Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN ANALISIS JURNAL PENDAMPINGAN MENJELANG AJAL

Dosen Pembimbing : Maria Ulfah Ashar, S.Kep.,Ns., M.Kep.

KELOMPOK 1 KELAS A

St. Rahmah 70300119001

Siti Nuraini Irwan 70300119007

Yulianti Wulandari 70300119019

Khoirunnisa Qurratul Aini P. 70300119016

Madinatul Munawar 70300119025

Rista Wardani 70300119035

Rabiyatul Awaliah 70300119010

Indrawaty Agus 70300119029

Muhammad Raynaldi 70300119013

Nurfadhillah 70300119032

Era Fasirah 70300119022

Nurfazilah 70300119004

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM ALAUDDIN MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
tentang Pendampingan Pada Pasien Menjelang Ajal ini dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada ibu Maria Ulfah Ashar, S.Kep.,Ns., M.Kep.
dan TIM Selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Islami yang telah memberikan
tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga memohon maaf
apabila dalam laporan ini terdapat kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam
pembuatannya.
Semoga laporan sederhana ini dapat di pahami bagi siapa pun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah kami susun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami minta maaf
apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Dan kami memohon kritik,
saran, dan usulan yang membangun dari anda demi perbaikan laporan yang akan
kami buat di waktu yang akan datang.

Samata,14 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
A. Definisi Kematian dan Menjelang Ajal........................................................6
B. Etiologi Kematian.........................................................................................6
C. Manifestasi Klinis Kematian.........................................................................7
D. Tahap-tahap Menjelang Kematian................................................................8
E. Pendampingan Pasien Menjelang Ajal.......................................................10
F. Pendampingan Pasien Menjelang Ajal Metode Terapi Holistik.................15
G. Etika Melayani Pasien Muslim pada Stadium Terminal.............................20
H. Perawatan Pasien Menjelang Ajal Dalam Islam.........................................22
BAB III..................................................................................................................24
PENUTUP..............................................................................................................25
A. Kesimpulan.................................................................................................25
B. Saran............................................................................................................25
C. Lampiran.....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagian orang menganggap kematian sebagai awal menuju
kehidupan yang kekal/abadi, mereka tidak menanggapi persoalan
kematian sehingga menjauhkannya dari pikiran. Sebagian orang yang
lain juga menganggap peristiwa kematian merupakan suatu bagian
akhir dari kehidupan, sehingga, mereka akan cenderung menghindari
dan kematian tersebut dianggap sebagai peristiwa menakutkan.
Kematian merupakan sesuatu yang pasti terjadi sehingga perlu
dipersiapkan sebelum kematian itu datang (Widianto, 2018)
Bagi umat Muslim semua berkeinginan wafat dalam keadaan
Islam. Kebutuhan menjalankan syariat agama di akhir kehidupan
seorang pasien perlu dipahami oleh pengelola rumah sakit, sehingga
dapat menyediakan fasilitas yang memadai untuk pasien. Pada
kesempatan terakhir menjelang kematian, ada satu peluang emas yang
bisa menjamin seseorang bisa diterima Allah di surga. “Tuntunlah
orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian supaya
mengucapkan kalimat La ilaha illalah“ (HR Muslim). Kalimat laa
ilaaha illalahu (kalimat tauhid) merupakan kunci kebahagiaan abadi
seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Nabi Muhammad
SAW bersabda: ”Tidaklah ucapan itu, kecuali pasti masuk surga“ (HR.
Al-Bukhari). (Digdowiroyo et al., 2019)
Persepsi perawat tentang hal yang di ketahui mengenai perawatan
pasien menjelang ajal adalah membantu meninggal dengan tenang dan
damai. Dan ada empat tema yang menggambarkan persepsi perawat
terhadap perawatan pasien menjelang ajal yaitu pengetahuan perawat
tentang perawatan pasien menjelang ajal agar dampak menghadapi
kematian serta peran perawat dalam mempersiapkan pasien menjelang
ajalnya. (Enggune et al., 2014)

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kematian dan menjelang ajal?
2. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kematian?
3. Apa saja tanda serta gejala pasien yang menjelang ajal?
4. Bagaimana pembagian tahapan orang yang menjelang ajal?
5. Apa saja peran perawat dalam memberi perawatan pada pasien
yang menjelang ajal?
6. Apa saja peran perawat dalam mendampingi pasien yang
menjelang ajal?
7. Bagaimana etika melayani pasien muslim pada stadium
terminal ?
8. Bagaimana perawatan pasien menjelang ajal dalam islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari kematian dan menjelang ajal
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab terjadinya
kematian
3. Untuk mengetahui apa saja tanda serta gejala pasien yang
menjelang ajal
4. Untuk mengetahui bagaimana pembagian tahapan orang yang
menjelang ajal
5. Untuk mengetahui apa saja peran perawat dalam memberi
perawatan pada pasien yang menjelang ajal
6. Untuk mengetahui apa saja peran perawat dalam mendampingi
pasien yang menjelang ajal
7. Untuk mengetahui etika melayani pasien muslim pada stadium
terminal ?
8. Untuk mengetahui bagaimana pasien menjelang ajal dalam islam

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kematian dan Menjelang Ajal


Kematian merupakan sebuah kepastian tetapi tidak seorang pun
yang mengetahui waktu kematian, hal ini menyebabkan manusia
mengalami gejolak batin berupa gelisah dan stress. Kematian adalah
penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia.

