OLEH
A3-A
KELOMPOK 4
NOVINDA 09.321.0397
2012
i
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu, Om Avhgnhamastu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Diabetes Mellitus” ini tepat pada waktu. Kami juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan dosen-dosen kami lainnya yang
telah memberikan semangat dan dukungan atas terselesaikannya makalah ini yang merupakan
tugas mata kuliah Komunitas III.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan-kekurangan mengingat keterbatasan kami dalam dalam penyusunan.
Sehingga dengan keterbatasan tersebut kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Tak lupa kami ucapkan
terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penyelesaian makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan................................................................................................................2
F. Sistematika Penulisan...........................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus.............................................................................3
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Diabettes Mellitus...........................24
BAB III..........................................................................................................................................51
PENUTUP.....................................................................................................................................51
A. Simpulan.............................................................................................................................47
B. Saran...................................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................48
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir seluruh penelitian atau sigi baik di luar negeri maupun di
Indonesia manunjukkna bahwa angka kejadian diabetes meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur. Banyak keadaan yang memudahkan orang lanjut usa lebih
rentan terserang penyakit, termasuk diabetes. Terkait dengan diabetes, keadaan
yang memudahkan terserang diabetes adalah pada lanjut usia lebih mudah menjadi
gemuk (terutama obesitas senntral, buncit ), makin jarang melakukan aktivitas
fisik, kemerosotan kemampuan sel beta pancreas untuk menghasilkan insulin,
sensivitas kerja insulin menurun, adanya penyakit lain yang memperburuk kerja
insulin, dan kemungkinan penggunaan obat-obatan yang berefek bertentangan
dengan kerja insulin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit diabetes mellitus ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan lansia dengan diabetes
mellitus ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai konsep dasar penyakit diabetes mellitus
1
2. Untuk mengetahui mengenai konsep dasar keperawatan lansia dengan diabetes
mellitus.
D. Manfaat Penulisan
Sebagai bahan acuan pemahaman konsep dasar penyakit dan konsep dasar
asuhan pada lansia dengan diabetes mellitus.
E. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistem deskriptif kualitatif dimana data-data
diperoleh melalui buku- buku penunjang yang berkaitan dengan keperawatan
komunitas serta dari media elektronik yaitu melalui fasilitas internet.
.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Simpulan
B. Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
3
itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
2. Epidemiologi
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001
menyebutkan jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi
peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7
persen pada tahun 1993. International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan
bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak
5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020,
sedang Survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali
menderita DM. Data Depkes tersebut menyebutkan jumlah penderita DM
menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari
keseluruhan pasien penyakit dalam.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus
tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan
musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
4
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000
(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)
1. India 31,7
2. Cina 20,8
4. Indonesia 8,4
5. Jepang 6,8
6. Pakistan 5,2
8. Brazil 4,6
9. Italia 4,3
3. Etiologi
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
5
Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
f. Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak efektif
g. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler terganggu
4. Faktor Predisposisi
a. Gangguan metabolisme , dimana tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa /
gula darah untuk diubah menjadi energi / tenaga.
b. Gangguan / tidak berfungsinya hormon insulin dalam tubuh sehingga terjadi
penumpukan kadar glukosa / gula dalam darah.
c. Kehamilan (diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.
5. Patofisiologi
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di
usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke
seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses
metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.
Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa
darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima
oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan
terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport
glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter
glukosa.
6
Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam
urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus (polidipsia)
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa
yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam
amino dan substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak.
Badan keton akan mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan.
Keto asidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila
t6idak ditangani akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan
kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan
latihan disertai pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
7
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II.
Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe
II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
6. Klasifikasi
8
hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis
lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau
menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup
kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan
keadaan yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan
hormonal, obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang
mengandungsetrogen penyandang diabetes.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan diturunkan secara genetik dalam keluarga
insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur
7. Gejala Klinis
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
9
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah
sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2) yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
10
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga.Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis).Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak).Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah.Bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton.Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena
ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
11
Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.
Jika insulin berkurang semakin parah
maka sering berkemih dan sering
merasa haus.
Berkembang dengan cepat ke Jarang terjadi ketoasidosis.
dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis
diabetikum.
