Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN REUMATIC HEART DISEASE

DOSEN PEMBIMBING :
Anik Supriani, S.Kep.,Ns., M.Kes

Disusun oleh:
1. Eva Rosita (0119018)
2. Puji Sudarsono Tuk wijaya (0119040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MOJOKERTO
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga makalah yang berisi tentang Asuhan Keperawatan lansia dengan
gangguan biologis : gangguan endokrin (Diabetes Melitus) dapat diselesaikan
dengan baik.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan tentang asuhan keperawatan dengan diagnosaDiabetes Melitus. Dengan
begitu, kita dapat mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan tersebut
pada lansia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, kami
berharap agar pembaca dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun.

Mojokerto, Oktober 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................. 4
1.1 Latar belakang.......................................................................... 4
1.2 Tujuan penelitian...................................................................... 5
1.3 Ruang lingkup.......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................... 7
2.1 Konsep dasar............................................................................ 7
2.2 Pengertian................................................................................. 10
2.3 Etiologi..................................................................................... 11
2.4 Patofisiologi.............................................................................. 13
2.5 Manifestasi klinis...................................................................... 14
2.6 Komplikasi................................................................................ 15
2.7 Pemeriksaan penunjang............................................................. 17
2.8 Penatalaksanaan medis.............................................................. 17
2.9 Masalah kesehatan terkait gerontologi...................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................... 26
3.1 Pengkajian................................................................................. 26
3.2 Analisa data............................................................................... 33
3.3 Daftar masalah........................................................................... 35
3.4 Rencana keperawatan................................................................. 36
3.5 Catatan implementasi keperawatan............................................ 39
3.6 Catatan perkembangan............................................................... 42
BAB V PENUTUP........................................................................... 48
4.1 Kesimpulan................................................................................. 48
4.2 Saran........................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 49

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal
tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Pada usia lanjut
terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus.
Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan
fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan
sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily
living (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin
meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan,
ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga
populasi lansia pun meningkat.

Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia >65 tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 %
populasi pada panti lansia (Steele, 2008). Laporan statistik dari International
Diabetik Federation menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang
pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang
tiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan
mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut
berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007).

4
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64
tahun, yang terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau
DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65 tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang
terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1
dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM
tipe 2 (Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat
pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa
negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang
bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.

Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui


tentang pengelolaan keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan
gerontik untuk “Asuhan Keperawatan Gerontik Gangguan Sistem Endokrin
Dengan Diabetes Mellitus Pada Tn.C Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1”.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Melakukan pengkajian keperawatan keluarga gerontik pada Tn.C dengan
diabetes mellitus.
b. Menganalisa masalah kesehatan keluarga Tn.C dengan diabetes mellitus.
c. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan keluarga
Tn.C dengan diabetes mellitus.
d. Melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penyembuhan dan
pemulihan berdasarkan masalah yang dialami keluarga Tn.C dengan
diabetes mellitus.

5
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada keluarga
Tn. C dengan diabetes mellitus.

1.3 Ruang Lingkup


Adapun ruang lingkup dari laporan ini adalah penulis mengambil satu pasien
gerontik menjadi kasus kelolaan yaitu Tn.C dengan masalah : kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
A. Konsep Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita.
Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia
60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce, 2007).
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :
1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I
pasal 1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas”
2) Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
c. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa
perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik
a) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun,
ukuran lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan
terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan

7
hati beekurang.
b) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf
panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan
menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi
seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat
berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang.
c) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya
produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga
menurun.
d) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
e) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
f) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara
kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut
jantung menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal
dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri.
Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat.
2) Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),
akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada

8
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia
akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,
pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah
seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan ,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan
kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya
sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga
menurun.
3) Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya,
hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.

d. Tugas perkembangan pada lanjut usia


Menurut Havighurst dalam Stanley (2007), tugas perkembangan
adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam keidupan
suatu individu. Ada beberapa tahapan perkembangan yang terjadi
pada lansia, yaitu
1) Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan
fisik.
2) Penyesuaian diri kepada masa pension dan
hilangnya pendapatan.
Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang
terdekat lainnya.
B. Konsep Sistem Endoktrin
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula
puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi
hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah

9
tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic
thyrotoxicosis”.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
endokrin akibat proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal
ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL
dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari
hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
B. Konsep Penyakit sesuai kasus

2.2 Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kondisi gangguan metabolik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat dari rusaknya
sistem sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2016).
Diabetes melitus ialah suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang diawali dengan terjadinya hyperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) (Black & Hawk, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal tersebut bisa
meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia world health
organization (WHO, 2013).
1) Klasifikasi

10
(Brunner & Suddarth, 2013) menjelaskan ada beberapa tipe diabetes
melitus yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 1 yaitu diabetes melitus yang
tergantung insulin, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan
normal menghasilkan hormon insulin dan akan dihancurkan oleh
proses otoimun
2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2 ini yaitu diabetes melitus
yang tidak bergantung pada insulin, terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (retensi insulin).

