U DENGAN
DIABETES MELITUS DI RUANGAN POLI
BEDAH RSUD KH. HAYYUNG
DISUSUN OLEH:
HARNIYANTI
A.20.12.063
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
C. Tujuan ..................................................................................................................2
1. Definisi ...........................................................................................................3
2. Klasifikasi .......................................................................................................3
3. Etiologi ...........................................................................................................4
4. Patofisiologi ...................................................................................................5
6. Komplikasi.......................................................................................................8
8. Penatalaksanaan ...........................................................................................11
1. Pengkajian ....................................................................................................13
4. Implementasi ...............................................................................................20
6. Pathway ........................................................................................................21
A. Kesimpulan..........................................................................................................22
B. Saran....................................................................................................................22
ii
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes telah muncul sebagai masalah sosial yang penting di seluruh dunia, terutama
di negara-negara Asia. Menurut Diabetes Atlas of the International Diabetes
Federation(2011), prevalensi diabetes di Cina dan Jepang diperkirakan menjadi 4,5% dan
7,3% pada tahun 2010 dan telah diperkirakan meningkat hingga 5,8% dan 8,0% pada
tahun 2030. Prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis
dokter sebesar 1,5 % dan 0,4 %. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 %.
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%),
DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3
persen (RISKESDAS, 2013).
Pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko lebih tinggi dengan kejadian penyakit
stroke, jantung koroner, gangguan pembuluh darah perifer dibandingkan dengan yang
tanpa diabetes melitus. Diabetes Melitus merupakan faktor risiko kuat untuk penyakit
arteri koroner (CAD), stroke, dan penyakit arteri perifer. Hiperglikemia menyebabkan
sejumlah besar perubahan pada tingkat sel dari jaringan pembuluh darah yang berpotensi
mempercepat proses aterosklerotik. Aterosklerosis menyumbang hampir 80% dari semua
kematian di antara pasien diabetes. Hiperglikemia sekarang diakui menjadi faktor utama
dalam patogenesis aterosklerosis pada diabetes (Aronson dan Rayfield, 2002). Bitzur
(2009) menyatakan bahwa diabetes melitus memiliki risiko tinggi untuk terbentuknya
aterosklerosis, dan terjadinya penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner
(PJK) dan stroke, yang merupakan penyebab utama kematian di antara pasien dengan
diabetes tipe 2. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes melitus
adalah faktor risiko utama terjadinya stroke dan stroke berulang.
1
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik menyajikan studi kasus dalam bentuk
karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. U dengan Diabetes
Melitus di Ruang Poli Bedah RSUD KH. HAYYUNG.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap kasus
dengan klien diabetes melitus di RSUD KH. HAYYUNG.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
diabetes melitus dalam hal ini:
a. Pengkajian
b. Merumuskan diagnosa keperawatan
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan
d. Melakukan implementasi
e. Melakukan evaluasi
C. Manfaat
a. Penulis
Asuhan keperawatan akan memberikan wawasan yang luas mengenai masalah
keperawatan dengan klien diabetes melitus.
b. Instansi
1) Pendidikan
Asuhan keperawatan sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar
tentang masalah keperawatan mengenai klien dengan diabetes melitus
2) Rumah Sakit
Asuhan keperawatan sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan DM.
3) Profesi keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
informasi dibidang Keperawatan tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan
diabetes melitus.
4) Pasien
Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pembaca
tentang bagaimana penanganan pada klien dengan diabetes melitus.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (Henderina, 2010).
Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila
mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi
disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126
mg/dl.
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di
atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat
kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (RISKESDAS, 2013).
2. Klasifikasi
a) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA) 2013
juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses
autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan
terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe
2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara
berkembang (IDF, 2014).
b) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi
muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh
dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko
seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).
c) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar
3
glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan
diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di
masa depan (IDF, 2014).
d) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).
3. Etiologi
Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi menjadi 2, yaitu
diabetes mellitus primer dan diabetes mellitus sekunder
a. Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi menjadi 2, yaitu
diabetes mellitus primer dan diabetes mellitus sekunder
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau diabetes mellitus
tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhens akibat
proses auto imun.
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau diabetes mellitus
tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya atau terjadi defisiasi relative
insulin ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama dengan bahan
terangsang sekresi insulin lain.
b. Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal, karena obat,
kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga terdapat faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus :
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
2) Obesitas dan genetik
Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang
menyebabkan pancreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau reseptor
4
insulin tidak dapat merespon secara adekuat terhadap insulin. Hal ini
diperkirakan ada kaitannya antara genetik dan rangsangan berkepanjangan
reseptor–respektor insulin
3) Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata.
Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang
menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan asia dan afrika berperan
dalam patogenisnya (Waspadji, 2009).
4) Riwayat keluarga.
Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes mellitus, bila
kedua orang tua menderita penyakit ini, maka semua anaknya juga menderita
penyakit yang sama.
4. Patofisiologi
Metabolisme adalah proses pembentukan energi di dalam tubuh. Dalam proses
metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu bertugas memasukkan glukosa
ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah
suatu zat atau hormone yang disekresikan oleh sel–sel beta yang salah satu dari empat
tiap sel dalam pulau–pulau langerhans pankreas. Insulin diumpamakan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dioksidasi menjadi energi atau tenaga (Julianto Eko, 2011)
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel–sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan)
(Brunner and Suddarth, 2013).
Tidak adanya insulin disebabkan oleh reaksi autoimun yang disebebkan karena
adanya peradangan di sel beta pankreas. Ini menyebabkan timbulnya reaksi antibodi
terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen dengan
antibodi yang ditimbulkan menyebabkan hancurnya sel beta (Julianto Eko, 2011).
Menurut Brunner and Suddarth (2013), apabila konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diueresis osmotic.
5
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainya mencangkup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam–
asam amino serta substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam–basa (penurunan pH)
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut asidosis metabolic yang
diakibatkanya dapat menyebabkan tanda–tanda dan gejala seprti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami perubahan atherosklerotik pada
arteri-arteri besar, perubahan-perubahan ini sama seperti pada orang non diabetik,
insulin berperan utama dalam memetabolisme lemak atau lipida. Pada penderita
Diabetes Mellitus sering terjadi kelainan lipida. Hiperliproteinemia pada Diabetes
mellitus merupakan akibat dari adanya very low density lipoprotein yang berlebihan.
Pengecilan lumen pembuluh-pembuluh darah besar membahayakan pengiriman
oksigen ke jaringan dan dapat menyebabkan iskemia jaringan, sehingga dapat timbul
penyakit vaskuler seperti: penyakit cerebravaskuler, penyakit arteri koroner, sternosis
arteri renalis, vaskuler perifer dan penyakit ekstermitas seperti gangren.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
6
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat meimbulkan
masalah akut lainnyayang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
(HHNK).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II yang
didieritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani
pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit diabetes jangka bertahun–tahun adalah komplikasi diabetes jangka panjang
(misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosa ditegakan.
5. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:
a. Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih
sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2011).
b. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
(Subekti, 2009).
c. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah
cukup tinggi (PERKENI, 2011).
d. Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
7
6. Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah
jangka pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat
(Smeltzer & Bare, 2008).
2) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa
dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga
mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis (Soewondo, 2012).
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai
dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl
(Price & Wilson, 2012).
b. Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2012) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan
komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati
ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil
(Pandelaki, 2009).
Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
8
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan
dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal terminal.
Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering
ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke
dan risiko jantung koroner.
Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan
karena adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai
dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)
(Widiastuti, 2012).
Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM
untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan
menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan
pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo
(Smeltzer & Bare, 2008).
Penyakit Ateroskerosis
Pembuluh darah normal memiliki lapisan dalam yang disebut
endotelium. Lapisan dalam pembuluh darah ini membuat sirkulasi darah
mengalir lancar. Untuk mencapai kelancaran ini, endotelium memproduksi
Nitrous Oksida lokal (NO). NO berfungsi untuk melemaskan otot polos di
dinding pembuluh dan mencegah sel-sel darah menempel ke dinding.
Mekanisme gangguan ini diduga berpusat di jantung, dan gangguan
meningkat dengan pembentukan plak. Gula darah tinggi, asam lemak
tinggi dan trigliserida tinggi pada diabetes menyebabkan lengket di
dinding endotelium, mendorong proses keterikatan sel yang menghasilkan
reaksi jaringan lokal. Reaksi jaringan lokal menghasilkan partikel dan sel-
9
sel darah yang berbeda, menyebabkan penumpukan dan pengerasan di
dinding pembuluh (arteri). Reaksi jaringan lokal ini menghasilkan sebuah
plak, disebut plak aterosklerosis.
Pada penderita diabetes, mereka resisten terhadap tindakan insulin,
dengan kata lain tubuh penderita diabetes kurang sensitif dgn insulin.
Akibatnya, efek stimulasi ini hilang dan mengakibatkan peningkatan
kecenderungan terhadap pembentukan plak aterosklerosis.
Plak pada pembuluh darah ini lah yang nantinya akan menyumbat
pembuluh darah di otak dan mengakibatkan stroke.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1 berupa pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula darah dan
HbA1c untuk diagnosis dan kontrol diabetes mellitus.
1) Pemeriksaan gula darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah
sewaktu > 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika
kadar gula darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik
diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil
tetap di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula
darah puasa di antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu antara
140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa gejala
klasik dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau kadar gula darah
sewaktu <140 mg/dL dapat langsung didiagnosis sebagai tidak terkena
diabetes mellitus.
2) Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah
puasa. Pasien kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan kembali
diukur kadar gula darahnya 2 jam setelah meminum larutan glukosa tersebut.
Pada diabetes gestasional, pengukuran juga dilakukan pada 1 jam pasca
meminum larutan glukosa.
10
Hasil tes toleransi glukosa oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan
sebagai diabetes mellitus, 140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, dan di
bawah angka tersebut dikategorikan sebagai normal.
11
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut :
1. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
b. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi
darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara
melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan
dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate).
Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat
badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan
juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol
dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.
c. Terapi
Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia
oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe II
yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat
oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit,
infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering
lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
12
malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien
ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat sangat penting.
d. Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau
kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku
preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang
dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah awal dasar proses keperawatan secara keseluruhan, meliputi:
a. Pengumpulan data-data
1) Biodata
Nama, umur (sering terjadi pada umur 40-60 tahun), jenis kelamin,
agama, pekerjaan dan pendidikan.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan berupa adanya luka yang sulit sembuh, banyak
makan banyak minum,banyak kencing ( sering buang air besar dan kecil),
badan lemas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya didapatkan kadar gula diatas batas normal dengan atau
tanpa disertai diabetic.
4) Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat penyakit klien masa lalu yang diduga mendasari terjadinya
penyakit DM, pada klien DM didapatkan riwayat terjadinya infeksi virus
keganasan pada pankreas. Obesitas dan obat- obatan yang dapat mengurangi
produksi insulin.
5) Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
13
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
14
membantu klien menurunkan berat badan yang berlebihan ke berat badan yang
ideal, karena sering kali penyakit DM menyerang orang yang kegemukan.
5) Pola Reproduksi dan Sekual
Pada wanita terjadi kesuliatan orgasme dan laki- laki timbul impotensi
karena mengalami neuropati yang mempengaruhi system saraf otonom.
15
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata (++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien dengan DM adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
16
b. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolang
tulang, gesekan
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
d. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi keperawatan pada kasus DM berdasarkan buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia sebagai berikut:
17
Edukasi
Jelaskan penyebab, priode dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
2. Gangguan Tujuan: setelah Perawatan luka
integritas kulit dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawatan selama Monitor karateristik luka
dengan faktor 1 x 24 jam (drainase, warna, ukuran, bau).
mekanis (mis. integritas kulit Monitor tanda-tanda infeksi
penekanan membaik L.03030 Terapeutik
pada tonjolang Kriteria hasil : Lepaskan balutan dan plester
tulang, gesekan 1. Kerusakan secara perlahan.
) D.0129 jaringan Cukur rambut disekitar daerah
menurun luka, jika perlu.
2. Kerusakan Bersihkan dengan cairan Nacl
lapisan kulit atau pembersih nontoksik,
menurun. sesuai kebutuhan.
3. Kemerahan Bersihkan jaringan nefrotik
menurun. Berikan salep yang sesuai ke
4. Suhu kulit kulit/lesi, jika perlu.
membaik Pasang balutan sesuai jenis
luka.
Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase.
Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien.
Berikan diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin dan
mineral
Berikan terapi TENS (stimulus
saraf transkutaneous), jika
perlu.
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
18
infeksi.
Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein.
Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu.
Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.
3. Ketidakstabilan Tujuan : Setelah Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa dilakukan tindakan Observasi
darah perawatan 1 × 24 Identivikasi kemungkinan
berhubungan jam di harapkan penyebab hipergklimia.
dengan glukosa darah Identifikasi situasi yang
resistensi membaik dengan menyebabkan kebutuhan
insulin kriteria hasil : insulin meingkat.
1. Kesadaran Monitor kadar glukosa darah,
meningkat. jika perlu.
2. Mengantuk Monitor tanda dan gejala
menurun. hiperglikemia.
3. Mulut kering Monitor intake dan outpu
menurun. cairan.
4. Kadar glukosa Monitor keton urin, kadar
dalam darah analisa gas darah, elektrolit,
membaik. tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
Berikan asupan cairan oral.
Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglkemia
tetap ada atau memburuk.
Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik.
Edukasi
Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri.
Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga.
Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu.
19
Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu.
Kolaborasi pemberian kalium,
jika perlu.
4. Resiko infeksi Tujuan : Setelah Pencegahan Infeksi (I. 14539)
dilakukan intervensi Observasi
keperawatan 1 X 8 Monitor tanda dan gejala
Jam tingkat infeksi infeksi lokal dan sistematik
tidak terjadi/ Terapeutik
menurun dengan Batasi pengunjung
kriteria hasil L. Lakukan perawatan kulit
141370 : Cuci tangan sebelum dan
1. Kebersihan sesudah kontak dengan pasien
meningkat. dan lingkungan pasien.
