DOSEN PEMBIMBING :
Anik Supriani, S.Kep.,Ns., M.Kes
Disusun oleh:
1. Eva Rosita (0119018)
2. Puji Sudarsono Tuk wijaya (0119040)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga makalah yang berisi tentang Asuhan Keperawatan lansia dengan
gangguan biologis : gangguan endokrin (Diabetes Melitus) dapat diselesaikan
dengan baik.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan tentang asuhan keperawatan dengan diagnosaDiabetes Melitus. Dengan
begitu, kita dapat mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan tersebut
pada lansia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, kami
berharap agar pembaca dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................. 4
1.1 Latar belakang.......................................................................... 4
1.2 Tujuan penelitian...................................................................... 5
1.3 Ruang lingkup.......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................... 7
2.1 Konsep dasar............................................................................ 7
2.2 Pengertian................................................................................. 10
2.3 Etiologi..................................................................................... 11
2.4 Patofisiologi.............................................................................. 13
2.5 Manifestasi klinis...................................................................... 14
2.6 Komplikasi................................................................................ 15
2.7 Pemeriksaan penunjang............................................................. 17
2.8 Penatalaksanaan medis.............................................................. 17
2.9 Masalah kesehatan terkait gerontologi...................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................... 26
3.1 Pengkajian................................................................................. 26
3.2 Analisa data............................................................................... 33
3.3 Daftar masalah........................................................................... 35
3.4 Rencana keperawatan................................................................. 36
3.5 Catatan implementasi keperawatan............................................ 39
3.6 Catatan perkembangan............................................................... 42
BAB V PENUTUP........................................................................... 48
4.1 Kesimpulan................................................................................. 48
4.2 Saran........................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 49
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia >65 tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 %
populasi pada panti lansia (Steele, 2008). Laporan statistik dari International
Diabetik Federation menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang
pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang
tiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan
mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut
berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007).
4
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64
tahun, yang terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau
DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65 tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang
terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1
dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM
tipe 2 (Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat
pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa
negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang
bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.
5
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada keluarga
Tn. C dengan diabetes mellitus.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
A. Konsep Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita.
Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia
60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce, 2007).
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :
1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I
pasal 1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas”
2) Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
c. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa
perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik
a) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun,
ukuran lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan
terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan
7
hati beekurang.
b) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf
panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan
menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi
seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat
berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang.
c) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya
produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga
menurun.
d) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
e) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
f) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara
kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut
jantung menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal
dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri.
Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat.
2) Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),
akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
8
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia
akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,
pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah
seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan ,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan
kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya
sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga
menurun.
3) Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya,
hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.
9
tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic
thyrotoxicosis”.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
endokrin akibat proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal
ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL
dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari
hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
B. Konsep Penyakit sesuai kasus
2.2 Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kondisi gangguan metabolik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat dari rusaknya
sistem sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2016).
Diabetes melitus ialah suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang diawali dengan terjadinya hyperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) (Black & Hawk, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal tersebut bisa
meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia world health
organization (WHO, 2013).
1) Klasifikasi
10
(Brunner & Suddarth, 2013) menjelaskan ada beberapa tipe diabetes
melitus yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 1 yaitu diabetes melitus yang
tergantung insulin, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan
normal menghasilkan hormon insulin dan akan dihancurkan oleh
proses otoimun
2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2 ini yaitu diabetes melitus
yang tidak bergantung pada insulin, terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (retensi insulin).
11
Kecenderungan genetik ini ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu 95%
pasien berkulit putih (Caucasian) memperlihatkan adanya antigen
HLA (human leucocyte antigen).
b. Faktor-faktor imunologi
Respon otoimun pada diabetes melitus tipe 1 merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dan dianggap sebagai jaringan asing. Pada saat diagnosis atau
sebelum didiagnosis dibuat terdapat tanda-tanda klinis diabetes
melitus tipe 1 sudah terdeteksi otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (internal)
c. Faktor-faktor lingkungan
Faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contohnya virus atau toksik tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab dari retensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 belum diketahui secara pasti, tetapi faktor-
faktor penyebab yang lain yaitu:
a. Usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga (keturunan)
d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta
penduduk asli Amerika tentu memiliki kemungkinan lebih besar
untuk terserang diabetes melitus tipe 2 (karena pengaruh gaya
hidup, alkohol, makanan berlemak, dll) dibandingkan non
Amerika
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional ini bisa terjadi karena adanya hormon
yang disekresikan plasenta dan dapat menghambat kerja insulin. Dan
ini juga beresiko terjadinya komplikasi makrosomia pada bayi.
