Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH

A3-A
KELOMPOK 4

IA MD DWIJA KUSUMAYANTI 09.321.0372

NOVINDA 09.321.0397

WAYAN ARDY NUGRAHA 09.321.05

ADITYA PUTRA 09.321.0505

AYU WULAN SWANDEWI 09.321.0621

PUTU WULAN OKTARYANTI 09.321.0672

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2012
i
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu, Om Avhgnhamastu

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Diabetes Mellitus” ini tepat pada waktu. Kami juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan dosen-dosen kami lainnya yang
telah memberikan semangat dan dukungan atas terselesaikannya makalah ini yang merupakan
tugas mata kuliah Komunitas III.

Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan-kekurangan mengingat keterbatasan kami dalam dalam penyusunan.
Sehingga dengan keterbatasan tersebut kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Tak lupa kami ucapkan
terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penyelesaian makalah ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Denpasar, Mei 2012

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan................................................................................................................2
F. Sistematika Penulisan...........................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus.............................................................................3
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Diabettes Mellitus...........................24
BAB III..........................................................................................................................................51
PENUTUP.....................................................................................................................................51
A. Simpulan.............................................................................................................................47
B. Saran...................................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................48

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir seluruh penelitian atau sigi baik di luar negeri maupun di
Indonesia manunjukkna bahwa angka kejadian diabetes meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur. Banyak keadaan yang memudahkan orang lanjut usa lebih
rentan terserang penyakit, termasuk diabetes. Terkait dengan diabetes, keadaan
yang memudahkan terserang diabetes adalah pada lanjut usia lebih mudah menjadi
gemuk (terutama obesitas senntral, buncit ), makin jarang melakukan aktivitas
fisik, kemerosotan kemampuan sel beta pancreas untuk menghasilkan insulin,
sensivitas kerja insulin menurun, adanya penyakit lain yang memperburuk kerja
insulin, dan kemungkinan penggunaan obat-obatan yang berefek bertentangan
dengan kerja insulin.

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolic ditandai oleh kenaikan kadar


glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes merupakan salah satu dari lima
kondisi kronis yang paling utama yang mempengaruhi lansia, tidak dapat
disembuhkan . alih-alih, lansia dengan diabetes harus belajar untuk menguasai
program pamantauan dan parawatan yang melibatkan banyak partisipasi klien.
Banyak perubahan terkait usia membuat lansia sulit untuk mematuhi rencana
keperawatan. Hal ini tidak bereati bahwa perawatan harus didelegasikan kepada
orang lain.
Jumlah orang yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan akan meningkat
dengan cepat dalam 25 tahun, dengan perkiraan peningkatan sebesar 42 persen
terjadi pada Negara berkembang. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan
demografi pada masyarakat, tanpa mempertimbangkan perubahan gaya hidup. Di
Negara berkembang angka kejadian kelebihan berat badan dan kegemukan terus
meningkat dengan cepat karena menurunya aktivitas fisik dan banyak makan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit diabetes mellitus ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan diabetes
mellitus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai konsep dasar penyakit diabetes mellitus

1
2. Untuk mengetahui mengenai konsep dasar keperawatan lansia dengan diabetes
mellitus.

D. Manfaat Penulisan
Sebagai bahan acuan pemahaman konsep dasar penyakit dan konsep dasar
asuhan pada lansia dengan diabetes mellitus.

E. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistem deskriptif kualitatif dimana data-data
diperoleh melalui buku- buku penunjang yang berkaitan dengan keperawatan
komunitas serta dari media elektronik yaitu melalui fasilitas internet.
.
F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan

Bab III Penutup

A. Simpulan
B. Saran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus

1. Pengertian

a. Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus dari bahasa Latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadssn absolute insulin
atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Elizabeth,2009).

b. Diabetes militus merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan


berbagai sistem fisilogis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme
glokosa. (Mickey Stanley, 2006).
c. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.(Brunner dan
Suddarth, 2002).
d. Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
e. Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
f. Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO)
Jadi dapat disimpulkan dari pengertian diatas diabetes mellitus adalah
gangguan metabolic ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia.
Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes


yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini
dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain

3
itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM,


"diabetes yang tidak bergantung pada insulin") adalah diabetes yang terjadi karena
kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan "resistensi terhadap insulin" atau
"berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap
insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.

2. Epidemiologi
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001
menyebutkan jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi
peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7
persen pada tahun 1993. International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan
bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak
5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020,
sedang Survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali
menderita DM. Data Depkes tersebut menyebutkan jumlah penderita DM
menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari
keseluruhan pasien penyakit dalam.

Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia


meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat
teratur.
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu
yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini
mencangkup 15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang
baru diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab
utama amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapatkan
terapi dialysis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada dalam
urutan ke tiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini
sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada
para penderita diabetes.

Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus
tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan
musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.

4
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000
(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)

No Rangking negara tahun 2000 Orang dengan


DM (juta)

1. India 31,7

2. Cina 20,8

3. Amerika Serikat 17,7

4. Indonesia 8,4

5. Jepang 6,8

6. Pakistan 5,2

7. Federasi Rusia 4,6

8. Brazil 4,6

9. Italia 4,3

10. Banglades 3,2

3. Etiologi

Diabetes Melitus Tipe 1

a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.

Diabetes Melitus Tipe 2

5
Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)


b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Stress
e. Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan hanya
sekitar 20.000

f. Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak efektif
g. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler terganggu

4. Faktor Predisposisi
a. Gangguan metabolisme , dimana tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa /
gula darah untuk diubah menjadi energi / tenaga.
b. Gangguan / tidak berfungsinya hormon insulin dalam tubuh sehingga terjadi
penumpukan kadar glukosa / gula dalam darah.
c. Kehamilan (diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.

5. Patofisiologi
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di
usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke
seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses
metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.
Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa
darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima
oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan
terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport
glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter
glukosa.

Diabetes Melitus Tipe 1

6
Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam
urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus (polidipsia)
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa
yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam
amino dan substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak.
Badan keton akan mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan.
Keto asidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila
t6idak ditangani akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan
kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan
latihan disertai pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

Diabetes Melitus Tipe 2


Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin – NIDDM)
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro berkepanjangan akan
merangsang pelepasan hormon ACTH dari hipofisis anterior, ACTH ini
merangsang pelepasan kotrisol dari korteks adrenal, kortisol ini merupakan kontra
insulin sehingga menganggu kerja insulin dan memperkuat rangsangan glukosa
terhadap insulin, akibatnya lama kelamaan sel beta pankreas lelah memproduksi
insulin sehingga terjadilah resistensi insulin. Akibat lain dari kelelahan sel beta
itu.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam
darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

7
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II.
Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe
II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).

6. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth)

a. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes


mellitus atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi
pada segala usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya
bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang
baru saja terjadi, etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau
lingkungan misalnya virus, sering memiliki antibodi terhadap insulin
meskipun belum pernah mendapatkan terapi insulin, cenderung mengalami
ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi akut hiperglikemi :
ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu
awitan terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh
gemuk pada saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter
atau lingkungan, penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan
resistensi insulin, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres
atau menderita infeksi, komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).

c. Gestational Diabetes :Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita


hamil. Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga
melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran

8
hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis
lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau
menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup
kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan
keadaan yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan
hormonal, obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang
mengandungsetrogen penyandang diabetes.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Penderita menghasilkan sedikit insulin atau Pankreas tetap menghasilkan insulin,


sama sekali tidak menghasilkan insulin kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.
Tetapi tubuh membentuk kekebalan
terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relative

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.