8. Pemeriksaan fisik
Diabetes Melitus Tipe 1
terjadi hipertensi
9. Pemeriksaan Penunjang/diagnostik
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
untuk DM, yaitu sekelompok usia dewasa tua (>40thn), obesitas, tekanan darah
12
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >
4000g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipedemia.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau
skrining glukosa darah, ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan
dan makrosomia, Hemoglobin glikosida (HbA1c) yang menunjukkan kontrol
diabetik (HbA1c lebih besar dari 8,5% khususnya sebelum kehamilan, membuat
janin beresiko anomali kongenital, Pemeriksaan kadar keton urin untuk
menentukan status gisi, Budaya urin untuk mengidentifikasi ISK asimtomatik,
protein dan kliren kreatinin (24 jam) untuk memastikan tingkat fungsi ginjal,
khusus pada diabetes durasi lama, tes`toleransi glukosa (GTT), kultur vagina
mungkin positif untuk candida albicans, Contraction stress test ( CST), Oxytocin
challenge test (OCT) menunujukkan hasil positif jika trjadi insufisiensi plasenta,
Kriteria profil biofisik (BPP).
a. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
memberikan diagnosa definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakkan diagnosis karena lansia
mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi megalami
hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diadnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi :
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 20
mg/dl atau lebih.
Glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagi patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum Pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
13
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1jam dan 2jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
c. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c), yang
menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan sebelumnya,
biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi antidiabetik.
Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan
pada lansia dengan toleransi glukosa normal.
d. Fruktosamina Seru, yang menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata
selama 2 sampai 3 minggu sebelumnya, merupakan indikator yang lebih
baik pada lansia karena kurang menimbulkan kesalahan.
e. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
f. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
g. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
h. Elektrolit :
i. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
j. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
k. Fosfor : lebih sering menurun
l. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan
DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden ( mis, ISK baru)
m. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
n. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
o. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
p. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
q. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe
1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
14
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody . ( autoantibody)
r. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
s. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
t. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
10. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan/ gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjang untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan
kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut
kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan
mengajarkan kegiatan mandiri.
Kriteria ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kriteria pengendalian diabetes mellitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl)
- Puasa - 80-109 - 110-139 >140
- 2 jam - 110-159 - 160-199 >200
Hb 1c(%) 4-6 6-8 >8
Kolestrol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolestrol LDL
- Tanpa PJK - <130 130-159 ≥160
- Dengan PJK - <100 100-129 ≥130
Kolestrol HDL (mg/dl)
trigliserida (mg/dl)
- Tanpa PJK - <200 <200-249 >250
- Dengan PJK - <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- Wanita - 18,5 - 23-25 >25/<18,5
- Laki-laki - -23,9 - 25-27 >27/<20
- 20-24,9
Tekanan darah (mmhg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
15
Ahli gizi dapat menyusun diet khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap
pasien. Diet harus memenuhi panduan nutrisi, mengontrol kadar glukosa
darah, dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
diteapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat(60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-
25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-
75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan
kolestrol <300mg/hari. Jumlah kandungan serat ±25g/hari, diutamakan jenis
serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu BB ideal untuk mengetahui jumlah kalori bsal pasien
DM. Perhitungan menurut Bocca :
BB ideal = (TB dalam cm- 100) - 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya <160cm atau perempuan yang tingginya
<150cm berlaku :
BB ideal = (TB dalam cm-100) × 1kg
Kemudian menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara
yang bisa digunakan yakni :
1) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB ideal
dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita. Kebutuhan kalori
sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-
hari. Dibawah ada daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagi
aktivitas :
Ringan Sedang Berat
100-200 kkal/jam 200-350kkal/jam 400-900kkal/jam
Mengendarai mobil Rumah tangga Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja laboratorium Bowling Memanjat
Kerja sekretaris Jalan cepat Menari
Mengajar kerja Berkebun Lar I
Golf Sepak bola
Sepatu roda Tennis
16
a. Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan tabel :
Dewasa Kkal/ kg BB idaman
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
2. Latihan jasmani
Olahraga /latihan jasmani merupakan sarana yang penting dalam menangani
diabetes tipe 2. Aktivitas fisik meningkatkan sensivitas insulin, memperbaiki
toleransi glukosa, dan meningkatkan pengendalian berat badan. Penelitian juga
menunjukkan bahwa olahraga sedang dapat memperlambat atau mencegah
awitan diabetes tipe 2 pada kelompok risiko tinggi. Ketika anda merencanakan
program olahraga untuk lansia, pastikan tingkat latihan fisik sesuai dengan
tingkat kesehatannya. Olahraga yang dipilih untuk lansia mencakup berjalan,
berenang, dan bersepeda.
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap mingguselam ±0,5 jam yang
sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rhytmical, interval, progressive, indurence
traning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa henti, otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan lambat,
berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan
bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75- 85% denyut nadi
maksimal. Denyut nadi maksimal (DNM ) dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut :
DNM = 220- umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmaniini adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa
tanda pengenal sbg pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki secara
cermat setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pasien yang menderita diabetes tipe 1 membutuhkan penggantian insulin dan
pemantauan kadar glukosa serum dan diet serta regimen latihan yang ketat.
