Anda di halaman 1dari 51

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

DIABETES MELITUS TIPE II DAN,


KAKI DIABETES

Pembimbing :

dr. Ida Bagus Putrawan, Sp.PD

Mahasiswa :

I Gede Nata Desrianta (1302006094)

IGA Dian Noviyani (1302006225)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
pengalaman belajar lapangan yang berjudul “Diabetes Melitus Tipe II, dan Kaki
Diabetes” ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penulisan laporan responsi kasus ini penulis banyak mendapatkan


bimbingan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM-FINASIM selaku Kepala Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
3. dr. Ida Bagus Putrawan, Sp.PD selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan pengalaman belajar lapangan ini.
4. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas
masukannya.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan responsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan responsi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga laporan responsi kasus ini dapat bermanfaat di
bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Denpasar, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

ii
Halaman

Halaman Judul i
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii

BAB I PENDAHULUAN
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


3
2.1 Definisi
3
2.2 Epidemiologi………………………………………………………....
3
2.3 Patofisiologi
4
2.4 Manifestasi Klinis
6
2.5 Diagnosis
7
2.6 Penatalaksanaan
7
2.7 Komplikasi
11
2.8 Kaki Diabetes ………………………………………………………
12
2.8 Diabetes Pada Usia Lanjut ………………………………………….
12

BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................


17

iii
3.1 Identitas Pasien
17
3.2 Anamnesis
17
3.3 Pemeriksaan Fisik
18
3.4 Pemeriksaan Penunjang
20
3.5 Diagnosis Kerja
24
3.6 Penatalaksanaan
24
3.7 Monitoring
24
BAB IV PEMBAHASAN
25

BAB V RINGKASAN
28

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik berupa adanya hiperglikemia. Hiperglikemia termasuk salah satu
tanda khas dari diabetes melitus, meskipun hiperglikemia dapat juga ditemukan
pada beberapa keadaan lain. Hiperglikemia pada diabetes melitus dapat terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau keduanya.1 Diabetes
melitus merupakan suatu penyakit yang berlangsung kronik serta kompleks dan
memerlukan manajemen medis yang berkelanjutan.2 Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan adanya kerusakan jangka panjang dan disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, meliputi mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.3American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan
diabetes menjadi empat, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes melitus
gestasional, dan diabetes tipe spesifik karena penyebab lainnya.2
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) di
berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah penderita
DM Tipe 2 yang cukup besar ditahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM Tipe 2 di Indonesia dari
9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.4 International
Diabetes Federation (IDF) juga mengestimasikan bahwa ada 382 juta orang yang
hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Jumlah tersebut diperkirakan
akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Diperkirakan dari 382
orang tersebut, 175 juta orang belum terdiagnosis sehingga terancam berkembang
progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.4 Sekitar 90-
95% insiden diabetes merupakan diabetes melitus tipe 2, sehingga epidemic
outbreak dari diabetes merefleksikan tingginya prevalensi diabetes melitus tipe 2. 5
Beberapa penelitian baik yang bersifat cross-sectional maupun longitudinal
menunjukkan bahwa prevalensi toleransi glukosa dan diabetes meningkat bersama
pertambahan umur. Umumnya diabetes yang terjadi pada orang dewasa hampir
90% merupakan diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan bahwa 50%

5
adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. Sebuah penelitian oleh Morrow &
Halter mengatakan bahwa KGD 2 jam sesudah pembebanan glukosa sebanyak
75gram akan naik 15 mg/dl tiap penambahan 1 dekade umur apabila seseorang
telah melampaui umur 30 tahun.
Pola makan dan pola hidup usia lanjut berbeda dengan usia muda, maka
terapi diet dan latihan tidak dapat diharapkan sebgamaimana mestinya. Selain itu,
farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada usia lanjut mengalami perubahan,
serta terjadinya perubahan komposisi tubuh, maka dianjurkan dosis obat yang
diberikan dimulai dengan dosis rendah dan kenaikannya dilakukan secara lambat
baik mengenai dosis maupun waktu (start low go slow).
Diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset terjadinya diabetes
adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas
dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi secara cepat. Morbiditas dan
mortalitas oleh karena diabetes melitus dapat berasal dari komplikasi akut maupun
kronik yang diakibatkan oleh adanya diabetes. Komplikasi akut dapat berupa
krisis hiperglikemia dan hipoglikemia, komplikasi kronik berupa makroangiopati,
mikroangiopati, dan neuropati. Salah satu contoh dari komplikasi kronik adalah
kaki diabetes, proses terjadinya kaki diabetes diawali oleh angiopati, neuropati,
dan infeksi. Kaki diabetes sering berakhir dengan kecacatan dan bahkan
kematian.3
Dengan meninjau dari seringnya ditemui kasus DM tipe 2 pada pusat
pelayanan kesehatan primer, maka penulis tertarik untuk mengulas teori dan kasus
mengenai DM tipe 2. Pada laporan ini, penderita sudah mengalami komplikasi
kronis dari DM yakni berupa kaki diabetes.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan diabetes melitus
(DM) sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

6
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berasosiasi dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.6 World Health Organization (WHO)
merumuskan diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat definisi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.3
Berdasarkan etiologi, Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi Diabetes
Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1), Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2), Diabetes
Melitus Tipe lain, dan Diabetes Melitus Gestasional. Diabetes Melitus Tipe 2 (DM
Tipe 2).Etiologi DM Tipe 2 bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.1
DM tipe-2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan yakni lebih dari
90%. Timbul makin sering setelah umur 40 tahun. Berbagai faktor genetik,
lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada
kecenderungan penyakit ini timbul dalam keluarga. Diabetes yang terdiagnosis
paling umum terjadi di populasi umur setengah baya dan tua, dengan tingkat
tertinggi terjadi pada orang berusia 65 tahun dan usia lebih tua.6,7

2.1.2 Epidemiologi
Penelitian Shaw dkk pada tahun 2010 mendapatkan bahwa prevalensi dari
diabetes pada orang dewasa (usia 20-79 tahun) di dunia adalah 6,4%, mengenai
285 juta orang dewasa serta akan meningkat menjadi 7,7% dan mengenai 439 juta
orang dewasa pada tahun 2030. Antara tahun 2010 dan 2030 akan ada peningkatan
69% dari jumlah orang dewasa dengan diabetes pada negara berkembang dan
peningkatan sebanyak 20% pada negara maju.7
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. 1
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mendapatkan prevalensi
diabetes melitus pada penduduk usia 25-64 tahun di Jawa dan Bali sebesar 7,5%.4
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah

7
penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 10 juta pada tahun 2015 menjadi
sekitar 16 ,1 juta pada tahun 2040.8
2.1.3 Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi
supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin bersumber pada
bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia, bahan bakar tersebut berasal dari bahan
makanan yang kita makan setiap hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan
tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak).1
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi
bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi
asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga sat makanan itu akan diserap
oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan di edarkan keseluruh
tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan tersebut harus dapat
masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah didalam proses metabolisme sel.
Dalam proses tersebut insulin memegang peran yang sangat penting yaitu
bertugas memasukkan glukosa kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan
oleh sel beta pankreas.1
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung.
Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena
itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan
hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa dalam
darah. Tiap pancreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau langerhans dan tiap
pulau berisi 100 sel beta. Disamping sel beta, ada juga sel alfa yang memproduksi
glucagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa
darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan somatostatin.1
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian
didalam sel glukosa tersebut dimetabolisme menjadi tenaga.1
Pada diabetes tipe-2 (DM Tipe-2), jumlah insulin normal, malah mungkin
lebih banyak tetapi jumlah reseptor yang terdapat pada permukaan sel yang

8
kurang. Reseptor yang kurang ini menyebabkan glukosa yang masuk kedalam sel
juga kurang atau sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan
glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Pada DM tipe-2 disamping kadar
glukosa yang tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.1
Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia Tahun 2015, resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan
sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM
tipe-2. Kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang
diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.4
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet (gambar 2.1).4 Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan
oleh delapan hal (omnious octet) berikut.

