai, paha dan akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian
bawah.
2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh darah portal meningkat sehingga cairan
terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
3. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.
4. Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi
penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam
hari karena curah jantung membaik saat istirahat.
5. Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan (Smeltzer, 2002 : hal
805).

5. Komplikasi
a. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
b. Syok Kardiogenik, merupakan stadium akhir dari disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila vetrikel kiri mengalami
kerusakan yang sangat luas. Tanda syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit
yang dingin dan lembab.

6. Penatalaksanaan medis
1. Non Farmakologi
a. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau
mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
b. Batasi cairan ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi
edema.
c. Manajemen stress ditujukan untuk mengurangi stress karena stress
emosi dapat menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan
darah dan meningkatkian kerja jantung.
d. Pembatasan aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Farmakologi
a. Diuretik : diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal, penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia
dan hipokalemia.
b. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas dan memperlambat frekuensi
jantung. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang
mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi,
c. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d. Terapi vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel.

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisma ventrikuler
(dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung).
2. Sonogram : dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas
ventrikuler.
3. Scan Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
4. Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal
abnormal, misalnya : pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
6. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal
jantung kiri akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
7. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir
8. BUN, kreatinin : peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi
ginjal, kenaikan baik BUN maupun kreatinin merupakan indikasi
gagal ginjal.

B. KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN

Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan


dimana pengkajian mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi,
menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Doenges, 2000).
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1. Sinus tachikardi
2. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3. right bundle branch block (RBBB)
4. right axis deviation (RAD)
e. Lakukan IV akses dekstrose 5%
f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan


yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF menurut Doenges (2001) :
1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, perubahan struktural.

Intervensi Keperawatan

Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk


memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas
masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan
keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.

1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran kapiler-alveolus.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
1. Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Dorong perubahan posisi.
Rasional: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru.
5. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai


oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi
jantung.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
perubahan struktural.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode
dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/
stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
4. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
7. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung
dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan
dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal ditambah
dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi reabsorpsi natrium dan
air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik, juga kerja
ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah
baring, disritmia jantung.
8. Pemberian cairan IV.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak
dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK
juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.
9. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi
karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada
penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran
jantung.
10. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal
ginjal.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : 10 Agustus 2017


A. Identitas
1. Klien/Pasien
1. Nama (Inisial) : Tn. T
2. No. Rekam medik: 482380
3. Umur : 59 Tahun
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Kristiani
6. Pendidikan : S1
7. Pekerjaan : Pensiunan
8. Suku : Jawa
9. Alamat : Genuk
10. Diagnosa Medis : CHF

2. Identitas Penanggung Jawab


a. Nama (Inisial) : Ny. S
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Alamat : Genuk
d. Hubungan dgn klien: Istri

B. Riwayat Kesehatn
1. Keluhan Utama
Nyeri Uluhati
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri uluhati sejak 1 hari yang lalu, P: AMI Q: seperti
ditusuk-tusuk, R: uluhati menjalar ke punggung S: 7 T: terus-menerus.
Mengeluh sesak nafas sejak 5 hari yang lalu. Kemudian sekitar jam 3 dini
hari pasien mengalami mual muntah, pasien dibawa ke IGD sekitar pukul
04.30 WIB di berikan tindakan berupa infus RL 20 tpm, kateter, O2 nasal 5
lpm. Kemudian dipindahkan ke ICU pukul 09.00 WIB. TD: 122/85 mmHg
HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4 M:6 V:5 S:
36oC.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pernah dirawat di ICU dengan penyakit yang sama
pada bulan januari dan di ruang sulaiman.
4. Riwayat keluarga
Keluarga mengatakan bahwa anggota keluarga tidak ada yang mempunyai
riawayat penyakit seperti yang dialami klien, hipertensi (-) DM (-)

