Disusun Oleh:
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Terlepas dari semua itu kami sadari bahwa masih terdapat kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun dari segi tatanan bahasa. Kami
menerima dengan tangan terbuka segala kritikan dan saran yang sifatnya
membangun, agar kedepannya pembuatan makalah kami menjadi lebih baik.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah kami ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................21
B. Obesitas ………………………………………………………………………..... 28
C. KKP ………………………………………………………………………………. 43
A. Kesimpulan..............................................................................................51
B. Saran.......................................................................................................53
WOC DM ……………………………………………………………………………... 58
LAMPIRAN …………………………………………………………………………... 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat
ketidakseimbangan asupan energy (energy intake) dengan energy yang
digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. Obesitas ditemukan
pada orang dewasa, remaja dan anak-anak. Lebih dari 1,4 miliar orang
dewasa yang overwight dan lebih dari 500 juta orang dewasa di dunia
mengalami obesitas (WHO, 2008). Selain itu, overwight dan obesitas
memiliki resiko mengalami diabetes (44 %), penyakit jantung iskemik (23 %),
dan kanker (7%-41%).
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (riskesdas),
menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada penduduk berusia > 18
tahun dari 11,7% (2010) menjadi 15, 4% (2013). Riskesdas tahun 2013 juga
menunjukkan disparitas prevalensi obesitas dari nilai prevalensi nasional
pada beberapa provinsi di Indonesia. Peningkatan obesitas akan berdampak
pada terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan. Diperkirakan 30 tahun
mendatang biaya pengobatan balita obesitas setiap tahun di Indonesia yang
menderita penyakit diabetes mellitus (DM) tanpa komplikasi sekitar 2,9 triliun
rupiah dan DM dengan komplikasi sekitar 66,9 triliun rupiah (PT. askes,
2011). Melihat besarnya masalah obesitas yang mengancam kesehatan
masyarakat bila tidak segera ditanggulangi maka obesitas merupakan factor
resiko terjadinya berbagai penyakit metabolic dan degenerative seperti
penyakit kardiovaskuler, DM, kanker, osteoarthritis, dll. (Kementrian
Kesehatan RI, 2017)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, memperlihatkan
secara nasional prevalensi gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi,
yakni, 18,8 persen, terdiri atas gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk
(obesitas) 8,8 persen. Sedangkan prevalensi gemuk pada remaja usia 13-15
tahun sebesar 10,8 persen, terdiri atas 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen
sangat gemuk (obesitas). Bila dibandingkan dengan kondisi Prevalensi
Obesitas di Sulawesi Selatan tahun 2016 yaitu sebesar 10,10% maka
capaian ini walaupun masih dibawah angka batas yang ditargetkan (18,6%)
namun perlu diwaspadai karena obesitas dan berat berlebih menyebabkan
munculnya berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung
bahkan berakhir dengan gagal ginjal. (Dinkes SulSel, 2018)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pentingnya penerapan asuhan keperawatan Terkhusus
orang-orang yang menderita penyakit Diabetes mellitus, obesitas dan KKP.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang penyakit
Diabetes mellitus, obesitas dan KKP beserta penatalaksanaannya.
b. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan
c. Mencari data-data secara umum tentang tindakan pengkajian pada
pasien dengan penyakit Diabetes mellitus, obesitas dan KKP
d. Mencari data-data secara umum tentang perumuskan dan penegakan
diagnosa keperawatan pengkajian pada pasien dengan penyakit Diabetes
mellitus, obesitas dan KKP
e. Mencari data-data secara umum tentang tindakan intervensi keperawatan
pada pasien dengan penyakit Diabetes mellitus, obesitas dan KKP
f. Mencari data-data secara umum tentang pelaksanaan implementasi
keperawatan pada pasien dengan penyakit Diabetes mellitus, obesitas
dan KKP
C. Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus (DM)
A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
6. Riwayat psikososial
c. Pemeriksaan mata/penglihatan
f. Pemeriksaan Pendengaran
g. Sistem Pernapasan
h. Sistem Kardiovaskuler
i. Sistem Pencernaan
k. Sistem Muskuloskeletal
l. Pemeriksaan diagnostik
1) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari
300 mOsm/l
4) Elektrolit:
a. Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
b. Kalium: normal atau peningkatan semu
(perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun
c. Fosfor: lebih sering menurun
d. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH
rendah dan penurunan pad HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik
e. Trombosit darah: hematokrit mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
merupakan respons terhadap stress atau infeksi.
