Anda di halaman 1dari 42

Grand Case

ULKUS DIABETIKUM

Oleh :

Adissa Benanda 1810313006


Gopi Komathi Veloo 1410314010
Elistiyo Rizki Akbar 2140312200

Pembimbing

Dr. dr. Raflis Rustam, SpB(K)V

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH RSUP M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan nikmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Grand case yang berjudul “Ulkus

Diabetikum” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian

Ilmu Penyakit Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Raflis Rustam, SpB(K)V sebagai
pembimbing dalam penyusunan Grand case ini beserta seluruh jajarannya dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan Grand case ini.

Penulis menyadari bahwa Grand case ini jauh dari sempurna, maka dari itu

sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Grand case ini. Penulis

berharap agar Grand case ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetauan terutama

bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman dokter muda yang tengah menjalani

kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Grand case ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 05 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ....................................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah......................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan ................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi DM ...........................................................................................................6
2.2 Epidemiologi DM ...................................................................................................6
2.3 Etiologi DM ............................................................................................................ 7
2.4 Gejala DM .............................................................................................................. 8
2.5 Komplikasi DM .......................................................................................................9
2. 6 Definisi Ulkus DM .............................................................................................. 11
2.7 Epidemiologi Ulkus Diabetikum...........................................................................11
2.8 Etiologi Ulkus Diabetikum ................................................................................... 11
2.9 Patogenesis Ulkus Diabteikum ............................................................................. 12
2.10 Gejala Ulkus Diabetikum ................................................................................... 15
2.11 Klasifikasi Ulkus Diabetikum ............................................................................. 15
2.12 Pemeriksaan Ulkus Diabetikum ........................................................................ 17
2.13 Tatalaksana dan Pencegahan Ulkus Diabetikum ...............................................19
BAB 3 ILUSTRASI KASUS.................................................................................... 25
BAB 4 DISKUSI ....................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat,


perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini di
kenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak
menular salah satunya adalah Diabetes mellitus.1
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini
dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi
vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati3,4.
Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah,
urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas
meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit
yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang
ditimbulkan masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan
penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin ulkus,
pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya yang sangat
besar tiap tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan kesehatan.6
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki,
tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi
ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan
perawatan yang adekuat.7 Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu
debridement, offloading dan kontrol infeksi.8 Ulkus kaki pada pasien diabetes harus
mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko
infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan
kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan. Dari beberapa
penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah.9,10
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengenali defenisi, epidemiologi, jenis, gejala klinis,
patofisiologi, prinsip diagnostik, tatalaksana dan prognosis dari ulkus diabetikum
berbadasarkan studi kasus.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini dapat menambah pengetahuan mengenai ulkus diabetikum.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini merujuk ke berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELLITUS
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah
yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun
absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan
makroangiopati4,5.
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah 3,11.

2. Epidemiologi
Menurut survei yang di lakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO),
jumlah penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta
orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di
atasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta).
Jumlah penderita Diabetes Mellitus tahun 2000 di dunia termasuk Indonesia tercatat
175,4 juta orang6,7.
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,
bahkandi daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%.
Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga
diabetes melitus merupakan masal. kesehatan masyarakat yang serius3,4,6,8.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003
diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di
daerah rural sejumlah 5,5 juta3.
3. Etiologi Diabetes Mellitus
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA
2007 adalahsebagai berikut:3,11
a. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus defisiensi insulin
absolut):
1) Autoimun.
2) Idiopatik.
b. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensiinsulin
disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin).
c. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta :
a) Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3.
b) DNA mitokondria.
2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
a) Pankreatitis.
b) Tumor/ pankreatektomi.
c) Pankreatopati fibrokalkulus.
4) Endokrinopati.
a) Akromegali.
b) Sindroma Cushing.
c) Feokromositoma.
d) Hipertiroidisme.
5) Karena obat/ zat kimia.
a) Pentamidin, asam nikotinat.

b) Glukokortikoid, hormon tiroid.


c) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain.

6) Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus.


7) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: SindromDown, Sindrom
Klinefelter, Sindrom Turner dan lain-lain.

4. Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes mellitus


Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut
dangejala kronik.
d. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak
(Poli),yaitu: Banyak makan (poliphagia); Banyak minum (polidipsia);
Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbulgejala:
a) Banyak minum.
b) Banyak kencing.
c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan
cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2 – 4minggu).
d) Mudah lelah.
e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita
akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik12,13,14.
e. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitusadalah
sebagai berikut:
1. Kesemutan.
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal di kulit.
4. Kram.
5. Mudah mengantuk.
6. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
7. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
8. Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksualmenurun,bahkan
impotensi. 1,12,15.
5. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi
duayaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik
(KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg
% dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah,
lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan
gejala yang muncul yaitu oliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual
muntah, penurunan kesadaran sampai koma16.
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh

darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik)17. Angiopati


diabetik dibagi menjadi dua, yaitu makroangiopati (makrovaskuler)
dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu
sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligusbersamaan.

Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:


a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.

c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler


d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler
danmakrovaskuler9,10,18.

Bagan 1. Patogenesis Komplikasi kronis DM

Sumber : Green RJ, 1997

B. ULKUS DIABETIKUM
1. Definisi ulkus Diabetikum
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat19.
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob12,14,16
2. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita Dm. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM
paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal
dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun
pasca amputasi20
3. Etiologi dan Faktor Resiko ulkus diabetikum
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetikum meliputi
neuropati,penyakit arterial,tekanan dan deformitas kaki.
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.terdiri atas
:
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan
gayahidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.

3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang
disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.

4. Patogenesis ulkus diabetika

Bagan 2 patogenesis ulkus Diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus
adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering
disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, danInfeksi14,16,17.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan
akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek
otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi
tidak hati-hati dapat terjadi traumayang akan menjadi ulkus diabetika9
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karenakekurangan
darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan
adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai10,14,16
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan
yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika12,14.
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi padatungkai bawah terutama
kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang
kemudian timbul ulkus diabetika17.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar
dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan
danulkus diabetikum12,16.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika12,14,15.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah12.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan
yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis21
Perubahan inflamasi pada pembuluh darah, akan terjadi penumpukan
lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDLsebagai pembersih plak
biasanya rendah. Adanyafactor risikolain yaitu hipertensiakan meningkatkan
kerentanan terhadap atherosclerosis.konsekuensi adanya athrosklerosis yaitu
sirkulasi jaringan menurun hingga kaki menjadi atrofi,dingin dan kuku
menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun
sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh
sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan
bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman
aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika adalah :
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensari rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis,tibialis,dan popliteal
f. Kaki menjadi atrofi, dingin kuku menebl
g. Kulit kering
6. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Wagner, terdiri dari 6 tingkatan :
0= Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1= Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2= Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3= Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Gambar ilustrasi klasifikasi diabetic ulcer


Sedangkan klasifikasi untuk kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik
menurut Brodsky:
Berdasarkan kedalaman luka/ ulserasi
o 0 : Pre dan post ulserasi
o 1 : luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau
o keduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau
tulang.
o 2 : luka memembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai
tulang atau sendi
o 3 : tulang menembus tulang atau sendi
Berdasarkan luas daerah iskemia
o A : Tanpa iskemia
o B : iskemia tanpa gangrene
o C : partial gangrene
o D : Complete foot gangrene