9
Gambar 2.1. The Omnious Octet dalam patogenesis hiperglikemia pada DM
Tipe 2.2
1. Kegagalan sel beta pankreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang.
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat.
3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA = Free Fatty
Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat
melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan
glukosa darah setelah makan.
6. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel- α berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan

10
ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
disbanding individu yang normal.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-
2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang
10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden
dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita
DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obesitas baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada DM tipe 2 dapat berupa keluhan klasik dan
keluhan lain. Keluhan klasik terdiri dari poliuria, polifagia, polidipsia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sedangkan keluhan
lain terdiri dari badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi,
pruritus vulva.1
Polidipsia dan poliuria terjadi akibat tingginya kadar gula dalam aliran
darah sehingga menyebabkan cairan ditarik keluar dari jaringan, sehingga
menyebabkan penderita DM sering buang air kecil dan sering minum sebagai
kompensasinya.Polifagia disebabkan karena glukosa tidak bisa masuk ke sel dan
digunakan oleh sel, sehingga otot dan organ tubuh menjadi kekurangan energi.
Terganggunya penggunaan glukosa terjadi akibat terganggunya kinerja insulin.
Penurunan berat badan terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk
memetabolisme glukosa, sehingga tubuh menggunakan energi alternatif yang
diambil dari yang tersimpan di otot maupun lemak tubuh.11
2.1.5. Diagnosis
Penegakkan diagnosis DM dapat dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa didefinisikan sebagai tidak
ada intake kalori dalam setidaknya 8 jam, atau

11
b. Glukosa plasma 2 jam setelah tes toleransi glukosa ≥ 200 mg/dL. Tes
toleransi glukosa dilakukan sesuai standar WHO dengan 75 gram glukosa
anhidrat yang dilarutkan dalam air, atau
c. A1C ≥ 6,5%. Pemeriksaan dilakukan pada laboratorium yang
menggunakan metode yang tersertifikasi NGSP dan terstandardisasi
DCCT assay, atau
d. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia,
dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL.

Tabel 1. Kriteria diagnosis DM.

1 Gejala klasik DM
+
Glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terahir)
Atau

2 Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)


(puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam)
Atau

3 Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke air)

2.1.6. Penatalaksanaan
Modalitas terapi pada pasien DM terdiri dari edukasi, terapi nutrisi,
jasmani, dan terapi farmakologis.1
1. Edukasi
Edukasi meliputi promosi hidup sehat dan dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang penting dari pengelolaan DM secara
holistik.1
2. Terapi Nutrisi
Komposisi makanan dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45-65% terutama
yang berserat tinggi. Lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak
melebihi 30% total asupan energi. Protein sebesar 10-20% total asupan energi.
Asupan natrium sama seperti orang sehat yaitu <2300 mg per hari. Konsumsi
serat dianjurkan 20-35 gram/hari.1
Kebutuhan kalori bagi penderita DM adalah 25 kal/kgBB ideal untuk
wanita dan 30 kal/kgBB ideal untuk laki-laki. Jumlah kebutuhan kalori bisa
ditambah atau dikurangi atas dasar beberapa faktor, seperti jenis kelamin,

12
umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Stres metabolik juga memengaruhi
jumlah kalori yang harus diberi, penambahan 10-30% tergantung dari beratnya
stres metabolik (sepsis, operasi, trauma).1
a. Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari
tidak dianjurkan.
- Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif
dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak melebihi batas aman
konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).
- Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
b. Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Komposisi yang dianjurkan:
lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream.
- Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
c. Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi.
- Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
d. Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari.

13
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e. Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.
f. Pemanis Alternatif
- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ADI).
- Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
tak berkalori.
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. Glukosa alkohol
antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami. Pemanis tak
berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.
Penghitungan berat badan ideal menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi, seperti berikut.1
 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 Pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumusnya menjadi:
(TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB normal : BB ideal ± 10%
Kurus : kurang dari BBI - 10%
Gemuk : lebih dari BBI + 10%
3. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2 yang
tidak disertai nefropati. Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5
kali per minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per
minggu. Latihan jasmani yang dilakukan adalah yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksmial). Contoh latihan jasmani
tersebut meliputi jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.1
4. Terapi Farmakologis

14
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.1
a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat ini dibagi menjadi 5 golongan.
1) Pemacu Sekresi Insulin
 Sulfonilurea : mempunyai efek utama sebagai peningkat sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utamanya berupa hipoglikemia dan
peningkatan berat badan.
 Glinid : cara kerja sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
 Metformin : merupakan pilihan pertama bagi sebagian besar kasus DM
tipe 2. Efek utamanya mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
 Tiazolindindion :agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat di sel otot,
lemak, dan hati.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa di Saluran Pencernaan
 Penghambat glukosidase alfa : bekerja dengan memperlambat absorbsi
glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan.

4) Penghambat DPP-IV
Menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-
1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
5) Penghambat SGLT-2
Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan
cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.

b. Obat Antihiperglikemia Suntik


Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat disertai ketosis
 Krisis hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi obat hiperglikemik oral (OHO) dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

15
 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Berdasarkan lama kerja insulin terbagi menjadi 5 jenis, yaitu :


 Insulin kerja cepat (rapid-acting insulin)
Contoh : lispro (humalog), aspart (novorapid), glulisin (apidra).
Awitan (onset) 5-15 menit, puncak efek 1-2 jam, lama kerja 4-6 jam.
 Insulin kerja pendek (short-acting insulin)
Contoh : humulin R, actrapid.
Awitan (onset) 30-60 menit, puncak efek 2-4 jam, lama kerja 6-8 jam.
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Contoh : humulin N, insulatard, insuman basal.
Awitan (onset) 1,5-4 jam, puncak efek 4-10 jam, lama kerja 8-12 jam.
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Contoh : glargine (lantus), detemir (levemir), lantus 300.
Awitan (onset) 1-3 jam, puncak efek hampir tanpa puncak, lama kerja 12-
24 jam.
 Insulin kerja ultra panjang (ultra long acting insulin)
Contoh : degludec (tresiba)
Awitan (onset) 30-60 menit, puncak efek hampir tanpa puncak, lama kerja
sampai 48 jam.
 Insulin campuran tetap.
Terapi insulin dapat diberikan secara infus intravena kontinyu atau
subkutan, secara terprogram atau terjadwal. Kebutuhan insulin harian total
(IHT) dapat didasarkan pada dosis insulin sebelum perawatan atau dihitung
sebagai 0,5-1 unit/kg BB/hari. Untuk lanjut usia atau pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yanglebih rendah, misalnya 0,3
unit/kg BB/hari.12 Setelah kebutuhan insulin harian total (IHT) dihitung,
misalnya pada pasien dengan berat badan 100 kg maka kebutuhan IHT nya
adalah 0,5 unit dikali 100 kg = 50 unit per hari. Empat puluh persen dari 50
unit itu merupakan dosis insulin basal (50 unit x 40% = 20 unit) yang diberikan
sebelum tidur. Enam puluh persen dari 50 unit itu adalah dosis insulin prandial
(50 unit x 60% = 30 unit), dosis sebesar 30 unit itu dibagi 3 dan dikonsumsi
setiap setelah makan atau dengan kata lain 10 unit setiap setelah makan.13