B. Intervensi Keperawatan
Kolaboratif:
C. Implementasi Keperawatan
D. Evaluasi Keperawatan
b. Perfusi jaringan
c. keutuhan kulit
b. Riwayat kesehatan
Kesehatan sekarang : Kaji pasien saat ini
Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada keluarga dari pasien yang
pernah menderita obesitas
Kesehatan keluarga : kaji apakah ada di antara keluarga yang
mengalami penyakit serupa atau item
c. Pemeriksaan fisik
Kardiovaskuler.dll : untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung
Aspirasi : untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesulitan nafas
Patologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.
Genital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang
Musculoskeletal : kaji ada tidaknya kesulitan dalam pergerakan, sakit
pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak
Kekebalan tubuh : Ada tidaknya pembesaran pada getah bening
d. Pemeriksaan penunjang
a. Tujuan :
b. Kreteria Hasil :
c. Intervensi
1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan pasien
2. Timbang berat badan secara periodik
3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan
nutrisi perubahan berat badan
1
Diagnosa 2
Gangguan pencitraan diri bd biofisika atau psikososial pandangan pasien
terhadap diri
a. Tujuan
Menyatakan gambar diri lebih nyata
b. Kriyetia hasil
Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan idealisme
Mengakui individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
c. Intervensi
1. Beri privasi kepada pasien selama perawatan
2. Diskusi dengan pasien tentang pandangan menjadi gemuk dan apa
artinya bagi pasien tersebut
3. Waspada mitis pasien/orang terdekat
4. Tingkatkan komunikasi terbuka dengan pasien untuk menghindari
kritik
5. Waspadai makan berlebih
6. Kolaborasi dengan kelompok terapi
d. Rasional
1. Individu biasanya sensitif terhadap diri sendiri
2. Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
3. Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi dapat
menjadi upaya penurunan berat badan
1
Diagnosa 3
a. Tujuan
Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang menyebabkan
interaksi sosial yang buruk
b. Kriteria hasil
Menunjukan peningkatan perubahan positif dalam perilaku sosial dan
interpersonal
c. Intervensi
1. Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
2. Kaji pengunaan keterampilan koping pasien
3. Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan tanda
d. Rasional
1. Keluarga dapat membantu mengubah perilaku sosial pasien
2. Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari perasaan
kesepian
3. Pasien mendapat keuntungan dari interaksi orng tersekat untuk
memberi dukungan.
Diagnosa 4
a. Tujuan
Mengembalikan pola nafas normal
b. Kreteria hasil
Mempertahankan ventilasi yang adekuat
Tidak mengalami sianosis atau tanda hiposia lain
c. Intervensi
1. Awasi auskultasi bunyi nafas
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
3. Bantu ajarkan tehnik nafas dalam
4. Ubah posisi secara periodik
1
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun.
4. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan
pengobatanberhubungan dengan kurangnya informasi
C. Intervensi
diagnosa : Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang.
NOC : status nutrisi : intake nutrisi dan cairan.
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan.
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Skala Nilai :
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang-kadang menunjukkan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
a. Nutrisi adekuat.
b. Mendapatkan diet yang dianjurkan.
c. Pertumbuhan & perkembangan dalam batas normal.
d. Kemampuan kognitif dalam batas yang sesuai.
e. Mendapat perawatan yang sesuai.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
1
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
BAB II
PEMBAHASAN
A. DIABETES MELITUS
1. DEFINISI DIABETES MELITUS
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua-duanya. (Smeltzer, S.C dan B,
2015)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula
darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu
panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem
tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur
tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas
(Shadine, 2010)
2. ETIOLOGI
Menurut (Smeltzer, S.C dan B, 2015) Diabetes Melitus dapat
diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1
namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.
Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
1
3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (PERKENI, 2015) , penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
1
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari
4kg
4. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta
prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun
tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika
kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dal berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi).
(Smeltzer, S.C dan B, 2015)
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan
simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang
tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam
asam amino dan subtansi lain).
Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi
tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk smping
1
5. KOMPLIKASI
Secara umum komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu:
Komplikasi macrovaskular: adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar,sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atheroklerosis antara lain timbul penyakit
jantung koroner,hipertensi dan stroke. Komplikasi macrovaskular
yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit
jantung koroner,penyakit pembuluh darah otak,dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi macrovaskular ini sering
terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi,dislipidemia dan atau kegemukan. (Fowler,
2011)
Komplikasi microvaskular: komplikasi microvaskular terutama
terjadi pada penderita diabetes melitus tipe-1. Hiperglikemia yang
persisten dan pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan
dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal
inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
microvaskular,antaralain retinopati,nefropati,dan neuropati.
(Fowler, 2011)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Aurora(2017) pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi
4 hal yaitu:
Postprandial dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah
minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes
1
B. OBESITAS
A. Pengertian
Obesitas adalah berasal dari bahasa Latin obesitas, yang berarti
“lemak atau gemuk” atau dapat diartikan secara pengertian bahasa yakni
kelebihan makanan. Pengertian obesitas atau kegemukan menurut WHO
adalah kondisi medis dimana tubuh kelebihan lemak yang memiliki
akumulasi berefek negatif pada kesehatan, yang menyebabkan
berkurangnya harapan hidup dan atau peningkatan masalah kesehatan.
(Sumbono, 2016)
٣١ - ࣖ ٰي َبن ِْٓي ٰادَ َم ُخ ُذ ْوا ِز ْي َن َت ُك ْم عِ ْندَ ُك ِّل َمسْ ِج ٍد وَّ ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َواَل ُتسْ ِرفُ ْو ۚا ِا َّن ٗه اَل ُيحِبُّ ْالمُسْ ِرفِي َْن
Artinya : “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan
berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
3. Merokok
Merokok menyebabkan berbagai penyakit, utamanya kanker
paru. Jika berhenti merokok, kenaikan berat badan bisa terjadi.
1
4. Lingkungan
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya mendukung
kehidupan yang sehat dan bugar. Hanya saja manusia kurang mampu
mengelola lingkungan secara bersahabat, sehingga lingkungan
berubah menjadi faktor risiko kegemukan. Faktor lingkungan (pola
makan dan aktifitas fisik) memiliki hubungan yang bermakna antara
faktor lingkungan dengan tingkat obesitas pada anak sekolah di
Sekolah Dasar Kartika XIV-I Lampriet Banda Aceh.
a. Lingkungan fisik
1) Kurang tersedianya alur jalan kaki disekitar rumah dan tempat
terbuka yang aman untuk kegiatan olahraga.
2) Tidak tersedianya area parking, trotoar, alur jalan kaki/trails
dan tempat gym yang murah menyebabkan orang kesulitan
dalam melakukan aktivitas fisik.
3) Jadwal kerja yang padat menjadi alasan seseorang tidak
punya waktu untuk olahraga, karena jam kerja yang panjang
dan habis diperjalanan.
4) Ketersediaan makanan yang berlebih. Lingkungan dengan
ketersediaan makanan dimana-mana, seperti restauran
umum, kedai cepat saji, stasiuon bensin, bioskop,
supermarket, merupakan lingkungan yang memungkinakan
orang makan berlebih. Jika ini berlanjut atau menjadi perilaku
tetap, akan berakhir dengan obesitas karena energi masuk
lebih besr dari energi keluar.
5) Lingkungan yang terdapat berbagai macam promosi iklan/
reklame makanan yang tidak mendidik seperti makanan yang
tinggi kalori tinggi, high-fats nacks and sugary drink.
1
5. Budaya Makan
Budaya sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang
karena termasuk nilai, sikap, kebiasaan yang dipelajari dan diperoleh
seseorang dari kecil. Banyak orang ketika lapar tidak mengkonsumsi
bahan makanan yang bergizi sebagai makanan karena alasan
agama, pantangan, dan kepercayaan.
6. Iklan/Media
Media memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pola
makan anak – anak. Oleh karena itu pengaturan mengenai media,
terutama media massa seprti televisi perlu diawasi oleh pemerintah.
Secara keseluruhan, tujuan dari iklan adalah untuk mengajak
konsumen untuk membeli barang atau jasa. Anak – anak memiliki
kemampuan kognitif yang terbatas dan sangat mudah berpikir bahwa
makanan dan minuman yang berada di iklan adalah makanan dan
minuman sehat. Remaja dan Anak yang cenderung menggunakan
gadget sehari-hari membutuhkan lebih banyak aktivitas fisik,
(Lamboglia et a,l 2013). Anak yang terpapar iklan televisi sering
1
7. Faktor Psikologis
Faktor psikologi berhubungan dengan kurang tidur malam dan
faktor emosi (bosan, marah, tegang) bisa mendorong overeating yang
berakhir dengan obesitas.