90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan diturunkan secara genetik dalam keluarga
insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur

7. Gejala Klinis

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :

a) Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

9
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah
sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2) yang sering
ditemukan adalah :

1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer

10
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga.Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.

Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan


penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat
badan.Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat
badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis).Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak).Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah.Bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton.Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.

Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala


beberapa tahun.Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus.Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya
terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-
ketotik.

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena
ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

11
Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.
Jika insulin berkurang semakin parah
maka sering berkemih dan sering
merasa haus.
Berkembang dengan cepat ke Jarang terjadi ketoasidosis.
dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis
diabetikum.

8. Pemeriksaan fisik
Diabetes Melitus Tipe 1

Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak

banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun,


terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan
mengalam penurunan tonus otot

Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan

terjadi hipertensi

Diabetes Melitus Tipe 2

Inspeksi : pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan

dm tipe 1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS


adalah klien yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat
gangren pada kaki klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi,
katarak (terutama pada lansia), dll.

Palpasi dan auskultasi :

dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2 didapatkan


TD yang tinggi.

9. Pemeriksaan Penunjang/diagnostik
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
untuk DM, yaitu sekelompok usia dewasa tua (>40thn), obesitas, tekanan darah

12
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >
4000g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipedemia.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau
skrining glukosa darah, ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan
dan makrosomia, Hemoglobin glikosida (HbA1c) yang menunjukkan kontrol
diabetik (HbA1c lebih besar dari 8,5% khususnya sebelum kehamilan, membuat
janin beresiko anomali kongenital, Pemeriksaan kadar keton urin untuk
menentukan status gisi, Budaya urin untuk mengidentifikasi ISK asimtomatik,
protein dan kliren kreatinin (24 jam) untuk memastikan tingkat fungsi ginjal,
khusus pada diabetes durasi lama, tes`toleransi glukosa (GTT), kultur vagina
mungkin positif untuk candida albicans, Contraction stress test ( CST), Oxytocin
challenge test (OCT) menunujukkan hasil positif jika trjadi insufisiensi plasenta,
Kriteria profil biofisik (BPP).
a. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
memberikan diagnosa definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakkan diagnosis karena lansia
mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi megalami
hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diadnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi :
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 20
mg/dl atau lebih.
 Glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagi patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum Pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200


Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126


Darah kapiler <90 90-109 >110

b. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar :


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.

13
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1jam dan 2jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
c. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c), yang
menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan sebelumnya,
biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi antidiabetik.
Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan
pada lansia dengan toleransi glukosa normal.
d. Fruktosamina Seru, yang menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata
selama 2 sampai 3 minggu sebelumnya, merupakan indikator yang lebih
baik pada lansia karena kurang menimbulkan kesalahan.
e. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
f. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
g. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
h. Elektrolit :
i. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
j. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
k. Fosfor : lebih sering menurun
l. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan
DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden ( mis, ISK baru)
m. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
n. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
o. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
p. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
q. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe
1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).

14
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody . ( autoantibody)
r. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
s. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
t. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

10. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan/ gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjang untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan
kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut
kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan
mengajarkan kegiatan mandiri.
Kriteria ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kriteria pengendalian diabetes mellitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl)
- Puasa - 80-109 - 110-139 >140
- 2 jam - 110-159 - 160-199 >200
Hb 1c(%) 4-6 6-8 >8
Kolestrol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolestrol LDL
- Tanpa PJK - <130 130-159 ≥160
- Dengan PJK - <100 100-129 ≥130
Kolestrol HDL (mg/dl)
trigliserida (mg/dl)
- Tanpa PJK - <200 <200-249 >250
- Dengan PJK - <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- Wanita - 18,5 - 23-25 >25/<18,5
- Laki-laki - -23,9 - 25-27 >27/<20
- 20-24,9
Tekanan darah (mmhg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Kerangka utama pelaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat


hipoglikemik dan penyuluhan.
1. Perencanaan makan (meal planing)

15
Ahli gizi dapat menyusun diet khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap
pasien. Diet harus memenuhi panduan nutrisi, mengontrol kadar glukosa
darah, dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
diteapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat(60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-
25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-
75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan
kolestrol <300mg/hari. Jumlah kandungan serat ±25g/hari, diutamakan jenis
serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu BB ideal untuk mengetahui jumlah kalori bsal pasien
DM. Perhitungan menurut Bocca :
BB ideal = (TB dalam cm- 100) - 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya <160cm atau perempuan yang tingginya
<150cm berlaku :
BB ideal = (TB dalam cm-100) × 1kg
Kemudian menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara
yang bisa digunakan yakni :
1) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB ideal
dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita. Kebutuhan kalori
sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-
hari. Dibawah ada daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagi
aktivitas :
Ringan Sedang Berat
100-200 kkal/jam 200-350kkal/jam 400-900kkal/jam
Mengendarai mobil Rumah tangga Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja laboratorium Bowling Memanjat
Kerja sekretaris Jalan cepat Menari
Mengajar kerja Berkebun Lar I
Golf Sepak bola
Sepatu roda Tennis

2) Kebutuhan basal dihitung seperti diatas tapi ditambah kalori


berdasarkan % kalori bassal.
b. Kerja ringan ditambah 10% dari kalori bassal
c. Kerja sedang ditambah 20% dari kalori bassal
d. Kerja berat ditambah 40-100% dari kalori bassal
e. Pasien kurus masih, tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau
menyusui, ditambah 20-30% dari kalori bassal.

16
a. Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan tabel :
Dewasa Kkal/ kg BB idaman
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50

b. Suatu pegangan kasar dapat dibuat sbb :


 Pasien kurus = 2300-2500kkal
 Pasien normal = 1700-2100kkal
 Pasien gemuk =1300-1500kkal

2. Latihan jasmani
Olahraga /latihan jasmani merupakan sarana yang penting dalam menangani
diabetes tipe 2. Aktivitas fisik meningkatkan sensivitas insulin, memperbaiki
toleransi glukosa, dan meningkatkan pengendalian berat badan. Penelitian juga
menunjukkan bahwa olahraga sedang dapat memperlambat atau mencegah
awitan diabetes tipe 2 pada kelompok risiko tinggi. Ketika anda merencanakan
program olahraga untuk lansia, pastikan tingkat latihan fisik sesuai dengan
tingkat kesehatannya. Olahraga yang dipilih untuk lansia mencakup berjalan,
berenang, dan bersepeda.
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap mingguselam ±0,5 jam yang
sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rhytmical, interval, progressive, indurence
traning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa henti, otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan lambat,
berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan
bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75- 85% denyut nadi
maksimal. Denyut nadi maksimal (DNM ) dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut :
DNM = 220- umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmaniini adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa
tanda pengenal sbg pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki secara
cermat setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pasien yang menderita diabetes tipe 1 membutuhkan penggantian insulin dan
pemantauan kadar glukosa serum dan diet serta regimen latihan yang ketat.
Pasien yang menderita diabetes tipe 2 dapat memerlukan obat anti diabetic
oral untuk merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensivitas
insulindi tingkat selular, menekan glukoneogenesis hepatic, dan

17
memperlambat absorpsikarbohidrat di GI. Untuk beberapa pasien, kadar
glukosa darah dapat dikontrol dengan diet dan perubahan gaya hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes mellitus tipe 2 yang dapat
membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi kedua sulfoniluera (seperti
gliburida dan glipizida), inhibitor alfa glikosida (seperti karbosa dan maglitol),
biguanida(seperti metformin), glitazon (seperti rosiglitazon) dan meglinitida
(repaglinida).