3. Diabetes melitus gestasional


Biasanya terjadi pada kehamilan trimester kedua atau ketiga,
karena diakibatkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin. 30% hingga 40% akan mengalami
diabetes yang nyata (biasanya tipe 2) dalam waktu 10 tahun
(khususnya obesitas).
2.3 Etiologi
Penyebab diabetes melitus ada beberapa macam dan sesuai dengan tipe diabetes
militus. (Brunner & Suddarth, 2013), menjelaskan bahwa penyebab diabetes
militus, yaitu:
1. Diabetes militus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Diabetes militus tipe 1 ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Adapun penyebab lainnya, yaitu :
a. Faktor-faktor genetik
Biasanya penderita diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes melitus tipe 1.

11
Kecenderungan genetik ini ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu 95%
pasien berkulit putih (Caucasian) memperlihatkan adanya antigen
HLA (human leucocyte antigen).
b. Faktor-faktor imunologi
Respon otoimun pada diabetes melitus tipe 1 merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dan dianggap sebagai jaringan asing. Pada saat diagnosis atau
sebelum didiagnosis dibuat terdapat tanda-tanda klinis diabetes
melitus tipe 1 sudah terdeteksi otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (internal)
c. Faktor-faktor lingkungan
Faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contohnya virus atau toksik tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab dari retensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 belum diketahui secara pasti, tetapi faktor-
faktor penyebab yang lain yaitu:
a. Usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga (keturunan)
d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta
penduduk asli Amerika tentu memiliki kemungkinan lebih besar
untuk terserang diabetes melitus tipe 2 (karena pengaruh gaya
hidup, alkohol, makanan berlemak, dll) dibandingkan non
Amerika
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional ini bisa terjadi karena adanya hormon
yang disekresikan plasenta dan dapat menghambat kerja insulin. Dan
ini juga beresiko terjadinya komplikasi makrosomia pada bayi.

12
2.4 Patofisiologi
(Smeltzer & Bare, 2016) menerangkan bahwa diabetes mellitus dibagi menjadi 3,
yaitu:
1) Tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab utama dari diabetes melitus tipe 1 ini ialah kurangya hormon
insulin pada saat terjadi penyerapan makanan atau tubuh tidak mampu
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun akibat dari kombinasi faktor genetik, immunologi
ataupun lingkungan.
Kadar gula darah akan meningkat, jika didalam tubuh kekurangan insulin.
Gula dalam darah berasal dalam makanan yang dikonsumsi kemudian
diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagiannya
lagi dipergunakan untuk menjadi tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin
berperan sebagai stabilizer alami terhadap kadar gula dalam darah. Jika
terjadi gangguan dalam proses produksi hormon insulin atau terjadi
gangguan pada proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah maka
berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus sangatlah besar.
2) Tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Pada diabetes melitus tipe 2 ini, gangguan yang utama terjadi pada volume
penerima (reseptor) dari hormone insulin, yaitu sel-sel darah. Dalam
kondisi ini produktifitas hormone insulin bekerja dengan baik. Tetapi,
tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah
atau yang disebut dengan resistensi insulin. Sehingga berakibat terjadinya
suatu rangkaian metabolisme gula didalam sel. Resistensi insulin pada
penyandang diabetes mellitus tipe 2 ini disertai dengan penurunan intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang diskresikan. Terdapat beberapa faktor yang memiliki
peran penting terjadinya hal tersebut, yaitu obesitas, diet tinggi lemak,

13
rendah karbohidrat, kurangnya badan bergerak (olahraga), serta faktor
keturunan.
Diabetes mellitus tipe 2 ini sangat sering dialami oleh pasien dengan usia
diatas 30 tahun dan pasien dengan obesitas. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 ini memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau
panjang untuk mencegah hiperglikemia. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila
dalam keadaan stres atau menderita infeksi.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional ini dikenali pertama kali selama kehamilan
dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Dengan faktor resiko yaitu
pada usia tua, obesitas, etnik, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional
dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi diberbagai hormon yang
memiliki efek metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan
adalah suatu keadaan diabetogenik. Khususnya pada saat akhir
pertengahan kehamilan pada waktu hormon-hormon pertumbuhan diskresi
dalam jumlah yang meningkat. Hormon-hormon ini meningkatkan suplai
asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi efektivitas insulin.