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses


menuju akhir. Konsep menjelang ajal dibentuk seiring dengan waktu, saat
seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan, dan berpikir mengenai
konsep yang konkret dan abstrak. (Hasanah, 2019)

B. Etiologi Kematian
Penyebab dari kematian sebagai berikut:
1. Penyakit
Menurut WHO penyebab utama kematian adalah penyakit, antara lain
penyakit jantung, stroke, kanker, paru-paru, diabetes dan penyakit
terminal lainnya. Banyak dari status penyakit ini mencakup etiologi
yang heterogen dan kompleks dal kekurangan paradigm pengobatan
yang efektif.
2. Penuaan
Penuaan juga termasuk faktor resiko kematian dikarenakan penyakit
yang mematikan mudah menyerang tubuh pada usia lanjut.
3. Kecelakaan
Kecelakaan atau cedera termasuk penyebab kematian terbanyak di
Indonesia. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kasus cedera
terbanyak disebabkan oleh kejadian terjatuh (49,9 persen) dan
kecelakaan motor (40,6 persen). Kejadian cedera akibat jatuh lebih
sering dialami anak berusia kurang dari 1 tahun, perempuan tidak
bekerja, dan penduduk desa. Cedera akibat kecelakaan motor paling

6
banyak terjadi pada kelompok umur 15 - 24 tahun dan laki-laki tamatan
SMA dengan status pegawai. (Ango et al., 2020)

C. Manifestasi Klinis Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu rnenjadi turun
b. Kesulitan dalarn berbicara, proses menelan dan hilangnya retlek
menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.

2. Kelambatan dalam Sirkulasi ditandai:


a. Kernundurun "alum sensasi.
b. Sianosis pada daerah eksterrnitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalarn tanda-tanda vital :
a. Nadi lambat dan lernah
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur
b. Gangguan penciuman dan perabaan. (Panduan Pelayanan Pasien
Tahap Terminal, 2016)

D. Tahap-tahap Menjelang Kematian


Tahap-tahap Menjelang Kematian menurut Elisabeth Kubler-Ross
Elisabeth Kubler-Ross seorang dokter dan ahli tentang kematian yang
lahir di Swiss pada tahun 1926 telah melakukan penelitian yang luas
menyangkut latar belakang usia, agama, asal-usul, warna kulit dan
mendalam tentang proses menjelang kematian. Ia melakukan
wawancara dengan lebih dari dua ratus orang yang mengalami terminal

7
illness untuk mengetahui pengalaman menjelang kematian. Dalam buku
On Death and Dying, Elisabeth Kübler-Ross menyebutkan ada lima
tahap tanggapan manusia pada saat menjelang kematian, dan terjadinya
berurutan dari tahap satu ke tahap berikutnya mulai dari sikap
penyangkalan, isolasi, kemarahan, tawar menawar, depresi hingga
penerimaan.

1. Tahap Penyangkalan dan Isolasi


Tanggapan pertama ketika memperoleh informasi tentang
penyakitnya yang tidak tersembuhkan adalah penyangkalan diri. Pasien
menolak berita buruk mengenai kesehatannya, meragukan keakuratan
hasil laboratorium, pemeriksaan dokter dan pemahaman atas data-data
tentang dirinya. Penyangkalan ini mendorongnya untuk mencari ahli lain
yang dipandang lebih mampu dengan harapan ada kesimpulan yang
berbeda. Penyangkalan disertai dengan kecemasan yang tinggi juga dapat
terjadi jika penyampaian informasi tidak memperhitungkan kesiapan
pasien. Menurut Elisabeth Kubler-Ross, tahap penyangkalan juga menjadi
bentuk mekanisme pertahanan diri yang sifatnya sementara, karena
sesungguhnya pasien belum sepenuhnya mampu menerima kematiannya.
Sikap berdiam atau menutup diri juga mungkin muncul karena pasien
kehilangan kepercayaan kepada pihak-pihak yang telah merawatnya.

2. Tahap Kemarahan
Bila pada tahap pertama yang berupa penyangkalan tidak dapat
mengubah apa-apa lagi, maka muncullah perasaan marah. Pada tahap
kemarahan ini, pasien berubah menjadi tidak bersahabat dengan orang-
orang di sekitarnya, termasuk kepada dokter, perawat, keluarga dan
sahabat-sahabatnya. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, pasien mudah
curiga dan tersinggung ketika ada yang berkunjung untuk menjenguknya.
Apa pun yang dikerjakan bagi dirinya dianggap salah dan negatif.

3. Tahap Tawar Menawar

8
Menurut Elisabeth Kbüler-Ross, tawar-menawar merupakan suatu
usaha untuk menunda kematian. Bila pasien sudah menyadari tidak
mampu lagi menghindari kenyataan yang sangat menyedihkan dan sikap
marah tidak bisa mengubah keadaan, iaakan mengupayakan jalan damai
dengan membuat suatu perjanjian yang dapat menunda kematiannya dan
berupaya untuk memperpanjang hidupnya. Keinginan-keinginan yang
berbentuk perjanjian ini dilakukan karena memiliki rasa bersalah karena
memiliki konflik relasi dengan orang lain atau tidak melakukan hal-hal
baik dalam hidup sebelumnya.
Perasaan bersalah ini perlu diatasi sehingga proses tawar-menawar
tidak berkepanjangan. Pasien seperti layaknya seorang anak kecil yang
memiliki pandangan kalau ia berbuat baik akan mendapatkan imbalan.
Dalam hal ini imbalan yang diharapkan adalah penundaan kematian yang
akan didapatkan kalau melakukan kebaikan-kebaikan, misalnya ikut
kegiatan sosial, menyumbangkan organ tubuh, dan aktif dalam kegiatan
rohani. Menurut Elisabeth Kubler-Ross, proses tawar-menawar ini
berlangsung hanya singkat, dan hampir semua pasien melakukannya
secara pribadi kepada Tuhan.

4. Tahap Depresi
Elisabeth Kubler-Ross menyebutkan setelah tahap kemarahan akan
muncul dua jenis depresi yaitu depresi reaktif dan depresi preparatory
(persiapan). Pada jenis depresi reaktif, pasien sudah mengalami peristiwa
kehilangan, misalnya pekerjaan, penghasilan dan harta benda yang harus
digunakan untuk biaya perawatan, demikian juga organ tubuh yang
diangkat, sehingga merasa menjadi manusia yang tidak sempurna. Pada
tahap ini pasien banyak mengungkapkan beban-bebannya dan
memerlukan interaksi secara verbal. Dalam kondisi depresi persiapan,
pasien sedang dalam proses kehilangan yang tidak dapat dielakkan,
misalnya kehilangan keluarga dan sahabat yang dicintainya. Pada tahap
ini, pasien membatasi minatnya pada orang lain dengan segala
masalahnya, berharap bertemu dengan sesedikit mungkin orang dan
melewati masa dukacitanya dengan diam-diam. Komunikasi yang terjadi

9
lebih banyak secara nonverbal. Pasien membutuhkan sentuhan tangan,
usapan rambut atau sekedar duduk bersama walau dalam situasi diam.
Depresi akan berlangsung seiring dengan melemahnya fisik.