12
2.4 Patofisiologi
(Smeltzer & Bare, 2016) menerangkan bahwa diabetes mellitus dibagi menjadi 3,
yaitu:
1) Tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab utama dari diabetes melitus tipe 1 ini ialah kurangya hormon
insulin pada saat terjadi penyerapan makanan atau tubuh tidak mampu
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun akibat dari kombinasi faktor genetik, immunologi
ataupun lingkungan.
Kadar gula darah akan meningkat, jika didalam tubuh kekurangan insulin.
Gula dalam darah berasal dalam makanan yang dikonsumsi kemudian
diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagiannya
lagi dipergunakan untuk menjadi tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin
berperan sebagai stabilizer alami terhadap kadar gula dalam darah. Jika
terjadi gangguan dalam proses produksi hormon insulin atau terjadi
gangguan pada proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah maka
berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus sangatlah besar.
2) Tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Pada diabetes melitus tipe 2 ini, gangguan yang utama terjadi pada volume
penerima (reseptor) dari hormone insulin, yaitu sel-sel darah. Dalam
kondisi ini produktifitas hormone insulin bekerja dengan baik. Tetapi,
tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah
atau yang disebut dengan resistensi insulin. Sehingga berakibat terjadinya
suatu rangkaian metabolisme gula didalam sel. Resistensi insulin pada
penyandang diabetes mellitus tipe 2 ini disertai dengan penurunan intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang diskresikan. Terdapat beberapa faktor yang memiliki
peran penting terjadinya hal tersebut, yaitu obesitas, diet tinggi lemak,
13
rendah karbohidrat, kurangnya badan bergerak (olahraga), serta faktor
keturunan.
Diabetes mellitus tipe 2 ini sangat sering dialami oleh pasien dengan usia
diatas 30 tahun dan pasien dengan obesitas. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 ini memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau
panjang untuk mencegah hiperglikemia. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila
dalam keadaan stres atau menderita infeksi.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional ini dikenali pertama kali selama kehamilan
dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Dengan faktor resiko yaitu
pada usia tua, obesitas, etnik, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional
dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi diberbagai hormon yang
memiliki efek metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan
adalah suatu keadaan diabetogenik. Khususnya pada saat akhir
pertengahan kehamilan pada waktu hormon-hormon pertumbuhan diskresi
dalam jumlah yang meningkat. Hormon-hormon ini meningkatkan suplai
asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi efektivitas insulin.
14
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat menyebabkan
menurunnya berat badan. Pasien juga akan mengalami peningkatan nafsu
makan (polifagi) diakibatkan oleh menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya ialah mencakup kelelahan.
C. Gejala lain yang mungkin muncul
a. Peningkatan angka infeksi yang meningkat akibat penurunan
protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan
konsentrasi glukosa, disekresimukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
b. Kelainan pada kulit, seperti gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya
terdapat pada daerah lipatan kulit seperti diketiak, dan dibawah
payudara, biasanya akibat bertumbuhnya jamur.
c. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama
yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel saraf
yang rusak terutama pada bagian perifer.
d. Luka dengan kesembuhan yang lama, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsure
makanan yang lain. Bahan protein diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
e. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena rusaknya hormon testosteron.
2.6 Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2016) komplikasi yang berhubungan dengan diabetes
melitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi akut terjadi akibat dari intoleransi glukosa dalam darah
yang berlangsung dalam jangka pendek. Serta komplikasi akut
meliputi:
a. Ketoasidosis Diabetik
15
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang serius pada
pasien diabetes. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosa berat, penurunan lipogenesis
dan peningkatan lipolisis serta peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton). Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketonuria yang jelas
juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi
dan mengalami syok dan akhirnya dapat mengakibatkan perubahan
perfusi ke jaringan otak sehingga terjadi koma.
b. Komplikasi lain yang sering dari diabetes melitus ialah hipoglikemi
akibat reaksi insulin dan syok insulin, terutama terapi insulin.