C. genorgram

Keterangan: : Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
D. Pengkajian Primer
1. Airway
Ada sumbatan jalan nafas, batuk berdahak warna coklat dan terdapat
darah, suara nafas ronchi
2. Breathing
Pasien bernafas menggunakan otot bantu nafas, frekuensi RR: 38x/menit,
irama tidak teratur, nafas cepat, suara ronchi, tidak ada krepitasi pada
thorak
3. Circulation :
TD: 122/85 mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, dengan
nasal canul: 5 lpm, CRT < 3 detik, tidak terdapat cyanosis
4. Disability :
Tingkat kesadaran composmentis, GCS: 15 = E:4 M:6 V:5, reaksi pupil
+/+
5. Exposure :
Tidak terdapat luka, jejas atau perdarahan, S: 36oC.
E. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis (SAMPLE)
S (Signs and Symptoms)
Sign: TD: 122/85 mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, S:
36oC
Symptoms: pasien datang dengan keluhan, nyeri uluhati, sesak nafas,
mual-muntah
A (Allergies)
Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
M (Medications)
Klien mengatakan rutin mengkonsumsi obat dari dokter berupa aspilet
P (Pertinent Medical History)
Keluarga mengatakan pernah dirawat di ICU dengan penyakit yang sama
pada bulan januari dan di ruang sulaiman.
L (Last Meal)
Bubur halus
E (Events)
Pasien mengeluh nyeri uluhati sejak 1 hari yang lalu, P: AMI Q: seperti
ditusuk-tusuk, R: uluhati menjalar ke punggung S: 7 T: terus-menerus.
Mengeluh sesak nafas

2. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum :
lemah
Kesadaran :
Kompos
Vital sign:
 TD : 122/85 mmHg
 HR : 90x/menit
 RR : 38x/menit
 Suhu : 36oC
 SpO2 : 96%,

a. Kepala
Bentuk meshocepal, rambut hitam beruban, tidak tampak luka ataupun
jejas, nyeri tekan (-)
b. Telinga
Telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada cairan yang keluar dari
telinga, telinga tampak bersih, tidak terdapat benjolan, fungsi
pendengaran baik
c. Mata
Reflekpupil +/+ warna kornea jernih, simetris kanan kiri
d. Mulut dan Gigi
Mukosa kering, lidah tampak kotor, karies gigi
e. Hidung
Tampak simetris, tidak terdapat nafas cuping hidung
f. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjr tiroid, luka(-), JVP (-)
g. Dada dan paru
Paru :
I : simetris kanan dan kiri
P : ekspansi paru sama kanan dan kiri, nyeri tekan area dada
P : suara paru hipersonor
A : ronchi
h. Jantung
I : tidak terdapat luka, jejas, post op
P : nyeri tekan area dada
P : tidak ada pelebaran jantung
A : terdengar S1 & S2 reguler, tidak ada suara tambahan
i. Abdomen
I : tidak terdapat luka atau jejas di area abdomen
A : bising usus 12x/menit
P : nyeri tekan uluhati
P : timpani
j. Genetalia
Terpasang kateter, tidak ada tanda-tanda inffeksi
k. Ekstremitas
Terpasang infus di tangan kiri, kekutan otot penuh
3. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga mengatakan pasien merupakan perokok berat, dan setiap ada
gejala sakit pada keluarga, langsung dibawa ke klinik atau RS
b. Nutrisi dan Cairan
Sebelum sakit : keluarga mengatakan, klien makan 3xsehari dengan
nasi, sayur dam lauk. Banyak minum air, kadang di buatkan teh
Saat sakit : keluarga mengatakan, klien makan hanya sedikit 3 sendok
tiap kali makan, minum ± 200cc
c. Eliminasi
Sebelum sakit : klien mengatakan BAB 1x sehari, BAK 2-3x sehari
Saat sakit : keluarga mengataan klien belum BAB, BAK ± 50cc warna
kecoklatan
d. Aktifitas Latihan/Mobilisasi
Keterangan 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Makan dan Minum √
Mobilisasi √
Ambulasi √