Pasien yang menderita diabetes tipe 2 dapat memerlukan obat anti diabetic
oral untuk merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensivitas
insulindi tingkat selular, menekan glukoneogenesis hepatic, dan
17
memperlambat absorpsikarbohidrat di GI. Untuk beberapa pasien, kadar
glukosa darah dapat dikontrol dengan diet dan perubahan gaya hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes mellitus tipe 2 yang dapat
membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi kedua sulfoniluera (seperti
gliburida dan glipizida), inhibitor alfa glikosida (seperti karbosa dan maglitol),
biguanida(seperti metformin), glitazon (seperti rosiglitazon) dan meglinitida
(repaglinida).
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tetapi kadar glukosa darahnya belum membaik, dipertimbangkan untuk
memakai obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Sulfoniluera
Obat golongan sulfoniluera bekerja dengan cara:
f. Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
g. Menurunkan ambang sekresi insulin.
h. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Kloropropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufiensirenal dan orang
tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian
Juga glibenklamid. Untuk orangtua dianjurkan preparat dengan waktu kerja
pendek (tolbutamid, glikudion). Glikudion juga diberikan pada pasien DM
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan
berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasi dengan obat golongan
sulfoniuluera.
c. Inhibittor α glukosidase
obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosadan
menuukan hiperglikemia pascapradial.
c. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai effek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat
ini belum beredar d Indonesia.
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
DM dengan BB menurun drastis
Ketoasidosis, asidosisi laktat, dan koma hiperosmolar
18
DM yang mengalami / DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut
Dosis insulin oral/ suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Perawatan dirumah.
Sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki
sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki.
Perawatan tersebut meliputi :
10 Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM
tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan
seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud
19
control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam
batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik
bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus
segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik
akan memberikan prognosis baik.
11. Komplikasi
20
cepat haus, semakin banyak minum dan badan semakin lemas. Jika infeksi
tidak cepat diobati dan gula darah tidak cepat diatur, penyakit ini bisa
menjadi lebih berat lagi, dan terjadilah penurunan kesadaran atau koma.
Koma semacam ini dapat terjadi bak pada diabetes tipe – 2 maupu tipe – 1.
Pada diabetes tipe – 1, koma tidak harus didahului oleh infeksi. Koma
dpaat terjadi segera begitu diabetisi tidak mendapat suntukan insulin. Atau
wlaupun sudah diberi tetapi telambat atau dosisnya kurang dari yang
seharusnya.
3) Hipoglikemi dan koma hipoglikemik
Hipoglikemi bukan komplikasi murini diabetes. Keadaan ini adalah
komplikasi pengobatan karena hanya dapat dialami ileg diabetisi yang
mendapat obat penurun gula, kususnya golongan sulfonylurea atau sutikan
insulin. Hipoglikemi terjadi apabila pasien yang sudah minum obat
golongan sulfonylurea, atau suntikan insulin, lali :
a). terlambat makan
b). lupa makan
c). makan tapi jumlahnya kurang
d). tiba-tiba muntah – muntah
e). tiba- tiba harus melakukan kerja fisik berat
ciri – cirri gejalanya, tiba – tiba merasa luar biasa lapar, berkeringat
dingin, jantung berdebar, using, dan linglung. Jika tidak segera diatasi,
kesadaran turun, smapai akhirnya tidak sadarkan diri ( koma ). Kondisi
inilah yang disebut koma hipoglikemik. Koma hipoglikemik adalah
kadaan yang sangat gawat karena jika tidak cepat ditangani akan
menyebabkan kematian. Apabila meraakan adanya gejala hipoglikemi,
diabetes harus segera minum air gula atau makan apa saja yang banyak
mengandung gula.
21
menangkap gambar yang ada dihadapan. Jika terjadi kerusakan pada
pembuluh darah retina, fungsi retina akan terganggu sehingga
terjadilah gangguan penglihatan.ketika retina terganggu maka gambar
yang dilihat tidaksampai di otak. Biasanya gejala retinopati berjalan
lambat sehingga sering tidak terdeteksijika masih dini, kelainan ini
masih dapat diobati dengan teknik fotokoagulasi dengan memakai
laser. Namun jika sudah terlambat, kemungknan terburuknya adalah
kebutaan.
b) Katarak
Istilah katarak menunjukkan menjadi buramnya lensa mata. Lensa
terdapat disebelah depan matadan fungsina adalah meneruskan sinar ke
retina. Pada orang lanjut usia, katarak merupakan hal biasa, tetapi pada
diabetisi, kelainan ini dapat terjadi pada umur yang lebih muda.