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tetapi kadar glukosa darahnya belum membaik, dipertimbangkan untuk
memakai obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Sulfoniluera
Obat golongan sulfoniluera bekerja dengan cara:
f. Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
g. Menurunkan ambang sekresi insulin.
h. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Kloropropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufiensirenal dan orang
tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian
Juga glibenklamid. Untuk orangtua dianjurkan preparat dengan waktu kerja
pendek (tolbutamid, glikudion). Glikudion juga diberikan pada pasien DM
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan
berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasi dengan obat golongan
sulfoniuluera.
c. Inhibittor α glukosidase
obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosadan
menuukan hiperglikemia pascapradial.
c. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai effek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat
ini belum beredar d Indonesia.
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
 DM dengan BB menurun drastis
 Ketoasidosis, asidosisi laktat, dan koma hiperosmolar

18
 DM yang mengalami / DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut
 Dosis insulin oral/ suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.

Perawatan dirumah.
Sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki
sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki.
Perawatan tersebut meliputi :

a. Hentikan kebiasaan merokok


b. Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka
lecet ; gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki.
c. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama
dicelah jari kaki.
d. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian pada
celah jari kaki.
e. Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus.
f. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
g. Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
h. Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap
hari.
i. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
j. Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki.
k. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ; periksa adanya
benda asing.
l. Hindari trauma yang berulang.
m. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun
ulkus/gangren telah sembuh.
Edukasi
Melalui edukasi, diabetes atau siapa saja bisa mengethui dan mengerti apa itu
diabetes, masalah yang harus dihadapi, mengapa penyakit ini perlu dikendalikan
secepatnya, dan seterusnya. Penyuluhan ini harus dilakukan berulang-ulang. Dalam
edukasi tersebut akan ditekankan bahwa yang terpenting dalam pengendalian
diabetes adalah perubahan pola makan dan aktivitas fisik atau olahraga inilah yang
disebut dengan perubahan gaya hidup (life style).

10 Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM
tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan
seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud

19
control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam
batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik
bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus
segera dirawat inap.

Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik
akan memberikan prognosis baik.
11. Komplikasi

a. Komplikasi mendadak akut


Komplikasi akut, komplikasi yang datangnya mendadak tanpa aba- aba.
Namun jika diatasi,isa sembuh. Yang termasuk komplikasi akut:
1) Infeksi yang sulit sembuh
Sewaktu” diabetes juga dapat mengalami infeksi, yaitu masukna kuman
kedalam tubuh, seperti flu, borok ( biasanya di kaki ), atau radang paru-
paru. Bedanya, penderita diabetes lebih mudah terkena ifeksi dan lebih
sulit sembuh. Pada keadaan normal, kuman yang masuk ke tubu akan
dilawan dan dibunuh oleh leukosit atau sel darah putih. Pada diabetes pada
waktu kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl, kekuatan sel-sel darah
putih untu membunuh turun: dan mereka menjadi lemah dan loyo. Oleh
karena itu kuman yang masuk lebih sukar dibunuh, malaj terus akan terus
berkembang biak sehingga infeksi jadi susah sembuh apalagi nfeksi di
kaki.
Pada diabetes tipe – 2 yang belum tekendali apabila terjadi infeksi berat,
umumnya infeksi paru atau borok di kaki, gula darah dapat mendadak
makin meningkat sangat tinggi. Dalam keadaan tersebut, gejala klasik
diabetes akan menjadi lebih berat.

2) Koma hiperglikemik ( koma diabetic )


Kadar gula darah yang sangat tinggi sdisebut hiperglikemi. Keadaan ini
bisa menyebabkan koma pada diabetes. Koma adalah istilah medis yang
menrangkan bahwa kondisi seseorang kritis dan tidak sadar, hidup tapi
seperti mati. Tubuhnya masih hidup: jantung, paru- paru, ginjal, semua
masih hidup. Namun, dia tidak sadar dan tidak bisa berbuat apa- apa.
Koma karena hiperglikemi disebut koma hiperglikemik atau koma
ketoasidotik. Yang bisa berlangsung sehari hingga beberapa hari. Ada
bermacam-mcam koma hiperglikemik, tetapi yang paing seing terjadi
adalah koma diabetic atau koma ketoasidotik. Biasanya gejala yang terjadi
sebelum koma adalah keluhan klasik yang bertambah hebat, yaitu semakin

20
cepat haus, semakin banyak minum dan badan semakin lemas. Jika infeksi
tidak cepat diobati dan gula darah tidak cepat diatur, penyakit ini bisa
menjadi lebih berat lagi, dan terjadilah penurunan kesadaran atau koma.
Koma semacam ini dapat terjadi bak pada diabetes tipe – 2 maupu tipe – 1.
Pada diabetes tipe – 1, koma tidak harus didahului oleh infeksi. Koma
dpaat terjadi segera begitu diabetisi tidak mendapat suntukan insulin. Atau
wlaupun sudah diberi tetapi telambat atau dosisnya kurang dari yang
seharusnya.
3) Hipoglikemi dan koma hipoglikemik
Hipoglikemi bukan komplikasi murini diabetes. Keadaan ini adalah
komplikasi pengobatan karena hanya dapat dialami ileg diabetisi yang
mendapat obat penurun gula, kususnya golongan sulfonylurea atau sutikan
insulin. Hipoglikemi terjadi apabila pasien yang sudah minum obat
golongan sulfonylurea, atau suntikan insulin, lali :
a). terlambat makan
b). lupa makan
c). makan tapi jumlahnya kurang
d). tiba-tiba muntah – muntah
e). tiba- tiba harus melakukan kerja fisik berat

ciri – cirri gejalanya, tiba – tiba merasa luar biasa lapar, berkeringat
dingin, jantung berdebar, using, dan linglung. Jika tidak segera diatasi,
kesadaran turun, smapai akhirnya tidak sadarkan diri ( koma ). Kondisi
inilah yang disebut koma hipoglikemik. Koma hipoglikemik adalah
kadaan yang sangat gawat karena jika tidak cepat ditangani akan
menyebabkan kematian. Apabila meraakan adanya gejala hipoglikemi,
diabetes harus segera minum air gula atau makan apa saja yang banyak
mengandung gula.

b. Komplikasi menahun ( kronis )


Komplikasi kronis biasanya menampakkan diri setelah 10-15 tahun sejak
diagnosis diabetes. Namun, pada diabetes tipe – 2, sering kali beberapa
komplikasi kronis sudah ada sewaktu pasien pertama kali didiagnoss
menderita diabetes. In terjadi karena sebenarnya sipasien sudah lama
menderita diabetes tanpa gejala yang jelas sehingga omplikasi pun tidak
terpantau. Komplikasi kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada
pembuluh darah bsar, pembuluh darah kecil/ halus, atau pada susunan saraf.
1) Masalah pada mata
a) Retinopati
Retinopati adalah kelainan yang mngenai pembuluh darah halus pada
retinia. Retina terdapat di dalam bola mata sebelah belakang dan
kerjanya adalah menangkap cahaya yang datang dari luar setelah
menembus lensa mata. Retina bersifat seperti kamera film, yaitu