5. Tahap Penerimaan
Hasil penelitian Elisabeth Kübler-Ross menunjukkan bahwa pada
tahap penerimaan terjadi kelelahan sehingga membutuhkan waktu tidur
yang lebih banyak. Seseorang yang berada pada tahap ini akan
merenungkan akhir hidupnya dengan pengharapan tertentu, ia enggan
diajak berbicara, dan tidak ingin memikirkan berita-berita dari luar.
Menurut Elisabeth Kubler-Ross, tahap penerimaan perlu dibedakan
dengan kebahagiaan. Pada saat itu terjadi kehampaan perasaan dan rasa
sakit sudah mulai mereda. Pergumulan melawan rasa sakit tersebut juga
sudah berhenti, dan pasienmemasuki istirahat terakhir sebelum
melakukan perjalanan panjang berikutnya. Pasien sudah menerima
kenyataan bahwa ia akan meninggal. Seperti pada tahap depresi,
komunikasi lebih banyak dilakukan secara non verbal dengan genggaman
tangan dan duduk mendampingi sebagai suatu pesan bahwa ia merasa ada
teman sampai akhir hidupnya. (Widianto, Budi. 2018)

D. Pendampingan Pasien Menjelang Ajal


Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai ajaran islam dalam menjalani
fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakratul maut. Fase
sakratul maut sering kali disebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat
berat dan menyakitkan sehingga kita diajarkan doa untuk diringankan dalam
fase sakratul maut. Dalam (Putra, 2015) membimbing pasien sakaratul maut,
perawat perlu mendampingi dengan melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

1. Menentukan GCS (glasgow coma scale) pasien


Dalam (Sutjahjo, 2016) GCS atau yang lebih dikenal sebagai tingkat
kesadaran terdiri dari nilai dengan kisaran 3-15, yang merupakan kisaran
tingkat kesadaran pasien trauma atau kritis. Penjumlahan nilai respon

10
merupakan assesment tingkat kategori ketidaksadaran pasien, yaitu
terbagi menjadi :
a. Ringan : 13-15 poin
b. Moderat : 9-12 poin
c. Berat : 3-8 poin
d. Koma : <3
Tabel 1 : Penilaian GCS
Spontan : terbuka dengan kedipan 4
Terbuk pada perintah verbal, bicara atau 3
Eye opening jeritan
response (E) Terbuka pada rasa sakit, tidak terlihat pada 2
wajah
Tidak ada respon 1
Melakukan gerakan yang diperintahkan 6
Gerakan karena rangsang rasa sakit 5
Tidak merasakan sakit 4
Respon motorik (M) Pleksus tidak normal/decorticate posture 3
Respon ekstensor (rigid)/decerebrate 2
posture
Tidak ada respon 1
Terorientasi 5
Bicara membingungkan tetapi dapat 4
menjawab pertanyaan
Respon verbal (V)
Respon tidak jelas, kata-kata jelas 3
Bicara meracau 2
Tidak ada respon 1

2. Menalqin (menuntun) dengan syahadat


Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : "Talqinilah orang yang akan
wafat di antara kalian dengan Laa ilahaa illallah", barangsiapa yang
pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat,'Laa ilahaa illallah', maka ia
akan masuk surge suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum

11
itu musibah yang menimpanya". Perawat muslim hendaknya
mentalqinkan pasien terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang
terakhir sehingga diupayakan pasien meninggal dalam keadaan husnul
khatimah.

3. Mendoakan dan mengatakan hal-hal baik di depannya


Berdasarkan pada hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya: "Apabila kalian
mendatangi orang yang sedang sakit atau ornag yang hamper mati, maka
hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik saja karena
para malaikat mengalami apa yang kalian ucapkan".
Dengan begitu, perawat harus berupaya memberikan support mental agar
pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan
yang terbaik unutk hambanya.

4. Berbaik sangka kepada Allah


Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah Swt.
Seperti di dalam hadits Bukhari "tidak akan mati masing-masing kecuali
dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah Swt." Hal ini menunjukkan
apa yang kita pikirikan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena
Allah mengikuti prasangka umat-Nya.

5. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakratul maut


Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untk membasahi kerongkongan
orang yang sedang sakratul maut tersebut dengan air atau minuman.
Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas
yang telah diberi air. Karena bias saja kerongkongannya kering karena
rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-
kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit
yang dialami orang yang mengalami sakratul maut , sehingga hal itu dapat
membantu memudahkan dirinya dalam mengucapkan dua kalimat
syahadat (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah).

12
6. Menghadapkan orang yang sakratul maut kearah kiblat.
Disunnahkan juga untuk menghadapkan orang yang sedang sakratul maut
menghadap kea rah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan
penegasan dari hadits Rasulllah SAW, hanya saja dalam beberapa atsar
yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut.
Para ulama sendiri telah menyebutkan dua cara ntuk menghadapkan orang
sakratul maut kearah kiblat.
a. Berbaring telentang di atas punggungnya, sedangkan kedua telapak
kakinya dihadapkan ke arah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut
diangkat sedikit agar ia menghadap kea rah kiblat.
b. Mengarahkan bagian kanan orang yang sedang sakratul maut
menghadap kiblat. Dan Imam Syafi'I menganggap bentuk seperti ini
sebagai cara yang paling benar. Seandainya, posisi ini menimbulkan
sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kea rah
manapun yang membuatnya selesai.
Perawatan yang dilakukan pada pasien fase end of life atau
pada fase menjelang ajal yaitu pemberian dukungan spiritual atau
dukungan sosial yang dapat digunakan agar pasien merasa nyaman.
Keluarga pasien juga dapat memberikan dukungan berupa dukungan
emosional atau spiritual kepada pasien sehingga kebutuhan sosial
pasien dapat terpenuhi. Pasien yang dapat diberikan dukungan
spiritual adalah pasien yang mengalami gangguan psikososial dan
spiritual contohnya pada pasien kritis yg mengalami keluhan nyeri,
sesak nafas dan gangguan aktivitas. Pemenuhan kebutuhan pada
pasien paliatif tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis,
melainkan juga membutuhkan peranan dari keluarga pasien. Dengan
adanya kehadiran dan dukungan keluarga maka dapat membuat
pasien melewati fase end of life lebih tenang sehingga dapat
mengatasi masalah spiritual dan psikososial. Adanya kerjasama antara
perawat dan keluarga pasien juga diperlukan dalam pemenuhan
kebutuhan pasien end of life sehingga hak-hak pasien dapat terpenuhi.

