Anda di halaman 1dari 11

Clinical Science Session

KETOASIDOSIS METABOLIK

Oleh:
M. Adib Farhan 2240312119
Afrilla Syafnita 2240312057
Maria Nurlita 2240312053

Preseptor:
dr. Fadrian, Sp.PD-KPTI, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul “Ketoasidosis Metabolik”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fadrian, Sp.PD-
KPTI, FINASIM selaku preseptor. Penulis mengucapkan terima kasih juga
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
Sampul depan....................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan...........................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................5
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................5

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) yang umum dikenal dengan sakit gula merupakan
penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat secara
global. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik kronik dengan karakteristik
hiperglikemia terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya.1 Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) didapatkan
tingkat prevalensi global penderita DM tahun 2021 sebanyak 537 juta kasus dan
diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2030 sebesar 643 juta kasus
diantara usia penderita 40 – 59 tahun.2 Tingginya angka tersebut menjadikan
Indonesia peringkat keempat dengan jumlah penderita DM terbanyak di dunia
setelah Amerika Serikat, India, dan Cina. 3 Prevalensi diabetes melitus di Indonesia
menurut IDF sebesar 19,5 juta kasus.2
Komplikasi dapat terjadi pada penyakit diabetes melitus diantaranya
komplikasi akut, yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum, dan hiperosmolar
hiperglikemik state, serta komplikasi kronik yaitu makrovaskuler (penyakit arteri
koroner, penyakit serbrovaskuler, penyakit vaskuler perifer), mikrovaskuler
(retinopati diabetik, nefropati, dan neuropati). 5 Ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif.3 KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah
dua komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan
mengancam nyawa. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus
(DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe1. 6 KAD
mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe1 atau mungkin merupakan
akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi,
trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya.7
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa
insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM pertahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien

4
DM per tahun.3 Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000
pasien DM pertahun.8 KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat. Walaupun data
komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak
sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe1 yang rendah. Laporan
insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama
pada pasien DM tipe 2.3
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada
banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5 – 10% 6, 2 – 10%8, atau 9 –
10%3, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada
beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard
akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, dan
uremia. Kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan
patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih
sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.8
KAD umumnya ditandai dengan gejala hiperglikemia (poliuria, polidipsia,
polifagia), mual muntah, perubahan status mental, dehidrasi, pernafasan kusmaul,
dan sebagainya. Prinsip penatalaksanaan pada KAD dengan pemberian cairan
untuk rehidrasi, koreksi hiperglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit, serta
mengatasi penyakit dasarnya.9
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD adalah hipoglikemia,
asidosis persisten, hipokalemia, dan edema serebri. Komplikasi edema serebri
umumnya terjadi 4-12 jam setelah terapi dimulai, meski dapat pula terjadi
sebelum diberi terapi, atau timbul lebih lambat. Keluhan dan gejala edema serebri
bervariasi meliputi nyeri kepala, penurunan atau perburukan bertahap dari tingkat
kesadaran, perlambatan denyut nadi yang tidak sesuai, dan peningkatan tekanan
darah. Terapi edema serebri harus dimulai segera setelah dicurigai. Pemberian
cairan harus dikurangi. Manitol dilaporkan memiliki manfaat pada beberapa
laporan kasus, meskipun responsnya kurang efektif jika terlambat diberikan.
Manitol intravena diberikan dengan dosis 0,25-1 gram/kg selama 20 menit pada

5
pasien dengan gejala edema serebri sebelum ancaman gagal napas. Dapat diulang
setelah dua jam jika tidak ada respons awal. NaCl hipertonik (3%) 5-10 ml/kg
selama 30 menit dapat menjadi alternatif. Mungkin diperlukan intubasi dan
ventilasi. Prognosis KAD baik bila tidak ada komplikasi dan penanganan
dilakukan dengan cepat dan tepat.10

1.2 Batasan Masalah


Clinical science session ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis

dari ketoasidosis diabetikum.

1.3 Tujuan penulisan


Clinical science session ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis

dari ketoasidosis diabetikum.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai pada penulisan Clinical science session ini berupa

hasil tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku

teks dan artikel ilmiah.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai

dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai

tanda dan gejala asidosis (pH darah < 7,3 dan bikarbonat darah < 15 mEq/ L) dan

plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan

terjadi peningkatan anion gap.1

2.2 Etiologi
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh dihentikannya pemberian

insulin sehingga terjadi penurunan insulin efektif di sirkulasi, penyakit atau

keadaan yang meningkatkan metabolisme sehingga kebutuhan insulin meningkat

(infeksi, trauma), peningkatan hormon regulator kontra seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan, serta pada pasien yang baru

menderita DM tipe 1 (sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita

DM untuk pertama kalinya). Hal ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa

oleh hati dan ginjal, serta gangguan penggunaan glukosa perifer dengan akibat

terjadi hiperglikemia dan hiperosmolalitas.10

Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali

adanya faktor pencetus, sementara 20% lainnya tidak diketahui faktor

pencetusnya. Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, diperkirakan

lebih dari 50% kasus KAD.8 Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol

dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna.

Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis,

7
infark miokard, trauma, pheochromocytoma, obat yang mempengaruhi

metabolisme karbohidrat (kortikosteroid, tiazid, dan agen simpatomimetik seperti

dobutamin dan terbutalin), DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas

terapi insulin yang inadekuat. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus

KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis.8

2.3 Epidemiologi
Insiden KAD menurut data komunitas di Amerika Serikat sebesar 8/1000

pasien DM pertahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok

umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. 3 Sumber lain

menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000 pasien DM pertahun.8 KAD

dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per

tahun di Amerika Serikat. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada,

agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat

prevalensi DM tipe1 yang rendah.3

Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada

banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5 – 10% 6, 2 – 10%8, atau 9 –

10%3, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka

kematian dapat mencapai 25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada

beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard

akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, dan

uremia.8

2.4 Klasifikasi
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi klinis

8
2.7 Diagnosis
2.8 Tatalaksana
2.9 Prognosis

9
BAB 3
KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus


pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. In
Jakarta: PERKENI; 2019.
2. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas. 10th ed. IDF; 2021.
3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p.
1896–9.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI; 2007.
5. National Clinical Guidelines For Management of Diabetes Melitus. 1st ed.
2010.
6. VanZyl D. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis. SAFam Pr.
2008;(50):39–49.
7. Masharani U. Diabetic ketoacidosis. In: McPhee S, Papadakis M, editors.
Lange current medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York: Lange;
2010. p. 1111–5.
8. Gotera W, DewaGd A. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik. J Peny
Dalam. 2010;11(2):126–38.
9. Nyenwe, Kitbchi. Management of DKA and HHS. Metab Clin Exp. 2016;
10. Ketoasidosis Diabetik pada Anak dan Remaja. Surabaya: Universitas
Airlangga; 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai