Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah : Kapita Selekta Kimia Klinik

Dosen Pengampu : 1. dr. Agus Alim Abdullah, SpPK (K)

2. Dr. H. Herman, S.Pd.,M.Kes

Kelas : D.IV A / Tk. IV

Test Laboratorium Diabetes

Oleh :

Kelompok 3

ANNISA SEKAR JASMINE (PO714203191.009)

LILIS RAHMAWATI (PO714203191.020)

NURHALISA HASRI (PO714203191.026)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT., atas segala kebesaran dan
limpahan rahmat serta hidayah yang diberikan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Test Laboratorium Diabetes” sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
sebelumnya. Tak lupa salawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
beserta keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun penulis pada ruang dan waktu
yang lain. Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah
tugas dari matakuliah Kapita Selekta Kimia Klinik untuk mencapai nilai yang memenuhi
syarat.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan oleh penyusun.
Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar dapat menjadi bahan pertimbangan dan
perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, khususnya penyusun untuk menambah wawasan.

Makassar, 20 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Balakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................3

D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

A. Diabetes Melitus................................................................................................................4

B. Pengertian Glukosa Darah...............................................................................................10

C. Metabolisme Glukosa Darah...........................................................................................11

D. Macam-Macam Pemeriksaan Glukosa Darah ................................................................12

E. Pemeriksaan Glukosa Darah............................................................................................14

F. Pengertian Glukosa Urine................................................................................................22

G. Pemeriksaan Glukosa Urine............................................................................................23

H. Pemantauan Dan Pengobatan Diabetes Mellitus.............................................................28


BAB III.....................................................................................................................................32

PENUTUP................................................................................................................................32

A. Kesimpulan...................................................................................................................32

B. Saran..............................................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Diabetes berasal dari kata diabere yang berarti siphon/tabung untuk mengalirkan cairan
dari suatu tempat ke tempat lain. Penyakit tersebut dianggap demikian ganas sehingga seolah-
olah dihancurkan dan dibuang melalui air seni/ urin. Urin penderita penyakit tersebut
dilukiskan mempunyai rasa yang manis seperti madu dan gula, sejak itu penyakit tersebut
ditambah dengan kata mellitus yang artinya madu (Fitrania, 2008).

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis gangguan metabolik pada metabolisme


karbohidrat, lemak, dan protein dalam tubuh sebagai sumber energi, akibat kekurangan
hormon insulin yang dibentuk di pankreas. Hal ini dapat mengakibatkan kadar gula dalam
dalam darah meningkat dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui ginjal dan selanjutnya
melalui urin (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh dunia. Diperkirakan 15,7


juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Perkiraan tersebut, merupakan
perhitungan antara diabetes yang terdiagnosa dan tidak terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi
di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkan kematian
lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996. Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian
pada daftar angka kematian di AS, tapi diabetes diyakini termasuk kematian yang tidak tidak
terlaporkan, antaranya adalah kondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah penyebab
utama dari kebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita diabetes menderita hipertensi. Hal
yang mengejutkan biaya pengeluaran untuk pengobatan secara langsung dan tidak langsung
untuk diabetes pada tahun 1997diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak
memberikan timbal balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon nMargaret
2000).

Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, hal ini
dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan. Persentase penderita diabetes
mellitus lebih besar di kota daripada di desa,14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa. Indonesia
menduduki peringkat keenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita diabetes.

1
DM identik dengan kadar gula darah yang terus menerus tinggi . Seiring dengan waktu,
kadar gula darah yang tinggi akan merusak tubuh dan dapat menyebabkan masalah kesehatan
serius yang berkaitkan dengan diabetes. Kadar glukosa puasa merupakan kadar glukosa darah
ketika tidak ada satupun makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jangka waktu kurang
lebih 8 jam. Pemeriksaan kadar glukosa puasa pada penderita DM lebih akurat karena
pemeriksaan kadar glukosa darah tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman yang masuk
kedalam tubuh. Pengendalian gula darah yang baik yaitu dengan memperhatikan gula darah
yang selalu mendekati batas normal, sehingga dapat terhindar dari hiperglikemia atau
hipoglikemia (Sidartawan Soegondo, 2009).

Komplikasi DM secara bermakna mengakibatkan


peningkatan morbiditas dan mortalitas, demikian juga
dihubungkan dengan kerusakan 4 ataupun kegagalan
fungsi beberapa organ vital tubuh seperti pada mata
maupun ginjal serta sistem syaraf. Penderita DM juga
berisiko tinggi mengalami percepatan timbulnya
aterosklerosis (Hayden &Tyagi, 2002), yang selanjutnya
akan menderita penyakit jantung koroner (PJK),
penyakit vaskuler perifer (PVP) dan stroke, serta
kemungkinan besar menderita hipertensi ataupun
dislipidemia maupun obesitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2. Apa yang dimaksud dengan glukosa darah?
3. Bagaimana metabolisme glukosa?
4. Jelaskan macam-macam pemeriksaan glukosa darah?
5. Bagaimana pemeriksaan glukosa darah?
6. Apa yang dimaksud dengan glukosa urine?
7. Bagaimana pemeriksaan glukosa urine?
8. Bagaimana cara penanganan dan pengobatan diabetes mellitus?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi diabetes melitus
2. Untuk mengetahui definisi glukosa darah
3. Untuk mengetahui metabolisme glukosa darah
4. Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan glukosa darah
5. Untuk mengetahui pemeriksaan glukosa darah
6. Untuk mengetahui definisi glukosa urine
7. Untuk mengetahui pemeriksaan glukosa urine
8. Untuk mengetahui cara penanganan dan pengobatan diabetes mellitus