21
menangkap gambar yang ada dihadapan. Jika terjadi kerusakan pada
pembuluh darah retina, fungsi retina akan terganggu sehingga
terjadilah gangguan penglihatan.ketika retina terganggu maka gambar
yang dilihat tidaksampai di otak. Biasanya gejala retinopati berjalan
lambat sehingga sering tidak terdeteksijika masih dini, kelainan ini
masih dapat diobati dengan teknik fotokoagulasi dengan memakai
laser. Namun jika sudah terlambat, kemungknan terburuknya adalah
kebutaan.
b) Katarak
Istilah katarak menunjukkan menjadi buramnya lensa mata. Lensa
terdapat disebelah depan matadan fungsina adalah meneruskan sinar ke
retina. Pada orang lanjut usia, katarak merupakan hal biasa, tetapi pada
diabetisi, kelainan ini dapat terjadi pada umur yang lebih muda.
Katarak menyebabkan cahaya tidak sampai pada retina sehingga orang
tidak bisa melihat alias buta. Pada katarak dapat dilakukan operasi
pengangkatan lensa yang sudah rusak dan menggantinya dengan lensa
baru. Setelah itu berhasil, biasanya peglihatan kembali seperti biasa.
Kecuali, apabila selain ada katarak juga sudah terdapat retinopati. Pada
keadaan demikian, operasi kaarak tidak memulihkan penglihatan
secara sempurna.
c) Glaucoma
Glaucoma terjadi karena meningkatnya tekanan dalam bla mata.
Keluhannyaadalah rasa nyeri pada mata dan penglihatan berkurang.
Dokter dpat mengenali kelainan itu dengan mudah. Apabila diobati
dengan segera, glaucoma tidak akan menyebabkan kebutaan.
2) Komplikasi pada ginjal
Dalam suatu proses yang disebut proses metabolism didalam tubuh, terjadi
pengolahan bahan baku menjadi zat yang dibutuhkan tubuh. Proses ini
juga menghasilkan zat-zat sisa atau zat metabolit yang beredar didalam
darah. Zar ini seolah olah sampah yang harus dikeluarkan dari tubuh.
Tugas ginjal adalah membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolic
tersebut dan juga membersihkan tubuh dari zat – zat berlebihan lainnya.
Tugas tersebut dilakukan dengan membuang semua itu bersama urine.
Untuk melaksnakan fungsi ini, ginjal ini dilengkapi dengan kumparan-
kumparan pembuluh darah halus yang disebut dengan glomelurus- serupa
dengan filter kecil. Jika ginjal sebagai flter mengalami gangguan dan tidak
berfungsi dengan baik, zat-zat sisa akan menumpuk dan meracuni tubuh.
a) Nefrotik diabetic
Penyakit ginjal diabetic yang biasa disebut nefropati diabetic,
disebabkan oleh kelainan pembuluh darah halus pada glomelurus
ginjal. Pada keadaan normal, protein yang terkandung didalam darah
tidak akan bisa menembus ginjal. Namun jika sel di dalam ginjal rusak,
beberapa molekul protein yaitu albumin- bisa melewati dinding
pembuluh darah halus dan masuk ke saluran urine, pertanda adanya

22
kelainan nefropati adalah terdapatnya albumin didalam urine.
Awalnya, hanya albumin yang halus ( mikro-albumin ). Selanjutnya
sejalan dengan memberatnya komplikasi, akan dijumpai makro-
albumin ( biasa disebut albumn saja )didalam urine.
3) Komplikasi pada saraf
System saraf adalah system kelistrikan. Pusatnyya di otak, sumsum tulang
belakang, ( terselip di dalam ruas-ruas tulang belakang ), dan kabel-kabel
saraf diseluruh tubuh. Kabel saraf ini mirip kabel listrik. System saraf juga
bisa terkena dampak dari penyakit diabetes. Komplikasi pada susunan sraf
biasanya disebut neuropai. Neuropati dapat terjadi pada saraf dari beberapa
organ berikut.
a) Neuropati pada tngkai dan kaki
Gejala neuropati ini paling terasa pada tunggal bawah dan kaki sebelah
kiri dan kanan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan. Pada
stadium lanjut dapat terjadi baal ( kebas/ kurang/mai rasa) kadang
kadang dapat juga terasa panas( seperti kena cabai) yang paling
menyiksa, pada sebagian orang neuropati dapat menyebabkan nyeri,
berdenyut terus menerus ( neuralgi )
b) Neuropati pada saluran pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare. Diare ini
biasanya terjadi pada malam hari sehingga disebut juga nocturnal
diareha( diare malam hari ) neuropati pada saluran pencernaan juga
menyebabkan konstipasi
c) Neuropati kandung kencing
Neuropati pada kandung kencing dapat menyebabkan kencing tidak
lancer. Keluhan ini makin berat jika disertai nfeksi disaluran tersebut

4) Komplikasi pada pembuluh darah , tungkai dan kaki


Komplikasi pada pembuluh darah besar ditungkai sering kali terjadi pada
diabetisi. Yang menyebabkan kelainan ini adalah penebalan dinding
pembuluh darah besar ( makroangiopati ) lzim disebut ateresklerosis.
Dengan penebalan tersebut, aliran darah ke tungkai dan kaki menjadi tidak
lancer dan berkurang. Hal tersebut menimbulkan beberpa keluhan,
diantaranya kaki terasa dingin, kram ( kejang ) otot tugkai dan kulit kering.
5) Masalah pada jantung dan otak
Komplikasi ini paling ditakuti diabetisi, selain gagal ginjal, adalah
serangan jantng dan stroke. Komplikasi jantung disebabkan oleh
aterosklerosis dan penyempitan pembuluh darah besar yang mendarahi
jantung. Istilah medisnya adalah penyakit janung koroner. Pembuluh darah
yang sempit memudahkanterjadinya penggumpalan darah yang akan
menyumbat aliran darah sehingga pasokan ke suatu daerah di jantung akan
terhenti dan matilah bagian jantung di situ. Itulah yang disebut infark
miokard atau serangan jantung, gejalnya biasanya: nyeri tiba-tiba
disebelah dada kiri yang bisa menjalar ke lengan kiri sampai kelingking

23
dan tidak hilang-hilang, jika penyumbata itu terjdi pada pembuluh darah
otak, yang akan muncul adalah stroke. Pada stroke, terjadilah kelumpuhan
tiba- tiba. Kelumpuhan biasanya terjadi pada sebelah bagian badan.
Kadang- kadang disertai dengan penurunan kesadaran.
6) Disfungsi seksual
Pada laki-laki neouropai dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi
( impoten ) keadaan itu juga didasari oleh penyempitan pembuluh darah
halus dengan kelainan saraf. Disfungsi ereksi merupakan komplikasi yang
paling ditakuti oleh para diabetisi laki-laki. Pada perempuan , disfungsi
seksual juga dapat terjadi walaupun tidak jelas, yaitu cairan pelumas yang
berkurang yang menyebabkan nyeri waktu berhubungan, kadang-kadang
terjadi anorgasme dan yang sering pula terjadi adalah menurunnya
keinginan untuk berhubungan.
7) Komplikasi pada hati
Hati atau lever merupakan organ yang sangat berperan pada pengolahan
makanan atau metabolism. Pada masa lalu, komplikasi pada hati kurang
mendapat perhtian. Namun, sekrang telah diperhitungkan pada diabetes
dapat terjadi perlemakan hati atau fatty liver. Selama gula darah baik,
komplikasi ini tidak cepat memburuk. Kunci penjagaannya adalah
pengendalian gula darah yang baik

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Diabettes Mellitus

1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan
yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.

Ds yg mungkin timbul :

- Klien mengeluh sering kesemutan.


- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien mengeluh merasa lemah
- Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :

24
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:

 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung
memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :

 Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya


atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam,
tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.
 Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
 Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang

a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit :

 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),


selanjutnya akan menurun.