7. Pemeriksaan pada ulkus diabetikum


Apabila kita menemukan pasien yang dicurigai atau memang mempunyai
ulkus diabetikum,ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
menentukan status luka, yaitu:
a. Pengkajian luka:
a. Tentukan lokasi dan letak luka
Tentukan letak keberadaan luka berada dibagian tubuh mana
hal ini dapat berguna sebagai indicator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga dapat
meminimalisir kejadian terulang dengan menghilangkan
penyebabnya
b. Tentukan stadium luka
Tentukan stadium luka berdasarkan klasifikasi stadium ulkus
diabetikum dari wagner, berdasarkan kedalaman dari
lukanya juga tingkat keparahan iskemia dari ulkus
c. Warna pada dasar luka
Apabila warna pada dasar luka adalah merah , maka luka
bersih dan banyak vaskularisasinya. Jika berwarna kuning
maka dapat diartikan bahwa jaringan sudah terinfeksi. Jika
berwarna hitam maka jaringan sudah nekrosis
danavaskularisasi
d. Bentuk dan ukuran luka
Kaji ukuran luka, dari panjang ,lebar, dan kedalaman luka.
e. Status vaskuler
i. Subjective : apakah pasien merasa nyeri
terhadaplukanya
ii. Objective : pbservasi warna kulit apakah pucat
atausianosis pada bagian distal luka
iii. Palpasi :
1. Apakah ada perubahan pada suhu ujung
kaki( menjadi lebih dingin)
2. Palpasi tekanan nadi , pada bagian
distalluka terapa atau tidak
b. Pemeriksaan Ankle Brachial Indeks(ABI)

Ankle Brachial Index adalah tes skrining vascular non invasive


untuk mengidentifikasi pembesaran pembuluh darah , perifer
vascular disease dengan cara membandingkan tekanan darah
systolic di ankle dengan tekanan darah sistolik di daerah brakial
dimana dapat diperkirakan tekanan darah sistolik sentralnya. ABI
diukur dengan menggunakan alat yaitu continuous wave doppler,
sebuah sphygmomanometer, dan sebuah pressure cuffs untuk
mengukur tekanan sistolik di brachial dan ankle. ABI mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis lower
extremity arterial disease. Apabila ABI bernilai kurang dari 0.9
mengindikasikan adanya kelaian lower extremity arterial disease.

INDIKASI

- Intermittent claudication
- Mendiagnosis pasien dengan suspek lower extremity arterial
diseaseyang memiliki luka pada ekstremitas bawah
- Orang yang berumur >70 tahun
- Orang yang berumur > 50 tahun dengan riwayat penggunaan rokok
dan diabetes
- Untuk menentukan aliran darah arteri di extremitas bawah untuk
menentukan proses terapi kompresi, atau debridement luka.
- Untuk menentukan potensi penyembuhan luka.1,2

KONTRAINDIKASI

- Nyeri yang berat pada kaki


- Adanya deep vein thrombosis

- Nyeri yang berat yang dihubungkan dengan luka pada ekstremitas


bawah

KETERBATASAN ABI

- ABI adalah tes indirek untuk mengetahui lokasi anatomic sebuah


oklusi atau stenosis. Lokasi pasti dari oklusi atau stenosis tidak dapat
diketahui hanya dari ABI saja.

PEMERIKSAAN ABI

Cara pemeriksaan ABI adalah sebagai berikut :

Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit.


Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian
ataupun posisi.
Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
Tempatkan cuff di atas ankle.
Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse
(dengan konekting gel). Arah probe Doppler 450
Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar
bunyi pulse lagi. Point ini disebut tekanan sistolik ankle.
Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas
bawah.
Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).
Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point
ini disebut tekanan sistolik brachial.
Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasilsistolik
brachial.1
Perhitungan
ABI Perfusion Status

>1.3 Elevated, incompressible vessels

>1.0 Normal

<0.9 Lower Extremity Arterial Disease

<0.6 to 0.8 Borderline

<0.5 Severe Ischemia

<0.4 Critical Ischemia, limb threatened

8. Treatment
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula
darah maupunmenghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
e. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

f. Menghentikan kebiasaan merokok.

g. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :

1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.