2.1.7 Komplikasi

16
Komplikasi pada DM tipe 2 dapat dibagi menjadi komplikasi aku dan
komplikasi kronik.1
a. Komplikasi Akut
- Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai
dengan tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat, osmolalitas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap. Status
Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) juga termasuk krisis hiperglikemia dengan
peningkatan glukosa darah hingga 600-1200 mg/dL tanpa disertai tanda dan
gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.1
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dL.
Hipoglikemia ditandai dengan adanya whipple's triad, yaitu terdapat gejala-
gejala hipoglikemia, kadar glukosa darah yang rendah, dan gejala berkurang
dengan pengobatan.1
b. Komplikasi Kronik
- Makroangiopati
Makroangiopati bisa mengenai pembuluh darah jantung, pembuluh darah
tepi, dan pembuluh darah otak. Apabila mengenai pembuluh darah tepi, gejala
tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah nyeri ketika beraktivitas dan
berkurang saat istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa
disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang bisa dapat
ditemukan pada penderita.1
- Mikroangiopati
Mikroangiopati dapat berupa retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan
neuropati. Nefropati diabetik merupakan penyebab paling utama dari gagal
ginjal stadium akhir. Sekitar 20-40% penderita diabetes akan mengalami
nefropati diabetes. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar
albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.1
Pada neuropati perifer, hilangnya sensai distal merupakan faktor penting yang
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan meningkatkan risiko amputasi.
Gejala yang sering terasa oleh penderita meliputi rasa terbakar pada kaki dan
bergetar sendiri, serta pada malam hari terasa lebih sakit. Pada polineuropati

17
distal perlu dilakukan perawatan kaki yang memadai untuk mengurangi risiko
ulkus pada kaki yang akhirnya bisa menjadi kaki diabetes.1

2.2 Kaki Diabetes


2.2.1 Definisi
Kaki diabetes merupakan suatu komplikasi kronik DM yang proses
terjadinya diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Penderita DM yang
menderita kaki diabetes biasanya adalah penderita DM yang sudah lebih dari 10
tahun, laki-laki, kontrol gula darah buruk, memiliki komplikasi kardiovaskular,
retina, dan ginjal.14
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi DM semakin meningkat setiap tahunnya, DM yang tidak
terkendali dapat menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskular
jangka panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Penderita DM juga
rentan mengalami infeksi pada kaki yang kemudian bisa berkembang menjadi
gangren dan meningkatkan kasus amputasi. 14 Kaki diabetes masih menjadi
masalah besar, di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo sebagian besar perawatan
pada penderita DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka
amputasi masih tinggi yaitu masing-masing sebesar 16% dan 25% (data
RSUPNCM tahun 2003). Pasca amputasi sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun dan sebanyak 37% akan meninggal dalam 3 tahun.3
2.2.3 Patofisiologi
Masalah pada kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati baik berupa neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, hal tersebut kemudian
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya
akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi juga
menyebabkan infeksi mudah mernyebar menjadi infeksi yang lebih luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.3

18
Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi
proteksi yangberakibat meningkatnya kerentanan terhadap trauma fisik dantermal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi
posisikaki juga hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot,
mengakibatkan penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah,
deformitas khas seperti hammer toe,claw toe, hallux rigidus. Deformitas kaki
menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar
kaki dan mudah terjadi ulkus.3Claw toe biasanya berupa dorsifleksi dari sendi
metatarsophalangeal (MTP) disertai fleksi bersamaan dari sendi proximal
interphalangeal (PIP) dan sendi distal interphalangeal (DIP), sedangkan hammer
toe fleksi terjadi pada sendi interphalangeal (PIP).15Neuropati autonom ditandai
dengan kulit kering, serta tidak berkeringat Hal ini mencetuskan timbulnya fisura,
kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga
dapat terjadi karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson
menghilang, kecepatan induksi menurun,parestesia, serta menurunnya refleks otot
dan atrofi otot.14
Kelainan vaskuler berupa iskemi juga dialami oleh penderita DM Hal ini
disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang
ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis, dan arteri poplitea. Hal tersebut menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin,
dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan neurovaskular pada
penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.Menebalnya arteri di kaki
dapat mempengaruhi otot-otot kaki dan menyebabkan berkurangnya suplai darah,
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. DM yang
tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima pembuluh darah
besar dan kapiler, sehingga aliran darah ke kaki terganggu dan terjadi nekrosis
yang mengakibatkan ulkus diabetikum.14
Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
mengganggu pelepasan oksigen oleh eritrosit, sehingga terjadi penyumbatan
sirkulasi dan kekurangan oksigen dan mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya menjadi ulkus. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat

19
berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren
kaki diabetik.14
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis kaki diabetes dilakukan dengan menilai ulkus dan keadaan
umum ekstremitas, penilaian risiko insufisiensi vaskuler, serta penilaian risiko
neuropati perifer. Ulkus diabetes cenderung terjadi pada daerah yang menumpu
beban terbesar seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, serta ujung jari yang
menonjol (jari pertama dan kedua). Ulkus di malleolus terjadi karena sering
mendapat trauma. Kelainan lain yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik
yaitu berupa callus hipertropik, kuku rapuh/pecah, kulit kering, hammer toe, dan
fissure.14
Insufisiensi arteri perifer dapat diperiksa melalui pemeriksaan fisik dan
akan ditemukan berupa hilang atau menurunnya nadi perifer. Penemuan lain yang
berhubungan dengan aterosklerosis seperti bruit arteri iliaka dan femoralis, atrofi
kulit, hilangnya rambut kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemik,
serta capillary refill test > 2 detik juga dapat ditemukan. Pemeriksaan
anklebrachialindex (ABI) dengan hasil <0,3 menandai pasien mengalami critical
limb ischemia atau iskemi berat.14
Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner- Meggit adalah sebagai
berikut.16
Derajat 0 = tidak ada lesi terbuka, deformitas atau selulitis mungkin ditemukan
Derajat 1 = ulkus superfisial (partial atau full thickness)
Derajat 2 = ulkus ekstensi ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau deep fascia,
tanpa abses atau osteomielitis
Derajat 3 = ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau joint sepsis
Derajat 4 = gangren terlokalisasi pada forefoot atau heel
Derajat 5 = gangren seluruh kaki
2.2.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan kaki diabetes terdiri dari 2 kelompok, yaitu pencegahan kaki
diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan kulit) dan
pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus atau gangren diabetik). Pengelolaan ulkus atau gangren diabetik meliputi
wound control, microbiological control-infection control, mechanical control-
pressure control, educational control.14
a. Wound Control

20
Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat. Proses
penyembuhan luka dapat terhalangi oleh jaringan nekrotik, selain itu jaringan
nekrotik juga menyediakan tempat untuk bakteri, sehingga diperlukan tindakan
debridement.Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi
pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara yang
paling efektif adalah dengan metode autolisis.14
b. Microbiological control-infection control
Data pola kuman perlu diperbaiki secaraberkala, umumnya didapatkan
infeksi bakterimultipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik yang diberikan harusselalu
sesuai dengan hasil biakan kuman danresistensinya. Lini pertama antibiotik
spektrumluas, mencakup kuman gram negatif danpositif (misalnya sefalosporin),
dikombinasi dengan obat untuk kuman anaerob(misalnya metronidazole).14
c. Mechanical control-pressure control
Berbagai cara surgikal dapat digunakan untuk mengurangi tekanan pada
luka, yaitu dengan dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses dan prosedur
koreksi bedah seperti operasi hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, partial calcanectomy.14
d. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Penyuluhan yang baik membuat penderita DM dengan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya mampu membantu dan mendukung berbagai tindakan yang
diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.3
Pada kasus dengan gangren yang parah dan debridement tidak mampu
menolong, amputasi mungkin perlu dipertimbangkan. Amputasi bisa mencegah
gangren menyebar ke bagian tubuh yang lainnya dan bisa digunakan untuk
menghilangkan bagian tubuh yang telah rusak parah sehingga anggota tubuh
artifisial (prostetis) bisa digunakan.17Gas gangren adalah infeksi nekrotik dari
jaringan lunak yang berhubungan dengan tingginya angka mortalitas, kondisi ini
sering memerlukan amputasi dengan tujuan untuk mengontrol infeksi.18