Upaya yang dilakukan perawat dalam peningkatan pelayanan


asuhan keperawatan spiritual pada pasien yaitu melalui pengkajian
kebutuhan spiritual. Pasien fase end of life lebih berfokus pada
pemenuhan kebutuhan spiritual yang artinya perawat harus bisa
mengkaji dan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

13
spiritualnya pada masa menjelang ajal agar pasien dapat meninggal
dengan tenang. Pengetahuan yang baik diperlukan oleh perawat untuk
menangani kebutuhan spiritual pasien sehingga menjadi sangat
penting untuk dimiliki. Pendampingan spiritual yang dilakukan oleh
tim khusus (tim pastoral) diketahui bahwa rata-rata perawat
mengatakan telah melibatkan petugas tim pastoral dalam memenuhi
kebutuhan spiritual pasien. Hal ini dilakukan berdasarkan persetujuan
keluarga atau pasien sendiri, jika bersedia maka akan dipanggilkan
atau diberikan bimbingan spiritual pada pasien. Perawat berpendapat
jika pemenuhan kebutuhan spiritual pasien terpenuhi, maka pasien
akan merasa senang. Berdoa akan meningkatkan harapan pasien
terhadap ketidakpastian penyakitnya sehingga dapat membuat pasien
menjadi lebih tenang. Pendampingan ibadah juga dapat dilakukan
oleh keluarga pasien dengan cara membaca doa ketika berkunjung.
(Mariani Destisary et al., 2021)

7. Bimbingan Psikologis
Bimbingan psikologis adalah bimbingan bimbingan yang ditujukan 
kepada masalah psikologispasien seperti untuk menghilangkan kecem
asan, keputusasaan, ketakutan dan masalahpsikologis lainnya. Bimbin
gan ini tentunya menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis.
Perasaan cemas atau ansietas ini akan lebih jelas ditemukan pada
pasien dan keluarga yang masuk rumah sakit dalam kondisi kritis.
Dengan kondisi ruangan dimana keluarga pasien tidak boleh
mendampingi pasien setiap saat dan tidak bisa melihat perkembangan
pasien secara langsung akan menyebabkan keluarga pasien khawatir
dan cemas. Selain itu kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien
yang dirawat di Ruang ICU, ditunjukkan dengan perilaku keluarga
yang selalu bertanya dengan pertanyaan yang di ulang-ulang,
berkunjung diluar jam kunjung, keluarga takut kehilangan, keluarga
mengatakan susah tidur, takut anggota keluarga sembuh tapi
mengalami kecacatan, takut tidak bisa membayar biaya perawatan di

14
ICU, takut melihat alat-alat yang terpasang ditubuh pasien. (Sulaeman
et al., 2021)

8. Bimbingan Fiqih Sakit

Bimbingan fiqih sakit adalah bimbingan yang menjelaskan kepada 
pasien tentang tatacaraibadah orang sakit. Mulai dari bersuci sampai i
badahnya khususnya shalat wajib. Kita tahubahwa orang sakit tidak m
emiliki kemampuan seperti orang yang sehat oleh karenanya agamaisl
am memberikan ruhshoh atau keringanan dalam beribadah bagi orang 
yang sakit. Sebagaicontoh ketika seorang pasien tidak bisa mengambil 
air wudhu atau memang tidakdiperbolehkan terkena air secara medis 
maka wudhu bisa diganti dengan tayamum. Demikian juga dengan sh
alat ketika seseorang tidak bisa melaksanakannya dengan berdiri bole
hdilaksanakan dengan duduk, berbaring, bahkan dengan isyarat. Oleh 
karenanya bimbingan inisangat penting karena walaupun dalam keada
an sakit ibadah kepada Allah tetap harusdijalankan.

E. Pendampingan Pasien Menjelang Ajal Metode Terapi Holistik


Pasien yang mendekati akhir hayat (EoL) dapat mengalami
penderitaan secara fisik, emosional, sosial dan spiritual. Perawat
bertanggung jawab untuk menilai kebutuhan ini dan memberikan
perawatan holistik, namun hanya diberikan sedikit panduan yang dapat
diterapkan dan berbasis bukti mengenai perawatan spiritual. Perawat
secara internasional terus mengungkapkan ketidakmampuan dalam menilai
dan menangani domain spiritual, sehingga perawatan spiritual diabaikan
atau diturunkan ke tim pastoral. Sembilan belas database elektronik secara
sistematis dicari dan kertas-kertas disaring. Kualitas dinilai menggunakan
daftar periksa kualitatif Program Keterampilan Penilaian Kritis, dan
analisis tematik deduktif, dengan tema apriori, dilakukan. Hasil Sebelas
studi memberikan pemahaman tripartit tentang pengasuhan spiritual dalam
tema apriori:Nursing Spirit (etos holistik spiritual); Jiwa Perawatan