Katarak menyebabkan cahaya tidak sampai pada retina sehingga orang
tidak bisa melihat alias buta. Pada katarak dapat dilakukan operasi
pengangkatan lensa yang sudah rusak dan menggantinya dengan lensa
baru. Setelah itu berhasil, biasanya peglihatan kembali seperti biasa.
Kecuali, apabila selain ada katarak juga sudah terdapat retinopati. Pada
keadaan demikian, operasi kaarak tidak memulihkan penglihatan
secara sempurna.
c) Glaucoma
Glaucoma terjadi karena meningkatnya tekanan dalam bla mata.
Keluhannyaadalah rasa nyeri pada mata dan penglihatan berkurang.
Dokter dpat mengenali kelainan itu dengan mudah. Apabila diobati
dengan segera, glaucoma tidak akan menyebabkan kebutaan.
2) Komplikasi pada ginjal
Dalam suatu proses yang disebut proses metabolism didalam tubuh, terjadi
pengolahan bahan baku menjadi zat yang dibutuhkan tubuh. Proses ini
juga menghasilkan zat-zat sisa atau zat metabolit yang beredar didalam
darah. Zar ini seolah olah sampah yang harus dikeluarkan dari tubuh.
Tugas ginjal adalah membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolic
tersebut dan juga membersihkan tubuh dari zat – zat berlebihan lainnya.
Tugas tersebut dilakukan dengan membuang semua itu bersama urine.
Untuk melaksnakan fungsi ini, ginjal ini dilengkapi dengan kumparan-
kumparan pembuluh darah halus yang disebut dengan glomelurus- serupa
dengan filter kecil. Jika ginjal sebagai flter mengalami gangguan dan tidak
berfungsi dengan baik, zat-zat sisa akan menumpuk dan meracuni tubuh.
a) Nefrotik diabetic
Penyakit ginjal diabetic yang biasa disebut nefropati diabetic,
disebabkan oleh kelainan pembuluh darah halus pada glomelurus
ginjal. Pada keadaan normal, protein yang terkandung didalam darah
tidak akan bisa menembus ginjal. Namun jika sel di dalam ginjal rusak,
beberapa molekul protein yaitu albumin- bisa melewati dinding
pembuluh darah halus dan masuk ke saluran urine, pertanda adanya
22
kelainan nefropati adalah terdapatnya albumin didalam urine.
Awalnya, hanya albumin yang halus ( mikro-albumin ). Selanjutnya
sejalan dengan memberatnya komplikasi, akan dijumpai makro-
albumin ( biasa disebut albumn saja )didalam urine.
3) Komplikasi pada saraf
System saraf adalah system kelistrikan. Pusatnyya di otak, sumsum tulang
belakang, ( terselip di dalam ruas-ruas tulang belakang ), dan kabel-kabel
saraf diseluruh tubuh. Kabel saraf ini mirip kabel listrik. System saraf juga
bisa terkena dampak dari penyakit diabetes. Komplikasi pada susunan sraf
biasanya disebut neuropai. Neuropati dapat terjadi pada saraf dari beberapa
organ berikut.
a) Neuropati pada tngkai dan kaki
Gejala neuropati ini paling terasa pada tunggal bawah dan kaki sebelah
kiri dan kanan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan. Pada
stadium lanjut dapat terjadi baal ( kebas/ kurang/mai rasa) kadang
kadang dapat juga terasa panas( seperti kena cabai) yang paling
menyiksa, pada sebagian orang neuropati dapat menyebabkan nyeri,
berdenyut terus menerus ( neuralgi )
b) Neuropati pada saluran pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare. Diare ini
biasanya terjadi pada malam hari sehingga disebut juga nocturnal
diareha( diare malam hari ) neuropati pada saluran pencernaan juga
menyebabkan konstipasi
c) Neuropati kandung kencing
Neuropati pada kandung kencing dapat menyebabkan kencing tidak
lancer. Keluhan ini makin berat jika disertai nfeksi disaluran tersebut
23
dan tidak hilang-hilang, jika penyumbata itu terjdi pada pembuluh darah
otak, yang akan muncul adalah stroke. Pada stroke, terjadilah kelumpuhan
tiba- tiba. Kelumpuhan biasanya terjadi pada sebelah bagian badan.
Kadang- kadang disertai dengan penurunan kesadaran.
6) Disfungsi seksual
Pada laki-laki neouropai dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi
( impoten ) keadaan itu juga didasari oleh penyempitan pembuluh darah
halus dengan kelainan saraf. Disfungsi ereksi merupakan komplikasi yang
paling ditakuti oleh para diabetisi laki-laki. Pada perempuan , disfungsi
seksual juga dapat terjadi walaupun tidak jelas, yaitu cairan pelumas yang
berkurang yang menyebabkan nyeri waktu berhubungan, kadang-kadang
terjadi anorgasme dan yang sering pula terjadi adalah menurunnya
keinginan untuk berhubungan.