2.5 Manifestasi Klinik


Beberapa manifestasi klinis pada penyakit diabetes melitus menurut (Smeltzer &
Bare, 2016) diantaranya yaitu:
1) Gejala awal pada penderita Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes melitus terdapat beberapa ketidakoptimalan
kemampuan kerja insulin karena adanya gangguan sekresi insulin. Akibat
pembuatan glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak bisa menyerap
semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urin (glukosauria).
Ketika glukosa berlebihan diekresikan dalam urin disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Pasien akan mengalami
peningkatan berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi), diakibatkan
oleh kehilangan cairan yang berlebihan. Defisiensi insulin juga

14
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat menyebabkan
menurunnya berat badan. Pasien juga akan mengalami peningkatan nafsu
makan (polifagi) diakibatkan oleh menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya ialah mencakup kelelahan.
C. Gejala lain yang mungkin muncul
a. Peningkatan angka infeksi yang meningkat akibat penurunan
protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan
konsentrasi glukosa, disekresimukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
b. Kelainan pada kulit, seperti gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya
terdapat pada daerah lipatan kulit seperti diketiak, dan dibawah
payudara, biasanya akibat bertumbuhnya jamur.
c. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama
yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel saraf
yang rusak terutama pada bagian perifer.
d. Luka dengan kesembuhan yang lama, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsure
makanan yang lain. Bahan protein diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
e. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena rusaknya hormon testosteron.

2.6 Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2016) komplikasi yang berhubungan dengan diabetes
melitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi akut terjadi akibat dari intoleransi glukosa dalam darah
yang berlangsung dalam jangka pendek. Serta komplikasi akut
meliputi:
a. Ketoasidosis Diabetik

15
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang serius pada
pasien diabetes. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosa berat, penurunan lipogenesis
dan peningkatan lipolisis serta peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton). Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketonuria yang jelas
juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi
dan mengalami syok dan akhirnya dapat mengakibatkan perubahan
perfusi ke jaringan otak sehingga terjadi koma.
b. Komplikasi lain yang sering dari diabetes melitus ialah hipoglikemi
akibat reaksi insulin dan syok insulin, terutama terapi insulin.
Hipoglikemi juga dapat berakibat fatal karena apabila terjadi dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan
bisa mengakibatkan kematian.
2. Komplikasi kronik
Penyakit dibetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama
bisa berakibat pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang
dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh
darah besar dan kecil. Yang termasuk pembuluh darah besar antara
lain :
a. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan
jantung koroner dan serangan jantung mendadak.
b. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki.
c. Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan
stroke.
Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya seperti mengenai
pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain
itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan

16
menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak
adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal
pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya
maka pasien diabetes melitus sering kali tidak menyadari adanya
luka pada kaki, sehingga meningkatkan resiko menjadi luka yang
lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan
amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit pada malam
hari, serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang
mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi resiko luka
dan amputasi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (PERKENI, 2015) pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus adalah :
a) Kadar glukosa
1) Gula darah sewaktu / random > 200 mg/dL
2) Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/Dl
3) Gula darah 2 jam PP (Post Prandial) >200 mg/Dl
b) Aseton plasma, hasil mencolok
c) Asam lemak bebas, peningkatan lipid dan kolesterol
d) Osmolaritas serum (>330 osm/l)
e) Urinalisis, proteinuria, ketonuria, glukosuria

2.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut (PERKENI, 2015) penatalaksanaan diabetes melitus memiliki 4 langkah,
yaitu :
1. Edukasi
Dalam hal ini edukasi bertujuan untuk mempromosikan hidup sehat,
dimana perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dalam melakukan pengelolaan

17
diabetes melitus secara holistik. Penderita diabetes melitus juga harus
mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk meningkatkan status
kesehatannya. Individu dengan penyakit diabetes melitus mempunyai
tanggung jawab yang besar untuk mengatur sendiri dalam melakukan
perawatan pada penyakitnya. Kemampuan individu untuk mengontrol diri
atas kemampuan sumberdaya yang mempengaruhi hidup mereka disebut
empowerment.
2. Terapi Nutrisi Medis
Penderita dengan diabetes melitus perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makan terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah dan insulin.
Hal ini bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa
darah dan tekanan darah dalam kisaran yang normal. Bagi penderita yang
memerlukan insulin, diperlukan konsistensi dalam mempertahankan
jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap sesi makan.
3. Latihan Jasmani
Manfaat dari latihan jasmani ialah untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot. Kegiatan
jasmani dapat dilakukan setiap hari dan juga dapat dilakukan secara teratur
sekitar 3 sampai 5 hari dalam satu minggu dengan waktu 30 sampai 45
menit, dengan total 150 menit per minggu dan jeda antara latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat
aerobik dengan intensitas sedang seperti bersepeda, jalan cepat, berenang
dan jogging.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makanan dan
latihan jasmani/gaya hidup sehat. Terapi yang diberikan terdiri dari obat
oral dan juga bentuk injeksi seperti obat antihiperglikemi, oral
(Sulfonilurea, metformin, tiazolidindion, penghambat glukolidase alfa
(dipeptidyl peptidase IV, sodium glucose Co-transporter 2) obat anti
hiperglikemia injeksi (insulin, agonis GLP-I/Incretin Mimetic). Selain obat

18
oral dan injeksi ada juga terapi kombinasi yaitu terapi obat anti
hiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah maupun fixed dose
combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda.