2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan


airsuam-suam kuku dengan memakai sabun lembut
dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati
terutamadiantara jari-jari kaki.
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering
atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus,
dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh:
krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan
kulitmenjadi kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk
memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian
mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah
dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya
diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau
cukur atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini
dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus
ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari
apakahterdapat kalus, bula,luka dan lecet.\
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
h. penggunaan alas kaki yang tepat :
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai.

3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu,kalau ada


batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka
terhadap kulit.

4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibujari
kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

5) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakaibahan
sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

i. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dantermis,


yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

j. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnyaadrenalin,


nikotin.
k. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiapkontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh11,12,14

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.


Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat
berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:
menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan
skin graft
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman
berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam
fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan
debridemen bedah adalah:
• Mengevakuasi bakteri kontaminasi
• Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan
• Menghilangkan jaringan kalus
• Mengurangi risiko infeksi lokal
• Mengurangi beban tekanan (off loading)
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi
luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan
pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila
seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen
yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel
dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu
proses granulasi. Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading).25
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga
agar luka dalam keadaan lembab. Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya
memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matriknon selular yg
sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar
luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari
infeksi dan permeabel terhadap gas.Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada
beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba25.
c) Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya
adalah s.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase
negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada ulkus diabetika
ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri
gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)
antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara injeksi.25
d) Skin Graft
Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor dan
ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full thickness dan
split thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang
diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada rekonstruksi setelah
operasi pengangkatan keganasan kulit, mempercepat penyembuhan luka, mencegah
kontraktur, mengurangi lamanya perawatan, memperbaiki defek yang terjadi akibat
eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka dimana kulit
sekitarnya tidak cukup menutupinya. Selain itu skin graft juga digunakan untuk
menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit sembuh.Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu:
imbibition, inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition terjadi proses
absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan menjadi sumber nutrisi pada graft
selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu inosculation yang merupakan proses
dimana pembuluh darah donor dan resipiensaling berhubungan. Selama kedua fase ini,
graft saling menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada
permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi diferensiasi dari
pembuluh darah pada arteriola dan venula.25
e) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan
terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang
mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah
fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah
emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi
patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab
yang didapat.25

Penyulit Ulkus Diabetikum


Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus diabetikum.
Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani dapat menembus jaringan di
bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik.
Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan
kultur dan sensitifitas kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik
memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan
mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien ulkus juga bisa menjadi
hambatan dalam proses penyembuhan luka maka dari itu perlu juga dikonsultasikan ke
bagian ahli gizi, dan apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli fisioterapi agar
proses penyembuhan bisa lebih maksimal.25
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. M
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Padang
Tanggal MRS : 27 september 2022
RM : 01.09.07.16

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Borok pada kaki yang semakin luas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


• Borok di kaki kanan sejak 1 bulan SMRS. Awalnya muncul luka kecil dibagian
kaki kanan, kemudian luka semakin bertambah luas dan tidak kunjung sembuh.
• Bengkak di kaki kanan (+)

Riwayat Penyakit Dahulu


• Pasien riwayat operasi debridement 2 minggu yang lalu di RS Yos Sudarso

• Pasien sudah dikenal dengan riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Pekerjaan, Sosial , Ekonomi Kebiasaan


• Pasien seorang ibu rumah tangga.
• Pesian tidak merokok

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
TekananDarah : 120/88 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 360 C
VAS 5

Status Generalisata
Rambut : Hitam, tidak ada kelainan
Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
Kepala : Normal

Mata : Konjungtiva tidak anemis,


sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan


Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan mulut : Mukosa bibir dan mulut basah


Leher : Tidak ditemukan kelainan
Dinding dada : Normochest, retraksi tidak ada
Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bronkhovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), Gallop (-)
Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) N
Genitalia : Tidak ditemukan kelainan
Anus : Colok dubur tidak dilakukan
Anggota Gerak : status lokalis

Status lokalisata :
Pedis-cruris dextra : Inspeksi : hiperemis(+) tampak ulkus (+) perdarahan(-) pus (+)
Udem(+) tampak kehitaman pada jari 4-5
Palpasi : Nyeri (+)

Status Vaskuler :
A. Femoralis ++/++
A. Poplitea ++/++
A. Tibialis Posterior -/++
A. Dorsalis Pedis -/++

Klasifikasi PEDIS
- Perfusion : A. Femoralis ++/++, A. Poplitea ++/++ A. Tibialis Posterior
-/++ A. Dorsalis Pedis -/++
- Extend : 3cm x 4cm - 15cm x 9cm
- Depth : 0,5 cm, dasar otot
- Infection : Pus (+)
- Sensation : Nyeri (+), Sensibilitas (+)
3.4 Diagnosis Kerja
Ulkus Diabetik Pedis-Kruris ec Susp. Diabetes Melitus tipe 2

3.5 Diagnosis Banding


Tidak ada diagnosis banding

3.6 Pemeriksaan penunjang


Hb : 7,5 gr/dl
Leukosit : 19.840 /mm3
Trombosit : 419.000/mm3
Ht : 22 %
Gula darah sewaktu : 194 mg/dl
PT : 11,2
APTT : 21,6
Na/Kalsium/Cl : 125/3,5/97
Ur/Cr : 13/0,4
Albumin/Globulin : 2,3/3,5

Total Protein : 5,8


Kesan : natrium dan klorida menurun, total protein,
albumin menurun

Rontgen
Interpretasi
Ro Femur AP-Lateral Dextra

- Kedudukan tulang femur baik, tidak tampak subluksasi, dislokasi

- Tidak tampak tanda-tanda fraktur, dekstruktif, lesi litik/blastik.

- Densitas baik

- Tidak tampak pembentukan spur.

- Celah sendi dan permukaan sendi femoroacetabelum ataupun


femororbial terlihat baik.

- Tampak pembengkakan jaringan lunak sekitar femur 1/3 distal disertai


pneumartisasi
Kesimpulan : Sellulitis regio femur dextra

3.7 Diagnosis Akhir


Ulkus Diabetik Pedis-Kruris Dextra ec Diabetes Melitus tipe 2 + anemia +
hipoalbuminemia + hiponatremia
Tatalaksana

1. Medikamentosa
o Transfusi albumin
o Koreksi Nacl 3%
o IVFD Nacl 0,9 % 20 tpm
o Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
o Ranitidin 2x50 mg (IV)
o Ketorolac 3x30 mg (IV)

2. Pembedahan
o Pro Debridement + NPWT

3.8 Prognosis
o Quo et Sanam : Dubia ad Bonam
o Quo et Fungtionam : Dubia ad Bonam
o Quo et Vitam : Dubia ad Bonam
BAB IV
DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pasien wanita usia 42 tahun yang datang dengan keluhan
utama borok yang semakin luas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis,
didapatkan bahwa awalnya timbul luka lecet kecil pada kaki kanan pasien. Kemudian luka
berubah menjadi bengkak kemerahan bernanah dan disertai nyeri. Luka tidak sembuh setelah
beberapa hari, dirasakan nyeri dan semakin meluas sehingga pasien sulit untuk beraktifitas.
Pasien diketahui menderita diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu tanpa pengobatan
antidiabetik.