D. Manfaat Penulisan
a) Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
Pemeriksaan Laboratorium untuk Diabetes melitus.
b) Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi dalam pembelajaran dan bahan masukkan kepada pihak
pendidikan Poltekkes Kemenkes Makassar khususnya Jurusan Analis Kesehatan
Makassar dalam pemeriksaan laboratorium.
c) Bagi Masyarakat
Makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang penyakit
Diabetes melitus dan pemeriksaan laboratorium yang digunakan sehingga
masyarakat lebih memahami penyakit Diabetes melitus dan dapat melakukan upaya
pencegahan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah kelainan yang bersifat kronik yang ditandai oleh
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang diikuti oleh
komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler, dan telah diketahui berkaitan
dengan faktor genetik dengan gejala klinik yang paling utama adalah intoleransi
glukosa. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, DM merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau karena keduanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Mellitus yaitu
polidipsia, polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan (Buraerah,
2010).
Hasil pemeriksaan HbA1C ≥ 8% juga dapat digunakan sebagai patokan
diagnosis DM (Perkeni,2002). Data dari Internasional Diabetes Federation tahun
2011, angka penderita diabetes adalah sekitar 194 juta orang. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 500 juta orang pada tahun 2025. Prevalensi
penderita diabetes tertinggi di dunia yaitu India, Cina, dan Amerika Serikat.
Indonesia menempati peringkat ke 4 dengan angka 8,4 juta tahun 2000, yang
diperkirakan akan meningkat tahun 2030 menjadi 21,3 juta penderita (Dwikayana,
Subawa dan Yasa, 2016). Salah satu faktor yang diduga meningkatkan
kejadiannya g diduga meningkatkan kejadiannya di Asia (dan Afrika) ialah adanya
perubahan yang nyata dalam pola makan, yaitu yang banyak berlemak dengan
kurang sayur ( antara lain “junk food” ), kegemukan, dan hidup yang sangat santai.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan

4
sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan dan minuman
manis adalah salah satu faktor penyebab kadar glukosa darah yang tinggi pada usia
produktif (Sihombing, Prihantini dan Raizza, 2018). Kadar glukosa darah yang
tinggi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, tetapi juga gangguan kerja
dan produktivitas seperti sulit berkonsentrasi, bekerja lambat atau kurang
produktif.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Menurut WHO, diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
perawatan dan simtoma.
 Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Mellitus Tipe 1 biasa menyerang anak-anak atau remaja.
Merupakan diabetes yang terjadi karena berkurangnya insulin dalam
sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta pada pulau pankreas. Hilangnya
sel beta dikarenakan reaksi autoimun yang salah sehingga menghancurkan
sel beta di pankreas. Salah satu gejala DM tipe 1 ini adalah buang air kecil
yang terlalu sering.

 Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes Mellitus Tipe 2 biasa menyerang orang dewasa atau lansia.
Penyakit Diabetes mellitus tipe 2 ini di sebabkan karena adanya
peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kombinasi
antara ketidak kemampuan pankreas memproduksi hormon insulin dan
resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe 2 ini sering terjadi pada individu
yang mengalami obesitas, darah tinggi dan dyslipidemia.

 Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon
pada ibu hamil yang mengakibatkan resistensi insulin. Diabetes semacam
ini terjadi pada 2-5% kehamilan. Biasanya baru diketahui setelah

5
kehamilan bulan keempat ke atas, kebanyakan pada trimester ketiga (tiga
bulan terakir kehamilan). Setelah persalinan, pada umumnya glukosa darah
akan kembali normal. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya
pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.

Sedangkan menurut American Diabetes Association (1997) membagi DM


dalam 4 klasifikasi dengan dua tipe utama yaitu tipe I dan tipe II:
1) Diabetes Melitus tipe 1 : Merupakan tipe diabetes yang terjadi
karena kerusakan sel-sel beta pada pancreas untuk
memproduksi insulin. Hal ini disebabkan reaksi autoimun pada
tubuh.
2) Diabetes Melitus tipe 2 : Merupakan tipe diabetes dimana jumlah
insulin dalam tubuh memadai namun kurangnya jumlah reseptor
insulin di permukaan sel menyebabkan insulin yang dapat masuk ke
dalam sel hanya sedikit dan proses metabolisme karbohidrat
terganggu sehingga kadar glukosa dan insulin tinggi. DM tipe 2
mempunyai tingkat genetic tinggi, 80-90% disebabkan keturunan.
3) Diabetes Melitus tipe Gestasional : Tipe diabetes yang hanya
terjadi pada masa kehamilan. Namun resiko yang ditimbulkan
terhadap bayi sangan besar seperti kelainan bawaan, gangguan
pernapasan, bahkan kematian janin. Toleransi karbohidrat akan
kembali normal mulai pada trisemester ketiga.
4) Diabetes Melitus tipe spesisifik lainnya, antara lain sebagai
berikut :
a. Defek genetik fungsi sel ß yang ditandai dengan mutasi pada:
 Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4 α.
 Glukokinase
 Hepacytocyte nuclear transcription for 1 α.
 Insulin promoter factor
b. Defek genetic pada kerja insulin (misalnya resistensi tipe A)
c. Penyakit pada pankreas eksokrin, diantaranya pancreatitis,
pankreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik,
hemokromatosis.