25
 Fosfor : lebih sering menurun

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)

g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada


HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :


hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan


fungsi ginjal)

j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya


pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.

k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)

l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat


meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,


infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Dasar data pengkajian pasien menurut Doenges ( data subjektif dan objektif)
1) Aktivitas/ istirahat
a. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat.
b. Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
26
Letargi/disorientasi, koma Penurunan kekuatan otot.

2) Sirkulasi
a. Gejala:
adanya riwayat hipertensi; IM akut

klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.

Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama

b. Tanda:
takikardia

perubahan tekanan darah postural; hipertensi

nadi yang menurun/tak ada

disritmia

krekels; DVJ (GJK).

Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

3) Integritas ego:
a. Gejala:
stres; tergantung pada orang lain

masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.

b. Tanda:
ansietas, peka rangsang.

4) Eliminasi:
a. Gejala:
perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia.

Rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/


berulang

Nyeri tekan abdomen

diare

b. Tanda:
urine, encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovalemia berat)

urine berkabut, bau busuk (infeksi)

27
abdomen keras, adanya asites.

Bising usus lemah dan menurun;hiperaktif (diare).

5) Makanan/cairan:
a. Gejala
hilang napsu makan

mual/muntah

tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa/karbohidrat.

Penurunan berat badab lebih dari periode beberapa hari/minggu.

haus

b. Tanda
kulit kering/bersisik, turgor jelek

kekakuan/distensi abdomen, muntah.

Pembesaran tiroid (peningkatan kebtuhan metabolic dengan


peningkatan gula darah).

Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton)

6) Neurosensori:
a. Gejala
pusing/pening

sakit kepal

kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.

Gangguan penglihatan

b. Tanda
disorientasi; engantuk; letargi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental

refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma)

aktivitas kejang (tahap lanjut DKA).

7) Nyeri/ kenyamanan:
a. Gejala
abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

b. Tanda
wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.

28
8) Pernapasan :
a. Gejala
merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum purulen
(tergantung adanya infeksi/ tidak)

b. Tanda
lapar udara

batuk, dengan/tanpa sputum prulen (infeksi).

Frekuensi pernapasan

9) Keamanan:
a. Gejala
kulit kering, gatal, ulkus kulit

b. Tanda
demam,diaforesis

kulit rusak, lesi/ulserasi

menurnuya kekuatan umum/rentang gerak

parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium


menurun dengan cukup tajam).

10) Seksualitas:
Gejala
rabas vagina (cenderung infeksi)

masalah impoten pada pria; kesulitan orgasme pada wanita.

Pengkajian persistem pada lansia mencakup :

a. Sistem Endokrin
Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan BB atau
obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton.
b. Sistem Kardiovaskuler
Biasanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akaral dingin, nadi perifer
melemahterutama pada tibia posterior dan dorsalis pedís, CRT menurun dan dapat
pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan
jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c. Sistem pernapasan
Biasanya didapatkan pernapasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, nafas
bau aseton.
d. Sistem Percernaan
Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi,
penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan yang meningkat.

29
e. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien
dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis.
f. Sistem Integumen
Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal,
luka dan penurunan suhu tubuh.
g. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstremitas bawah.
h. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan suhu
pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung.
i. Sistem Penginderaan
Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan berupa
katarak, penglihatan kabur.
j. Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada wanita
disertai keputihan.

Pengkajian Status Fungsional, Kognitif/Afektif, dan Sosial


Pengkajian Status Fungsional
Merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien serta menciptakan pemilihan
intervensi yang tepat. Di samping berhubungan dengan diagnosis medis, status
fungsional berhubungan dengan perawatan kebutuhan klien, risiko institusionalisasi,
dan mortalitas.

Indeks Katz
Indeks katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), merupakan aat yang
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia dan
penyakit kronis. Katz indeks meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi
seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan. Selain itu, juga
berguna untuk menggambarkan tingkat fungsional klien (maniri atau tergantung) dan
secara objektif mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi.

Pengkajian Status Kognitif/ Afektif (Status Mental)


Pemeriksaan status menta memberikan sampel perilaku dan kemampuan mental dalam
fungsi intelektual. Pemeriksaan singkat terstandardisasi digunakan untuk mendeteksi
gangguann kognitif sehingga fungsi intelektual dapat diuji melalui satu / dua
pertanyaan untuk masing-masing area. Saat instrumen skrining mendeteksi terjadinya
gangguan, pemeriksaan lebih lanjut kemudian akan dilakukan.
Pemeriksaan status mental lengkap mengarahkan pengkajian yang dilakukan pada
tingkat kesadaran, perhatian, ketrampilan berbahasa, ingatan interpretasi peribahasa,
kemampuan mengidentifikasi kemiripan ( misalnya, “bagaimana miripnya sebiuah apel

30
dengan sebuah jeruk?”), keterampilan menghitung dan menulis, serta kemampuan
konstrunsional ( menyalin gambar-gambar sulit).
Pengujian status mental saat klien masuk perawatan/ panti jompo berfungsi
membangun dasar dan mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami delirium.
Penyebab fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kerusakan kognitif pada lanjut
usia, disertai pandangan bahwa kerusakan status mental adalah normal, proses
berhubungan dengan usia sering menimbulkan pengkajian tidak lengkap terhadap
masalah ini.

2. Diagnose Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan yang diklakuka berdasarkan teori, maka
diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien lansia dengan diabetes
militus yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan mual suhu meningkat (Normal S:36,5 0 c-37,50 c),
perubahan keadaan mental, peningkatan keluaran urine,urine encer,
kelemahan,haus,penurunan berat badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor
kulit turun, Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
2. Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin ,penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran,status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat
pada makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare
3. Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelelahan otot,
ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy, status
hipermetabolik/infeksi.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan
sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam
frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
5. Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan
visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada,
tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit,
berhati-hati saat bergerak.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
8. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

31
9. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.
10. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau meminta informasi,
mengungkapkan masalah.

3. Perencanaan
1.Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan ,suhu meningkat 36,5 0 c-37,50 c, perubahan keadaan
mental, peningkatan keluaran urine,urine encer, kelemahan,haus,penurunan berat
badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor kulit turun,
Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cairan dapat terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil :
mendemonstrasikan hidrasi adekuat yang dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, pengeluaran urine
tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
2) Intervensi

Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu memperkirakan
lamanya atau intensitas dari gejala kekurangan volume total. Adanya
seperti muntah dan pengeluaran urine proses infeksi mengakibatkan
yang berlebihan. demam dan keadaan hipermetabolik
yg meningkatkan kehilangan air.
2. Pantau tanda –tanda vital (Normal:TD Hipovolemia di manifestasikan oleh
120/80 Mmhg,S: 36,5 0 c-37,50 hipotensi dan takikardia. Perikiraan
c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- berat ringannya hipovolemia saat
20x/mnt),catat adanya perubahan tekanan darah sistolik turun ≥ 10
tekanan darah ortostatik mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.
3. Pantau pola nafas seperti adanya Paru mengeluarkan asam karbonat
pernafasan kussmaul atau pernafasan melalui pernapasan yang
yg berbau keton. menghasilkan kompensasi alkalosisi
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton di
sebabkan pemecahan asam