Hipoglikemi juga dapat berakibat fatal karena apabila terjadi dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan
bisa mengakibatkan kematian.
2. Komplikasi kronik
Penyakit dibetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama
bisa berakibat pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang
dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh
darah besar dan kecil. Yang termasuk pembuluh darah besar antara
lain :
a. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan
jantung koroner dan serangan jantung mendadak.
b. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki.
c. Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan
stroke.
Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya seperti mengenai
pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain
itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan
16
menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak
adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal
pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya
maka pasien diabetes melitus sering kali tidak menyadari adanya
luka pada kaki, sehingga meningkatkan resiko menjadi luka yang
lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan
amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit pada malam
hari, serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang
mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi resiko luka
dan amputasi.
17
diabetes melitus secara holistik. Penderita diabetes melitus juga harus
mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk meningkatkan status
kesehatannya. Individu dengan penyakit diabetes melitus mempunyai
tanggung jawab yang besar untuk mengatur sendiri dalam melakukan
perawatan pada penyakitnya. Kemampuan individu untuk mengontrol diri
atas kemampuan sumberdaya yang mempengaruhi hidup mereka disebut
empowerment.
2. Terapi Nutrisi Medis
Penderita dengan diabetes melitus perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makan terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah dan insulin.
Hal ini bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa
darah dan tekanan darah dalam kisaran yang normal. Bagi penderita yang
memerlukan insulin, diperlukan konsistensi dalam mempertahankan
jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap sesi makan.
3. Latihan Jasmani
Manfaat dari latihan jasmani ialah untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot. Kegiatan
jasmani dapat dilakukan setiap hari dan juga dapat dilakukan secara teratur
sekitar 3 sampai 5 hari dalam satu minggu dengan waktu 30 sampai 45
menit, dengan total 150 menit per minggu dan jeda antara latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat
aerobik dengan intensitas sedang seperti bersepeda, jalan cepat, berenang
dan jogging.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makanan dan
latihan jasmani/gaya hidup sehat. Terapi yang diberikan terdiri dari obat
oral dan juga bentuk injeksi seperti obat antihiperglikemi, oral
(Sulfonilurea, metformin, tiazolidindion, penghambat glukolidase alfa
(dipeptidyl peptidase IV, sodium glucose Co-transporter 2) obat anti
hiperglikemia injeksi (insulin, agonis GLP-I/Incretin Mimetic). Selain obat
18
oral dan injeksi ada juga terapi kombinasi yaitu terapi obat anti
hiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah maupun fixed dose
combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda.
19
osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Stanley, Mickey, 2006).
3 Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
1) Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head
to toe.
2) Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan
masalah.
3) Sosial ekonomi
20
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas
yang ada.
4) Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen cidera fisik.(D.0077)
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d Perubahan status nutrisi.
(D.0129)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Kurang control tidur. (D.0055)
3) Intervensi Keperawatan
22
nutrisi. kulit/jaringan dapat teratasi, integritas kulit
(L14125) Terapeutik
kriteria hasil : - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Kerusakan jaringan menurun baring
- Kerusakan lapisan kulit - Gunakan produk berbahan
menurun petroleum atau minyak pada kulit
- Nyeri menurun kering
- Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergi pada
kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada lkulit kering
Edukasi
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
23
- Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
- Tetapkan jadwal rutin tidur
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menggangu tidur
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Ruang: Edelweis Tanggal Pengkajian: 17.09.2018
A. Data Biografi
Nama Inisial :Tn.C
Tempat Tanggal Lahir :Tegal, 04-04-1944
Pendidikan Terakhir :SD
Umur :74 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Status Perkawinan :Cerai:Hidup
Penampilan :Bersih
Alamat :Mangga dua, Jakarta Pusat
Orang Yang Dekat Dihubungi:Sri Ariyani
a. Hubungan dengan lansia :Anak
b. Alamat :Tangerang
c. Tgl masuk panti :2008 (10 Tahun)
B. Riwayat Keperawatan
25
Riwayat Kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama : klien mengatakan nyeri pada kaki kanan,
skala nyeri 6, Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit.