2.9 Masalah Kesehatan Terkait Gerontologi


1) Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan
berbagai sistem fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan
metabolisme glukosa.” Fungsi vaskular, renal, neurologis dan penglihatan
pada orang yang mengalami diabetes dapat terganggu dengan proses
penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang
tidak memerlukan insulin untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
2) Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk
mengalami diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes
mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu untuk
memproduksi insulin endigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda.
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang
paling sering pada penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes
memiliki tipe NIDDM, yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas
daripada dengan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin (Stanley,
Mickey, 2006).
3) NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah
ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama,
komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi
penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah
beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan.
Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik, suatu komplikasi
diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan

19
osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Stanley, Mickey, 2006).
3 Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
1) Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head
to toe.
2) Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan
masalah.
3) Sosial ekonomi

20
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas
yang ada.
4) Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

2) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen cidera fisik.(D.0077)
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d Perubahan status nutrisi.
(D.0129)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Kurang control tidur. (D.0055)

3) Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


21
Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
cidera fisik keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan masalah nyeri dapat - Identifikasi lokasi, karakteristik,
teratasi, (L.08066) durasi, frekuensi nyeri
kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respon nyeri non
- Gelisah menurun verbal
- Kesulitan tidur menurun - Monitor keberhasilan terapi
- Meringis menurun komplementer yang sudah
- diberikan
- Monitor efek samping pengguan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (1.11353)


Kulit/Jaringan b.d keperawatan 1x24 jam Observasi
Perubahan status diharapkan masalah Integritas - Identifikasi penyebab gangguan

22
nutrisi. kulit/jaringan dapat teratasi, integritas kulit
(L14125) Terapeutik
kriteria hasil : - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Kerusakan jaringan menurun baring
- Kerusakan lapisan kulit - Gunakan produk berbahan
menurun petroleum atau minyak pada kulit
- Nyeri menurun kering
- Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergi pada
kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada lkulit kering
Edukasi
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur (1.05174)


b.d Kurang control keperawatan selama 1x24 jam Observasi
tidur Pola tidur membaik, (L.05045) - Identifikasi pola aktivitas dan
Kriteria hasil : tidur
- Keluhan sulit tidur - Identifikasi factor penggangu tidur
- Keluhan sering terjaga - Identifikasi makanan dan
- Keluhan tidak puas tidur minuman yang menggangu tidur
- Keluhan pola tidur berubah Terapeutik
- Modifikasi lingkungan batasi tidur
siang

23
- Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
- Tetapkan jadwal rutin tidur
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menggangu tidur

24
BAB III
TINJAUAN KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Tn. C Dengan Diabetes Melitus

3.1 Pengkajian
Ruang: Edelweis Tanggal Pengkajian: 17.09.2018
A. Data Biografi
Nama Inisial :Tn.C
Tempat Tanggal Lahir :Tegal, 04-04-1944
Pendidikan Terakhir :SD
Umur :74 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Status Perkawinan :Cerai:Hidup
Penampilan :Bersih
Alamat :Mangga dua, Jakarta Pusat
Orang Yang Dekat Dihubungi:Sri Ariyani
a. Hubungan dengan lansia :Anak
b. Alamat :Tangerang
c. Tgl masuk panti :2008 (10 Tahun)

B. Riwayat Keperawatan

25
Riwayat Kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama : klien mengatakan nyeri pada kaki kanan,
skala nyeri 6, Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit.
-Provokatif :nyeri ketika malam hari
-Quality :kaki kanan pada malam hari terasa nyeri,
skala nyeri sedang 6.
-Region :pada kaki kanan area tibia,fibula
-Scale :skala nyeri sedang 6
-Timming :nyeri dirasakan ketika malam hari
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya klien menderita penyakit Diabetes Militus
sejak 1989, riwayat trauma tertabrak mobil pada kaki kanan.

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan bahwa Diabetes Melitus yang diderita dari keturunan
keluarga yaitu ibu.

E. Pemahaman terhadap masalah kesehatan yang dialami dan


penatalaksanaan
Klien belum mengerti terhadap masalah yang dialami dan klien belum
mengerti penanganan yang tepat.