6
d. Endokrinopati, yaitu sindrom Cushing, akromegali,
feokromositoma, hipertiroidisme, glukagonoma.
e. Obat atau bahan kimia: glukortikoid, tiazid, dan lain.
f. Infeksi rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsackievirus,
dan lainnya.
g. Bentuk jarang diabetes imnunologik : sindrom "Stiff Man",
antibody anti reseptor insulin.
h. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes:
sindrom Down, sindrom Klinefelter, dan lainnya.

DM yang terus terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan


berbagai kerusakan sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah.
Salah satu konsekuensi dari DM yang sering terjadi adalah meningkatnya
risiko penyakit jantung (gagal jantung) dan stroke, akibat dari adanya
gangguan pada pembuluh darah atau terjadinya Pheripheral Arterial
Disease (PAD) (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

3. Patofisiologi Diabetes Mellitus


 Patofisologi diabetes mellitus tipe I:
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi
autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala
DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-
anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai
antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil
tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1
idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun,
tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.

 Patofisologi diabetes mellitus tipe II:


DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai
non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini
terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin

7
resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
relative. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan
kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa
normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada
pemberian insulin.

4. Gejala Klinis Diabetes Mellitus


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala khas
diabetes melitus dikenal dengan istilah 3 P yaitu poliuria (banyak kencing),
polidipsi (banyak minum), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar) yang
merupakan petunjuk penting dalam mendiagnosa DM. Selain itu sering pula
muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

5. Faktor Resiko Diabetes Mellitus


 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi :
a. Ras dan Etnik
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Umur
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.

 Faktor yang Dapat Dimodifikasi :

8
a. Berat badan lebih (> 23 kg/m2).
b. Kurangnya aktivitas fisik.
c. Hipertensi (> 140/90 mmHg). Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau
trigliserida > 250 mg/dL)
d. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes / intoleransi glukosa dan
DM tipe II.

6. Diagnosis Diabetes Mellitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah
ini:
a. Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga


cara:

1) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu


> 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes


Melitus

9
Kondisi Keterangan

Keluhan klasik DM + glukosa Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan


plasma sewaktu  >  200 mg/dL (11,1 sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
mmol/L) terakhir

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan


Keluhan klasik DM + Kadar
sedikitnya 8 jam
glukosa plasma puasa  > 126 mg/dL
(7,0 mmol/L)

Kadar gula plasma 2 jam pada Glukosa plasma yang merupakan hasil
TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pemeriksaan sesaat pada waktu 2 jam setelah
pemberian glukosa

B. Pengertian Glukosa Darah

Glukosa darah merupakan gula yang terdapat di dalam darah yang berasal, dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan diotot rangka.
Glukosa darah berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh dan jaringan-jaringan
yang ada dalam tubuh (Widyastuti, 2011).

Glukosa adalah karbohidrat terpenting, kebanyakan karbohidrat terdapat dalam


makanan diserap kedalam aliran darah sebagai glukosa, dan gula lain diubah menjadi
glukosa di hati. Glukosa adalah rekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di
tubuh. Termasuk glikogen untuk penyimpannan ribosa dan deoksribosa dalam asam
nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid dan sebagai kombinasi dengan
protein dalam glikoprotein dan proteoglikan. Glukosa merupakan sumber energi utama
bagi sel manusia. Glukosa terbentuk dari hati dan otot (Suyono, 2000). Glukosa darah
merupakan gula sederhana dalam makanan biasanya dalam bentuk disakarida, atau
terikat molekul lain. Konsentrasi glukosa dalam vena seseorang yang tidak
menderita diabetes atau dalam kondisi normal umumnya antara 75-115 ml/dl
(Kosasih, 2008).

Kadar glukosa darah dibagi menjadi dua yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia.
Hiperglikemia bisa terjadi karena asupan karbohidrat dan glukosa yang berlebihan.
Beberapa tanda dan gejala dari hiperglikemia yaitu peningkatan rasa haus, nyeri

10
kepala, sulit konsentrasi, penglihatan kabur, peningkatan frekuensi berkemih, letih,
lemah, penurunan berat badan. Sedangkan hipoglikemia juga bisa terjadi karena
asupan karbohidrat dan glukosa kurang. Beberapa tanda dan gejala dari hipoglikemia
yaitu gangguan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan daya ingat, berkeringat,
tremor, palpitasi, takikardia, gelisah, pucat, kedinginan, gugup, rasa lapar (Mufti dkk,
2015).

Glukosa dapat diperiksa dengan menggunakan sampel urin dan darah. Glukosa
darah dapat diperiksa dengan menggunakan sampel serum, plasma dan darah lengkap.
Serum dari darah lengkap mengandung lebih banyak air oleh karena itu serum berisi
lebih banyak glukosa dari darah lengkap (Suyono, 2009). Beberapa jenis pemeriksaan
yang berhubungan dengan kadar glukosa darah yaitu pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa, pemeriksaan glukosa darah sewaktu, dan pemeriksaan kadar glukosa darah
postprandial (sesudah makan).

Beberapa jenis pemeriksaan yang berhubungan dengan kadar glukosa darah yaitu
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, pemeriksaan glukosa darah sewaktu, dan
pemeriksaan kadar glukosa darah postprandial (sesudah makan). Kadar glukosa darah
dalam keadaan normal berkisar antara 70-110 mg/dl. Nilai normal kadar glukosa
dalam serum dan plasma adalah 75-115 mg/dl, kadar gula 2 jam postprandial ≤ 140
mg/dl, dan kadar gula darah sewaktu 140 mg/dl (Widyastuti, 2011 & Suyono, 2009).