15
(hubungan perawat-pasien); dan Body of Care (pemberian asuhan
keperawatan). Sepuluh penelitian melibatkan perawat perawatan paliatif.
Perawat yang memberikan perawatan spiritual beroperasi dari pandangan
dunia holistik yang terintegrasi, yang berkembang dari spiritualitas
pribadi, pengalaman hidup dan praktik profesional dalam menangani
kematian. Pandangan dunia ini, bila dikombinasikan dengan keterampilan
komunikasi tingkat lanjut, membentuk cara relasional dalam memberikan
perawatan spiritual yang memperluas kehangatan, cinta, dan penerimaan,
sehingga memungkinkan kebutuhan spiritual pasien muncul dan
diselesaikan. Pemberian asuhan spiritual yang berkualitas membutuhkan
waktu bagi perawat untuk mengembangkan: keterampilan pribadi, spiritual
dan profesional yang memungkinkan kebutuhan spiritual untuk
diidentifikasi dan diperbaiki; hubungan perawat-pasien yang
memungkinkan pasien untuk mengungkapkan dan co-proses kebutuhan
ini. Lingkungan kerja yang mendukung mendukung perawatan tersebut.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendefinisikan perawatan
spiritual di semua pengaturan, di luar rumah sakit, dan untuk
mengembangkan panduan bagi mereka yang terlibat dalam pemberian
perawatan EoL. (Bnurs et al., 2020)
Terapi holistik adalah salah satu dari beberapa istilah yangdigunak

an untuk merujuk pada banyak metode pengobatan / penyeimbangan kemb

ali fisik, mental,emosional atau spiritual yang tidak biasanya ditawarkan se

cara universal dan / atau diatur olehotoritas medis konvensional .(Marisah,

2018)

1. Pelayanan Secara Bio
Keperawatan adalah profesi yang diharapkan selalucare(peduli) ter
hadap pasien yang tidakhanya sebagai objek tapi juga subjek.Pelayanan 
secara bio ikut menentukan keputusan akanpengobatan/ terapi/
perawatan terhadap pasien. Salah satu contohnya adalah misalnya klien
mengalami batuk, maka perawat mengkaji yaitu Jika klien batuk dan da
haknya sulit keluar, makaperawat mengajarkan cara bagaimana batuk y

16
ang efektif untuk mengeluarkan dahaknya ataudengan memberikan fisio
terapi, memberikan obat, makanan sesuai dengan keadaan penyakitpasi
en, dan memberikan asupan nutrisinutrisi untuk mengurangi rasa sakitn
ya.

2. Pelayanan Secara Psiko
Kondisi sakit pasien menyebabkan stress dan akan berpengaruh bur
uk terhadap emosi dan peranpasien. Untuk mengurangi kondisi ini mak
a perawat melakukan Komunikasi dengan sikap care.Perawat tidak bole
h memberikan harapan yang terlalu muluk, menasehati yang berlebihant
entang kondisi penyakitnya.

3. Pelayanan Secara Sosio
Pelayanan yang dilakuakan perawat secara sosio antara lain adalah 
a. Mediator :bertindak sebagai penghubung, perantara atau peneng
ah antara pasien denganpihak-pihak yang terkait dirumah sakit (
misal : dokter, perawat, bagian keuangan, bagiankerohanian) ata
upun dengan lembaga-lembaga di luar rumah sakit yang terlibat 
dalam upayapemberian bantuan.
b. Motivator/dinamisator :bertindak sebagai pendorong, pemberi se
mangat dan pemberidukungan kepada pasien maupun keluargan
ya, agar dapat mengatasi sendiri masalah yangdialami.
c. Advokasi (pembelaan) :bertindak sebagai pembela, pada kasus
kasus pasien maupunkeluarganya (sebagai pihak yang benar) dir
ugikan oleh pihak
lain. Bantuan ini dilakukan, jikamemang pasien tidak bisa meng
atasi masalahnya sendiri.
d. Fasilitator :bertindak sebagai penyedia informasi, jika pasien kur
ang memahami sesuatu.Informasi yang diberikan tidak terbatas (
artinya, bisa mengenai hal apapun) sejauh yangdiketahui secara 
pasti oleh tim.

17
Fokus perawatan IGD pada kondisi kegawatan pasien untuk
kestabilan kondisi yang kritis, mencegah terjadinya kecacatan dan
menyelamatkan nyawa dengan tetap memperhatikan aspek respon time.
Kehadiran pasien terlantar dalam fase menjelang ajal bisa saja
menimbulkan suatu konflik bagi perawat. Oleh karena itu, perawat
harus memaknai bersikap professional dan bertanggung jawab
walaupun pasien tersebut bukan merupakan pasien prioritas. Perawat
juga harus mampu mengendalikan perasaan dan sikap serta tetap
berusaha maksimal untuk memberikan perawatan dan tidak
mengacuhkan pasien terlantar. Selain harus dapat mengendalikan
perasaan dan sikap, perawat juga menyadari peran dan tanggung jawab
sebagai pemberi asuhan keperawatan setiap pasien untuk memenuhi hak
pasien dalam memberikan perawatan dan pelayanan yang berkualitas.
Adanya dukungan kebijakan dalam penanganan pasien terlantar
memungkinkan penerapan caring tetap diberikan walaupun perawatan
End of life care yang diberikan di IGD belum optimal. (Ose, 2017)

4. Pelayanan Secara Spiritual
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh 
seseorang dalam hubungannyadengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuha
n), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaanterhadap adanya 
Tuhan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhka
n olehsetiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hu
bungan dengan Tuhannya punsemakin dekat, mengingat seseorang dala
m kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidakada yang mampu 
membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pel
ayanankesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki pe
ran utama dalam memenuhikebutuhan spiritual. Perawat dituntut mamp
u memberikan pemenuhan yang lebih pada saatpasien kritis atau menjel
ang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinandenga
n pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan dasar manusia yang diberika
n melaluipelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi 

18
juga aspek spiritual. Aspekspiritual dapat membantu membangkitkan se
mangat pasien dalam proses penyembuhan.