C. Manifestasi Klinis
Seseorang yang menderita obesitas biasanya mudah dikenali,
terutama pada anak-anak. Ciri yang khas pada obesitas diantaranya
adalah wajah membulat, pipi
tembem, dagu rangkap, leher pendek, payudara membesar karena
adanya deposit lemak, kedua tungkai membentuk X serta pangkal paha
bergesekan dan menempel yang akan menimbulkan ulserasi, dan perut
yang membuncit. Pada anak laki-laki penis terlihat kecil karena tertutup
oleh jaringan lemak. (Hari, 2015)
D. Patofisiologi
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang
menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh. Penelitian
yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan
tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan
1
E. Komplikasi
Obesitas yang muncul pada anak dan remaja meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas pada usia dewasa muda dan dapat berlajut
1
menjadi obesias pada usia dewasa. Obesitas pada anak menjadi faktor
risiko beberapa penyakit seperti kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, hiperlipidemia, non alcoholic fatty liver disease (NAFLD),
pubertas dini, haid yang tidak teratur dan sindrom ovarium polikistik,
steatohepatitis, sleep apnea, asma, gangguan muskuloskeletal, dan
masalah psikologi seperti depresi. (Kementrian Kesehatan RI, 2012)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk obesitas mencakup pemeriksaan
dasar (profil lipid dan fungsi hepar) dan pemeriksaan klinis yang sesuai
dengan indikasi (Kementrian Kesehatan RI, 2018)
1. Profil Lipid
Hasil pemeriksaan profil lipid yang mencakup kadar kolesterol puasa,
trigliserida, high-density lipoprotein cholesterol (HDL-C) pada pasien
obesitas dapat normal atau termasuk dislipidemia tipikal terkait
1
2. Fungsi Hepar
Fungsi hepar dapat ditemukan normal pada sebagian pasien
obesitas. Namun, adanya peningkatan kadar transaminase dapat
mengindikasikan kondisi steatohepatitis non alkoholik atau
infiltrasi fatty liver.
3. Fungsi Tiroid
Pemeriksaan fungsi tiroid digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan hipotiroid primer yang ditandai dengan peningkatan
serum tirotropin (Thyroid-Stimulating Hormone/TSH), kadar tiroksin,
dan/atau triiodothyronine normal atau berkurang.
4. Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal berupa ureum, kreatinin dan asam urat.
7. Pencitraan
Pencitraan pada obesitas dapat melalui modalitas seperti Dual-
energy radiographic absorptiometry (DEXA), magnetic resonance
imaging (MRI) dan computed tomography(CT) untuk penghitungan
lemak viseral.
DEXA dapat diindikasikan untuk mengukur lemak dan massa tubuh
regional maupun seluruh tubuh pada pasien dengan
overweight/obese dan/atau dengan faktor komorbid lain yang dapat
mempengaruhi bone mass density.
DEXA dapat mengukur jumlah semua elemen lemak jaringan lunak,
namun tidak dapat membedakan jaringan adiposa, sehingga tidak
dapat digunakan untuk membandingkan jumlah lemak viseral
(visceral adipose tissue/VAT) dan lemak subkutan (subcutaneous
adipose tissue/SAT).
CT-scan dapat membedakan jaringan adiposa dan non-adiposa, akan
tetapi memiliki dampak paparan radiasi yang lebih besar. MRI juga
dapat digunakan dalam menilai jaringan adiposa, namun sensitivitas
yang rendah serta cenderung membutuhkan waktu lama untuk
pemeriksaan dan analisisnya membuat penggunaan modalitas ini
menjadi lebih terbatas.