7) Komplikasi pada hati
Hati atau lever merupakan organ yang sangat berperan pada pengolahan
makanan atau metabolism. Pada masa lalu, komplikasi pada hati kurang
mendapat perhtian. Namun, sekrang telah diperhitungkan pada diabetes
dapat terjadi perlemakan hati atau fatty liver. Selama gula darah baik,
komplikasi ini tidak cepat memburuk. Kunci penjagaannya adalah
pengendalian gula darah yang baik
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan
yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
24
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung
memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
e) Elektrolit :
25
Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
2) Sirkulasi
a. Gejala:
adanya riwayat hipertensi; IM akut
b. Tanda:
takikardia
disritmia
3) Integritas ego:
a. Gejala:
stres; tergantung pada orang lain
b. Tanda:
ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi:
a. Gejala:
perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia.
diare
b. Tanda:
urine, encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovalemia berat)
27
abdomen keras, adanya asites.
5) Makanan/cairan:
a. Gejala
hilang napsu makan
mual/muntah
haus
b. Tanda
kulit kering/bersisik, turgor jelek
6) Neurosensori:
a. Gejala
pusing/pening
sakit kepal
Gangguan penglihatan
b. Tanda
disorientasi; engantuk; letargi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental
7) Nyeri/ kenyamanan:
a. Gejala
abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
b. Tanda
wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
28
8) Pernapasan :
a. Gejala
merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum purulen
(tergantung adanya infeksi/ tidak)
b. Tanda
lapar udara
Frekuensi pernapasan
9) Keamanan:
a. Gejala
kulit kering, gatal, ulkus kulit
b. Tanda
demam,diaforesis
10) Seksualitas:
Gejala
rabas vagina (cenderung infeksi)
a. Sistem Endokrin
Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan BB atau
obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton.
b. Sistem Kardiovaskuler
Biasanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akaral dingin, nadi perifer
melemahterutama pada tibia posterior dan dorsalis pedís, CRT menurun dan dapat
pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan
jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c. Sistem pernapasan
Biasanya didapatkan pernapasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, nafas
bau aseton.
d. Sistem Percernaan
Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi,
penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan yang meningkat.
29
e. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien
dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis.
f. Sistem Integumen
Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal,
luka dan penurunan suhu tubuh.
g. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstremitas bawah.
h. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan suhu
pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung.
i. Sistem Penginderaan
Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan berupa
katarak, penglihatan kabur.
j. Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada wanita
disertai keputihan.
Indeks Katz
Indeks katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), merupakan aat yang
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia dan
penyakit kronis. Katz indeks meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi
seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan. Selain itu, juga
berguna untuk menggambarkan tingkat fungsional klien (maniri atau tergantung) dan
secara objektif mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi.
30
dengan sebuah jeruk?”), keterampilan menghitung dan menulis, serta kemampuan
konstrunsional ( menyalin gambar-gambar sulit).
Pengujian status mental saat klien masuk perawatan/ panti jompo berfungsi
membangun dasar dan mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami delirium.
Penyebab fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kerusakan kognitif pada lanjut
usia, disertai pandangan bahwa kerusakan status mental adalah normal, proses
berhubungan dengan usia sering menimbulkan pengkajian tidak lengkap terhadap
masalah ini.
2. Diagnose Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan yang diklakuka berdasarkan teori, maka
diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien lansia dengan diabetes
militus yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan mual suhu meningkat (Normal S:36,5 0 c-37,50 c),
perubahan keadaan mental, peningkatan keluaran urine,urine encer,
kelemahan,haus,penurunan berat badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor
kulit turun, Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
2. Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin ,penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran,status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat
pada makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare
3. Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelelahan otot,
ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy, status
hipermetabolik/infeksi.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan
sekunder akibat abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam
frekuensi dan pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
5. Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan
visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada,
tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit,
berhati-hati saat bergerak.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
8. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
31
9. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.
10. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau meminta informasi,
mengungkapkan masalah.
3. Perencanaan
1.Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan ,suhu meningkat 36,5 0 c-37,50 c, perubahan keadaan
mental, peningkatan keluaran urine,urine encer, kelemahan,haus,penurunan berat
badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor kulit turun,
Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cairan dapat terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil :
mendemonstrasikan hidrasi adekuat yang dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, pengeluaran urine
tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu memperkirakan
lamanya atau intensitas dari gejala kekurangan volume total. Adanya
seperti muntah dan pengeluaran urine proses infeksi mengakibatkan
yang berlebihan. demam dan keadaan hipermetabolik
yg meningkatkan kehilangan air.