C. Metabolisme Glukosa Darah

Metabolisme glukosa sebagian besar menghasilkan energi bagi tubuh. Glukosa


yang berupa disakarida, dalam proses pencernaan di mukosa usus halus akan
diuraikan menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase, enzim-enzim maltose,
sukrose, laktase yang bersifat spsifik untuk satu jens disakada. Dalam bentuk
monosakarida, gula akan diserap oleh usus halus (Sacher, 2004).

Glukosa dimetabolisme menjadi piruvat melalui jalur glikolisis, yang dapat


terjadi secara anaerob, dengan produk akhir yaitu laktat. Jaringan aerobic metabolisme
piruvat menjadi asetil-KoA, yang dapat memasuki siklus asam sitrat untuk oksidasi
sempurna menjadi CO2 dan H2O, berhubungan dengan pembetukan ATP
dalam proses fosforilasi ooksidatif (Murray et al , 2006).
11
Pada orang normal, konsentrasi glukosa darah dikontrol dalam rentang yang
cukup sempit, biasanya antara 80 dan 90 mg/ 100ml darah dalam keadaan puasa
setiap pagi sebelum sarapan. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120 sampai 140
mg/ 100 ml selama sekitar satu jam pertama setelah makan, namun sistem umpan
balik untuk kontrol glukosa darah mengembalikan kadar glukosa ke rentang rormal
dengan cepat, biasanya dalam 2 jam setelah absorpsi karbohidrat terakhir. Sebaliknya,
dalam keadaan starvasi, fungsi glukoneogenesis dari hepar menyediakan glukosa
yang diperlukan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa (Guyton dan
Hall, 2006).

D. Macam-macam Pemeriksaan Glukosa Darah


Dalam pemeriksaan kadar glukosa darah dikenal beberapa jenis pemeriksaan
antara lain pemeriksaan glukosa darah puasa, glukosa darah sewaktu, glukosa darah 2
jam PP, pemeriksaan glukosa darah ke-2 pada tes toleransi glukosa oral (TTGO),
pemeriksaan HbA1c (Yulizar Darwis, 2005).

1) Glukosa Darah Sewaktu


Glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang
dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan dan
kondisi tubuh orang tersebut. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah
pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu, tanpa ada syarat puasa
dan makan. Pemeriksaan ini dilakukan sebanyak 4 kali sehari pada saat
sebelum makan dan sebelum tidur sehingga dapat dilakukan secara mandiri
(Andreassen, 2014).

2) Glukosa Darah Puasa


Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang
dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 jam. Pasien diminta untuk
melakukan puasa sebelum melakukan tes untuk menghindari adanya
peningkatan gula darah lewat makanan yang mempengaruhi hasil tes.

3) Glukosa 2 jam Setelah Makan (Postprandial)

12
Glukosa 2 jam setelah makan merupakan pemeriksaan kadar glukosa
darah yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien selesai makan (M. Mufti
dkk, 2015). Pemeriksaan kadar postprandial adalah pemeriksaan kadar gula
darah yang dilakukan saat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mendeteksi adanya diabetes atau reaksi hipoglikemik. Standarnya
pemeriksaan ini dilakukan minimal 3 bulan sekali. Kadar gula di dalam darah
akan mencapai kadar yang paling tinggi pada saat dua jam setelah makan.
Normalnya, kadar gula dalam darah tidak akan melebihi 180 mg per 100 cc
darah. Kadar gula darah 190 mg/dl disebut sebagai nilai ambang ginjal. Jika
kadar gula melebihi nilai ambang ginjal maka kelebihan gula akan keluar
bersama urin (Depkes, 2008). Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM
bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya 140.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi
< 200 mg/dl.

4) Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan cara melalui pemriksaan
kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Apabila pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes glukosa
oral (TTGO) standart (MenKes, 2014).
 Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200
mg/dl untuk sewaktu memastikan diabetes atau tidak. Sesuai
kesepakatan WHO tahun 2006, tata cara tes TTGO dengan cara
melarutkan 75 gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak
kemudian dilarutkan dalam air 250 - 300 ml dan dihabiskan dalam waktu
5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama
minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut :
 Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl
 Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl

13
 Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.

5) HbA1c
HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dan
hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen
ke seluruh bagian tubuh). Makin tinggi kadar gula darah, maka semakin
banyak molekul hemoglobin yang berkaitan dengan gula. Apabila pasien
sudah pasti terkena DM, maka pemeriksaan ini penting dilakukan pasien setiap
3 bulan sekali. Jumlah HbA1c yang terbentuk, bergantung pada kadar glukosa
dalam darah sehingga hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-
rata kadar gula pasien DM dalam waktu 3 bulan. Selain itu, pemeriksaan
HbA1c juga dapat dipakai untuk menilai kualitas pengendalian DM karena
hasil pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, obat,
maupun olahraga sehingga dapat dilakukan kapan saja tanpa ada persiapan
khusus (Widyastuti, 2011).
a. HbA1c <6.5% Kontrol glikemik baik
b. HbAlc 6.5-8% Kontrol glikemik sedang
c. HbA1c>8% Kontrol glikemik buruk