2. Bengkak Pertahankan tehnik aseptic
menurun Edukasi
3. Nyeri menurun Jelaskan tanda dan gejala
4. Kemerahan infeksi
menurun Ajarkan cara mencuci tangan
5. Kadar sel darah yang benar
putih Membaik. Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa luka
atau luka operasi.
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotic
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan yang merupakan
serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung pada
klien. Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/ dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi atau
tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
20
6. Pathway
Umur
Gaya hidup
Hiperglikemia
BB turun Ulkus
Peningkatan leukosit
21
Resiko infeksi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas
nilai normal, yaitu kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126
mg/dl.
Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul pada kasus DM yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2) Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolang tulang,
gesekan
3) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
4) Resiko infeksi
B. Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam asuhan keperawatan yang saya buat di atas
merupakan kelemahan dari pada saya, karena terbatasnya kemampuan saya untuk
memperoleh data dan informasi karena terbatasnya pengetahuan saya.
Jadi yang saya harapkan kritik dan saran yang membangun agar saya dapat membuat
asuhan keperawatan yang lebih baik lagi. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan,
saya menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Akhir kata, saya berharap
agar asuhan keperawatan ini dapat membawa manfaat kepada pembaca.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Prince, Sylvia Anderson (2012) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi
6; Alih Bahasa, Brahm U. Pendit…[et. al.] ;Editor Edisi Bahasa Indonesia Huriawati
Hartono…[et. al], EGC, Jakarta.
A. DATA UMUM
Nama : Ny. U
Tempat/Tanggal lahir : 01 Juli 1969
Pendidikan terakhir : -
Umur : 53 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
No. Rm : 06 46 44
24
P : 22 x/mnt
2. Head to toe
o Kulit/integumen : Warna kulit sawo matang, terdapat ulkus
dibagian jari kaki kanan.
o Kepala & rambut : Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam campur putih,
tidak ada ketombe, tidak ada lesi.
o Telinga/pendengaran :Tidak ada nyeri tekan, simetris antara kiri dan kanan.
o Mulut dan gigi : Keadaan mukosa bibir kering, gigi bersih, tidak ada
perdarahan maupun peradangan
o Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, posisi
trakea terletak ditengah, dan tidak ada kelainan, bentuk
simetris.
25
- Extremitas atas : Tidak ada kelainan
- Extremitas bawah : Terdapat ulkus pada jari kaki kiri (jempol, jari telunjuk),
serta pada jari kaki kanan (jari kelingking)
Kekuatan otot
5 5
5 5
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium
E. PENATALAKSANAAN MEDIK
Obat oral
Hiperglikemia
Kerusakan vaskuler
Neuropati perifer
26
Ulkus
Yang mengkaji,
HARNIYANTI
NIM : A.20.12.063
KLASIFIKASI DATA
Do : RR : 22 x/mnt
Sirkulasi Ds :
Eliminasi
27
Neorosensori
Reprodukdi dan
Seksualitas
T : Hilang timbul
Integritas Ego
Pertumbuhan dan
Perkembangan
Penyuluhan dan
Pembelajaran
28
kaki kanan.
ANALISA DATA
Nyeri akut
T : Hilang timbul.
TTV : TD : 120/80 mmhg
29
N : 96 x/mnt
S : 36,8 ℃
P : 22 x/mnt
Ds : - Hiperglikemia Gangguan integritas
Do : Terdapat kerusakan jaringan dan / kulit
Kerusakan vaskuler
atau lapisan kulit :
Neuropati perifer
Terdapat ulkus pada jari
telunjuk kaki kiri. Ulkus
Terdapat ulkus pada jempol Gangguan integritas
kaki kiri. kulit
Terdapat ulkus pada jari
kelingking kaki kanan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
30
31
INTERVENSI KEPERAWATAN
32
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
33
34
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
T : Hilang timbul.
Mengidentifikasi respon nyeri
Hasil : Klien tampak meringis
2. Gangguan Kamis, 12/05/2022, Memonitor karateristik luka (drainase,
integritas 10.10 warna, ukuran, bau).
kulit 10.13 Hasil : Berwarna kemerahan, tidak berbau.
berhubungan Melepaskan balutan dan plester secara
dengan 10.17 perlahan. (Observasi)
neuropati Hasil : Balutan dilepaskan, luka tampak
perifer 10.25 basah.
D.0129 Membersihkan dengan cairan Nacl
10.30 (Observasi)
Hasil : Luka klien tampak bersih.
Memasang balutan sesuai jenis luka.
(Observasi)
Hasil : Balutan terpasang agar luka tidak
terkena benda asing dari luar.
35
EVALUASI KEPERAWATAN
T : Hilang timbul.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Mengidentifikasi respon nyeri.
36
perlahan. (Observasi)
Membersihkan dengan cairan Nacl
(Observasi)
Memasang balutan sesuai jenis luka.
(Observasi)
37