1
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan obesitas meliputi modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa hingga pembedahan. (Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2014)
1. Modifikasi Gaya Hidup
Penatalaksanaan modifikasi gaya hidup berupa konseling,
perubahan diet, aktivitas fisik, dan terapi perilaku diindikasikan pada
IMT ≥ 25 kg/m2.
a. Konseling
Konseling pada obesitas dianjurkan ≥14 kali sesi baik secara
individual maupun grup dalam jangka waktu 6 bulan, dilanjutkan
setiap bulan atau bisa lebih sering dalam ≥ 1 tahun masa
pemeliharaan.
b. Diet
Pengaturan diet direncanakan sesuai dengan kebutuhan individu,
pengurangan kalori dapat sebesar sekitar 500-1000 kkal/hari,
disertai aktivitas fisik yang teratur, penurunan berat badan
sebaiknya tidak lebih dari 0,5- 1 kg seminggu, dengan target
penurunan berat badan 5-10% dari berat badan
awal. Pembatasan diet pada kelompok makanan tertentu (seperti
protein, lemak, karbohidrat) tidak memberikan manfaat jangka
panjang dan dapat berisiko defisiensi mikronutrien.
Pada anak, pengaturan diet seimbang sesuai dengan kebutuhan
kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori
berdasarkan requirement daily allowances (RDA) menurut height
age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan.
c. Pengaturan Diet pada Anak Obesitas
Pengaturan diet pada anak obesitas dilakukan dengan diet
seimbang (komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein
cukup untuk tumbuh kembang normal 15-20%). Penjadwalan
makan juga penting dilakukan dengan makanan besar 3x/hari dan
camilan 2x/hari yang terjadwal dengan camilan diutamakan dalam
bentuk buah segar.
Feeding rules perlu diterapkan dalam pengaturan diet anak,
seperti berikut :
1
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dewasa dapat dimulai dengan meningkatkan
aktivitas fisik setidaknya selama 30 menit intensitas sedang atau
berat sekitar 5 hari atau lebih dalam satu minggu. Aktivitas dalam
satu sesi atau beberapa sesi yang berlangsung 10 menit atau
lebih. Pasien obesitas yang sudah mengalami penurunan berat
badan perlu melakukan aktivitas fisik 60-90 menit sehari untuk
mencegah pertambahan berat.
Aktivitas fisik anak dapat disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik, dan umur. Pada anak
berusia usia sekolah dapat memulai aktivitas fisik dengan
keterampilan otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate,
senam, sepak bola, dan basket.
Aktivitas sehari-hari juga dapat dioptimalkan seperti berjalan kaki
atau bersepeda ke sekolah atau tempat kerja, menempati kamar
tingkat agar naik dan turun tangga, mengurangi lama menonton
televisi atau bermain games di komputer, dan menganjurkan anak
bermain di luar rumah.
e. Terapi Perilaku
Terapi perilaku dilakukan untuk mengurangi hambatan dalam
mengurangi berat badan, seperti kebiasaan makan yang
berlebihan, pilihan makanan yang berlemak, atau kebiasaan
1
2. Medikamentosa
Medikamentosa dapat ditambahkan pada pasien obesitas
dengan IMT ≥30 kg/m2 atau IMT ≥27 kg/m2 yang disertai dengan
penyakit yang berhubungan dengan obesitas. Obat yang telah
disetujui Food and Drug Administration (FDA) untuk kasus ini antara
lain orlistat, phentermine, lorcaserin, liraglutide, dietilpropion,
phentermine/topiramate, naltrexone/bupropion, phendimetrazine.
a. Orlistat
Orlistat biasanya menjadi pilihan pertama karena mempunyai efek
sistemik yang lebih sedikit. Obat ini merupakan inhibitor lipase
intestinal, yang mengakibatkan malabsorpsi lemak yang diinduksi
obat, sehingga mampu menurunkan berat badan hingga 9-10%
pada 12 bulan disertai modifikasi gaya hidup.
Efek samping utama obat ini dapat berupa gangguan sistem
gastrointestinal, seperti diare dan flatulensi. Multivitamin harian
direkomendasikan untuk mencegah defisiensi vitamin.
Penggunaan bersamaan dengan obat-obatan seperti siklosporin,
amiodaron dan warfarin dapat mengurangi efektivitas orlistat.
Orlistat dapat digunakan mulai dari usia di atas 12 tahun.
b. Phentermine
Phentermine adalah obat golongan simpatomimetik yang dapat
menekan nafsu makan. Pada umumnya, obat ini digunakan untuk
terapi jangka pendek. Masih sedikit studi yang meneliti tentang
penggunaan jangka panjang obat ini sehingga belum ada data
yang cukup untuk menunjukkan efektivitas dan keamaanan dalam
penggunaan jangka panjang (>12 minggu). Efek
1
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu pilihan terapi untuk
menurunkan berat badan. Indikasi untuk tindakan pembedahan
bariatrik adalah indeks massa tubuh (IMT) > 40 atau IMT > 35 yang
disertai komorbiditas terkait berat badan, riwayat manajemen berat
badan secara medis sebelumnya, tidak ada kontraindikasi psikologis,
dan harapan hidup lebih dari 5 tahun.