E. Pemeriksaan Glukosa darah


Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur glukosa. Metode
yang pertama adalah metode kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi dari
glukosa, dengan bahan indikator yang akan berubah warna apabila tereduksi. Akan
tetapi metode ini tidak spesifik karena senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah
juga dapat mereduksi (misal: urea, yang dapat meningkat cukup bermakna pada
uremia) (Sacher, 2004). Contoh metode kimiawi yang masih digunakan untuk
pemeriksaan glukosa saat ini adalah metode toluidin, karena murah, cara kerja
sederhana, dan bahan mudah didapat (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
Metode yang kedua adalah enzimatik yang umumnya menggunakan kerja
enzim glukosa oksidase atau heksokinase,yang bereaksi pada glukosa, tetapi tidak
pada gula lain (misal : fruktosa, galaktosa, dan lain-lain) dan pada bahan pereduksi.
Contoh metode yang menggunakan kerja enzim adalah GOD – PAP dan cara strip
(Sacher, 2004)
14
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan
lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa
oksidase (GOD) dan metode heksokinase.

1) Metode GOD-PAP
Metode GOD-PAP merupakan suatu metode pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik, dimana kadar glukosa sebagai substrat akan
dihidrolisis dengan bantuan glukosa oksidase menghasilkan asam glukonik dan
H2O2. Kemudian H2O2 yang dilepaskan akan bereaksi dengan 4-
aminophenazone dan phenol dengan bantuan peroksidase menghasikan zat
warna quiononeimine yang berbanding lurus dengan substrat yang terdapat
pada sampel.

Prinsip :
Glukosa ditentukan setelah oksidasi enzimatik dengan adanya glukosa
oksidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan katalisis
peroksidase dengaan fenol dan 4-aminoantiphyrin menjadi pewarna
quinoneimin merah-violet sebagai indikator.
Prinsip Reaksi
Glukosa + O2 + H2O GOD
asam glukonat + H2O2

2 H2O2 + 4-aminoantiphyrin + fenol quinoneimine + 4 H2O

Alat dan Bahan :


 Alat :
 Fotometer 5010 (semi automatik)
 Mikropipet 1000 µL, 10 µL.
 Blue tip , Yellow tip
 Tabung reaksi
 Stopwach
 Rak tabung
 Bahan :
 Serum atau plasma
15
 Reagen Test
 Reagen Standar

Cara kerja :

Panjang gelombang : 546 nm (492 – 550 nm)


Temperatur : 20-25oC or 37oC
Pengukuran : Balnko reagen (RB)
Pipet ke Dalam 3 Tabung Blanko Standar Sampel
Reaksi (ul) (ul) (ul)
Reagen Standar - 10 ul -
Sampel - - 10 ul
Reagent test 1000 ul 1000 ul 1000 ul
Homogenkan, inkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25oC atau
selama 5 menit pada suhu 37oC ukur absorbansi STD dan sampel
terhadap blanko reagen dalam waktu 60 menit.

Perhitungan konsentrasi Glukosa

C= 100 x Absorben sample


mg/dl
Absorben Standar

Cstandar = 100 mg/dl

Interpretasi Hasil
75 – 115 mg/dl atau 4,2 – 6,4 mmol/liter

2) Metode Heksokinase
Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa
darah yang dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium
yang ikut PNPME-K menggunakan metode ini untuk pemeriksaan glukosa
darah (Departemen Kesehatan RI, 2005).

16
Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua
enzim ini spesifik. Akan tetapi, metode ini membutuhkan biaya yang relatif
mahal (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Prinsip :
Pada metode heksokinase, glukosa dengan adanya ATP difosforilasi
oleh enzim heksokinase menghasilkan glukosa6-fosfat dan ADP. Selanjutnya
glukosa-6-fosfat dengan NADP oleh enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase
diubah menjadi 6-fosfoglukonat dan NADPH. NADPH yang terbentuk dapat
diukur serapannya dan sebanding dengan kadar glukosa darah.
Prinsip Reaksi
Glukosa + AT glukosa-6-fosfat + ADP
heksokinase
Glukosa-6-fosfat + NADP 6-fosfoglukonat +NADPH
G-6-PD

Alat dan Bahan :


 Alat :
 Spektrofotometer (340 nm)
 Mikropipet
 Yellow Tip
 Tabung serologi
 Rak tabung
 Beaker glass
 Bahan :
 Serum
 Plasma (antikoagulan: Heparin, EDTA, Oxalat dan Fluoride)
(Stabilitas 5 hari pada suhu 2-8°C)
 Reagen Kerja : 4 ml Reagen A+ 1 ml Reagen B (Stabil 3 bulan dalam
suhu 2-8°C) Reagen kerja: 4 ml Reagen A+ 1 ml Reagen B (Stabil 3
bulan dalam suhu 2-8°C)
 Reagen A

17
 Glukosa Standar

Cara kerja :

Panjang gelombang : 546 nm (492 – 550 nm)


Temperatur : 20-25oC or 37oC
Pengukuran : Balnko reagen (RB)
Reagen Sampel
Pipet ke Dalam 3 Tabung Sampel Standar
Blanko Blanko
Reaksi (ul) (ul)
(ul) (ul)
Aquadest 10 ul - - -
Sampel - 10 ul 10 ul -
Standar Glukosa - - - 10 ul
Reagen A 1000 ul

Reagen Kerja 1000 ul - 1000 ul 1000 ul

Homogenkan, inkubasi selama 15 menit pada suhu 16-25oC atau selama 5 menit
pada suhu 37oC ukur absorbansi ppada masing-masing tabung tersebut pada panjang
gelombang 340 nm, warna akan stabil paling tidak pada 30 menit.