2.3. Diabetes Melitus pada Usia Lanjut


Secara garis besar konsentrasi glukosa darah pada orang dewasa normal
merupakan manifestasi dari kemampuan sekresi insulin oleh pancreas dan

21
kemampuan ambilan glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran. Gangguan toleransi
glukosa (GTG) adalah suat keadaan perubahan homeostatis glukosa sehinnga
didapatkan konsentrasi glukosa darah (KGD) 2 jam sesudah makan lebih tinggi
dari 140 mg/dl. Apabila konsentrasi tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200
mg/dl keadaan tersebut dimasukkan dalam kriteria diabetes melitus (DM). WHO
menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu decade umur, konsentrasi glukosa darah
puasa akan naik sekitar 1-2mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2 jam sesudah makan.

Patofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut masih belum jelas atau
dapat dikatakan belum seluruhnya diketahui. Sebuah penelitian oleh Morrow &
Halter mengatakan bahwa KGD 2 jam sesudah pembebanan glukosa sebanyak 75
gram akan naik 15 mg/dl tiap penambahan 1 dekade umur apabila seseorang telah
melampaui umur 30 tahun. Selain faktor intrinsik, faktor ekstrinsik seperti
menurunnya ukuran masa tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan
kecenderungan timbulnya penurunan aksi insulin pada jaringan sasaran.

Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor,


dimana keempat faktor ini akan menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi
glukosa darah pada usia lanjut karena resistensi insulin, keempat factor tersebut
yakni:

a. Perubahan komposisi tubuh


Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%, selain peningkatan
jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya
jumlah serta sensitivitas reseptor insulin.

b. Turunnya aktivitas fisik


Penurunan aktifitas fisik pada usia lanjut akan mengakibatkan penurunan
jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan
translokasi GLUT-4 juga mengalami penurunan.
c. Perubahan pola makan
Perubahan pada pola makan yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya
gigi geligi sehingga jumlah presentase bahan makanan karbohidrat akan
meningkat.
d. Perubahan neuro-hormonal

22
Peubahan neuro-hormonal yang terjadi, khususnya insulin-like growth
factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma, dimana
konsentrasi IGF-1 serum menurun sampai 50% pada usia lanjut. Penurunan
hormone ini akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena
menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin.
Beberapa penelitian baik yang bersifat cross-sectional maupun longitudinal
menunjukkan bahwa prevalensi anguan toleransi glukosa dan diabetes
meningkat bersama pertambahan umur. Umumnya dibetes orang dewasa
hamper 90% merupakan diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan bahwa
50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun.

Penentuan diabetes usia lanjut apakan baru timbul pada saat tua atau tidak
memerlukan pendekatan khusus mulai dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala
klasik seperti poliuri, polidipsi, dan polivagi. Demikian pula gejala komplikasi
seperti neuropati, retinopati dan lain sebagainya, umumnya bias dengan perubahan
fisik karena proses menua, sehingga memerlukan konfirmasi pemeriksaan fisik,
kalau diperlukan pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan. Pada pemeriksana
fisik, pasien diabetes yang timbul pada usia lanjut dikatakan kebanyakan tidak
diketemukan adanya kelainan-kelainan yang sehubungan dengan diabetes, seperti
misalnya kaki diabetes serta tumbuhnya jamur pada tempat-tempat tertentu.
Pemeriksaan konsentrasi insulin plasma baik pada saat puasa maupun 2 jam
sesudah makan sangat membantu untuk menentukan penyebab diagnosis tersebut,
apakah produksi insulin yang menurun atau resistensi insulin. Namun
pemeriksaan tersebut belum lazim dilakukan sebagai penunjang diagnosis di
indinesia.

Mengingat pola makan dan pola hidup usia lanjut berbeda dengan usia
muda, maka terapi diet dan latihan tidak dapat diharapkan sebgamaimana
mestinya. Namun pada kondisi dimana konsentrasi glukosa darah seorang usi
lanjut baik pada saat pemeriksaan sewaktu atau 2 jam setelah makan melampaui
kriteria konsensus diagnosis diabetes, tentu hal ini akan menjadi pertimbangan
pemberian terapi. Indikasi pengobatan diabetes usia lanjut yakni apabila KGD
puasa sama atau lebih dari 140% atau HbA1C sama atau lebih dari 7% atau

23
konsentrasi glukosa darah 2 jam setelah makan setinggi 250 mg% dan pasien
memperlihatkan adanya retinopati diabetic atau microalbuminuria. Mengingat
farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada usia lanjut mengalami perubahan,
serta terjadinya perubahan komposisi tubuh, maka dianjurkan dosis obat yang
diberikan dimulai dengan dosis rendah dan kenaikannya dilakukan secara lambat
baik mengenai dosis maupun waktu (start low go slow). Khusus untuk diabetes
usia lanjut yang dimulai sejak umur lebih muda, prinsip terapinya sama dengan
diabetes tipe 2, dimana obat yang telah dipakai dan cocok dilanjutkan, hanya dosis
mungkin perlu diturunkan mengingat protein binding drug pada usia lanjut sangat
menurun, agar tidak sampai terjadi hipoglikemia.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : NKS
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia

24
Alamat : Br. Piakan, Sibag Kaja, Abiansemal, Badung
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tgl MRS : 26 Oktober 2018
Tgl Pemeriksaan : 31 Oktober 2018

3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri pada punggung kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah dengan keluhan nyeri pada
punggung kaki kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan pertama kali setelah punggung kaki kanan pasien tersandung batu
saat berjalan di kebun 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
seperti berdenyut, awalnya dirasakan hanya sesekali namun makin lama
nyerinya memberat dan makin sering muncul hingga pasien tidak bisa
berjalan dan mengganggu tidurnya di malam hari.
Satu hari setelahnya, pasien mengatakan terdapat luka terbuka kecil
disertai memar berwarna merah keunguan di sekelilingnya. Luka tersebut
makin lama makin membesar dan disertai bengkak pada seluruh kaki. Luka
tersebut mengeluarkan darah bercampur nanah sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Luka tersebut dikatakan berbau oleh pasien. Sejak kakinya
membengkak, pasien mengatakan kesulitan menggerakkan kaki sehingga
makin sulit berjalan. Selama di rumah, luka pasien dirawat oleh menantunya
yang merupakan seorang bidan, namun pasien tidak mengetahui dengan
cairan apa lukanya dibersihkan. Luka tidak dibalut selama pasien dirawat di
rumah. Pasien menyangkal mengonsumsi obat-obatan apapun untuk
mengurangi keluhan. Keluhan penyerta seperti demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 4 tahun terakhir. Pasien
tidak rutin berobat ke dokter, namun pasien mengatakan menantunya yang
seorang bidan rutin menyuntikkan insulin setiap hari dengan dosis 10-12 U
sebanyak 3 kali sehari. Gula darah pasien dipantau sendiri oleh menantunya
di rumah menggunakan alat pengukur gula darah portable. Pasien

25
mengatakan memiliki riwayat rawat inap di RSUD Wangaya sebanyak 1 kali
dengan keluhan lemas. Saat itu pasien dikatakan memiliki kadar gula darah
yang sangat tinggi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Kakak kandung pasien dikatakan sudah meninggal oleh karena diabetes
mellitus. Riwayat penyakit ginjal, jantung, hipertensi, dan asma pada anggota
keluarga lainnya disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, yang sejak sakit tidak
mampu melakukan aktivitas seperti biasanya dan lebih banyak beristirahat di
tempat tidur. Sebelum dikatakan menderita diabetes mellitus, pasien merupakan
seorang pedagang canang. Pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol
dan merokok.