2. Pantau tanda –tanda vital (Normal:TD Hipovolemia di manifestasikan oleh
120/80 Mmhg,S: 36,5 0 c-37,50 hipotensi dan takikardia. Perikiraan
c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- berat ringannya hipovolemia saat
20x/mnt),catat adanya perubahan tekanan darah sistolik turun ≥ 10
tekanan darah ortostatik mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.
3. Pantau pola nafas seperti adanya Paru mengeluarkan asam karbonat
pernafasan kussmaul atau pernafasan melalui pernapasan yang
yg berbau keton. menghasilkan kompensasi alkalosisi
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton di
sebabkan pemecahan asam
32
asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi
4. Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis
pernapasan,penggunaan otot bantu menyebabkan pola dan frekwensi
napas,adanya periode apnea dan pernapasan normal.
sianosis.
5. Pantau suhu(normal 36,5 0 c-37,50 Demam,menggigil,dan diaphoresis
c),warna kulit,atau kelembabanya adalah hal umum yg terjadi pada
proses infeksi,demam dengan kulit
kemerahan,kering merupakan tanda
dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer,pengisian Merupakan indicator tingkat
kapiler,turgor kulit,dan membrane dehidrasi atau volume sirkulasi yang
mukosa adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran Memperkirakan kebutuhan cairan
pengganti,fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang di berikan
8. Ukur berat badan setiap hari Memberikan hasil pengkajian
terbaik dari status cairan yg sedang
berlangsung selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan minimal Mempertahankan hidrasi atau
2500ml/hari volume sirkulasi
10. Tingkatkan lingkungan ang Menghindari pemanasan yang
menimbulkan rasa nyaman.selimuti berlebihan pada klien lebih lanjut
klien dengan selimut tipis dapat menimbulkan kehilangan
cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan
sensori dengan hiperglikemia atau
hipoglikemia,elektrolit
abnormal,asidosis,penurunan
perfusi serebral,dan hipoksia.
12. Observasi mual,nyeri Kekurangan cairan dan elekrolit
abdomen,muntah,dan distensi lambung. mengubah motilitas lambung
sehingga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan
dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan
yang meningkat,edema,peningkatan yang cepat berpotensi menimbulkan
berat badan,nadi tidak teratur,dan kelebihan cairan dan gagal jantung
distensi vaskuler. kronis.
Kolaborasi
14. Berikan cairan sesuai indikasi : Tipe dan jmlh cairan tergantung
Normal saline atau setengah derajat kekurangan cairan dan
33
normal saline dengan atau tanpa respons klien secara individual
dekstrosa.
Albumin,plasma,atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti) di
butuhkan jika mengancam jiwa atau
tekanan darah sudah tidak dapat
kembali normal dengan usaha
rehidrasi yg telah di lakukan.
15. Pasang kateter urine Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama
jika neuropati otonom menimbulkan
retensi atau inkontinensia.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
indikasi
2. Tentukan program diet, pola Mengidentifikasi kekurangan dan
makan, dan bandingkan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik.
dengan makanan yang dapat
di habiskan klien.
3. Auskultasi bising usus, catat Hiperglikemi,gangguan keseimbangan cairan
nyeri abdomen atau perut dan elektrolit menurunkan motilitas atau
kembung, mual,muntah, dan fungsi lambung.
pertahankan keadaan puasa
sesuai indikasi.
4. Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung nutrisi dan di berikan pada klien sadar dan fungsi
elektrolit. gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang di Kerjasama dalam perencanaan makan
34
sukai
6. Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,member
perencanaan makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism karbohidrat ( gula darah
akan berkurang,dan sementara tetap di
berikan insulin, maka terjadi hipoglikemi).
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
darah dengan finger stick lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine
9. Pantau pemeriksaan Gula darah menurun perlahan denggan
laboratorium (glukosa penggantian cairan dan terapi insulin
darah,aseton,Ph,HCO3 ) terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan di gunakan untuk sumber
kalori.
10. Berikan pengobatan insulin Insulin regular memiliki awitan cepat dan
secara teratur melalui IV. dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
11. Berikan larutan glukosa Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
( dekstrosa,setengah salin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
normal ) mg/dl.
12. Konsultasi dengan ahli gizi Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan
aktivitas. Buat jadwal perencanaan motivasi untuk meningkatkan tingkat
dan identifikasi aktivitas yang aktivitas meskipun klien sangat
menimbulkan kelelahan. lemah.