PePerhitungan Perhitungan konsentrasi Glukosa

C= Asampel - Asampel blanko X Cstandar


Astandar

Cstandar = 100 mg/dl

18
Interpretasi Hasil
70 – 105 mg/dl atau 3,89 – 5,83 mmol/liter

3) Metode Strip
Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam pemeriksaan glukosa
darah salah satunya adalah glukometer yang digunakan untuk mengukur kadar
glukosa darah dengan mudah dan cepat. Pada alat glukometer dilengkapi
dengan suatu sensor tepatnya disebut biosensor sesuai dengan komponen
penyusunnya yang terdiri dari biological element sebagai pengenal molekul
atau senyawa yang hendak diukur (analit) dan trasducer yang menangkap
sinyal dari biological element itu. Biosensor sendiri bekerja berdasarkan reaksi
enzymatic antara enzim glukose oxidase (GOD) dengan glukosa dalam darah
yang kemudian dirubah menjadi sinyal elektronik.
Glukosa dalam darah bereaksi dengan glukosa oxidase dan kalium
ferrycianide didalam strip memproduksi kalium ferrocyanide. Kalium
ferrocyanide yang di produksi sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam
darah. Oksidasi kalium ferrocyanida menghasilkan suatu elektrik yang
kemudian dikonversi oleh meter untuk menampakan konsentrasi glukosa pada
layar. (anonym 2004, Arkray Factory)
Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang
hanya untuk penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau
plasma. Strip katalisator spesifik untuk pengukuran glukosa dalam darah
kapiler (Suryaatmadja, 2003).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakkan pada
alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan
mereduksi glukosa dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam
alat strip setara dengan konsentrasi glukosa dalam darah.
Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui,
hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan
mudah dipergunakan, serta dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh
keahlian khusus.

19
Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki
keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain
(Vitamin C, lipid, dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang, dan
strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk
pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).

 Pra Analitik
Persiapan pasien:
GDP :
1) Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
2) Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis
pada formulir permintaan tes.
GDS :
Tidak ada persiapan khusus
GD2PP :
1) Pengambilan sampel darah dilakukan 2 jam sesudah makan setelah
pengambilan darah GDP

Prinsip :
Darah kapiler diserap ke dalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes
dan bercampur dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim
Glucose dehydrogenase dan koenzim dalam strip tes mengkonversi glukosa
dalam sampel darah menjadi glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan
listrik DC yang tidak berbahaya sehingga meter mampu mengukur gula darah.

Alat dan Bahan :


 Autoclick
 Lancet
 Glukometer
 Darah Whole blood
 Strip glukosa
 Kapas alcohol

20
 Analitik
Cara kerja :
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Jarum dimasukkan dalam lancet dan dipilih nomor pada lancet sesuai
ketebalan kulit pasien
3) Strip khusus untuk pemeriksaan glukosa dimasukkan pada alat
glukometer pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
4) Lalu membersihkan ujung jari pasien yang akan ditusuk dengan kapas
alcohol 70% dan dibiarkan sampai kering.
5) Jari pasien ditusuk dengan autoclik yang berisi lancet steril. Darah
pertama dihapus dengan kapas kering.
6) Kemudian darah dimasukkan kedalam strip glukosa.
7) Hasil pemgukuran kadar glukosa akan ditampilkan pada layar.
8) Strip dicabut dari alat Glukosameter.

 Pasca Analitik
Interpretasi Hasil :

Tes Bukan DM Belum Pasti DM DM

(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)

GDS < 90 90–199 > 200

GDP < 90 90–109 > 110

GD2PP < 120 120 –200 > 200

21
F. Pengertian Glukosa Urine
Glukosa urine adalah pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan dasar yang dapat
dipakai untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Secara rutin pemeriksaan glukosa
urine ditekankan terhadap kemungkinan adanya glukosa dalam urine atau glukosuria.
Glukosa dalam urine dapat deteksi dengan cara yang berbeda-beda. Pada pemeriksaan
glukosa urine sebaiknya penderita jangan makan zat reduktor vitamin C. karena zat
tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara reduksi (Gandasoebrata,
2013).
Peningkatan kadar glukosa di dalam darah memiliki efek langsung terhadap organ
ginjal. Normalnya, glukosa tidak ditemukan di dalam urin disebabkan karena proses
filtrasi ginjal yang memungkinkan glukosa di reabsorbsi kembali kedalam pembulu
darah. Ambang batas toleransi ginjal terhadap glukosa yaitu 160 mg/dl-180 mg/dl, jika
ambang batas terlampau maka glukosa akan diekskresikan kedalam urin karena ginjal
tidak dapat menampung kadar glukosa yang berlebih tersebut sehingga menyebabkan
glukosuria (Rahmatullah dkk,2015).
Glukosa urin adalah adanya glukosa di urin yang disebabkan oleh tingginya
kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) sehingga keluar bersamaan dengan
urin, yang dipengaruhi oleh fungsi ginjal yang kurang baik. Fungsi pemeriksaan
glukosa urin adalah untuk melihat kadar glukosa urin agar dapat mengetahui
berat atau ringannya penyakit diabetes melitus (Aziz, 2016).
Kadar glukosa normal dalam darah berkisar antara 70 s.d 120 mg/dl pada saat
puasa, < 140 mg/dl 2 jam setelah makan, dan < 200 mg/dl pada pemeriksaan gula dara
sewaktu. Kadar glukosa sedikit meningkat setelah selesai makan, namun keadaan ini
tidak disebut hiperglikemia (Rahmatullah dkk, 2015).
Pengukuran kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah secara tidak
langsung dengan nilai normal 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak dapat menunjukan
kadar glukosa darah sehingga tidak dapat membedakan normoglikemia atau
hipoglikemia. Pemeriksaan berikut dapat di pakai untuk memantau glukosuria
penderita diabetes melitus, dengan uji reduksi urin seperti pemeriksaan benedict dan
uji enzmatik berupa pemeriksaan carik celup (Aziz, 2016).