Riwayat Medis
1. Keluhan utama : Nyeri pada punggung kaki
kanan
2. Keluhan penyerta :
 Pusing-pusing : Tidak ada
 Nyeri kepala : Tidak ada
 Kesadaran menurun : Tidak ada
 Selera makan berubah : Tidak ada
 Berat badan : Tidak berubah
 Demam : Tidak Ada
 Sulit tidur : Tidak Ada
 Mudah marah / tersinggung : Tidak ada
 Sakit tenggorokan : Tidak ada
 Gangguan pendengaran : Tidak ada
 Gangguan penglihatan : Tidak ada
 Pilek / influenza : Tidak ada

26
 Batuk : Tidak Ada
 Sesak nafas : Tidak Ada
 Sakit gigi / lidah / gusi : Tidak Ada
 Mual / perut perih / sakit maag : Tidak Ada
 Mencret / diare : Tidak ada
 BAB berdarah : Tidak ada
 BAB hitam : Tidak ada
 Mengompol : Tidak ada
 Jatuh : Tidak Ada
 Sakit tulang sendi : Tidak Ada
 Lainnya : Tidak ada

3. Riwayat penyakit sekarang : Nyeri pada punggung kaki kanan.


4. Riwayat penyakit dahulu
 Gang. pemb. darah otak / stroke : Tidak ada
 Katarak : Tidak ada
 Nyeri jantung (Angina) : Tidak ada
 Serangan jantung IMA (MCI) : Tidak ada
 Paru-paru (TBC/PPOK/Asma) : Tidak Ada
 Kolesterol tinggi : Tidak ada
 Trigliserida tinggi : Tidak ada
 Kegemukan (obesitas) : Tidak ada
 Kencing manis / diabetes melitus : Ada
 Tekanan darah tinggi : Tidak Ada
 Batu saluran kencing : Tidak ada
 Sakit ginjal (ISK/CRF) : Tidak Ada
 Tulang keropos / Osteoporosis : Tidak ada
 Rematik / Osteoatritis : Tidak Ada
 P. Gout Pirai : Tidak ada
 Kurang darah / anemia : Tidak ada

27
 Kanker : Tidak ada
 Gangguan lambung : Tidak Ada
 Sakit liver : Tidak ada
 Batu empedu : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada
5. Riwayat pembedahan : Tidak ada
6. Riwayat rawat inap : Tidak ada
7. Riwayat kesehatan lain : Tidak ada
8. Riwayat alergi : Tidak ada
9. Obat obatan saat ini
 Dengan Resep Dokter : Ada
 Tanpa Resep Dokter : Tidak ada
10. Riwayat sosial-kemasyarakatan-keagamaan
 Rekreasi : Jarang
 Kegiatan keagamaan : Rutin
 Silahturahmi dengan keluarga : Rutin
 Silahturahmi dengan sesama lansia : Jarang
 Olahraga : Sangat jarang/tidak pernah
11. Analisa Finansial
 Pekerjaan utama sebelum sakit : Pedagang canang
 Menerima pensiun : Tidak
 Pekerjaan saat ini : Tidak Bekerja
 Penghasilan rata-rata perbulan : Tidak Ada
 Menerima bantuan dalam bentuk uang: Ada
 Menerima bantuan selain uang : Ada
 Masih menanggung orang lain : Tidak

II.Anamnesis Sistem
1. Keadaan umum : Sedang
2. Sistem kardio vaskular
 Nyeri / rasa berat di dada : Tidak Ada

28
 Sesak nafas pada waktu kerja : Tidak Ada
 Terbangun tengah malam karena sesak : Tidak Ada
 Sesak saat berbaring tanpa bantal : Tidak Ada
 Bengkak pada kaki / tungkai : Tidak Ada
3. Pulmo
 Sesak Napas : Tidak Ada
 Demam : Tidak Ada
 Batuk berdahak / kering : Tidak Ada
4. Saluran cerna
 Nafsu makan menurun/meningkat : Tidak ada
 Berak hitam : Tidak ada
 Sakit perut : Tidak ada
 Mencret : Tidak ada
 Perut terasa kembung : Tidak ada
 BAB berdarah : Tidak ada
5. Saluran Kencing
 Gangguan BAK : Tidak Ada
 Nyeri BAK : Tidak Ada
 Pancaran air seni kurang : Tidak ada
 Menetes : Tidak ada
 Bangun malam karena BAK : Tidak Ada
6. Hematologi
 Mudah timbul lebam kulit : Tidak ada
 Bila luka, perdarahan lambat berhenti : Tidak ada
 Benjolan : Tidak ada
 Riwayat DVT : Tidak ada
7. Rematologi
 Kekakuan sendi : Tidak Ada
 Bengkak sendi : Tidak Ada
 Nyeri otot : Tidak Ada
8. Endokrin

29
 Benjolan di leher depan samping : Tidak ada
 Gemetaran : Tidak ada
 Lebih suka udara dingin : Tidak ada
 Banyak keringat : Tidak ada
 Lekas lelah / lemas : Tidak ada
 Rasa haus bertambah : Tidak ada
 Mudah mengantuk : Tidak ada
 Lesu, lelah, letih, lemah : Tidak Ada
 Tidak tahan dingin : Tidak ada
9. Neurologi
 Pusing/ Sakit kepala : Tidak ada
 Kesulitan mengingat sesuatu : Tidak ada
 Pingsan sesaat : Tidak ada
 Gangguan penglihatan : Tidak ada
 Gangguan pendengaran : Tidak ada
 Rasa baal / kesemutan anggota badan : Tidak ada
 Kesulitan tidur : Tidak Ada
 Kelemahan anggota tubuh : Tidak ada
 Lumpuh : Tidak ada
 Kejang-kejang : Tidak ada

10. Jiwa
 Sering lupa : Tidak ada
 Kelakuan aneh : Tidak ada
 Mengembara : Tidak ada
 Murung : Tidak ada
 Sering menangis : Tidak ada
 Mudah tersinggung : Tidak ada

30
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Present (7/11/2018)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu aksila : 36,6 o C
Berat badan : 70 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 27,3 kg/m2
VAS : 1/10

Status General 7/11/2018


Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil +/+


3/3mm isokor, Edema palpebra -/-

Telinga : Daun telinga N/N, Sekret (-), Pendengaran normal

Hidung : Napas cuping hidung (-), Epistaksis (-)

Mulut : Sianosis (-), Ginggiva pucat (-), Ginggiva hipertrofi(-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, Faring hiperemi (-)

Leher : JVP 0cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris statis dinamis

Cor :

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : Parasternal line (D) ICS IV


Batas kiri : Mid clavicular line (S) ICS V
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, regular, murmur (-)

Pulmo :

31
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Tactile fremitus N/N, Pergerakan simetris

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikuler + + Rhonki - -

+ + - -

+ + - -

Wheezing - -
- -

- -

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), liver span 11 cm, lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+)

Inguinal : Pembesaran kelenjar (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Sesuai status lokalis

32
Status Lokalis :

Gambar 1. Foto Klinis Regio Pedis Dekstra

Look : Ulkus berukuran 7 cm x 8 cm pada dorsal pedis, dasar jaringan ikat,


tissue loss (+), jaringan nekrotik (+), pus (-), bleeding (+)

Feel : Arteri dorsalis pedis (+)