-Provokatif :nyeri ketika malam hari
-Quality :kaki kanan pada malam hari terasa nyeri,
skala nyeri sedang 6.
-Region :pada kaki kanan area tibia,fibula
-Scale :skala nyeri sedang 6
-Timming :nyeri dirasakan ketika malam hari
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya klien menderita penyakit Diabetes Militus
sejak 1989, riwayat trauma tertabrak mobil pada kaki kanan.
G. Alergi
26
Alergi (obat,makanan,binatang,lingkungan) : klien mengatakan tidak ada
alergi terhadap apapun
I. Lingkungan
1. Kondisi tempat tinggal atau lingkungan
Klien tinggal dipanti sosial tresna werdha di ruang edelweiss dengan
kondisi ruangan bersih, sirkulasi udara yang baik
2. Penerangan
Penerangan cukup baik menggunakan lampu
3. Lantai
Lantai diruang edelweiss dari keramik dengan kondisi datar dan tidak
membahayakan
4. Kamar Mandi
Kondisi kamar mandi bersih, terdapat beberapa kamar mandi yang
luas
J. Riwayat Rekreasi
1. Hobby/Minat
27
Klien mempunyai hobby bermain kartu domino
2. Keanggotaan/kegiatan di panti
Klien banyak menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan teman
K. Sistem Pendukung
1. Perawat
Ada perawat yang setiap hari mengontrol/bertanggung jawab.
2. Klinik
Ada, klinik panti sosial trsna werdha budi mulia 1
3. Rumah Sakit
Ada, bekerja sama dengan Rumah Sakit Duren Sawit dan Budi Asih
L. Deskripsi Kekhususan
Kebiasaan/Ritual :Berdoa kepada untuk kesembuhan penyakitnya
28
5. Pola Aktifitas dan Istirahat
Klien banyak menghabiskan waktu bersantai, duduk-duduk di depan
kamar
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien mampu berkomunikasi dengan baik terhadap teman-teman dan
perawat
N. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum :Baik
2. Tingkat Kesadaran:Composmentis
3. Skala Koma Glasgow:Eye:4 Verbal:5 Motorik:6
4. Tanda-Tanda Vital:Nadi:88 x/menit, Suhu:36,6°C, RR: 20X/menit,
TD:131/81 mmHg
5. Kepala dan Leher
Inspeksi : distribusi rambut tidak lebat, warna hitam keputihan
29
Palpasi :tidak ada massa benjolan dan tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran distensi vena jugularis.
6. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi :Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi :Temperatur kulit hangat,CRT < 2 detik, tidak ada distensi
vena jugularis
Auskultasi :Vesikuler
7. Sistem Pernafasan
Inspeksi :Jalan nafas bersih, irama teratur dan dalam, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, RR :20x/menit
Palpasi dada : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :Sonor
Auskultasi:Vesikuler
8. Sistem Persyarafan
Inspeksi :Tingkat kesadaran composmentis, GCS:15 E:4, V:5, M:6
9. Sistem Perkemihan
Palpasi :Tidak ada ketegangan kandung kemih
10. Sistem Pencernaan
Palpasi :Tidak ada nyeri daerah perut, abdomen lembek
Auskultasi:Bising usus 20x/menit
11. Sistem Muskuloskeletal
Klien berjalan dengan tertatih, riwayat trauma tertabrak mobil 19
tahun yang lalu, tonus otot 5.5.5.5 5.5.5.5
5.5.5.5 5.5.5.5
12. Sistem Integumen
Inspeksi :Warna kulit :Kemerahan, adanya luka pada kaki kanan area
tibia,fibula, panjang luka 30 cm, kedalaman luka ≤1 cm
Palpasi :temperatur kulit hangat
13. Sistem Sensori
30
1. Penglihatan
Inspeksi :posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan
bola mata normal, konjungtiva merah muda, sklera anikterik, pupil
anisokor.