32
asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi
4. Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis
pernapasan,penggunaan otot bantu menyebabkan pola dan frekwensi
napas,adanya periode apnea dan pernapasan normal.
sianosis.
5. Pantau suhu(normal 36,5 0 c-37,50 Demam,menggigil,dan diaphoresis
c),warna kulit,atau kelembabanya adalah hal umum yg terjadi pada
proses infeksi,demam dengan kulit
kemerahan,kering merupakan tanda
dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer,pengisian Merupakan indicator tingkat
kapiler,turgor kulit,dan membrane dehidrasi atau volume sirkulasi yang
mukosa adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran Memperkirakan kebutuhan cairan
pengganti,fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang di berikan
8. Ukur berat badan setiap hari Memberikan hasil pengkajian
terbaik dari status cairan yg sedang
berlangsung selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan minimal Mempertahankan hidrasi atau
2500ml/hari volume sirkulasi
10. Tingkatkan lingkungan ang Menghindari pemanasan yang
menimbulkan rasa nyaman.selimuti berlebihan pada klien lebih lanjut
klien dengan selimut tipis dapat menimbulkan kehilangan
cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan
sensori dengan hiperglikemia atau
hipoglikemia,elektrolit
abnormal,asidosis,penurunan
perfusi serebral,dan hipoksia.
12. Observasi mual,nyeri Kekurangan cairan dan elekrolit
abdomen,muntah,dan distensi lambung. mengubah motilitas lambung
sehingga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan
dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan
yang meningkat,edema,peningkatan yang cepat berpotensi menimbulkan
berat badan,nadi tidak teratur,dan kelebihan cairan dan gagal jantung
distensi vaskuler. kronis.
Kolaborasi
14. Berikan cairan sesuai indikasi : Tipe dan jmlh cairan tergantung
 Normal saline atau setengah derajat kekurangan cairan dan

33
normal saline dengan atau tanpa respons klien secara individual
dekstrosa.
 Albumin,plasma,atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti) di
butuhkan jika mengancam jiwa atau
tekanan darah sudah tidak dapat
kembali normal dengan usaha
rehidrasi yg telah di lakukan.
15. Pasang kateter urine Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama
jika neuropati otonom menimbulkan
retensi atau inkontinensia.

2.Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin , Penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran, Status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare.

1). Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil klien
mampu mencerna jumlah kalori /nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi
biasanya, mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang
biasanya atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
2) intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
indikasi
2. Tentukan program diet, pola Mengidentifikasi kekurangan dan
makan, dan bandingkan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik.
dengan makanan yang dapat
di habiskan klien.
3. Auskultasi bising usus, catat Hiperglikemi,gangguan keseimbangan cairan
nyeri abdomen atau perut dan elektrolit menurunkan motilitas atau
kembung, mual,muntah, dan fungsi lambung.
pertahankan keadaan puasa
sesuai indikasi.
4. Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung nutrisi dan di berikan pada klien sadar dan fungsi
elektrolit. gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang di Kerjasama dalam perencanaan makan

34
sukai
6. Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,member
perencanaan makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism karbohidrat ( gula darah
akan berkurang,dan sementara tetap di
berikan insulin, maka terjadi hipoglikemi).
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
darah dengan finger stick lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine
9. Pantau pemeriksaan Gula darah menurun perlahan denggan
laboratorium (glukosa penggantian cairan dan terapi insulin
darah,aseton,Ph,HCO3 ) terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan di gunakan untuk sumber
kalori.
10. Berikan pengobatan insulin Insulin regular memiliki awitan cepat dan
secara teratur melalui IV. dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
11. Berikan larutan glukosa Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
( dekstrosa,setengah salin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
normal ) mg/dl.
12. Konsultasi dengan ahli gizi Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.

3.Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelahan otot,


ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy, status
hipermetabolik/infeksi.

1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan kelelahan klien dapat teratasi dengan kriteria hasil klien mampu
mengidentifikasi pola keletihan setiap hari, mengidentifikasi tanda dan gejala
peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi aktivitas,
mengungkapkan peningkatan tingkat energy, menunjukkan perbaikan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
2) Intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan
aktivitas. Buat jadwal perencanaan motivasi untuk meningkatkan tingkat
dan identifikasi aktivitas yang aktivitas meskipun klien sangat
menimbulkan kelelahan. lemah.

35
2. Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab
seperti nyeri sendi, penurunan keletihan dapat menyusun jadwal
efisiansi tidur, peningkatan upaya aktivitas.
yang diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentifikasi pola Mengidentifikasi waktu puncak
energy dan buat rentang keletihan energy dan kelelahan mmbantu dalam
skala 0-10 (0= tidak lelah, 10 = merencanakan aktivitas untuk
sangat kelahan) memaksimalkan konservasi energy
dan produktivitas.
4. Ajarkan teknik konservasi energy, Memungkinkan aktivitas yang
seperti : berkesinambungan, menunjang harga
n. Modifikasi lingkungan diri yang positif.
o. Rencanakan makan sedikit tapi
sering
p. Pendelegasian pekerjaan rumah
5. Berikan aktivitas alternative Mencegah kelelahan yang berlebihan.
dengan periode istirahat yang
cukup/ tanpa diganggu.
6. Pantau nadi (normal 80-84x/mnt), Mengindikasikan tingkat aktivitas
frekuensi napas(normal 18- yang dapat ditoleransi secara
20x/mnt), serta tekanan darah fisiologis.
sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas(normel 120/80 Mmhg).
7. Diskusikan cara menghemat kalori Klien melakukan lebih banyak
selama mandi, berpindah tempat. kegiatan dengan penurunan
kebutuhan energy pada setiap
kegiatan.
8. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkn kepercayaan
melakukan aktivitas sehari-hari diri/harga diri yang positif sesuai
sesuai kebutuhan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi.
9. Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang terjadinya keletihan yang berlebihan.
menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk

4.Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan


sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam
frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
1)Tujuan

36
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas
pasien efektif dengan kriteria :

 Hiperventilasi tidak ada


 RR normal (18-20 x/menit), suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada.
 Saturasi oksigen 85 % - 100 %.

2)Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Kecepatan biasanya meningkat.
1.Observasi ; RR, suhu, suara Pola napas cepat dan dalam.
naafas

2.Evaluasi fungsi pernapasan Distress pernapasan dan


perubahan pada TTV dapat
terjadi sebagai akbat stress
fisiologis dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadi syok
sehubungan dengan hipoksia.

Kolaborasi Memaksimalkan bernafas dan


3.Berikan oksigen yang dilembabkan menurunkan kerja nafas.
sesuai indikasi

5. Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan
visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada,
tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit,
berhati-hati saat bergerak.

1)Tujuan :

Setelah diberi asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri tidak
ada dengan kriteria hasil : nyeri dikatakan berkurang atau tidak ada dan dapat
dikontrol dengan skala nyeri (0-3), klien tampak rileks, tampak tidak
melindungi area yang sakit dan klien bergerak dengan rileks.

2) intervensi :

37
INTERVENSI RASIONAL
1.Tanyakan pasien tentang Membantu dalam evaluasi gejala nyeri.
nyeri. Tentukan Penggunan skala nyeri dapat membantu
karakteristik nyeri, pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
misalnya terus-menerus, memberikan alat untuk evaluasi
sakit, menusuk, terbakar. keefektifan analdesik, meningkatkan
Buat rentang intensitas control nyeri.
pada skala 0-10.

2.Kaji pernyataan verbal Kesesuaian antara petunjuk


dan nonverbal nyeri pasien. verbal/nonverbal dapat
memberikan petunjuk derajat
nyeri.