Dukungan spiritual pada keluarga dan pasien kritis di ICU sangat


dibutuhkan. Kondisi di ICU merupakan situasi yang sangat sulit dan
klinis yang tidak menyenangkan seperti kematian, suara dari alat-alat
medis dan kode traumatis. Penyakit kritis memiliki banyak aspek pada
pasien, begitu juga dengan mereka anggota keluarga, yang tidak hanya
mengalami gangguan fisik tetapi juga psikologis dan spiritual.
Perawatan kritis yang baik berarti tidak hanya merawat penyakit fisik
tetapi juga mendiagnosis dan mengatasi tekanan spiritual di antara
pasien, mereka anggota keluarga, dan bahkan tim dokter ICU itu
sendiri. Bentuk dukungan spiritual dapat berupa diskusi, komunikasi,
memfasilitasi ibadah, relaksasi seperti mendengarkan do’a dan ayat suci
Al-Qur’an. (Khasanah et al., 2020)

Masa lanjut usia merupakan tahap paling akhir dari siklus


kehidupan seseorang. WHO menyatakan masa lanjut usia menjadi
empat golongan yaitu usia pertengahan (45-59 tahun), lanjut usia (60-74
tahun), dan usia sangat tua (diatas 90 tahun). Kehilangan kehidupan
merupakan penghentian secara permanen semua fungsi tubuh yang vital
atau akhir dari kehidupan manusia. Rasa cemas terhadap kematian
dapat disebabkan oleh kematian itu sendiri dan apa yang akan terjadi
sesudah kematian, keluarga yang ditinggalkan, atau merasa bahwa
tempat yang akan dikunjungi setelah kematian sangat buruk. Spiritual
merupakan aspek yang didalmnya mencakup aspek-aspek yang lain
yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas merupakan hubungan yang
memiliki dua dimensi yaitu antar dirinya, orang lain dan
lingkungannya, serta dirinya dengan tuhan. Berdasarkan hasil
penenlitian, ada 6 kategori yang mendiskripsikan kesehatan spiritualitas
lansia serta kesiapannya dalam menghadapi kematian yaitu kategori
makna hidup, konsep agama dan ketuhanan, konsep sehat sakit,

19
interaksi sosial, kesehatan dan spiritualitas, dan kematian. (Naftali et al.,
2020)

F. Etika Melayani Pasien Muslim pada Stadium Terminal


Talkin merupakan prosedur menuntun kematian umat Islam.
Dengan berhasilnya seorang muslim mengucapkan kalimat tauhid sebelum
roh dicabut, maka ini merupakan jaminan dia masuk surga. Oleh karena
itu rumah sakit perlu mengetahui kapan talkin harus dilakukan dan
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada pasien dan keluarga untuk
melakukannya. Rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan lainnya perlu
lebih memperhatikan hak pasien dan keluarganya yang muslim ini dalam
bentuk memfasilitasi sebaik mungkin keluarga pasien menjalankan
kepercayaannya sebagaimana tuntunan syariat Islam, yaitu dengan
membimbing talkin kepada pasien muslim terminal hingga akhir hayatnya.
Etos perawatan paliatif (perawatan menjelang ajal) dipandang
positif oleh mayoritas orang. Kebutuhan untuk memahami dan
menghormati keyakinan individu muslim tidak mengurangi kewajiban
untuk mempersonalisasi perawatan paliatif yang disediakan untuk pasien
dan keluarga. (Fearon et al., 2019)
Menurut Prawiroharjo P, talkin sebaiknya difasilitasi pada
beberapa situasi klinis sebagai berikut:
1. Hilang kesadaran, yang dibuktikan dengan tidak adanya respons
stimulus visual, verbal dan stimulus nyeri. Hilang kesadaran bisa
akibat lesi intrakranial atau oleh gangguan metabolisme atau akibat
keadaan toksik.
2. Emergensi kode biru. Wawasan medis Emergensi Kode Biru perlu
meliputi sampai ke akhir kehidupan. Bagi dokter dan tenaga
kesehatan muslim pelayanan emergensi tidak cukup hanya aspek
medis saja, tetapi juga harus mencakup aspek spiritual dan agama
pasien. Layanan talkin merupakan respons rumah sakit yang
dilakukan dalam mengamankan kehidupan spiritual pasien. Oleh
karena itu talkin perlu dimasukkan ke dalam standar prosedur
operasional Emergensi Kode Biru.

20
3. Zona merah di Instalasi/Unit Gawat Darurat. Layanan emergensi
dapat dibagi menjadi tiga warna zona: hijau, kuning, dan merah.
Zona hijau diperuntukkan bagi pasien yang memiliki emergensi
paling ringan dan tidak mendesaknya. Zona merah bagi yang
pasien dengan keadaan yang mengancam kehidupan sehingga
memerlukan observasi dan intervensi intensif. Sedangkan zona
kuning, bagi pasien yang keadaannya berada di antara pasien yang
di zona hijau dan zona merah. Layanan talkin perlu diberikan
kepada pasien dalam zona merah.
4. Selama anestesi umum. Pasien dalam anestesi umum perlu untuk
ditalkin karena selama dalam anestesi umum pasien tidak bisa
beribadah. Penelitian membuktikan bahwa pasien dalam anestesi
umum dapat mendengar dan mampu memberikan respons kognitif
jika stimulasi dilakukan berulang-ulang, meskipun tidak
memberikan respons verbal.
5. Akhir hidup pada perawatan paliatif. Di beberapa negara,
perawatan paliatif pada akhir hidup pasien dilakukan di nursing
home atau home care yang ditunjang oleh kunjungan dan
koordinasi dengan tim medis. Negara lain menyelenggarakan
pelayanan di rumah sakit karena keterbatasan sumber daya untuk
melakukan di luar rumah sakit. Talkin perlu dimasukkan ke dalam
protokol pelayanan ini. (Digdowirogo et al., 2019)
Sampai saat ini, keluarga di negara-negara Muslim dulu tinggal
bersama-sama, anak-anak merawat orang tua mereka sampai mereka
mati. Sekarang, di negara-negara Muslim yang makmur dan dengan
meningkatnya pekerjaan laki-laki dan perempuan, anggota keluarga
dapat hidup di kota yang berbeda, atau lokasi dan waktu yang berbeda
mengabdikan diri untuk merawat orang tua terutama penyandang cacat
atau penyakit kronis lebih sedikit. Semakin banyak pasien lansia dengan
penyakit kronis menghabiskan waktu terakhir mereka beberapa minggu
atau bulan di rumah sakit, Ini membuat mereka kebijakan jam
berkunjung yang terbatas dan perasaan kesepian.