Keterangan : 0 : mandiri
1 : Dibantu sebagian
2 : Perlu bantuan orang lain
3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
4 : tergantung penuh

e. Seksualitas
Klien adalah seorang ayah dengan 1 orang istri dan memiliki 1 orang
anak, mengatakan tidak ada keluhan seksualitas
f. Psikososial (Stress, Koping, dan Konsep Diri)
Pasien tampak cemas, pasien mengatakan ingin sesak dan nyerinya
berkurang dan aktivitas tidak terhambat
g. Spiritual
Klien menganut agama/keyakinan Kristiani
h. Higiene
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Mandi Mandiri Dibantu
Ganti Pakaian Mandiri Dibantu
Mencuci rambut Manidiri Dibantu
Menggosok gigi Mandiri Dibantu

i. Istirahat Tidur
Sebelum sakit : klien mengatakan bisa tidur malam, 7-8 jam, tidak
pernah tidur siang
Saat sakit : pasien sering tampak tidur dan juga bangun di waktu yang
tidak menentu
j. Persepsi, kognitif
Pasien tidak mengalami gangguan sperti pendengaran, penglihatan,
pengecapan, peraba maupun penghidu, berbicara cukup jelas dengan
sesak nafas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium. Hari/ Tanggal : 10 Agustus 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
DARAH RUTIN
Hemoglobin L 12,8 g/dL 13.2 – 17.3
Leukosit 7800 /mm3 3800 – 10600
Hematokrit L 39.0 % 40.0 – 52.0
Trombosit 18800 /mm3 150000 – 440000
Eritrosit L 4,37 Juta/ul 4.4 – 5.9
LED - % 0 – 10
KIMIA KLINIK
Ureum H 71 mg/dl 10 – 50
Creatinin H 1.4 mg/dl 0,62 – 1.10
CKMB 17 U/L <24
ELEKTROLIT
Kalium 3.9 mEg/L 3.5 – 5.0
Natrium L 132 mEg/L 135 – 147
Chlorida 99 mmol/L 95 – 105
Calsium L 8.0 mg/dl 8.8 – 10.3
IMUNOLOGI
HbsAg Kuantitatif H Non Reaktif s/co Ng: <0.13 Post: >0,13
ANALISA GAS
DARAH (BGA)
PH H 7.566 mmHg 7.37 – 7.45
PCO2 L 21.6 mmHg 33 – 44
PO2 H 190.0 mmHg 71 – 104
SO2 98.8 % 94 – 98
BE (ect) - 2.6 mmol/L (-2) – (+3)
BE (B) 0.2 mmol/L
HCO3 L 19.8 mmol/L 22 – 29
TCO2 20.5 mmol/L 23 - 27
AaDO2 355.2 mmHg
PO2/FiO2 240.2 mmHg

2. Pemeriksaan Radiologi. Hari/ Tanggal : 10 Agustus 2017


Konfensional Thorak B ( I 8 inchi)
CARDIOMEGALI
Kedua sinus lancip-tenang
Bercak-bercak parakardial kanan dan lapang atas kedua pulmo sesuai
dengan TB pulmo aktif
3. Pemeriksaan EKG
Hasil : STEMI , sinus tachycardia

G. Terapi
Oral :
1. Aspilet 80 mg/12jam
2. Diltiazem 1tab/12jam
3. Spirolactonr 24 mg/8jam
4. Lanzoprazole 1tab/8jam
5. Sukralfat 1cc/8jam
6. Antacid 1/8jam
7. As.Folat 1tab/8jam
8. Alprazolam 0,5/mlm
9. CPG 1tab/24jam
Injeksi :
1. Omeprazole 40 mg/ekstra
2. Ca.Gluconas 1amp/12jam
3. Lovofloxacin 500mg/24jam
4. Paracetamol ekstra
Nebulizer :
1. Ventolin 1//8jam
2. Pulmicord 1//8jam
Syring pump :
1. Cedocard 0.3 ml/jam
2. Aminophilin 1,25 ml/jam
Infuspump :
1. RL 50ml/jam

H. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS : Klien mengeluh nyeri uluhati Nyeri akut Gangguan iskemia
menjalar kepunggung sebelah kiri
P : AMI
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : uluhati
S:7
T : terus-menerus
DO : klien tampak mengeluh nyeri,
wajah tampak tegang, palpasi: terdapat
nyeri tekan di uluhati
2 DS : Klien mengatakan sesak nafas Ketidakefektifan pola hiperventilasi
DO : RR:38x/menit, SpO2:96%, klien nafas
terpasang canul 5lpm, nafas tampak
cepat, irama tidak teratur, HCO3: 7,566
PCO2: 21,6 PO2: 190.0

3 DS : - Penurunan curah Perubahan


DO : klien tampak mengekuarkan jantung kontraktilitas,
keringat dingin, TD 122/85mmHg, perubahan
SpO2:96%, nasal canul 5 lpm EKG: frekuensi jantung
STEMI, sinus tachycardia. Radiologi:
Cardiomegali
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan iskemia
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Penurunan curah jantung berhubhngn dengan perubahan kontraktilitas,
perubahan frekuensi jantung

J. Perencanaan
No.
Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DX
1 10-08-2017 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara
keperaawatan selama 3x24jam komprehensif (PQRST)
diharapkan nyeri berkurang 2. Memantau hemodinamika
KH: (TTV)
1. Klien melaporkan nyeri 3. Memberikan posisi nyaman
berkurang terhadap pasien
2. Klien mampu mengontrol 4. Ajarkan teknik
nyeri nonfarmakologi untuk
3. Klien mampu mengurangi nyeri berupa
mempraktekan teknik tekniik relaksasi nafas dalam
relaksasi untuk 5. Kolaborasi pemberia
emngurangi nyeri analgetik
4. Ttv dalam batas normal
2 10-08-2017 Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan klien senyaman
keperaawatan selama 3x24jam mungkin 15-30o
diharapkan pola nafas klien 2. Monitor RR dan SpO2
efektif 3. Kolaborasi pemberian O2
KH : nrm
1. RR dalam batas normal 4. Monitor aliran O2
2. Klien tidak sesak nafas 5. Anjurklien klien untuk
3. SpO2 dlam rentan normal menarik nafas dalam
6. Monitor kecemasan pasien
terhadap O2
3 10-08-2017 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperaawatan selama 3x24jam 2. Evaluasi adanya nyeri
diharapkan resiko penurunan 3. Monitor balance cairan
curah jantung dapat teratasi 4. Kolaborasi tim medis untuk
KH : terapi farmakologi
1. TD dalam batas normal
2. HR dalam batas normal
3. RR dalam batas normal
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
5. Gambara EKG normal
6. Tidak ada nyeri dada