3.evaluasi kefektifanPersepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah


pemberian obat.Dorong subjektif dan pengontrolan nyeri yang
pemakaian obat dengan benar terbaik merupakan keleluasaan pasien.
untuk mengontrol nyeri ,gnatiBila pasien tidak mampu memberi
obat atau waktu sesuai masukan, perawat harus mengobservasi
dengan ketepatan tanda fisiologis dan psikologis nyeri dan
memberilan obat berdasarkan aturan
4Ajarkan teknik manajemen Pasien bisa mengalihkan nyeri agar rasa
nyeri seperti guided nyeri yang dirasakan berkurang.
imagenery
5.Kolaborasi pemberian Pemberian analgetik dapat memblok
analgetik. reseptor nyeri.

6 .Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
1)Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidakterjadi komplikasi dengan Kriteria Hasil menunjukan peningkatan integritas
kulit,Menghindari cidera kulit.
2)Intervensi :

Tindakan / intervensi Rasional


Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna,turgor,vaskuler,perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal

38
lipatan
4. Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
penggunaan lotion robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptic
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

7.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder


akibat gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan
kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
1)Tujuan :

Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami
hambatan mobilitas fisik dengan kriteria hasil pasien dapat mengutarakan
keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah
laku/teknik yang meningkatkan kelangsungan atau melakukan kembali
aktivitas dan dapt mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian-bagian tubuh
yang terpengaruh.

2)Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Tentukan kemampuan Mengidentifikasi
fungsional (skala 0-4) dan kebutuhan/tingkat intervensi yang
alasan ketidakseimbangan. dibutuhkan

2.Catat respon emosional/tingkah perubahan fisik kerap kali


laku untuk mengubah kemampuan mengakibatkan/menciptakan perasan
marah, frustasi dan depresi yang dapat
dimanifestasikan sebagai keengganan
untuk serta dalam aktivitas
3. Rencanakan aktivitas/kunjungan mencegah kepenatan; menghemat
dengan periode istirahat adekuat energi untuk melanjutkan partisipasi
sesuai kebutuhan

4.Bantu dalam ambulasi bila mencegah terjadinya kecelakaan


dibutuhkan, perlihatkan pada pasien seperti cedera
bagaimana cara bergerak yang aman

5.Kaji kembali keamanan Memfasilitasi aktivitas, manurunkan


penggunaan alat-alat bantu risiko perlukaan
aktivitas

39
Kolaborasi Sangat membantu dalam membuat
6.Konsulkan dengan ahli terapi program latihan/aktivitas individu dan
fisik/okupasi, spesialis rehabilitasi menentukan alat bantu yang sesuai

8.Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan risiko cedera dapat dicegah dengan kriteria hasil pasien dapat
memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami cedera.
2) Intervensi

Intervensi Rasional
1. Hindarkan lantai yang licin. Mencegah pasien jatuh dan cedera.
2. Gunakan bed yang rendah Mempermudah melakukan aktivitas
fisik.
3. Orientasikan klien dengan Untuk mempermudah pasien
ruangan mengenal ruangannya yang natinya
dapat mempermudah aktivitasnya
4. Bantu klien dalam melakukan Untuk dapat memenuhi kabutuhan
aktivitas sehari-hari. pasien setiap harinya.
5. Bantu pasien dalam ambulasi Mencegah terjadinya kontraktur otot
atau perubahan posisi dan melancarkan peredaran darah

9.Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, nfeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.

1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan risiko infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil tidak terdapat
tanda-tanda infeksi seperti kalor,dolor,rubor,tumor dan funsiolaesa,klien mampu
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi,
mendemonstrasikan teknik,perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
2) Intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan infeksi biasanya telah
1. Observasi tanda infeksi mencetuskan keadaan ketoasidosis atau
(kalor,dolor,rubor ,tumor dan infeksi nosokomial.
fungsiolaesa) dan peradangan
(demam, kemerahan, pus, sputum
purulen, warna urine keruh, atau
berkabut)

40
2. Pantau tanda –tanda vital klien Infeksi biasanya dimanifestasikan
(Normal:TD 120/80 Mmhg,S: 36,5 dengan adanya peningkatan tanda –
0
c-37,50 c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- tanda vital.
20x/mnt)
3. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan (infeksi nosokomial).
yang baik
4. Pertahankan teknik aseptic pada Kadar glukosa darah yang tinggi akan
prosedur invasive (pemasangan menjadi media terbaik bagi
infuse, kateter foley), pemberian pertumbuhan kuman.
perawatan
5. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur, masase daerah tulang yang menyebabkan risiko kerusakan kulit
tertekan, jaga kulit tetap kering, atau iritasi serta infeksi
serta linen kering dan tidak
berkerut.
6. Lakukan perubahan posisi (posisi Mencegah terjadinya risiko infeksi.
Sim).
7. Anjurkan makan dan minum Menjga keseimbangn nutrisi, cairan, dan
adekuat (sekitar 3000 ml/hari). elektrolit.
Kolaborasi Mengidentifikasi organism sehingga
8. Lakukan pemeriksaan kultur dan dapat memberikan terapi antibiotic yang
sensitivitas sesuai indikasi. terbaik.
9. Berikan antibiotic yang sesuai Penenganan awal membantu mencegah
timbulnya sepsis.

10.Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan


dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan
masalah.
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mengetahui tentang penyakitnya dengan kriteria hasil
mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya, mengidentifikasi hubungan
tanda atau gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan
faktor penyebab, dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan
rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
2) Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan saling Menanggapi dan memperhatikan
percaya dengan mendengarkan perlu diciptakan sebelum klien

41
penuh perhatian dan selalu ada bersedia mengambil bagian dalam
untuk klien proses belajar
2. Bekerja dengan klien dalam Partisipasi dalam perencanaan
menata tujuan belajar yang meningktakan antusias dan
diharapkan bekerjasama dengan prinsip yang
dipelajri
3. Diskusikan tentang kadar Memberikan pengetahuan dasar
glukosa normal dan bandingkan dimana klien dapat membuat
dengan kadar glukosa darah pertimbangan dalam memilih gaya
klien, tipe DM yang dialami, hidup
hubungan antara kekurangan
insulin dengan kadar gula darah
yang tinggi
4. Rasionalkan terjadinya serangan Pengetahuan tentang faktor pencetus
ketoasidosis membuat pertimbngan dalam
memilih gaya hidup.
5. Terangkan komplikasi penyakit Kesadaran tentang apa yang terjadi
akut dan kronis meliputi membantu klien untuk lebih
gangguan penglihatan konsisten terhadap perawatannya dan
( retinopati ), perubahan mengurangi komplikasi
neurosensori dan kardiovaskular,
perubuhanan fungsi ginjal/
hipertensi
6. Demontrasikan cara Melakukan pemerikasaan gula darah
pemerikasaan gula darah dengan 4 x atau lebih sehari, meningkatkan
menggunakan finger stick dan kontrol kadar gula darah dengan
berikan kesempatan klien lebih ketat, dan mencegah
mendemonstrasikan perkembangan komplikasi jangka
panjang
7. Diskusikan tentang rencana diet, Kesadaran pentingnya kontrol diet
penggunaan makanan tinggi membantu klien dalam
serat, dan cara melakukan makan merencanakan program.serat dapat
memperlambat absorpsi glukosa
yang akan menurunkan fluktuasi
kadar gula darah, tetapi dapat
menyebabkan gangguan pada saluran
cerna, flatus meningkat, dan
mempengaruhi absorpsi
vitamin/mineral
8. Tinjau ulang program Pemahaman semua aspek yang
pengobatan meliputi awitan, digunakan obat mningkatkan
puncak dan lamanya dosis penggunaan yang tepat
insulin yang diresepkan, bila
disesuaikan dengan klien

42
4. Implemantasi
Implementasi sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


.
1. Kekurangan volume cairan  Pasien menunjukkan hidrasi yang
berhubungan Diuresis osmotic adekuat dibuktikan oleh tanda vital
(dari hiperglikemia), stabil
Diare,muntah ditandai  nadi perifer dapat diraba
dengan ,suhu meningkat 36,5 0  turgor kulit dan pengisian kapiler
c-37,50 c, perubahan keadaan baik
mental, peningkatan keluaran  haluaran urin tepat secara individu
urine,urine encer,  kadar elektrolit dalam batas normal.
kelemahan,haus,penurunan
berat badan, Kulit/membrane
mukosa kering,turgor kulit
turun,
Hipotensi,takikardia,perlambata
n pengisian kapiler.