Move : ROM terbatas nyeri

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Gula darah
TANGGAL HASIL KETERANGAN
26/10/2018 416 mg/dL Tinggi
27/10/2018 321 mg/dL Tinggi
28/10/2018 187 mg/dL Tinggi
29/10/2018 211 mg/dL Tinggi
30/10/2018 201 mg/dL Tinggi
31/10/2018 205 mg/dL Tinggi
01/11/2018 206 mg/dL Tinggi
02/11/2018 135 mg/dL Normal
03/11/2018 130 mg/dL Normal
04/11/2018 128 mg/dL Normal
05/11/2018 129 mg/dL Normal

33
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil
Parameter Satuan Nilai Rujukan
26/10/2018 30/10/2018

WBC 20,92 (H) 10,43 103/µL 4,1 - 11,0

NEU% 82,69 (H) 76,93 % 47,0 - 80,0

LYM% 7,28 (L) 11,63 (L) % 13,0 - 40,0

MONO% 9,21 9,35 % 2,0 - 11,0

EOS% 0,03 1,43 % 0,0 - 5,0

BASO% 0,79 0,66 % 0,0 - 2,0

NEU# 17,30 (H) 8,02 (L) 103/µL 2,50 - 7,50

LYM# 1,52 1,21 103/µL 1,00 - 4,00

MONO# 1,93 (H) 0,98 103/µL 0,10 - 1,20

EOS# 0,01 0,15 103/µL 0,00 - 0,50

BASO# 0,17 (H) 0,07 103/µL 0,00 - 0,10

RBC 4,43 3,95 (L) 106/µL 4,00 - 5,20

HGB 12,34 12,44 g/dL 12,0 - 16,0

HCT 38,45 37,46 % 36,0 - 46,0

MCV 86,81 86,94 fL 80,0 - 100,0

MCH 26,21 26,25 Pg 26,0 - 34,0

MCHC 32,67 32,78 g/dL 31,0 - 36,0

PLT 217,30 226,10 103/µL 140 – 440

RDW 11,77 11,74 % 11,6 - 14,8

MPV 7,56 6,82 fL 6,80 – 10,0

Pemeriksaan Faal Hemostasis


Hasil
Parameter Satuan Nilai Rujukan
27/10/2018

APTT 28,7 Detik 24 – 36

34
PTT 12,8 Detik 10,8 – 14,4

INR 1,02 0,9 – 1,1

Pemeriksaan Kimia Klinik


Hasil Nilai
Parameter Satuan
26/10/2018 27/10/2018 30/10/2018 Rujukan

SGOT/AST 18,7 U/L 11,00 – 27,00

SGPT/ALT 22,30 U/L 11,00 – 34,00

GDS 426 (H) Mg/dL 70-140

HbA1c 13,8 (H) % 4,8-5,9

BUN 18,60 11,40 Mg/dL 8,00-23,00

Kreatinin 0.80 0,82 mg/dL 0,50-0,90

Albumin 2,50 (L) g/dL 3,40-4,80

Na (serum) 127 (L) 126 (L) 131 (L) Mmol/L 136-145

K (serum) 3,79 4,32 3,50 Mmol/L 3,50-5,10

Cl (serum) 78 (L) Mmol/L 96-108

Pemeriksaan Urinalisis

Hasil
Parameter Satuan Nilai Rujukan
27/10/2018

Berat jenis 1,014 1,003-1,035

pH 5,50 4,5-8

Leukosit negatif Leuco/uL negatif

Nitrit negatif Mg/dL negatif

Protein negatif Mg/dL negatif

Glukosa negatif Mg/dL negatif

Keton negatif Mg/dL negatif

35
Darah negatif Ery/uL negatif

Urobilinogen Mg/dL normal

Bilirubin negatif Mg/dL negatif

Warna yellow p.yellow-yellow

1. Hasil Pemeriksaan Elektrokardiografi (26/10/2018)

Interpretasi EKG:

• Irama : Sinus
• Heart Rate : 100 x/menit, regular
• Axis : Normal
• P wave : Left Axis Deviation
• PR Interval : Normal
• QRS Complex : Normal
• R V5 + S V2 < 35 mm
• R/S V1 < 1 mm
• ST-T Changes : (-)
Kesimpulan : Left Ventricle High Voltage

36
3.5 PENAPISAN
Penapisan Fungsional (Activity Daily Living Barthel Index)

No. Fungsi Skor Keterangan

0 Inkontinen/tak teratur (perlu enema)

01 Mengontrol BAB 1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

0 Inkontinen/pakai kateter dan tak terkontrol

02 Mengontrol BAK 1 Kadang-kadang inkontinen (max 1 x 24 jam)

2 Mandiri
Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
03 (lap muka, sisir
1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
Penggunaan toilet 0 Tergantung pertolongan orang lain
pergi ke dalam dari
Perlu pertolongan beberapa aktivitas tetapi
04 WC (melepas, 1
dapat mengerjakan sendiri aktivitas yang lain
memakai celana,
2 Mandiri
menyeka, menyiram)
0 Tidak mampu

05 Makan 1 Perlu seseorang menolong memotong makan

2 Mandiri

0 Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
Berpindah tempat 1
06 (2orang)
dari tidur ke duduk
2 Bantuan minimal 1 orang

3 Mandiri
07 Mobilisasi/berjalan 0 Tidak mampu

37
1 Bisa berjalan dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan satu orang

3 Mandiri

0 Tergantung orang lain


Berpakaian
08 1 Sebagian dibantu (mis. mengancing baju)
(memakai baju)
2 Mandiri

0 Tidak mampu

09 Naik turun tangga 1 Butuh pertolongan orang lain

2 Mandiri (naik turun)

0 Tergantung orang lain


10 Mandi
1 Mandiri

Total Skor 20

Skor ADL (BAI)


20 : Mandiri
12–19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5–8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

Penapisan Sindrom Delirium


1. Onset akut dan fluktuatif ya tidak
2. Inatensi ya tidak
3. Pikiran tidak terorganisir ya tidak
4. Perubahan tingkat kesadaran ya tidak
Delirium ya tidak

IADL

No Aktivitas Independen (tidak perlu bantuan Dependen (perlu Nilai

38
orang lain) bantuan orang lain)
Nilai = 0 Nilai = 1
● Mengoperasikan telepon sendiri
● Mencari dan menghubungi nomer
● Tidak bisa
● Menghubungi beberapa nomer
1 Telepon menggunakan 1
yang diketahui
telepon sama sekali
● Menjawab telepon tetapi tidak
menghubungi
● Perlu bantuan untuk
● Mengatur semua kebutuhan mengantar belanja
2 Belanja 1
belanja sendiri ● Sama sekali tidak
mampu belanja
● Menyiapkan
makanan jika sudah
disediakan bahan
makanan
Persiapan ● Merencanakan, menyiapkan, dan ● Menyiapkan
3 1
makanan menghidangkan makanan makanan tetapi tidak
mengatur diet yang
cukup
● Perlu disiapkan dan
dilayani
● Perlu bantuan untuk
● Merawat rumah sendiri atau
semua perawatan
bantuan kadang-kadang
Perawatan rumah sehari-hari
4 ● Mengerjakan pekerjaan ringan 1
rumah ● Tidak berpartisipasi
sehari-hari (merapikan tempat
dalam perawatan
tidur, mencuci piring)
rumah
● Mencuci hanya
beberapa pakaian
Mencuci ● Mencuci semua pakaian sendiri
5 ● Semua pakaian 1
baju ● Mencuci pakaian yang kecil
dicuci oleh orang
lain
6 Transport ● Berpergian sendiri menggunakan ● Perjalanan terbatas 1