Pada pemeriksaan status lokalisata kulit region pedis-cruris dextra terdapat ulkus dan
jaringan nekrotik. Kulit tampak basah dan tidak terdapat kelainan pada kuku. Pemeriksaan
vaskuler melalui palpasi terhadap A. Femorali dan A. Poplitea denyut teraba pada kedua
ekstremitas. A. Tibialis Posterior dan A. Dorsalis Pedis tidak ada pada eksremitas kanan. Pada
pemeriksaan neurologis, tidak didaptkan penurunan sensasi sentuhan ringan (dengan
menggunakan cotton wool) dan nyeri (menggunakan jarum) pada pedis dan kruris sinistra.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Ulkus Diabetik Pedis-Kruris Dextra berdasarkan
adanya riwayat Diabetes Melitus Tipe II sejak 2 tahun yang lalu tidak terkontrol. Berdasarkan
kalsifikasi Wagner didapatkan pasien dengan ulkus daibetik derajat III atas temuan Ulkus
dalam dengan abses atau osteomieliti. Adanya abses atau osteomielitis ini berdasarkan
pemeriksaan rontgen pada pedis dan kruris sinistra.
Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik,
Neuropati, dan Infeksi14,16,17.Pada Pada pasien ini terjadi iskemik yang merupakan suatu keadaan
yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan
oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai10,14,16
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika17
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler
bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah
ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika12,16
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan
abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula
fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar
untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa
darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri
penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum.
Pada pasien ini diberikan pengobatan medikamentosa berupa pemberian Noverapid 3x3
unit (dosis koreksi), Levemir 1 x 8 U untuk mengontrol gula darah, Paracetamol 3 x 500 mg
sebagai analgetik, Ceftriaksone 2x1 gr (IV), Metronidazole 3 x 500 mg (IV) sebagai antibiotic
dan direncanakan tindakan debridement eksisional sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan
nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah
dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain
dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan debridemen bedah adalah: Mengevakuasi
bakteri kontaminasi, Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, Menghilangkan jaringan kalus, Mengurangi risiko infeksi lokal, Mengurangi
beban tekanan (off loading).
DAFTAR PUSTAKA

1. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta,


Jakarta,1999
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia, 2006.
3. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko
Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam
dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang, 2007. p.133-154.
4. Soegondo S. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus, Penerbit FK UI,
Jakarta,1998.
5. Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam : Darmono,
dkk,editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai
Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang,2007.
p.15-30
6. Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999
7. Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer.
Clinical Diabetes Vol24, Number 2, 2006. p 91-93
8. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am
Fam Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
9. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Mei 2014. Available at : URL http
://www.emedicine.com
10. California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Mei 2014.
Availabel at : URL http : // www.Podiatrist.org
11. ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite
on the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care,
USA, 2007. p.S4-S24
12. Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi,
Airlangga University Presss, Surabaya, 1998.
13. Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam
:Aru W,dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit
FK UI, Jakarta, 2006.
14. WHO. Prevention of Diabetes Mellitus. Technical Report Series 844,
Geneva,2000
15. Darmono. Dianosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam : Noer, dkk,
editors,Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta,
1999.
16. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006.
17. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus : Pengenalan dan
Penanganan. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
18. Green RJ. Pathology and Theurapeutic for Pharmacits : a Basic for
Clinical Pharmacy Practice. Chapman and Hill, London, 1997.
19. Frykberb Robert G. Risk Factor, Pathogenesis and Management of
Diabetic Foot Ulcers, Des Moines University, Iowa, 2002
20. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta 2006.
21. Kusuma AW. Hubungan antara terjadinya neuropati diabetika dengan
lamanya menderita DM di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Fakultas
Kedokteran surakarta, 2000. (unpublished)
22. Monteiro R. Marto R .Neves MF. Risk Factors Related to Low Ankle-
Brachial Index Measured by Traditional and Modified Definition in
Hypertensive Elderly Patients. International Journal of
Hypertension.2012;12. dx.doi.org/10.1155/2012/163807
23. Ankle Brachial Index : Quick Reference Guide for Clinicians .Available at
: http://journals.lww.com/jwocnonline/Fulltext/2012/03001/Ankle_Brachial
_Index Quick_Reference_Guide_for.6.aspx
24. Wild AH. Byrne CD. Smith F. Lee AJ. Fowkes FGR.Low Ankle-Brachial
Pressure Index Predicts Increased Risk of Cardiovascular Disease
Independent of the Metabolic Syndrome and Conventional Cardiovascular
Risk Factors in the Edinburgh Artery Study. American Diabetes
Associations. 2006 vol. 29 no. 3 637-642
25. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot.
Clinical Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.
.

Anda mungkin juga menyukai