Anda di halaman 1dari 33

PATOFISIOLOGI KELAINAN SYSTEM ENDOKTRIN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN JUVENILE DIABETES

Kelompok 7 :

1. Selsia Nini Soares Ferreira


2. Yolanti Tefu
3. Putri Sepriani Natonis
4. Winya Kartika Marsela Bani
5. Petronela Yuningsih Jawa
6. Ricard Ortega Adu

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG

PRODI S1 KEPERAWATAN

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah Ilmu Kesehatan Anak ini dengan judul “Patofisiologi Kelainan System
Endokrin dan Asuhan Keperawatan Anak dengan Juvenile Diabetes “.

Dalam menyusun makalah ilmiah ini, kelompok banyak memperoleh bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kelompok ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang telah
mendukung terselesaikannya makalah ini.

Kelompok menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kelompok kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Kupang, 03 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I ....................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II...................................................................................................................................... 3

PEMBEBASAN ...................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem Endokrin ........................................................................................ 3
2.2 Patofisiologis Kelainan Sistem Endokrin Pada Anak ................................................. 4
2.3 Pathway ..................................................................................................................... 11

BAB III .................................................................................................................................. 12

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK ................................................................................. 12

“DM JUVENILE” ................................................................................................................ 12


3.1 Pengkajian ................................................................................................................. 12
3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 13
3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 14
3.4 Implementasi ............................................................................................................. 14
3.5 Evaluasi ..................................................................................................................... 15

BAB IV .................................................................................................................................. 16

LAPORAN KASUS .............................................................................................................. 16


4.1 Pengkajian ................................................................................................................. 16
4.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 21
4.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 21
4.4 Implementasi Dan Evaluasi ....................................................................................... 25

iii
BAB V .................................................................................................................................... 28

PENUTUP ............................................................................................................................. 28
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 28
5.2 Saran .......................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme
tubuh, jika terjadi ganguan endokrin akan menimbulkanmasalah yang komplek
terutama metabolisme fungsi tubuh terganggu salahsatu gangguan endokrin adalah
Diabetes Melitus yang disebabkan karenadefisiensi absolute atau relatif yang
disebabkan metabolisme karbohidrat,lemak dan protein (Maulana. 2008).

Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang
menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun
nantinya. Insiden DM tipe 1 pa-da anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61
kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka
ini sangat ber-variasi, terutama tergantung pada ling-kungan tempat tinggal. Ada
kecenderung-an semakin jauh dari khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin
tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya
cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara Eropa. Di Indonesia penderita
Diabetes Melitus ada 1,2 % sampai 2,3 % daripenduduk berusia diatas 15 tahun,
sehingga Diabetes Melitus (DM) tercantumdalam urutan nomor empat dari prioritas
pertama adalah penyakitkardiovaskuler, kemudian disusul penyakit selebrolaskuler dan
katarak. (Depkes RI,2008).

Di Jawa Tengah berdasarkan atas pola penyakit penderita puskesmasdan rumah


sakit dari berbagai tingkat umur, jumlah kasus Diabets Melitusmenempati nomor dua.
Setelah penyakit neoplasma ganas, sedangkanberdasarkan data pola kematian menurt
penyakit penyebab kematian pasiendirawat di rumah sakit Jawa Tengah DM menempati
urutan ke 16 denganjumlah 430 orang dari jumlah kematian 37.279 orang dengan
kematianpenyakit lainnya (Dinkes Jateng,2006). Menurut survei yang dilakukan WHO,
Indonesia menempati urutan ke 4 dengan jumlah penderita Diabetes terbesar didunia
setelah India, Cina, Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk dan
pada tahun2025 diperkirakan meningkat menjadi 12.4 juta penderita. Sedangkan

1
daridata Departemen Kesehatan , jumlah pasien Diabetes mellitus rawat inapmaupun
rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan pertama dari seluruhpenyakit endokrin.
(Maulana. 2008) Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiridalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa.Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari
jumlahtersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun.(Dinkes Jateng,2006).

Hal ini terjadi karena adanya faktor- faktor yang menghambatdiantaranya adalah
sosial ekonomi yang kurang, perumahan dan lingkunganyang kotor, pengetahuan
tentang DM yang masih kurang. Faktor pengetahuankeluarga merupakan penghambat
yang sering terjadi, karena denganpengetahuan yang kurang akan mengetahui proses
pengobatan penyakit. Akibat dari kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit
DM perlu dilaksanakan suatu tindakan yaitu memberikan asuhan keperawatanpada
keluarga yang mempunyai masalah Diabetus Mellitus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sistem endokrin ?
2. Apa saja kelainan dari sistem endokrin ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sistem endokrin ?
2. Mengetahui apa saja kelainan dari sistem endokrin ?

2
BAB II

PEMBEBASAN

2.1 Pengertian Sistem Endokrin

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.

Gambar 1.1 Sistem endokrin

Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang


menyalurkan sekresi hormonnya langsung kedalam darah. Hormon tersebut
memberikan efek ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti insulin dan
trioksin mempunyai banyak target. Sedangkan hormon lain hanya memiliki satu atau
beberapa target.

3
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar
sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-
hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa
pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Jika kelenjar endokrin
mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau
rendah, sehingga mengganggu fungsu tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin,
maka pelapisan setiap hormon harus diatur dalam batas – batas yang tepat.