39
kendaraan umum atau menyetir ke taxi atau
sendiri kendaraan dengan
● Mengatur perjalanan sendiri bantuan orang lain
● Perjalanan menggunakan ● Tidak melakukan
transportasi umum jika ada yang perjalanan sama
menyertai sekali
● Tidak mampu
● Meminum obat secara tepat dosis
7 Pengobatan menyiapkan obat 1
dan waktu tanpa bantuan
sendiri
● Mengatur masalah finansial
● Tidak mampu
( tagihan, pergi ke bank)
Manajemen mengambil
8 ● Mengatur pengeluaran sehari- 1
keuangan keputusan finansial
hari, tapi perlu bantuan untuk ke
atau memegang uang
bank untuk transaksi penting
TOTAL 8

Skor IADL :
0 : Independen
1 : Kadang-kadang perlu bantuan
0 : Perlu bantuan sepanjang waktu
3-8 : Tidak beraktivitas / Dikerjakan oleh orang lain

Penapisan Depresi – GDS (Geriatric Depression Scale)

No Keterangan YA TIDAK
01 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? 0 1
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan
02 1 0
minat atau kesenangan anda?
03 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? 1 0
04 Apakah anda sering merasa bosan? 1 0
05 Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan? 0 1
Apakah anda merasa targanggu dengan pikiran bahwa
06 1 0
anda tidak dapat keluar dari pikiran anda?
Apakah anda merasa mempunyai semangat yang baik
07 0 1
setiap saat?

40
Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan
08 1 0
terjadi pada diri anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup
09 0 1
anda?
10 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? 1 0
11 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? 1 0
Apakah anda lebih senang berada dirumah daripada pergi
12 1 0
ke luar rumah dan melakukan hal-hal yang baru?
Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa depan
13 1 0
anda?
Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan
14 1 0
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
15 Apakah menurut anda hidup anda saat ini menyenangkan? 0 1
16 Apakah anda sering merasa sedih? 1 0
17 Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? 1 0
18 Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda? 1 0
Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan
19 0 1
menyenangkan?
Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang
20 0 1
baru?
21 Apakah anda merasa penuh semangat? 0 1
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
22 1 0
harapan?
Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang
23 1 0
lebih baik dari anda?
24 Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil? 1 0
25 Apakah anda sering merasa ingin menangis ? 1 0
26 Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi? 1 0
27 Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari? 0 1
Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti
28 1 0
pertemuan-pertemuan sosial atau masyarakat?
29 Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan? 0 1
30 Apakah pikiran anda secerah biasanya? 0 1
TOTAL 7

41
Skor antara 0-9 : Normal
Skor antara 10-19 : Mild depression
Skor antara 20-30 : Severe depression

Penapisan Inkontinensia

Pertanyaan : Apakah anda mengompol atau BAB tanpa disadari ?


0 Tidak pernah
Kadang-kadang kehilangan kontrol berkemih/ menggunakan alat bantu
1
untuk berkemih &BAB
2,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam sebulan
Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya 2 kali sebulan /kadang-kadang
4
kehilangan kontrol BAB
5 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali dalam sebulan
5,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam seminggu
6,5 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 2 kali sebulan
Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali seminggu/kehilangan kontrol
8
berkemih sedikitnya sekali tiap hari
10 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali sehari
10,5 Tidak bisa mengontrol fungsi berkemih sama sekali
10,5 Tidak bisa mengontrol BAB sama sekali
Inkontinensia dikelompokkan menjadi :
0 : Tidak ada inkontinensia
1-2,5 : Inkontinensia ringan
4,0-6,5: Inkontinensia sedang
≥8 : Inkontinensia berat

Penapisan Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment)


Nila
No. Penilaian
i
Apakah terjadi penurunan asupan makanan selama 3 bulan
terakhir berkaitan dengan nafsu makan, gangguan saluran cerna,
kesulitan mengunyah atau kesulitan menelan?
1 1
0 = Penurunan nafsu makan tingkat berat
1 = Penurunan nafsu makan tingkat sedang

2 BB selama 3 bulan terakhir : 3

42
a. Kehilangan > 3kg = 0
b. Tidak tahu = 1
c. Kehilangan antara 1-3 kg = 2
d. Tidak kehilangan BB = 3
Mobilitas
a. Hanya terbaring atau diatas kursi roda = 0
3 2
b. Dapat bangkit dari tempat tidur tapi tidak keluar rumah= 1
c.Dapat pergi keluar rumah = 2
Mengalami stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bln terakhir :
4 2
Tidak = 2 / Ya = 0
Masalah neuropsikologis
a. Demensia berat dan depresi = 0
5 2
b. Demensia ringan =1
c. Tidak ada masalah psikologis = 2
Indeks masa tubuh : BB/TB (m2)
a. < 19 = 0
6 b. 19-21= 1 3
c. 21-<23=2
d. >23 = 3
TOTAL 13
Interpretasi:
Skor 12-14 : Gizi baik
Skor 8-11 : Berisiko malnutrisi
Skor 0-7 : Malnutrisi

43
3.6 DIAGNOSIS KERJA
• Diabetes Mellitus Tipe II
- DMDF Wagner III post debridement

3.7 PENATALAKSANAAN
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Diet DM 1080 kkal/hari
- Cefoperazon 1 gram tiap 12 jam intravena
- Lantus 10 unit tiap 24 jam subkutan
- Novorapid 6 unit tiap 8 jam subkutan
- Rawat Luka

3.8 MONITORING
Vital sign, keluhan nyeri, blood sugar setiap 24 jam.

BAB IV
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan


Tempat tinggal pasien yang berada di Br. Piakan, Sibag Kaja,
Abiansemal, Badung. Prinsip-prinsip umum pengelolaan Diabetes Melitus
tidak hanya terbatas pada terapi farmakologis, namun juga memerlukan terapi
non-farmakologis yaitu pendekatan biopsikososial. Kunjungan dilakukan

44
untuk mengidentifikasi masalah, mengamati kondisi pasien dengan turun
langsung ke lapangan, menemukan permasalahan yang ada, serta mencari
penyelesaiannya. Saat melakukan kunjungan ke rumah pasien, keluhan pasien
sudah lebih membaik dibandingkan dengan saat di rumah sakit. Adapun
intervensi yang dilakukan yaitu:
a. Edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien beserta
keluarganya tentang Diabetes Melitus.
b. Menyadarkan pasien beserta keluarganya akan pentingnya menjaga
kesehatan dengan memenuhi kebutuhan nutrisi, beraktivitas dengan baik.
c. Memberi terapi biopsikologis kepada pasien yang cenderung memiliki
perasaan sedih dan kesepian setiap harinya.

4.2 Daftar Masalah


Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal
menghadapi penyakitnya:
 Keluhan lemas yang sering dirasakan pasien terkadang
mengganggu aktivitas sehari-harinya, jika keluhan dirasakan berat pasien
memilih lebih banyak beristirahat.
 Pasien mengeluh susah berjalan akibat luka di kakinya.

a. Analisis Kebutuhan Pasien


a. Kebutuhan Fisik-Biomedis
Pasien makan sehari-hari dirumah dengan makanan yang dimasak oleh anak
sulungnya. Pasien sendiri mengaku makan teratur 3 kali sehari dan tidak ada
penurunan nafsu makan. Sehari-hari pasien cenderung mengkonsumsi
makanan yang di haluskan, adapun makanan yang biasa di konsumsi adalah
nasi dengan lauk-pauk seperti tahu, tempe, daging ayam, telur, dan sayuran.
Pasien dihindarkan untuk mengkonsumsi makanan daging berkaki empat.
Sesekali pasien juga suka mengkonsumsi buah-buahan.
Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien
Untuk menghitung status gizi, maka pada pasien ini dipakai rumus Brocca,
yaitu:1,5
BBI = (Tinggi badan – 100) – 10%(Tinggi badan – 100)