A. Pengertian
Kekurangan kalori dan protein adalah karakteristik pada pasien
dengan nafiu makan menurun sebagai efek sekunder dari imobilitas.
Tubuh secara konstan mensintesis protein dan menguraikannya menjadi
awam amino untuk membentuk protein lain. Ketika pasien tidak bergerak,
tubuhnya sering mengeluarkan lebih banyak nitrogen (produk akhir dari
pemecahan astm amino) daripada yang dicerna dalam protein,
menyebabkan keseimbangan nitrogen yang negatil. Penurunan berat
hadan, penurunan massa olot, dan kelemahun adalah akibat dari
katabolisme jaringan (kerusakan jaringan). (Enie Novieastari, Kusman
Ibrahim, 2019)
Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi
yan g disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan seharihari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya tampak kurus. (Rahmawati, 2019)
B. Etiologi
Penyebab langsung KEP adalah defisiensi kalori maupun protein
dengan berbagai gejala, sedangkan penyebab tidak langsung KEP
1
sangat banyak, sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa
multifaktorial. satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu
pemberian ASI dan makanan tambahan setelah disapih. (Lili Asranti
Lestari, 2018)
keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.
(Lili Asranti Lestari, 2018)
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditemukan adalah anak tampak kurus. Gejala klinis
berat atau gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwasiorkor, atau marasmik-kwasiorkor. Tanpa mengukur
berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah
KEP berat gizi buruk tipe kwasiorkor. (Lili Asranti Lestari, 2018)
Williams pada 1933. Penyakit ini lebih banyak diderita pada anak
berumur 2-3 tahun, tepatnya terjadi pada anak yang terlambat
disapih. Hal ini menyebabkan komposisi makanan, terutama
makanan yang mengandung protein, kurang dikonsumsi. (Lili
Asranti Lestari, 2018)
F. Pemeriksaan diagnotis
Penilaian antropometri merupakan salah satu bagian pemeriksaan
yang tidak terpisahkan dari rangkaian penilaian status gizi. Antropometri
sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan beberapa parameter
seperti umur,berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Penilaian biokimiawi merupakan salahsatu metoda kuantitatif
untukmengevaluasi status nutrisi. Penilaiansecara biokimiawi meliputi
pemeriksaanlaboratorium terhadap protein serum, lipidserum,mikronutrien
serum, danpemeriksaan spesifik lain untukmengidentifikasi keadaan
defisiensi zatnutrisi tertentu. (Irdina Rauza & Meizly Andina, 2017)
1
G. Penatalaksanaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Obesitas pada anak adalah kondisi medis pada anak yang ditandai
dengan barat badan di atas rata-rata dari Indeks Massa Tubuhnya (Body
Mass Index) yang di atas normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
dengan cara mengalikan berat badan anak kemudian dibagi dengan
kuadrat dari besar tinggi anak. Jika seorang anak memiliki IMT di atas 30
kg/m2, maka anak tersebut menderita obesitas. Anak yang nafsu makannya
lebih banyak ternyata tidak semua menjadi gemuk atau menjadi obesitas.
System metabolism anak berbeda-beda, anak yang kecepatan
metabolismenya lambat akan lebih berisiko menjadi obesitas. Factor-faktor
obesitas di antaranya adalah Faktor genetic, budaya makan, dan
kurangnya aktivitas fisik. Penanggulangan obesitas pada anak lebih sulit
dibandingkan obesitas dewasa, karena penyebab obesitas yang
multifaktorial dan anak yang masih dalam taraf tumbuh kembang.
Penurunan berat badan bukanlah tujuan yang utama dalam penanganan
obesitas anak. Perubahan pola makan dan perilaku hidup sehat lebih
diutamakan untuk mendapatkan hasil yang menetap. Penanggulangan
obesitas anak sebaiknya dilakukan secara terapadu antara dokter anak,
dietisien, psikolog dan petugas kesehatan lain. Peran serta orang tua
memegang peranan penting dalam penangan anak obesitas. Pencegahan
sebaiknya dilakukan sebelum anak menjadi obesitas karena pencegahan
lebih mudah daripada pengobatan. Pencegahan harus dimulai sejak dini
dengan menerapkan pola hidup sehat dalam keluarga.