2. Pendengaran
Inspeksi :tidak ada cairan dari telinga
Palpasi :tidak sakit saat digerakan
Fungsi pendengaran baik tidak ada masalah
3. Pengecapan
Klien mampu membedakan rasa manis, asin, pedas
4. Penciuman
Klien mampu membedakan wangi-wangian
P. DATA PENUNJANG
1. Radiologi :Tidak ada pemeriksaan radiologi
2. EKG :Tidak ada pemeriksaan EKG
3. Laboraturium :Tidak ada pemeriksaan Laboraturium
31
3.2 ANALISA DATA
32
1. Ds: - Klien mengatakan nyeri pada Nyeri Akut Agen cidera fisik
kaki kanan
Do:
- Skala Nyeri sedang 6
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki
kanan
- Nyeri di rasakan saat malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30
menit
Tgl Tgl
Tanda Diagnosa Tanda
Masalah Masalah
Tangan Keperawatan Tangan
Muncul Teratasi
34
17-09- 1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2018 2. Kerusakan Integritas kulit b.d
gangguan sensasi (DM)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Agen
Cidera Fisik (Luka)
35
Kriteria hasil
Keperawatan NIC
NOC
17- Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
09- Agen cidera fisik tindakan keperawatan
2018 selama 1x24 jam - Lakukan pengkajian
diharapkan masalah nyeri nyeri komprehensif yang
dapat teratasi,dengan meliputi
kriteria hasil: lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
Kontrol nyeri:
Mengenali Kapan Nyeri - Berikan informasi
Terjadi mengenai nyeri seperti
Saat Dikaji Tujuan penyebab nyeri, berapa
3 4 lama nyeri dirasakan dan
antisipasi dari
Menggunakan Analgesik ketidaknyamanan akibat
yang direkomendasikan prosedur
Saat Dikaji Tujuan
3 4 - Berikan individu
penurun nyeri yang
Tingkat Nyeri: optimal dengan resepan
Ekspresi nyeri wajah analgetik (asam
3 4
Respon Pengobatan:
Perubahan gejala yang
diharapkan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Interaksi Pengobatan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Setelah dilakukan
17- Gangguan Pola tindakan keperawatan Peningkatan Tidur
09- Tidur selama 3x24 jam - Tentukan pola
2018 diharapkan masalah pola tidur/aktivitas pasien
2 3 meningkatkan tidur
No. Tanda
Tgl/ Catatan Tindakan
No Dx Tangan
Jam (Respon subjektif/objektif/hasil)
Kep.
38
1. 17-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil
S : Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan
O : -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
-Edema daerah sekitar luka
39
1. 18-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil:
S : Klien mengatakan masih nyeri saat malam
hari
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 120/80 mmHg
40
2. 19-09- 2. Memonitor istirahat tidur pasien
2018 Respon Hasil:
S:-Klien mengatakan tidur sudah nyaman
-Klien mengatakan nyeri sudah tidak begitu
mengganggu
O: -Lama tidur 7 jam
-Tidur siang:1 jam
-Tidur malam:6 jam
-skala nyeri 3
41
3.6 CATATAN PERKEMBANGAN
No. Tanda
Tgl/ SOAP
No Dx Tangan
Jam (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)
Kep.
1 17-09- 1 S : Klien mengatakan nyeri pada malam hari
2018 O: -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 110/80 mmHg
-Edema daerah sekitar luka
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi,frekuensi,beratnya nyeri dan
factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik
(asam mefenamat)
42
-Mengeluarkan cairan push
-Warna eksudat kuning
-Panjang luka 30 cm,Kedalaman ≤ 1cm cm
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah kerusakan integritas kulit beum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan balutan
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka
P: Lantutkan Intervensi
a. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
b. Monitor catat pola tidur pasien dengan
jumlah jam tidur,catat kondisi fisik
43
(nyeri ketidaknyamanan) keadaan yang
mengganggu tidur
c. Bantu untuk menghilangkan situasi
stress sebelum tidur
d. Ajarkan pasien bagaimana melakukan
relaksasi otot autogenik atau bentuk non-
farmakologi lainnya untuk memancing
tidur
e. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur
46
2 19-09- 2 S: -Klien mengatakan nyaman setelah
2018 dibersihkan lukanya
O: -Luka pada kaki kanan tibia,fibula
-Mengeluarkan cairan darah
-Warna eksudat kemerahan
-Panjang luka 28 cm,Kedalaman 0,5 cm
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah kerusakan integritas kulit belum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan baluta
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz H. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data.Jakarta: Salemba Medika
50