45
BBI = (160 – 100) – 10% (160 – 100)
BBI = 54 kg
Penentuan Kebutuhan Kalori
Kalori basal = 54 x 25 kal/kg = 1350 kal
Koreksi / Penyesuaian
1. Usia > 40 th = - (10% × 1350 kal ) = - 135 kal
2. Aktivitas ringan = + (10% × 1350 kal) = + 135 kal
3. Berat badan lebih = - (20% x 1350 kal) = - 270 kal
4. Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke) = tidak ada
Total Kebutuhan Kalori yaitu = 1080 kal per hari
Nutrisi harian pemenuhan kebutuhan kalori pasien
Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu
Karbohidrat
Nasi 1 prg nasi 3 kali 21 kali
Roti 1 potong 1 kali 7 kali
Lainnya - - -
Protein
Hewani 1 potong 3 kali 21 kali
Nabati 1 potong 3 kali 21 kali
Susu - - -
Sayur 1 porsi 3 kali 21 kali
Buah 1 biji/potong 3 kal 21 kali
Jajan / kue 1 porsi 2-3 kali 14-21 kali

Menurut pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali sehari dengan uraian
menu untuk sarapan berupa nasi, telur, dan sayur, sedangkan untuk makan
siang dan malam menunya adalah nasi, tempe/tahu, daging atau ikan dan
sayur. Kemudian ditambah dengan buah-buahan setiap kali selesai makan.
Pasien mengaku tidak mengalami kendala dalam pola makannya, serta
nafsu makan dikatakan seperti biasa. Pasien membatasi dirinya
mengkonsumsi gula dan hewan berkaki empat. Dari data nutrisi harian
keluarga tersebut, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi pasien,
namun pasien perlu membatasi diri dalam mengkonsumsi lemak, minyak,
garam dan makanan yang mengandung protein tinggi.

46
 Latihan Jasmani
Pasien memerlukan olahraga secara teratur setidaknya sekitar 30 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu. Kegiatan jasmani sehari-hari yang bisa
dilakukan adalah berjalan kaki karena pasien sudah tua dan susah dalam
berjalan. Pasien mengatakan mempunyai hobi berolahraga dan termasuk
orang yang aktif setiap hari pasien berjalan kaki di depan rumahnya
walaupun hanya mondar-mandir.
 Akses pelayanan kesehatan
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi
sepanjang hidup pasien, sehingga hendaknya pasien tinggal di tempat yang
mudah menjangkau pusat pelayanan kesehatan terdekat. Pasien tinggal di
kawasan badung dan dekat dengan RSUD Mangusada.
 Lingkungan
Saat ini pasien tinggal di Br. Piakan, Sibag Kaja, Abiansemal, Badung.
Pasien hanya bersama anak sulungnya. Sedangkan anak-anak pasien,
menantu dan cucunya tinggal di rumah yang beda tapi masih dekat dengan
lingkungan tempat tinggal pasien. Keadaan rumah pasien seluas 1 are
tergolong cukup bersih dan rapi. Pada rumah utama terdiri dari 3 kamar
tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi, 1 ruang bekerja, dan 1 ruang tamu. Sumber
air untuk mandi, mencuci baju dan memasak berasal dari PDAM. Air
minum sudah memakai air mineral.

b. Kebutuhan bio-psikososial
 Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis / keluarga pasien. Kakak kandung pasien
memiliki riwayat diabetes.
 Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga. Pasien merupakan orang yang disiplin, sangat taat
dalam berobat dan memahami penyakitnya. Pasien memiliki keluarga
besar dengan 3 orang anak, mereka sangat memperhatikan dan mendukung
kondisi kesehatan pasien. Anak-anak pasien hampir semua dikatakan

47
memahami penyakit diabetes dan mengusahakan segala hal yang dapat
memperingan penyakit pasien.

4.Saran
KIE kepada pasien tentang DM agar pasien dapat menyadari perlunya
pengobatan dan terapi suportif lain untuk menjaga kesehatannya.
- KIE kepada pasien mengenai pola makan yang sebaiknya
dikonsumsi disesuaikan dengan kondisi kesehatannya saat ini dan
kebutuhan kalori perharinya. Terutama menyarankan pasien
mengurangi makanan yang banyak mengandung garam, protein dan
lemak.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan kaki harian untuk mendeteksi tanda alas kaki yang tidak
tepat atau trauma minor.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang menjaga kebersihan
dan kelembapan kaki.
- KIE kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien sehingga
dapat memahami dan memberikan dukungan secara fisik dan psikis
dalam memperbaiki kualitas hidup pasien.
- KIE agar pasien menyadari hidup dengan DM dan dapat melakukan
aktivitas yang digemarinya dengan tetap mengingat segala
keterbatasannya saat ini.

48
BAB V
SIMPULAN

Pasien NKS, perempuan 63 tahun, tidak bekerja, didiagnosis dengan

Diabetes Melitus Tipe 2 sejak tahun 2008 dan DMDF Wagner III. Dari hasil

kunjungan, didapatkan permasalahan berupa pasien Keluhan lemas yang sering

dirasakan pasien terkadang mengganggu aktivitas sehari-harinya, jika keluhan

dirasakan berat pasien memilih lebih banyak beristirahat, pasien juga mengeluh

susah berjalan akibat luka di kakinya.

Dari permasalahan tersebut, diberikan intervensi dalam bentuk KIE

terutama mengenai informasi kepada penderita dan keluarganya bahwa untuk

dapat mengendalikan penyakitnya, diperlukan kombinasi antara terapi gizi medis,

latihan jasmani, terapi psikologis, dan intervensi farmakologis. Keluarga pasien

juga di harapkan untuk bisa memanagement waktu untuk mengingatkan akan

pentingnya kontrol setiap bulannya dan berupaya mengantar pasien ke poliklinik

untuk memantau perkembangan dan kesehatan pasien.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. 2015.
2. ADA. Standards of Medical Care in Diabetes 2017. American Diabetes
Association. 2017; vol.40(Supplement 1).
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2009.
4. Kemenkes RI. Infodatin Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2014.
5. Cheng D. Prevalence, predisposition and prevention of type II diabetes.
Nutr Metab (Lond). 2005;2:29.
6. ADA. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care.
2014;37(Supplement 1): S81-S90.
7. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global estimates of the prevalence of
diabetes for 2010 and 2030. Diabetic Reserach and clincal practice.
2010;87:4-14.
8. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. 2015.
9. Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba, CB. The
pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus.
J. Physiol. Pathophysiol. 2013;4(4):46-57.
10. Jameson JL. Harrison's Endocrinology 3rd Edition. McGrawHill. 2013.
11. Mayo Clinic. Type 2 Diabetes. 2016. Tersedia dalam :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-2-diabetes/symptoms-
causes/dxc-20169861 (diakses 5 Maret 2017).
12. Perkeni. Konsensus Penggunaan Insulin. Jakarta : PB Perkeni. 2015.
13. Canada Diabetes Association. Insulin Prescription. 2014.
14. Kartika RW. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. CDK-248. 2017;44(1).
15. DeOrio JK. Claw Toe. 2016. Tersedia dalam :
http://emedicine.medscape.com/article/1232559-overview (diakses 5
Maret 2017).
16. Rykberg RG. Diabetic Foot Ulcers:Pathogenesis and Management.
American Family Physician. 2002;66(9):1655-62.

50
17. NHS. Gangrene Treatment. 2015. Tersedia dalam :
http://www.nhs.uk/Conditions/Gangrene/Pages/new_Treatment.aspx
(diakses 5 Maret 2017).
18. Aggelidakis J, Lasithiotakis K, Topalidou A, Koutroumpas J, Kouvidis G,
Katonis P. Limb salvage after gas gangrene: a case report and review of
the literature. World Journal of Emergency Surgery. 2011;6:28.

51

Anda mungkin juga menyukai