22
G. Pemeriksaan Glukosa Urine

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang
penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin
orang yang sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk
pemeriksaan penyaring. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan
dengan cara yang berbeda- beda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi
oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling yang dapat dipakai untuk
menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri. Sedangkan pembuktian
glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa
oxidase (Prasetya, 2011).

Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/
tidaknya glukosa dalam urine. Indikasi pemeriksaan ini adalah sebagai tes saring untuk
penyakit diabetes mellitus.

Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam
urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi
karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.
Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak
sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria
tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk
pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD) dan zat warna.

 Metode Pemeriksaan Glukosa Urine

1) Metode Benedict
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula
(karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan
beberapa disakarida seperti laktosa dan maltose. Uji Benedict dapat dilakukan
pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang mengandung
glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine diketahui
mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan
jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang
mengindikasikan penyakit diabetes.
23
Pemeriksaan glukosa urine metode Benedict memanfaatkan sifat glukosa
sebagai pereduksi. Prinsip pemeriksaan Benedict adalah glukosa dalam urin
akan mereduksi cuprisulfat menjadi cuprosulfat yang terlihat dengan perubahan
warna dari larutan Benedict. Hasil positif ditunjukkan dengan adannya
kekeruhan dan perubahan warna dari biru menjadi hijau kekuningan sampai
merah bata. Kelemahan metode ini antara lain reagen yang dibutuhkan lebih
banyak, untuk mendapatkan hasil diperlukan waktu yang agak lama, metode ini
juga tidak spesifik untuk mendeteksi glukosa urin saja. Kelebihan metode ini
biayannya murah, membutuhkan urin yang lebih sedikit (Gandasoebrata, 2007).

 Prinsip :
Glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict)
menjadi kuprosulfat dan cupro oksida, cupro oksida yang terlihat dengan
perubahan warna dari larutan Benedict tersebut menimbulkan warna dari
hijau sampai merah bata.

 Alat
 Tabung reaksi
 Api Bunsen / lampu spiritus
 Pipet tetes
 Penjepit tabung

 Bahan
 Sampel urin
 Reagen Benedict

 Cara kerja :
1) Tuang 5 ml larutan Benedict ke dalam tabung reaksi
2) Tambahkan sampel urin sebanyak 5-8 tetes
3) Didihkan di atas nyala api bunsen selama 2 menit
4) Perhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok

24
 Interpretasi Hasil
 NEG : Cairan tetap biru, jernih, bisa agak hijau, atau sedikit keruh
 1+ : Hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)
 2+ : Kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)
 3+ : Kuning (glukosa 1,5-2,5 gr%)
 4+ : Jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%)

2) Metode Carik celup (dipstick)


Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk
glukosa dan waktu pengujian yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa
dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD) serta zat
warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang berubah warna biru jika teroksidasi.
Zat warna lain yang digunakan ialah iodide yang akan berubah warna coklat jika
teroksidasi.
Glukosa Tes ini didasarkan pada reaksi enzim yang berurutan. Pertama,
glukosa oksidase mengkatalisis pembentukan asam gluconic dan hidrogen
peroksida dari oksidasi glukosa. Sebuah enzim kedua, peroksidase, mengkatalisis
reaksi peroksida hidrogen dengan chromogen kalium iodida untuk mengoksidasi
chromogen untuk menghasilkan perubahan warna mulai dari biru kehijauan,
cokelat, dan cokelat coklat gelap. Perubahan warna ini tergantung pada jumlah
glukosa yang terkandung dalam urine.
Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein,
bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
Metode carik celup yang memiliki kelebihan yaitu penggunaannya cepat, lebih
praktis, menghemat waktu dan hasil lebih mudah diintepretasikan dengan melihat

25
adanya perubahan warna yang terjadi serta memiliki sensitivitas yang tinggi
(Bandiyah et al., 2017)

 Prinsip :
Oksidasi glukosa dikatalis oleh glukosa oksidase menjadi hidrogen peroksida,
hidrogen peroksida yang terbentuk kemudian dioksidasi oleh chromogen dengan
adanya peroksidase. untuk menghasilkan perubahan warna mulai dari biru
kehijauan, cokelat, dan cokelat coklat gelap. Perubahan warna ini tergantung pada
jumlah glukosa yang terkandung dalam urine.

 Alat dan Bahan :


 Sampel urine
 Strip carik selup
 Standar pembanding

 Cara kerja :
1) Keluarkan strip carik celup secukupnya.
2) Lihat warna pada pita carik celup, cocokkan dengan pita yang negatif, kecuali
BJ.
3) Homogenkan urine sebelum diperiksa.
4) Celupkan carik celup dalam urine. Urine yang berlebihan dihilangkan dengan
meletakkannya diatas tisu.
5) Baca hasil dengan membandingkan warna dengan standar pembanding.