2. Ketidakseimbangan nurtisi  Pasien dapat mencerna jumlah


kurang dari kebutuhan tubuh kalori atau nutrien yang tepat
berhubungan dengan  Berat badan stabil atau
ketidakcukupan insulin , penambahan ke arah rentang
Penurunan masukan biasanya
oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri
abdomen,perubahan
kesadaran, Status
hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses
infeksi ditandai dengan
Nyeri abdomen dengan atau
tanpa kondisi patologik,
melaporkan masukan
makanan tidak
adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat
badan,kelelahan,tonus otot

43
buruk, diare.

3. Kelelahan berhubungan  Mengidentifikasikan pola keletihan


dengan berhubungan dengan setiap hari.
kelahan otot,  Mengidentifikasi tanda dan gejala
ketidakedekuatan oksigenasi peningkatan aktivitas penyakit yang
jaringan, penurunan produksi mempengaruhi toleransi aktivitas.
energy metabolic, perubahan  Mengungkapkan peningkatan tingkat
kimia darah : insufisiensi energi.
insulin, peningkatan  Menunjukkan perbaikan kemampuan
kebutuhan energy, status untuk berpartisipasi dalam aktivitas
hipermetabolik/infeksi. yang diinginkan

4. Ketidakefektifan pola  Hiperventilasi tidak ada


napas berhubungan  RR normal (12-20 x/menit),
dengan kelemahan suara nafas vesikuler, wheezing
otot dan keletihan tidak ada.
sekunder akibat  Saturasi oksigen 85 % - 100
abnormalitas asam- %.
basa ditandai dengan
adanya perubahan
dalam frekuensi dan
pola napas
(pernapasan cepat dan
dalam), hiperventilasi.

5. Nyeri akut  nyeri dikatakan berkurang atau


berhubungan dengan tidak ada dan dapat dikontrol
reflex spasme otot dengan skala nyeri (0-3),
sekunder akibat  klien tampak rileks,
gangguan visceral  tampak tidak melindungi area
pada jantung ditandai yang sakit dan klien bergerak
dengan adanya dengan rileks.
pengungkapan nyeri
pada dada, tampak
menggosok bagian
yang nyeri, tampak
melindungi area yang
sakit, berhati-hati saat
bergerak.

44
6. Gangguan integritas kulit  menunjukan peningkatan integritas
berhubungan dengan kulit
perubahan status  Menghindari cidera kulit.
metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan
gangren pada extremitas.

7. Hambatan mobilitas fisik  Klien dapat mengutarakan


berhubungan dengan keinginan dan berpartisipasi
kekuatan dan ketahanan dalam aktivitas
sekunder akibat  mendemonstrasikan tingkah
gangguan neuromuscular laku/teknik yang
pada atrofi otot ditandai meningkatkan kelangsungan
dengan penurunan atau melakukan kembali
kemampuan dalam aktivitas dan
bergerak, keterbatasan  klien dapat mempertahankan
rentang gerak. kekuatan dan fungsi bagian-
bagian tubuh yang
terpengaruh.

8. Risiko cedera berhubungan  Klien tidak mengalami cedera


dengan penurunan fungsi  Klien dapat memenuhi
penglihatan. kebutuhannya tanpa mengalami
cedera.

9. Resiko tinggi terhadap  Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor,


infeksi (sepsis ) fungsiolesia
berhubungan dengan Kadar  klien mampu mengidentifikasi
glukosa tinggi, penurunan intervensi untuk mencegah atau
fungsi leukosit,perubahan menurunkan risiko infeksi
sirkulasi, nfeksi pernapasan  Terjadi perubahan gaya hidup untuk
yang ada sebelumnya atau mencegah terjadinya infeksi
ISK.

10. Kurang pengetahuan  Klien mengetahui tentang


mengenai penyakit, penyakitnya
prognosis, dan pengobatan  klien mampu mengungkapkan
berhubungan dengan kurang pemahaman tentang penyakitnya
pemajanan / mengingat,  mengidentifikasi hubungan tanda
kesalahan interpetasi atau gejala dengan proses penyakit
informasi, tidak mengenal dan menghubungkan gejala dengan
sumber informasi ditandai faktor penyebab dengan benar

45
dengan pertanyaan atau  melakukan prosedur yang perlu
meminta informasi, dan menjelaskan rasional tindakan
mengungkapkan masalah.  melakukan perubahan gaya hidup
 berpartisipasi dalam program
pengobatan.

46
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolic ditandai oleh kenaikan kadar


glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes merupakan salah satu dari lima
kondisi kronis yang paling utama yang mempengaruhi lansia, tidak dapat disembuhkan .
alih-alih, lansia dengan diabetes harus belajar untuk menguasai program pamantauan
dan parawatan yang melibatkan banyak partisipasi klien. Banyak perubahan terkait usia
membuat lansia sulit untuk mematuhi rencana keperawatan. Hal ini tidak bereati bahwa
perawatan harus didelegasikan kepada orang lain.
Perubahan fungsi fisik yang dapat terjadi pada tahun terakhir dapat mentupi tanda
dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indicator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansi dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses
penuaan itu sendiri.
Diabetes dapat terjadi dalam 2 bentuk utama : tipe 1, diabetes mellitus yang
bergantung insulin, dan yang lebih prevalen tipe 2, diabetes mellitus yang tidak
bergantung insulin. Pada lansia, diabetes 2 terhitung 90 % kasus. Seiring pertambahan
usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resisten terhadap insulin, yang mengurangi
kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan insulin dari sel
beta pancreas berkurang dan melambat. Hasil dari proses ini adalah hiperglikemia. Pada
pasien lansia, konsentrasi glokusa yang mendadak dapat meningkatkan dan lebih
memperpanjang hiperglikemia.

B. Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya memahami tentang asuhan
keperawatan lansia dengan diabetes mellitus , karena insiden diabetes meningkat seiring
pertambahan usia, profesionalisme perawatan kesehatan yang merawat lansia harus
memiliki pamahaman yang lengkap mengenai penyakit diabetes mellitus, sehingga kita
sebagai tenaga kesehatan mampu memberikan asuhan keperawatan yang nantinya
mampu kebutuhan klien dapat terpenuhi dengan baik.

47
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI, 2002

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa,
Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC

Jaime, Liz Schaeffer. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2.
Jakarta : EGC

Ketut Swastika. 2011. Tanya jawab seputar obesitas Diabetes. Denpasar : Udayana
University Press.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika

Mickey, Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2 . Jakarta : EGC

NANDA. 2005. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. NANDA


International, Philadelphia.

NANDA INTERNASIONAL. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifisikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut Panduan Lengkap untuk Diabetisi,
Keluarganya, dan Profesional Medis. Bandung : Qanita.

48

Anda mungkin juga menyukai