K. Implementasi
Tgl No. Dx Implementasi Respon TTD
10-08- 1, 3 1. Melakukan pengkajian S : klien mengatakan nyeri di
2017 nyeri (PQRST) area dada dan uluhati, menjalar
sampai ke punggung sebelah kiri
P : AMI
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : dada dan uluhati
S:7
T : terus-menerus
O : klien tampak menahan nyeri,
wajah tampak tegang.
1,2,3 2. Memantau TTV S:-
O : TD: 122/85 mmHg HR:
90x/menit, RR: 38x/menit,
SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4 M:6
V:5 S: 36oC.
1,2 3. Memberikan posisi S : Klien mengatakan posisinya
nyaman (semifowler) lebih nyaman
dan ajarkan teknik O : klien mampu mempraktekan
relaksasi nafas dalam teknik relaksasi nafas dalam,
tampak rilek, posisi semifowler,
nyeri berkurang, RR: 38x/menit
2 4. Kolaborasi pemberian S : klien mengatakan sesak nafas
O2 NRM O : pemberian O2 NRM 10 lpm
3 5. Memonitor balance S : -
cairan O : input : RL 50 cc/jam, output
: urine 50cc + IWL 31
BC = 50 – 81 = -31
10-08- 1, 3 1. Melakukan pengkajian S : klien mengatakan nyeri di
2017 nyeri (PQRST) area dada dan uluhati, menjalar
sampai ke punggung sebelah kiri
P : AMI
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : dada dan uluhati
S:5
T : terus-menerus
O : klien tampak sedikit rileks
namun masih menahan nyeri.
1,2,3 2. Memantau TTV S:-
O : TD: 125/85 mmHg HR:
109x/menit, RR: 31x/menit,
SpO2: 98%, GCS: 15 = E:4 M:6
V:5 S: 36oC.
1,2 3. Memberikan posisi S : Klien mengatakan posisinya
nyaman (semifowler) lebih nyaman, istirahat lebih
dan ajarkan teknik nyaman
relaksasi nafas dalam O : klien mampu mempraktekan
teknik relaksasi nafas dalam,
tampak rilek, posisi semifowler,
1,2,3 4. Kolaborasi pemberian: nyeri berkurang, RR: 31x/menit
Ventolin 1/8jam, S : klien mengatakan masih
Pulmicord 1/8jam, oral sesak nafas dan nyeri dada
codein 10 mg, CPG 1 O : tampak adanya suara nafas :
tab ronchi, TD: 125/85 mmHg HR:
109x/menit, RR: 31x/menit,
SpO2: 98%, GCS: 15 = E:4 M:6
V:5 S: 36oC.
3 5. Memonitor balance S : -
cairan O : input : RL 50 cc/jam, output
: urine 50cc + IWL 31
BC = 50 – 81 = -31

L. Evaluasi
No. Dx Tgl/Jam Evaluasi TTD
1 12-10-2017 S : klien mengatakan nyeri dada berkurang
P : AMI
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : uluhati
S:3
T : hilang-timbul
O : klien sudah tampak rileks
A : nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi, kaji nyeri, kolaborasi analgetik,
minta klien untuk mengontrol nyeri seperti yang diajarkan.
2 12-10-2017 S : klien mengtakan masih sesak
O : RR:31x/menit, HR:87x/menit, SpO2 98%, terpasang O2
NRM 10 lpm
A : masalah pola nafas tidak efektif teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi, cukupi kebutuhan O2, kolaborasi
dengan dokter, nebulizer bila ada masa/sekret
3 12-10-2017 S : klien menatakan nyeri dada dan masih sesak
O : TD:118/88mmHg, MAP:93, HR:87x/menit
RR:31x/menit, SpO2 98%, GCS : 15, EKG: STEMI, sinus
tachicardy, masih keluar kringat dingin, urin:50cc
A : masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P : lanjutkan intevensi, monitor TTV, kolaborasi, pantau
balance cairan
BAB IV
APLIKASI EBN

1. Identitas Klien
a. Nama (Inisial) : Tn. S
b. No. Rekam medik : 482380
c. Umur : 59 Tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Agama : Kristiani
f. Pendidikan : S1
g. Pekerjaan : Pensiunan
h. Suku : Jawa
i. Alamat : Genuk
j. Diagnosa Medis : CHF

2. Data fokus
Pasien mengeluh nyeri uluhati sejak 1 hari yang lalu, P: AMI Q: seperti
ditusuk-tusuk, R: uluhati menjalar ke punggung S: 7 T: terus-menerus.
Mengeluh sesak nafas sejak 5 hari yang lalu. Kemudian sekitar jam 3 dini
hari pasien mengalami mual muntah, pasien dibawa ke IGD sekitar pukul
04.30 WIB di berikan tindakan berupa infus RL 20 tpm, kateter, O2 nasal 5
lpm. Kemudian dipindahkan ke ICU pukul 09.00 WIB. TD: 122/85 mmHg
HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4 M:6 V:5 S:
36oC.
No Data Masalah Etiologi
2 DS : Klien mengatakan sesak Ketidakefektifan hiperventilasi
nafas pola nafas
DO : RR:38x/menit, TD:
122/85 mmHg HR: 90x/menit,
SpO2: 96%, GCS: 15, S: 36oC,
nafas tampak cepat, irama tidak
teratur, HCO3: 7,566 PCO2:
21,6 PO2: 190.0