 Interpretasi Hasil
 Urobilinogen : 0,1 – 1,0 mg/dl
 Glukosa : negatif
 Bilirubin : negatif
 Benda keton : negatif
 Berat jenis : 1.001 – 1.035

26
 Darah samar : negatif pH : 5 – 9
 Protein : negatif
 Nitrit : negatif
 Leukosit : negative

27
H. Pemantauan Dan Pengobatan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap jenis diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas klien.
1) Penatalaksanaan Untuk DM tipe I
Pemberian terapi insulin karena tidak ada insulin endogen yang dihasilkan.
2) Penatalaksanaan Untuk DM tipe II
a. Diet
Pada consensus perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI)
telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%),
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama
untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolestrol < 300 mg/hari.
Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan jenis serat
larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
 Mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula
dan karbohidrat.
 Tidak menunda waktu makan karena hal ini akan menyebabkan
fluktuasi (ketidakstabilan) kadar gula darah.
 Memperbanyak mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung serat, seperti sayuran dan serai.
 Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung
banyak kolestrol LDL, antara lain: daging merah, produk susu,
kuning telur, mentega, saud salad, dan makanan pencuci mulut
berlemak lainnya.
 Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam.

28
b. Latihan
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama
kurang lebih 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (continous, Rhtmical,
Interval, Progresiv, endurance training). Latihan dilakukan terus menerus
tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang
seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur - angsur dari sedikit ke
latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu
tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adlah jalan kaki, jogging,
lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan
dalam latihan jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan,
memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi
serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, dan memeriksa
kaki setelah berolahraga.

c. Edukasi
Edukasi, memberikan pendidikan kesehatan mengenai Diabetes
Melitus dan pengelolaannya serta mengajarkan klien serta keluarganya
untuk penerapan pola hidup sehat.

29
d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dengan pemberian Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan atau terapi insulin.
 Obat Hipoglikemik Oral (OHO):

1) Sulfonylurea dan glinid (golongan


insulin sekretagok)
Obat golongan sulfonylurea dan glinid merupakan pilihan
utama pada penyandang diabetes dengan berat badan kurang atau
normal, bekerja dengan cara :
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan didalam
pancreas.
b. Menurunkan ambang sekresi insulin.
c. Meningkatkan rangsangan insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.

2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai
dibawah normal. Preparat yang ada dan normal adalah metformin.
Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk(IMT>30) sebagai obat
tunggal. Penggunaan obat ini dikontraindikasikan pada gangguan
fungsi ginjal & hati. Metformin sebaiknya diberikan pada saat atau
sesudah makan karena dapat menyebabkan mual & iritasi pada
lambung. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat
dikombinasi dengan obat golongan sulfonylurea.

3) Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat penyerapan glukosa
di usus sehingga mempunyai efek menurunkan gula darah sesudah
makan. Obat ini hanya mempengaruhi konsentrasi gula darah
setelah makan. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
obat ini adalah perut kembung, sering buang angin, dan mencret.

30
4) Golongan Glitazone
Cara kerja obat ini adalah dengan membantu tubuh
menggunakan insulin yang tersedia sehingga lebih efektif.
Penggunaan obat ini dikontraindikasikan pada mereka dengan
gagal jantung, penyakit hati akut, diabetes tipe 1, dan kehamilan.

5) Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor


Pengobatan dengan golongan ini merupakan pendekatan baru
pengelolaan DM. Obat ini menghambat pelepasan glukagon, yang
pada gilirannya meningkatkan sekresi insulin, menurunkan
pengosongan lambung, dan menurunkan kadar glukosa darah.
Beberapa obat golongan ini sudah masuk di Indonesia sejak tahun
2007 antara lain vildagliptin dan sitagliptin.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DM adalah suatu penyakit gangguan metabolic yang terjadi karena kelainan kerja
insulin atau sekresi insulin atau bahkan karena keduanya. Faktor penyebabnya antara lain
karena adanya faktor usia, genetic, obesitas, infeksi pada pancreas, pola makan, dan
bahan kimia atau obat-obatan. DM jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan
adanya komplikasi.
Dan jika penderita penyakit DM tidak menjaga dengan baik pola makan dan gaya
hidupnya, maka penyakit ini akan menjadi sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
banyak penyakit-penyakit lain, seperti Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down,
penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson,
sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia,
hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain.
Untuk mengetahui seseorang apakah terkena DM atau tidak maka perlu ditegakkan
diagnosis yaitu dengan pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan untuk diagnosis
DM ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memeriksa kadar glukosa
darah dan glukosa urine.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembacanya. Aamiin.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta : Nuha Medika.
Buraerah, H. 2010. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas
Tanrutedong, Sidennreg Rappan. Jurnallmiah Nasional. vol. 35, no. 4. 2010
.
v
ol
.
35
,
no
.
4
.
201Gandasoebrata R., 2013. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Sihombing, J. A., Prihantini, N. N., & Raizza, F. D. (2018). Hubungan Glukosa Darah
Sewaktu dengan Indeks Massa Tubuh pada Usia Produktif. Jurnal Ilmiah WIDYA,
5(1), 1–4. http://repository.uki.ac.id/id/eprint/1711
Widyastuti I., 2011. Pengaruh Penambahan Natrium Florida Terhadap Kadar Gula
Darah yang Segera Diperiksa dan Ditunda 36 Jam, KTI, Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang,
Semarang.

33

Anda mungkin juga menyukai