F. Obat-Obatan yang dikonsumsi


1. Amlodipine 10 mg 1x1
2. Asam Mefenamat 500 mg 1x1
3. Metformin 2x1
4. Vitamin 2x1
5. Kalk 2x1

G. Alergi

26
Alergi (obat,makanan,binatang,lingkungan) : klien mengatakan tidak ada
alergi terhadap apapun

H. Masalah Kesehatan Yang Diderita


Hipertensi :Ada, mengkonsumsi obat amlodipine 1x1, TD:130/80
mmHg
Rheumatoid :Tidak ada, klien tidak mengalami gejala tersebut.
Dimensia :Tidak ada, klien mampu berkomunikasi dengan kooperatif
dan mampu mengingat masa lalunya, bercerita sampai ke
panti.
DM :Ada, klien menderita penyakit diabetes sejak 1989 dan dari
keturunan ibunya.
Psikososial :Tidak ada, klien kooperatif bila diajak berbicara, setiap
jawaban yang diberikan sesuai dengan pertanyaan yang
diajukan

I. Lingkungan
1. Kondisi tempat tinggal atau lingkungan
Klien tinggal dipanti sosial tresna werdha di ruang edelweiss dengan
kondisi ruangan bersih, sirkulasi udara yang baik
2. Penerangan
Penerangan cukup baik menggunakan lampu
3. Lantai
Lantai diruang edelweiss dari keramik dengan kondisi datar dan tidak
membahayakan
4. Kamar Mandi
Kondisi kamar mandi bersih, terdapat beberapa kamar mandi yang
luas

J. Riwayat Rekreasi
1. Hobby/Minat

27
Klien mempunyai hobby bermain kartu domino
2. Keanggotaan/kegiatan di panti
Klien banyak menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan teman

K. Sistem Pendukung
1. Perawat
Ada perawat yang setiap hari mengontrol/bertanggung jawab.

2. Klinik
Ada, klinik panti sosial trsna werdha budi mulia 1
3. Rumah Sakit
Ada, bekerja sama dengan Rumah Sakit Duren Sawit dan Budi Asih

L. Deskripsi Kekhususan
Kebiasaan/Ritual :Berdoa kepada untuk kesembuhan penyakitnya

M. Aktifitas kehidupan sehari-hari dan Pola Fungsi Kesehatan


1. Indeks Katz : A
Klien mampu melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari seperti makan,
BAB/BAK, berpindah, kekamar kecil, mandi dan berpakaian dengan
mandiri.
2. Pola Nutrisi dan Cairan Elektrolit
Nafsy makan klien baik, klien tidak mempunyai alergi terhadap
makanan jenis makanan yang dikonsumsi nasi, lauk, sayur dan klien
minum 6-8 gelas perhari
3. Pola Eliminasi
Klien mampu mengontrol BAK dan BAB,BAK 5-6 x sehari, BAB 1x
sehari, warna BAK kuning jernih, BAB kecoklatan
4. Pola Tidur dan Istirahat
Klien mengatakan tidur siang 2 jam, dan tidur malam 4 jam terbangun
pada malam hari karena terasa nyeri, nyeri dirasakan 20-30 menit

28
5. Pola Aktifitas dan Istirahat
Klien banyak menghabiskan waktu bersantai, duduk-duduk di depan
kamar
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien mampu berkomunikasi dengan baik terhadap teman-teman dan
perawat

7. Pola sensori dan Koognitif


Klien mampu bercerita tentang masa lalu dan ingat riwayat masa lalu
sampai ke panti mampu menjawab sesuai pertanyaan.

8. Pola Persepsi dan Konsep Diri


Klien selalu bersyukur dengan tubuhnya yang masih bisa melakukan
aktivitas dengan mandiri.
9. Pola Mekanisme/Penanggulangan strees
Selalu bersyukur, karena ada perawat yang memperhatikan/merawat
klien.
10. Personal Hygine
Klien mandi 2x sehari menggunakan sabun, menggosok gigi 2x sehari
menggunakan pasta gigi.

N. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum :Baik
2. Tingkat Kesadaran:Composmentis
3. Skala Koma Glasgow:Eye:4 Verbal:5 Motorik:6
4. Tanda-Tanda Vital:Nadi:88 x/menit, Suhu:36,6°C, RR: 20X/menit,
TD:131/81 mmHg
5. Kepala dan Leher
Inspeksi : distribusi rambut tidak lebat, warna hitam keputihan

29
Palpasi :tidak ada massa benjolan dan tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran distensi vena jugularis.
6. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi :Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi :Temperatur kulit hangat,CRT < 2 detik, tidak ada distensi
vena jugularis
Auskultasi :Vesikuler

7. Sistem Pernafasan
Inspeksi :Jalan nafas bersih, irama teratur dan dalam, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, RR :20x/menit
Palpasi dada : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :Sonor
Auskultasi:Vesikuler
8. Sistem Persyarafan
Inspeksi :Tingkat kesadaran composmentis, GCS:15 E:4, V:5, M:6
9. Sistem Perkemihan
Palpasi :Tidak ada ketegangan kandung kemih
10. Sistem Pencernaan
Palpasi :Tidak ada nyeri daerah perut, abdomen lembek
Auskultasi:Bising usus 20x/menit
11. Sistem Muskuloskeletal
Klien berjalan dengan tertatih, riwayat trauma tertabrak mobil 19
tahun yang lalu, tonus otot 5.5.5.5 5.5.5.5
5.5.5.5 5.5.5.5
12. Sistem Integumen
Inspeksi :Warna kulit :Kemerahan, adanya luka pada kaki kanan area
tibia,fibula, panjang luka 30 cm, kedalaman luka ≤1 cm
Palpasi :temperatur kulit hangat
13. Sistem Sensori