35
2. Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab
seperti nyeri sendi, penurunan keletihan dapat menyusun jadwal
efisiansi tidur, peningkatan upaya aktivitas.
yang diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentifikasi pola Mengidentifikasi waktu puncak
energy dan buat rentang keletihan energy dan kelelahan mmbantu dalam
skala 0-10 (0= tidak lelah, 10 = merencanakan aktivitas untuk
sangat kelahan) memaksimalkan konservasi energy
dan produktivitas.
4. Ajarkan teknik konservasi energy, Memungkinkan aktivitas yang
seperti : berkesinambungan, menunjang harga
n. Modifikasi lingkungan diri yang positif.
o. Rencanakan makan sedikit tapi
sering
p. Pendelegasian pekerjaan rumah
5. Berikan aktivitas alternative Mencegah kelelahan yang berlebihan.
dengan periode istirahat yang
cukup/ tanpa diganggu.
6. Pantau nadi (normal 80-84x/mnt), Mengindikasikan tingkat aktivitas
frekuensi napas(normal 18- yang dapat ditoleransi secara
20x/mnt), serta tekanan darah fisiologis.
sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas(normel 120/80 Mmhg).
7. Diskusikan cara menghemat kalori Klien melakukan lebih banyak
selama mandi, berpindah tempat. kegiatan dengan penurunan
kebutuhan energy pada setiap
kegiatan.
8. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkn kepercayaan
melakukan aktivitas sehari-hari diri/harga diri yang positif sesuai
sesuai kebutuhan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi.
9. Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang terjadinya keletihan yang berlebihan.
menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk
36
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas
pasien efektif dengan kriteria :
2)Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Kecepatan biasanya meningkat.
1.Observasi ; RR, suhu, suara Pola napas cepat dan dalam.
naafas
5. Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan
visceral pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada,
tampak menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit,
berhati-hati saat bergerak.
1)Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri tidak
ada dengan kriteria hasil : nyeri dikatakan berkurang atau tidak ada dan dapat
dikontrol dengan skala nyeri (0-3), klien tampak rileks, tampak tidak
melindungi area yang sakit dan klien bergerak dengan rileks.
2) intervensi :
37
INTERVENSI RASIONAL
1.Tanyakan pasien tentang Membantu dalam evaluasi gejala nyeri.
nyeri. Tentukan Penggunan skala nyeri dapat membantu
karakteristik nyeri, pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
misalnya terus-menerus, memberikan alat untuk evaluasi
sakit, menusuk, terbakar. keefektifan analdesik, meningkatkan
Buat rentang intensitas control nyeri.
pada skala 0-10.
38
lipatan
4. Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
penggunaan lotion robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptic
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami
hambatan mobilitas fisik dengan kriteria hasil pasien dapat mengutarakan
keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah
laku/teknik yang meningkatkan kelangsungan atau melakukan kembali
aktivitas dan dapt mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian-bagian tubuh
yang terpengaruh.
2)Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tentukan kemampuan Mengidentifikasi
fungsional (skala 0-4) dan kebutuhan/tingkat intervensi yang
alasan ketidakseimbangan. dibutuhkan
39
Kolaborasi Sangat membantu dalam membuat
6.Konsulkan dengan ahli terapi program latihan/aktivitas individu dan
fisik/okupasi, spesialis rehabilitasi menentukan alat bantu yang sesuai
Intervensi Rasional
1. Hindarkan lantai yang licin. Mencegah pasien jatuh dan cedera.
2. Gunakan bed yang rendah Mempermudah melakukan aktivitas
fisik.
3. Orientasikan klien dengan Untuk mempermudah pasien
ruangan mengenal ruangannya yang natinya
dapat mempermudah aktivitasnya
4. Bantu klien dalam melakukan Untuk dapat memenuhi kabutuhan
aktivitas sehari-hari. pasien setiap harinya.
5. Bantu pasien dalam ambulasi Mencegah terjadinya kontraktur otot
atau perubahan posisi dan melancarkan peredaran darah
9.Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, nfeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.
Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan infeksi biasanya telah
1. Observasi tanda infeksi mencetuskan keadaan ketoasidosis atau
(kalor,dolor,rubor ,tumor dan infeksi nosokomial.
fungsiolaesa) dan peradangan
(demam, kemerahan, pus, sputum
purulen, warna urine keruh, atau
berkabut)
40
2. Pantau tanda –tanda vital klien Infeksi biasanya dimanifestasikan
(Normal:TD 120/80 Mmhg,S: 36,5 dengan adanya peningkatan tanda –
0
c-37,50 c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- tanda vital.