21
Sangat penting untuk menekankan bahwa arahan di muka
seharusnya tidak hanya dibatasi atau didorong di kalangan orang tua
pasien tetapi juga di antara pasien dengan penyakit kronis dan disabilitas
penyakit tanpa memandang usia, status sosial atau ekonomi. Sebagian
besar negara-negara Islam miskin masalah ini maju direktif bukanlah
masalah utama di mana sebagian besar pasien dengan penyakit kronis
meninggal di rumah. Namun, kami percaya meningkatkan kesadaran
profesional perawatan kesehatan dan perawatan pasien tentang pandangan
Islam di mengizinkan dan mendorong arahan di muka khususnya untuk
penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan kronis sangat berguna bahkan
dalam negara-negara miskin seperti itu. Ini akan terjadi dengan
mengurangi kecemasan dan mengurangi rasa waswas yang dirasakan oleh
banyak umat Islam dengan memberi tahu mereka bahwa itu diperbolehkan
oleh agama gion untuk menolak atau berpantang pengobatan di khusus
tertentu keadaan medis. Ini juga harus mencakup diskusi oleh penyedia
layanan kesehatan dengan pasien dan kerabat jauh sebelumnya jika mereka
percaya dengan keyakinan di kesia-siaan intervensi medis dan
menekankan palia atau pendekatan tive sebagai gantinya. (Baharoon et al.,
2013)

G. Perawatan Pasien Menjelang Ajal Dalam Islam


Ayat Al Qur'an yang membahas tentang menjelang ajal.

َ ‫ت ۗ َوِإنَّ َما تُ َوفَّ ْو َن ُأج‬


‫ُور ُك ْم يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ۖ فَ َم ْن ُزحْ ِز َح‬ ِ ‫س َذاِئقَةُ ْال َم ْو‬ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫ار َوُأ ْد ِخ َل ْال َجنَّةَ فَقَ ْد فَا َز ۗ َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َمتَا‬
ِ َّ‫َع ِن الن‬
Terjemahnya : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan." Q.S Ali Imran:185.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua makhluk hidup yang diciptakan
Allah SWT, akan mengalami yang namanya kematian, fase kehidupan ini
tidak dapat dihindari jika Allah sudah menghendakinya. Perawat tiak hanya

22
berperan dalam perawatan fisik saja akan tetapi mencakup seluruh seluruh
aspek, misalnya psikis, sosial dan spiritualnya. Perawatan ini diberikan pada
semua pasien termasuk pasien yang mengalami penyakit paliatif atau
menjelang ajal. Menurut (Lestari, 2019) Dalam islam, perawatan spiritual
pada pasien paliatif atau menjelang ajal yang dapat diberikan adalah:
1. Membimbing pasien untuk berwudhu atau bertayamum
2. Membimbing pasien shalat jika waktu shalat telah tiba
3. Membimbing tadarus Al-Qur’an
4. Membimbing agar selalu berdoa kepada Allah SWT
5. Membimbing pasien agar selalu berdzikir kepada Allah
6. Membimbing untuk sabat dan rela terhadap ketentuan Allah SWT
7. Membimbing pasien dan keluarga menghadapi sakaratul maut, dengan
mentalqin menggunakan kalimat syahadat
Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwaya tkan oleh imam Muslim

Artinya : “Ajarilah orang yang mau meninggal diantara kalian dengan


kalimat Laa ilaha illallah”

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bagi umat Islam semua berkeinginan wafat dalam keadaan Islam.
Kebutuhan menjalankan syariat agama di akhir kehidupan seorang pasien
perlu dipahami oleh pengelola rumah sakit, sehingga dapat memberikan
fasilitas yang memadai Kesempatan terakhir menjelang kematian, masih
ada satu peluang emas yang bisa menjamin seseorang bisa diterima Allah
di surga. “Tuntunlah orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian
supaya mengucapkan kalimat La ilaha illalah“ (HR Muslim). Kalimat laa
ilaaha illalahu (kalimat tauhid) adalah kunci kebahagiaan abadi bagi
seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut
Kematian merupakan sebuah kepastian tetapi tidak seorang pun
yang mengetahui waktu kematian, hal ini menyebabkan manusia
mengalami gejolak batin berupa gelisah dan stress. Kematian adalah
penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia. Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang
merupakan proses menuju akhir. Konsep menjelang ajal dibentuk seiring
dengan waktu, saat seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan,
dan berpikir mengenai konsep yang konkret dan abstrak. Penyebab utama
kematian adalah penyakit, antara lain penyakit jantung, stroke, kanker,
paru-paru, diabetes dan penyakit terminal lainnya. Banyak dari status
penyakit ini mencakup etiologi yang heterogen dan kompleks dal
kekurangan paradigm pengobatan yang efektif.

B. Saran
Saran Sebagai seorang perawat sangat penting mempelajari
perawatan palliative care agar dapat merawat pasien yang akan menjelang
ajalnya dan pasien dapat meninggal dengan tenang. Kami menyadari

24
makalah kami kurang sempurna sehingga diperlukan masukan dari pihak
lain.

C. Lampiran

No Nama NIM Tugas


(peran dan jumlah, judul
jurnal)
1 St. Rahma 70300119001 Bab 3 dan lampiran : 1
Judul Jurnal :
(Persepsi perawat
Neurosurgical Critical
Care unit terhadap
perawatan pasien
menjelang ajal)
2 Siti Nuraini Irwan 70300119007 Askep (Pengkajian-
Diagnosa) : 1
Judul Jurnal :
(Pengaruh edukasi
terhadap kecemasan
keluarga pada pasien
menjelang ajal)
3 Yulianti Wulandari 70300119019 Bab 2 Tinjauan pustaka :
1
Judul Jurnal :
(Spiritual Care Provision
To End – Of – Life
Patients A Systematic
Literature Review)
4 Khoirunnisa Qurratul 70300119016 Askep (Intervensi-
Aini Prasetya Evaluasi) : 1
Judul Jurnal :
(Pengalaman perawat