3. Diagnosa Keperawatan yang berhubungan


Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
4. EBN yang di terapkan
Posisi semi fowler 45o
5. Alasan dan Justifikasi penerapan
Mengidentifikasi pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan
tanda vital pasien gagal jantung
BAB V
PEMBAHASAN

1. Justifikasi pemilihan EBN


Mengidentifikasi pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan
tanda vital pasien gagal jantung, kemudian untuk menurunkan konsumsi
oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang maksimal, serta untuk
mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus

2. Mekanisme penerapan
Pengumpulan data primer diperoleh dari pasien dengan wawancara
menggunakan lembar, mengukur tanda vital (tekanan darah, nadi dan
respirasi rate). Data sekunder diperoleh dari status pasien yang meliputi
umur, jenis kelamin dan kelas fungsional gagal jantung. lalu diberikan
posisi tidur dengan sudut 45˚ pada pasien sesuai dengan indikasi intervensi
yang sudah ditetapkan sebelumnya kemudian mengobservasi tanda vital
(tekanan darah, nadi dan respirasi) mulai pasien dirawat dari hari pertama
diberikan intervensi posisi tidur sesuai dengan sudut yang sudah di
tentukan sampai pada hari ke dua. Observasi tanda vital dilakukan setiap
jam sesuai prosedur tetap di ruang rawat intensif. Peneliti melakukan
pengukuran kualitas tidur dengan wawancara. Setelah pasien mendapatkan
intervensi posisi tidur dengan sudut tertentu selama dua hari. Penilain
tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi) diukur berdasarkan kondisi
normal tidaknya yang diobservasi selama dua hari.
3. Hasil yang dicapai
dari hasil aplikasi EBN didapatkan
Pada hari pertama :
S : Klien mengatakan posisinya nyaman,
O : tampak rilek, posisi semifowler, nyeri berkurang, RR: 38x/menit, TD:
122/85 mmHg HR: 90x/menit, RR: 38x/menit, SpO2: 96%, GCS: 15 = E:4
M:6 V:5 S: 36oC.
Pada hari kedua :
S : Klien mengatakan posisinya lebih nyaman, isirahat lebih nyaman
O : tampak rilek, posisi semifowler, nyeri berkurang, RR: 31x/menit, TD:
125/85 mmHg HR: 109x/menit, RR: 31x/menit, SpO2: 98%, GCS: 15 =
E:4 M:6 V:5 S: 36oC.

4. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan selama aplikasi EBN


Kelebihan : mudah untuk dilakukan untuk pasien, tidak harus
mengeluarkan biaya
Kekurangan : Sudut posisi tidak berpengaruh terhadap TD, HR namun
lebih ke RR dan kualitas istirahat pasien
Hambatan : bunyi infuspump dan syring pump yang terkadang membuat
pasien terbangun
BAB VI
PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan hasil aplikasi Sudut posisi 45o dapat meningkatkan kualitas istirahat
pasienDan menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang
maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perubahan membran kapiler alveolus
Saran
Perlu untuk lebih mempertimbangkan beberapa hal seperti riwayat kebiasaan tidur
sebelumnya, pengelompokkan penyakit penyerta, observasi tanda vital (tekanan
darah, nadi dan respirasi) dengan waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK


Padjajaran Bandung, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku
Kedikteran EGC, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Wilson Lorraine M, 1995, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit),
Buku 2, Edisi 4, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Ritha Melanie, 2012, Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas
Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Stikes Jenderal A. Yani Cimahi

Anda mungkin juga menyukai