30
1. Penglihatan
Inspeksi :posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan
bola mata normal, konjungtiva merah muda, sklera anikterik, pupil
anisokor.
2. Pendengaran
Inspeksi :tidak ada cairan dari telinga
Palpasi :tidak sakit saat digerakan
Fungsi pendengaran baik tidak ada masalah

3. Pengecapan
Klien mampu membedakan rasa manis, asin, pedas
4. Penciuman
Klien mampu membedakan wangi-wangian

O. STATUS KOGNITIF DAN SOSIAL


1. SPMSO/ MMSE
MMSE Skor 29 yang berarti tidak mengalami kerusakan kognitif
ataupun dimensia.
2. Geriatri Depresion Scale (GDS)
Total Skor GDS 1 yang berarti menunjukan tidak ada depresi.
3. APGAR Keluarga
Total skor APGAR Keluarga, 9 yang berarti menunjukan tidak ada
disfungsi keluarga (teman-teman).

P. DATA PENUNJANG
1. Radiologi :Tidak ada pemeriksaan radiologi
2. EKG :Tidak ada pemeriksaan EKG
3. Laboraturium :Tidak ada pemeriksaan Laboraturium

31
3.2 ANALISA DATA

No Data subjektif/objektif Masalah Etiologi

32
1. Ds: - Klien mengatakan nyeri pada Nyeri Akut Agen cidera fisik
kaki kanan

Do:
- Skala Nyeri sedang 6
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki
kanan
- Nyeri di rasakan saat malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30
menit

2. Ds:- Klien mengatakan ada luka di Kerusakan Gangguan Sensasi


kaki kanan Integritas kulit (Diabetes Melitus)
-Klien mengatakan luka sudah
lama sejak 3 thn yang lalu
Do:
- Luka pada kaki kanan
tibia,fibula
- Mengeluarkan cairan push
- Warna eksudat kuning
- Panjang luka 30Cm
- Kedalaman ≤ 1cm
- GDS = 140 mg/dl

3. Gangguan Pola Agen Cidera Fisik


Ds:- Klien mengatakan sulit tidur Tidur Luka
karena nyeri dirasa ketika
malam hari
Do:
- Nyeri pada malam hari 20-30
33
menit
- Lama tidur 4-5 jam
- Skala nyeri 6
- Luka pada kaki kanan area tibia,
fibula

3.3 DAFTAR MASALAH

Nama Klien :Tn. C

Tgl Tgl
Tanda Diagnosa Tanda
Masalah Masalah
Tangan Keperawatan Tangan
Muncul Teratasi

34
17-09- 1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2018 2. Kerusakan Integritas kulit b.d
gangguan sensasi (DM)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Agen
Cidera Fisik (Luka)

3.4 RENCANA KEPERAWATAN (NOC DAN NIC)

Nama Klien :Tn.C

Diagnosa Medis : DM tipe II

Tgl Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan

35
Kriteria hasil
Keperawatan NIC
NOC
17- Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
09- Agen cidera fisik tindakan keperawatan
2018 selama 1x24 jam - Lakukan pengkajian
diharapkan masalah nyeri nyeri komprehensif yang
dapat teratasi,dengan meliputi
kriteria hasil: lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
Kontrol nyeri:
Mengenali Kapan Nyeri - Berikan informasi
Terjadi mengenai nyeri seperti
Saat Dikaji Tujuan penyebab nyeri, berapa
3 4 lama nyeri dirasakan dan
antisipasi dari
Menggunakan Analgesik ketidaknyamanan akibat
yang direkomendasikan prosedur
Saat Dikaji Tujuan
3 4 - Berikan individu
penurun nyeri yang
Tingkat Nyeri: optimal dengan resepan
Ekspresi nyeri wajah analgetik (asam

Saat Dikaji Tujuan mefenamat)

3 4

17- Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Luka


09- Integritas kulit tindakan keperawatan - Monitor Karakteristik
2018 b.d gangguan selama 3x24 jam luka, warna, ukuran
sensasi (DM) diharapkan masalah dan bau

integritas kulit dapat - Ukur luas luka,yang


teratasi,dengan kriteria sesuai
36
hasil: - Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis
Integritas jaringan: Kulit luka (balutan lembab)
dan Membran Mukosa - Pertahankan teknik
balutan steril ketika
Perfusi Jaringan Perifer: melakukan perawatan
Kerusakan kulit luka dengan tepat
Saat Dikaji Tujuan - Periksa luka setiap kali
2 3 perubahan balutan
- Anjurkan pasien atau
Edema Perifer anggota keluarga pada
Saat Dikaji Tujuan prosedur perawatan
2 3 luka