25
dalam merawat pasien
Fase End Of Life di
ruangan Icu)
5 Madinatul Munawar 70300119025 Media Edukasi : 1
Judul Jurnal :
(Manajemen pembinaan
majelis taklim alsakinah
melalui pelatihan
penyelenggaraan jenazah
di Kel. Allepolea kec. Lau
kab. Maros)
6 Rista Wardani 70300119035 Bab 1 : 1
Judul Jurnal :
(Dilema etik dalam
merawat pasien terlantar
yang menjelang ajal di
IGD)
7 Rabiyatul Awaliyah 70300119010 Analisis Jurnal Utama: 1
Judul Jurnal :
( Kesehatan Spiritual dan
Kesiapan Lansia dalam
Menghadapi Kematian)
8 Indrawaty Agus 70300119029 Bab 2 Tinjauan pustaka :
1
Judul Jurnal :
(Etika melayani pasien
muslim pada stadium
terminal)
9 Muhammad Raynaldi 70300119013 Bab 2 Tinjauan pustaka :
1
Judul Jurnal :
(lelaki : Memahami

26
pengalaman menjelang
kematian lansia Jawa)
10 Nurfadhillah 70300119032 Ppt : 1 (Advence Medical
Judul Jurnal :
Directive : a Proposed
New approach and
Terminologi From An
Islamic Perspective)
11 Era Fasirah 70300119022 Satukan makalah dan edit
makalah : 1
Judul Jurnal :
(Perceptions Of Palliative
Care In a lower Middle –
In Come Muslim
Country : A qualitative
Study Of Health Care
Professionals Bereaved
Families And
Communiticl)
12 Nurfazilah 70300119004 Judul Jurnal :
(Dukungan spiritual pada
keluarga dan pasien kritis
yang dirawat di intensive
care unit : Sistematik
Review)

LAMPIRAN JURNAL ASLI


Lampiran Jurnal asli dikumpul dalam bentuk google drive. Berikut ini Link
Google drivenya : https://drive.google.com/folderview?id=1qS_L4V1bo-
nFPvRK78KiLVq3wMLQj-fd

27
28
29
30
31
32
DAFTAR PUSTAKA

Ango, C. P., Tomuka, D., & Kristanto, E. (2020). Gambaran Sebab Kematian
pada Kasus Kematian Tidak Wajar yang Diautopsi di RS Bhayangkara
Tingkat III Manado dan RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Tahun 2017-
2018. E-CliniC, 8(1).

Baharoon, H. A. S., Al, A., & Ghiath, S. (2013). Advance medical directives : a
proposed new approach and terminology from an Islamic perspective. Med
Health Care and Philos, 16, 163–169. https://doi.org/10.1007/s11019-012-
9382-z

Bnurs, E. B., Nurse, S., Bailey, C., Lthe, P., Lecturer, S., & Hallett, N. (2020).
Spiritual care provision to end-of-life patients : A systematic literature
review. Journal of Clinical Nursing, December 2019, 3609–3624.
https://doi.org/10.1111/jocn.15411

Digdowirogo, H. S., Setyanto, D. B., & Prawiroharjo, P. (2019). Etika Melayani


Pasien Muslim pada Stadium Terminal. 3(1), 33–37.
https://doi.org/10.26880/jeki.v3i1.32

Digdowiroyo, H., Setyanto, D., & Prawiroharjo, P. (2019). Etika Melayani Pasien
Muslim pada Stadium Terminal. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 3(1),
33–37.

Enggune, M., Ibrahim, K., Agustina, H. R., Bethesda, A. K., Keperawatan, F., &
Padjadjaran, U. (2014). Persepsi Perawat Neurosurgical Critical Care Unit
terhadap Perawatan Pasien Menjelang Ajal Nurses Perception toward End-
of-Life Care. 2(April 2014), 35–42.

Fearon, D., Kane, H., Aliou, N. D., & Sall, A. (2019). Perceptions of palliative
care in a lower middle- income Muslim country : A qualitative study of
health care professionals , bereaved families and communities. Palliative
Medicine, 33(242–249). https://doi.org/10.1177/0269216318816275

33
Hasanah, F. . (2019). Taubat LANSIA sebagai Persiapan Menghagapi Kematian
di Pondok Jamiyyah Thoriqoh Annaqsabandiyyah Almujaddadiyyah
Alkholidiyyah Sokaraja Lor, Sokaraja, Banyumas. In IAIN Banyumas.

Khasanah, R. N., Kristinawati, B., Ners, P., Keperawatan, P. S., Kesehatan, F. I.,
Surakarta, M., Keperawatan, D., Bedah, M., Keperawatan, P. S., Kesehatan,
F. I., & Surakarta, U. M. (2020). DUKUNGAN SPIRITUAL PADA
KELUARGA DAN PASIEN KRITIS YANG DIRAWAT DI INTENSIVE
CARE UNIT : SISTEMATIK REVIEW. Jurnal LINK, 16(2), 124–135.
https://doi.org/10.31983/link.v16i2.6282

Mariani Destisary, S., Ageng Lumady, S., & Ira Handian, F. (2021). Pengalaman
Perawat Dalam Merawat Pasien Fase end of life di Ruang ICU. Jurnal
Gawat Darurat, 3(1), 29–42.

Marisah. (2018). Urgensi Bimbingan Rohani Islam Bagi Pasien Perawat Inap.
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. JIGC (Journal of Islamic Guidance
and Counseling), 2(2), 179–200.

Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., Anwar, M. A., Sakit, R., & Ario, P. (2020).
Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian.
Buletin Psikologi, 25(2), 124–135.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.28992

Ose, M. I. (2017). Dilema Etik dalam Merawat Pasien Terlantar yang Menjelang
Ajal di IGD. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(2), 145–153.

Sulaeman, Muhajirah, Hasanuddin, I., & Purnama, J. (2021). Pengaruh Edukasi


Terhadap Kecemasan Keluarga Pada Pasien Menjelang Ajal. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Pencerah, 10(1), 21–27.

Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal, (2016) (testimony of Tim HPK).

Widianto, B. (2018). Lelaku: Memahami Pengalaman Menjelang Kematian


Lansia Jawa. Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 2(2), 117–131.

34

Anda mungkin juga menyukai