20x/mnt)
3. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan (infeksi nosokomial).
yang baik
4. Pertahankan teknik aseptic pada Kadar glukosa darah yang tinggi akan
prosedur invasive (pemasangan menjadi media terbaik bagi
infuse, kateter foley), pemberian pertumbuhan kuman.
perawatan
5. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur, masase daerah tulang yang menyebabkan risiko kerusakan kulit
tertekan, jaga kulit tetap kering, atau iritasi serta infeksi
serta linen kering dan tidak
berkerut.
6. Lakukan perubahan posisi (posisi Mencegah terjadinya risiko infeksi.
Sim).
7. Anjurkan makan dan minum Menjga keseimbangn nutrisi, cairan, dan
adekuat (sekitar 3000 ml/hari). elektrolit.
Kolaborasi Mengidentifikasi organism sehingga
8. Lakukan pemeriksaan kultur dan dapat memberikan terapi antibiotic yang
sensitivitas sesuai indikasi. terbaik.
9. Berikan antibiotic yang sesuai Penenganan awal membantu mencegah
timbulnya sepsis.
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan saling Menanggapi dan memperhatikan
percaya dengan mendengarkan perlu diciptakan sebelum klien
41
penuh perhatian dan selalu ada bersedia mengambil bagian dalam
untuk klien proses belajar
2. Bekerja dengan klien dalam Partisipasi dalam perencanaan
menata tujuan belajar yang meningktakan antusias dan
diharapkan bekerjasama dengan prinsip yang
dipelajri
3. Diskusikan tentang kadar Memberikan pengetahuan dasar
glukosa normal dan bandingkan dimana klien dapat membuat
dengan kadar glukosa darah pertimbangan dalam memilih gaya
klien, tipe DM yang dialami, hidup
hubungan antara kekurangan
insulin dengan kadar gula darah
yang tinggi
4. Rasionalkan terjadinya serangan Pengetahuan tentang faktor pencetus
ketoasidosis membuat pertimbngan dalam
memilih gaya hidup.
5. Terangkan komplikasi penyakit Kesadaran tentang apa yang terjadi
akut dan kronis meliputi membantu klien untuk lebih
gangguan penglihatan konsisten terhadap perawatannya dan
( retinopati ), perubahan mengurangi komplikasi
neurosensori dan kardiovaskular,
perubuhanan fungsi ginjal/
hipertensi
6. Demontrasikan cara Melakukan pemerikasaan gula darah
pemerikasaan gula darah dengan 4 x atau lebih sehari, meningkatkan
menggunakan finger stick dan kontrol kadar gula darah dengan
berikan kesempatan klien lebih ketat, dan mencegah
mendemonstrasikan perkembangan komplikasi jangka
panjang
7. Diskusikan tentang rencana diet, Kesadaran pentingnya kontrol diet
penggunaan makanan tinggi membantu klien dalam
serat, dan cara melakukan makan merencanakan program.serat dapat
memperlambat absorpsi glukosa
yang akan menurunkan fluktuasi
kadar gula darah, tetapi dapat
menyebabkan gangguan pada saluran
cerna, flatus meningkat, dan
mempengaruhi absorpsi
vitamin/mineral
8. Tinjau ulang program Pemahaman semua aspek yang
pengobatan meliputi awitan, digunakan obat mningkatkan
puncak dan lamanya dosis penggunaan yang tepat
insulin yang diresepkan, bila
disesuaikan dengan klien
42
4. Implemantasi
Implementasi sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
43
buruk, diare.
44
6. Gangguan integritas kulit menunjukan peningkatan integritas
berhubungan dengan kulit
perubahan status Menghindari cidera kulit.
metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan
gangren pada extremitas.
45
dengan pertanyaan atau melakukan prosedur yang perlu
meminta informasi, dan menjelaskan rasional tindakan
mengungkapkan masalah. melakukan perubahan gaya hidup
berpartisipasi dalam program
pengobatan.
46
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya memahami tentang asuhan
keperawatan lansia dengan diabetes mellitus , karena insiden diabetes meningkat seiring
pertambahan usia, profesionalisme perawatan kesehatan yang merawat lansia harus
memiliki pamahaman yang lengkap mengenai penyakit diabetes mellitus, sehingga kita
sebagai tenaga kesehatan mampu memberikan asuhan keperawatan yang nantinya
mampu kebutuhan klien dapat terpenuhi dengan baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC
Jaime, Liz Schaeffer. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2.
Jakarta : EGC
Ketut Swastika. 2011. Tanya jawab seputar obesitas Diabetes. Denpasar : Udayana
University Press.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika
Mickey, Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2 . Jakarta : EGC
Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut Panduan Lengkap untuk Diabetisi,
Keluarganya, dan Profesional Medis. Bandung : Qanita.
48