Respon Pengobatan:
Perubahan gejala yang
diharapkan
Saat Dikaji Tujuan
2 3

Interaksi Pengobatan
Saat Dikaji Tujuan
2 3

Setelah dilakukan
17- Gangguan Pola tindakan keperawatan Peningkatan Tidur
09- Tidur selama 3x24 jam - Tentukan pola
2018 diharapkan masalah pola tidur/aktivitas pasien

tidur dapat teratasi,dengan - Monitor catat pola tidur


kriteria hasil: pasien dengan jumlah
jam tidur,catat kondisi
37
fisik (nyeri
Tidur ketidaknyamanan)
Jam Tidur keadaan yang
Saat Dikaji Tujuan mengganggu tidur
2 3 - Bantu untuk
menghilangkan situasi
Pola Tidur stress sebelum tidur
Saat Dikaji Tujuan - Ajarkan pasien
2 3 bagaimana melakukan
relaksasi otot autogenik
Kualitas Tidur atau bentuk non-

Saat Dikaji Tujuan farmakologi lainnya

2 3 untuk memancing tidur


- Diskusikan dengan

Nyeri pasien dan keluarga

Saat Dikaji Tujuan mengenai teknik untuk

2 3 meningkatkan tidur

3.5 CATATAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien :Tn. C

No. Tanda
Tgl/ Catatan Tindakan
No Dx Tangan
Jam (Respon subjektif/objektif/hasil)
Kep.

38
1. 17-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil
S : Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan
O : -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
-Edema daerah sekitar luka

2. 17-09- 2. Melakukan perawatan luka Ganti Verban


2018 Respon Hasil
S: Klien mengatakan nyaman
O: -Luka pada kaki kanan tibia, fibula
-Mengeluarkan cairan pus/nanah
-Warna eksudat kuning
-Panjang luka 30cm,Kedalaman ≤ 1cm

3. 17-09- 3. Edukasi Relaksasi nafas dalam


2018 Respon Hasil:
S:Klien mengatakan lebih rileks
O:- tampak rileks
- Skala nyeri 5

39
1. 18-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil:
S : Klien mengatakan masih nyeri saat malam
hari
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 120/80 mmHg

2. 18-09- 2. Memonitor istirahat tidur pasien


2018 Respon Hasil:
S:-Klien mengatakan tidur sudah lebih
nyaman
O: -Nyeri pada malam hari 10 menit
- Lama tidur 6 jam
- Skala nyeri 5

1 19-09- 1 Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,


2018 beratnya nyeri
Respon Hasil:
S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 15-25 menit
- TD: 110/90 mmHg

40
2. 19-09- 2. Memonitor istirahat tidur pasien
2018 Respon Hasil:
S:-Klien mengatakan tidur sudah nyaman
-Klien mengatakan nyeri sudah tidak begitu
mengganggu
O: -Lama tidur 7 jam
-Tidur siang:1 jam
-Tidur malam:6 jam
-skala nyeri 3

41
3.6 CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien :Tn. C

No. Tanda
Tgl/ SOAP
No Dx Tangan
Jam (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)
Kep.
1 17-09- 1 S : Klien mengatakan nyeri pada malam hari
2018 O: -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 110/80 mmHg
-Edema daerah sekitar luka
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi,frekuensi,beratnya nyeri dan
factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik
(asam mefenamat)

2 17-09- 2 S: -Klien mengatakan nyaman setelah


2018 dibersihkan lukanya
O: -Luka pada kaki kanan tibia,fibula

42
-Mengeluarkan cairan push
-Warna eksudat kuning
-Panjang luka 30 cm,Kedalaman ≤ 1cm cm
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah kerusakan integritas kulit beum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan balutan
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka

3 17-09- 3 S:-Klien mengatakan malam hari terbangun


2018 tidur karena nyeri
O: -Nyeri pada malam hari 20-30 menit
- Lama tidur 6 jam
- Skala nyeri 6

A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan


masalah gangguan pola tidur belum teratasi

P: Lantutkan Intervensi
a. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
b. Monitor catat pola tidur pasien dengan
jumlah jam tidur,catat kondisi fisik
43
(nyeri ketidaknyamanan) keadaan yang
mengganggu tidur
c. Bantu untuk menghilangkan situasi
stress sebelum tidur
d. Ajarkan pasien bagaimana melakukan
relaksasi otot autogenik atau bentuk non-
farmakologi lainnya untuk memancing
tidur
e. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur

1 18-09- 1 S : Klien mengatakan masih nyeri pada kaki


2018 kanan dimalam hari
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 120/80 mmHg
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik (asam
44
mefenamat)

2 18-09- 2 S: -Klien mengatakan nyaman setelah


2018 dibersihkan lukanya
O: -Luka pada kaki kanan tibia,fibula
-Mengeluarkan cairan push + darah
-Warna eksudat kuning kemerahan
-Panjang luka 30cm,Kedalaman ≤ 1cm
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah kerusakan integritas kulit beum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan baluta
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka

3 18-09- 3 S:-Klien mengatakan tidur sudah lebih nyaman


2018 O: -Nyeri pada malam hari 20-30 menit
- Lama tidur 6 jam
- Skala nyeri 5
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah gangguan pola tidur belum teratasi
P: Lantutkan Intervensi
a. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
45
b. Monitor catat pola tidur pasien dengan
jumlah jam tidur,catat kondisi fisik
(nyeri ketidaknyamanan) keadaan yang
mengganggu tidur
c. Bantu untuk menghilangkan situasi
stress sebelum tidur
d. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur

1 19-09- 1 S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang


2018 O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 15-25 menit
- TD: 110/90 mmHg
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik (asam
mefenamat)

46
2 19-09- 2 S: -Klien mengatakan nyaman setelah
2018 dibersihkan lukanya
O: -Luka pada kaki kanan tibia,fibula
-Mengeluarkan cairan darah
-Warna eksudat kemerahan
-Panjang luka 28 cm,Kedalaman 0,5 cm
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah kerusakan integritas kulit belum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan baluta
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka

3 19-09- 3 S:-Klien mengatakan tidur sudah nyaman


2018 -Klien mengatakan nyeri sudah tidak begitu
mengganggu
O: -Lama tidur 7 jam
-Tidur siang:1 jam
-Tidur malam:6 jam
-skala nyeri 3
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah gangguan pola tidur teratas
P: Hentikan Intervensi
47
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.C dengan Diagnosa Medis


DM tipe II di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulya 01 Cipayung, maka
diperoleh 3 masalah keperawatan yang muncul jadi prioritas yaitu :
1. Nyeri akut b.d Agen Cidera Fisik
2. Kerusakan Integritas Kulit b.d Gangguan Sensasi ( Diabetes Melitus )
3. Gangguan Pola Tidur b.d Agen Cidera Fisik

Dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan dari tanggal 17 September


2018 sampai 19 September 2018, menunjukkan hasil masalah keperawatan
Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik belum teratasi, Kerusakan Integritas Kulit
b.d Gangguan Sensasi ( Diabetes Melitus ) belum teratasi, dan Gangguan
Pola Tidur b.d Agen Cidera fisik sudah teratasi

5.2 Saran

1. Bagi Mahasiswa Keperawatan


Bagi mahasiswa diharapkan bisa mengembangkan kemampuannya dalam
memberikan asuhan keperawatan dasar profesi secara komprehensif
2. Bagi PSTW 01 Cipayung
diharapkan lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga
kebutuhan pasien baik bio-psiko-sosial-spritual dapat terpenuhi dengan
optimal.
3. Bagi Perawat klinik PSTW 01 Cipayung
Diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan meningkatkan
kuantitas dalam memberikan asuhan keperawatan dasar dengan diagnosa
nyeri

48
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz H. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data.Jakarta: Salemba Medika

Asmadi. 2013. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Wartonah. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC
Misnadiarly, 2012, Ulcer, Ganggrene. Infeksi diabetes melitus, Jakarta : Pustaka
populer oborTamsuri. A 2014. Konsep Dan Penetalaksanaan Nyeri. Jakarta :
EGC

McCloskey, B. (2015). Nursing Intervension Classification (NIC). Second


Edition. Mosby: St.

Louis. Moorhead, S, dkk. (2015). Nursing Outcames Classification (NOC). Third


Edition. Mosby: Lowa City.

Nanda Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan 2015-2017. EGC:Jakarta.

Irianto, K. (2015). Memahami berbagai macam penyakit. Bandung: Penerbit


Alfabeta
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Kemenkes RI: Jakarta

Moorhead, S, Johnson, M, Maas, M, Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes


Classification (NOC) Edisi ke-5. Singapore: Elsevier.

Nort American Nurshing Diagnosis Assosiation (NANDA) International Inc.


(2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi Edisi 10. Jakarta:EGC

Perkumpulan Endokronologi Indonesia (PERKENI). (2015). Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Di Indonesia. Jakarta:Author.
49
Purwanti, O. S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Kaki
pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Moewardi Surakarta. Tesis: Universitas
Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed. 8, Vol. 1, 2), Alih bahasa oleh Agus
Waluyo. Jakarta : EGC.

World Health Organization (WHO). (2013). Health topics: diabetes melitus.


[http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2013/en/].

50

Anda mungkin juga menyukai