2. Diabetes (diabetes melitus) adalah suatu penyakit metabolik yang
diakibatkan oleh meningkatnya kadar glukosa atau gula darah. Gula darah
sangat vital bagi kesehatan karena merupakan sumber energi yang penting
bagi sel-sel dan jaringan.diabetes tipe 1 terjadi karena beberapa factor
yaitu genetik, imunologi, dan lingkungan, sedangkan pada diabetes tipe 2
terjadi karena factor usia, obesitas, dan riwayat keluarga. Ditinjau dari
genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan remaja
1
berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan
remaja terutama merupakan akibat kerusakan sel-sel beta pankreas yang
memproduksi insulin. Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria,
polidipsia, lemas, berat badan menurun, kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensia (pada pria), pruritus vulvae (pada wanita). Jika tidak dikelola
dengan baik, diabetes dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi,
seperti penyakit jantung koroner, stroke, obesitas, serta gangguan pada
mata, ginjal, dan saraf.Selain itu, diabetes juga dapat menyebabkan
terjadinya fluktuasi kadar gula darah dalam tubuh. Hal ini dapat
mengakibatkan penurunan (hipoglikemia) atau peningkatan kadar gula
darah (hiperglikemia). Sangat penting juga untuk melakukan pencegahan
diabetes jika Anda memiliki faktor risiko diabetes. Misalnya, jika Anda
kelebihan berat badan atau mempunyai keluarga dengan riwayat diabetes.
Untuk menghindari diabetes, menerapkan pola hidup sehat adalah kunci
utama. Konsumsilah makanan sehat dan bergizi seimbang, berolahraga
secara teratur, dan jaga berat badan tetap ideal.
3. Agen penyakit adalah substansi tertentu yang terjadi karena kehadiran atau
ketidak hadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan
suatu penyakit.Agen penyakit dapat berupa nutrisi atau gizi seperti protein.
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang
kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan
kalori dan protein kurang dalam waktu yang cukup lama. Kurang kalori
protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan
adanyadefisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada
defisiensi protein maupun energy. Ketidakseimbangan konsumsi protein
akan mengakibatkan beragam penyakit. Misal saja penyakit kurang energi
protein atau yang sering dikenal dengan penyakit KEP seperti kwashiorkor
dan marasmus pada wanita hamil dan anak. Kurang kalori protein akan
terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh
selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar. Kekurangan protein banyak
1
WOC OBESITAS
Mekanisme neurohumoral
Hipotalamus
Sinyal eferen
Rasa lapar
Pengeluaran energy
Sejumlah
bagian tubuh
Berat
badan
berat MK:
obesitas
1
Malas bergerak
Genetic Imunologi
lingkungan
hematogen
Reaksi autoimun
Masuk ke
kelenjar pancreas
Destruksi sel β
Glukosa darah
Pembatasan oleh
glumerulus
tubuh
pelepasan O2 menurun
dehidrasi
keterbatasan polidipsi
WOC KKP
Hygiene rendah
makanan tambahan
KEP
Kwashiorkor
pengambilan energi
Kebutuhan tubuh
konsentrasinya
DAFTAR PUSTAKA
Hari, V. (2015). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Obesitas Pada Ana
Usia 3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Asemrowo Kota Surabaya.
Skripsi Stikes Majapahit Mojokerto.
Irdina Rauza & Meizly Andina. (2017). Hubungan Indeks Massa Tubuh Anak
Kurang Gizi terhadap Total Protein dan Albumin. journal.umsu.ac.id. Vol
2(3), 133.
1
Lili Asranti Lestari, S. H. (2018). Peran probiotik di bidang gizi dan kesehatan.
Yogyakarta: Gadjha mada university press.
LAMPIRAN
a. Latar (Insidensi kasus bahasan secara global, nasional dan regional Sulsel)
b. Tujuan penulisan
- pengkajian
- diagnosa
- rencana keperawatan
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
f. Pemeriksaan diagnostik
g. Penatalaksanaan
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
f. Pemeriksaan diagnostik
g. Penatalaksanaan
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
f. Pemeriksaan diagnostik
g. Penatalaksanaan
Woc dalam bentuk poster (3 kasus) + ppt (Indrawaty Agus & Abdul Rahman)