2.2 Patofisiologis Kelainan Sistem Endokrin Pada Anak

Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan


berbagai organ tubuh. Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar
hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi
tubuh.Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus
diatur dalam batas- yang tepat.

a. Abnormalitas Pada Sekresi Hormone Pertumbuhan

1. Kerdil (Dwarfism)

Dwarfism disebabkan oleh hiposekresi growth hormone (GH) selama masa


kanak-kanak mengakibatkan pertumbuhan terhenti. Hormon pertumbuhan
manusia digunakan secara terapeutik dalam kasus dwarfism hipofisis. Tes
diagnosa yang dapat dilakukan untuk menilai pertumbuhan anak dan
memastikan apakah mengidap dwarfism mencakup :
 Pengukuran
Yang biasanya diukur adalah tinggi dan berat badan anak serta lingkar
kepalanya. Pengukuran yang dilakukan secara rutin ini akan membantu
mengidentifikasi apakah anak Anda tumbuh normal atau mengidap
kelainan pertumbuhan. Indikasinya dapat mencakup pertumbuhan tinggi
badan yang tertunda atau ukuran kepala yang tidak proporsional atau lebih
besar daripada ukuran kepala anak seusianya.
 Teknologi pencitraan
X-ray atau scan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dilakukan
untuk mencari tahu kelainan pertumbuhan yang mungkin dialami anak.
Berbagai teknologi pencitraan ini dapat mengungkapkan pematangan

4
tulang yang tertunda yang disebabkan oleh defisiensi hormon
pertumbuhan dan juga dapat mengungkapkan kelainan kelenjar pituitaru
dan hipotalamus yang berperan penting dalam mengatur fungsi hormon.
 Tes genetic
Tes ini tersedia untuk mendiagnosis banyak penyebab gangguan dwarfisme
dan jenis dwarfisme yang diidap ana, misalnya sindrom Turner.Tes
laboratorium khusus dapat dilakukan untuk menilai keadaan kromosom X
yang diambil dari sel darah merah.Perlu diketahui bahwa tes ini belum tentu
memberikan diagnosis yang akurat.Sejumlah gangguan yang berhubungan
dengan dwarfisme dapat mengarah ke gangguan pertumbuhan dan
komplikasi medis lebih lanjut. Pengobatan dan perawatan yang dilakukan
mungkin tidak akan menyembuhkan anak, seperti memiliki tinggi badan
normal, tetapi dapat mengurangi masalah yang disebabkan oleh komplikasi.

Ada beberapa pengobatan dan perawatan yang tersedia, antara lain :

 Bedah
Sering kali bedah dilakukan untuk mengoreksi tulang. Beberapa prosedur
bedah yang dapat dilakukan mencakup memasukkan staples logam untuk
mengoreksi arah bertumbuhnya tulang, memasukkan batang logam untuk
mengoreksi bentuk tulang belakang, meluruskan tulang dengan bantuan
pelat logam, dan memperbesar ukuran pembukaan pada tulang belakang
untuk mengurangi tekanan pada sumsum tulang belakang. Selain itu,
bedah juga dapat dilakukan untuk memanjangkan anggota badan
walaupun agak lebih berisiko dibandingkan dengan bedah yang bertujuan
untuk mengoreksi tulang.
 Terapi hormon
Kekurangan hormon pertumbuhan dapat diobati dengan memberikan
suntikan hormon sintetis.Anak yang mengidap dwarfisme disarankan
menerima suntikan harian selama beberapa tahun sampai dia mencapai
rata-rata tinggi badan orang dewasa di keluarganya. Pengobatan ini
disarankan berlanjut terus sepanjang masa remaja dan dewasa muda untuk
memastikan pertumbuhan yang seimbang, termasuk massa otot dan lemak
yang sewajarnya. Terapi ini juga dapat mencakup hormon lainnya,

5
misalnya hormon estrogen untuk anak perempuan yang mengidap sindrom
Turner untuk memastikan dia mencapai pubertas dan pertumbuhan seksual
yang diperlukan ketika dia dewasa kelak.

2. Gigantisme
Gigantisme terjadi karena hipersekresi growth hormone (GH) selama masa
remaja dan sebelum penutupan lempeng lempeng epifisis mengakibatkan
pertumbuhan tulang panjang yang berlebihan (gigantisme hipofisis).Jenis
sekresi berlebihan ini biasanya disebabkan oleh tumor hipofisis yang jarang
terjadi.

3. Akromegali
Akromegali terjadi karena hipersekresigrowth hormone (GH) setelah penutupan
lempeng epifisis tidak menyebabkan penambahan panjang tulang panjang,
tetapi menyebabkan pembesaran yang tidak proporsional pada jaringan,
penambahan ketebalan tulang pipih dan wajah, dan memperbesar ukuran tangan
dan kaki. Sasaran pengobatan akromegali /gigantisme adalah mengendalikan
pertumbuhan / menormalkan sekresi GH dan mengangkat massa tumor. Sasaran
biokimiawi : IGF-1 normal dan kadar GH < 1 ng/ml setelah beban glukosa (13).

Terdapat 3 macam pengobatan akromegali yaitu pengobatan medis, bedah dan


radiasi.

 Pengobatan medis.
Pengobatan medis / farmakologis sangat pesat akhir-akhir ini. Tujuan
pengobatan medis adalah menghilangkan keluhan / gejala efek lokal dari
tumor dan / atau kelebihan GH / IGF-1. Untuk itu sasaran pengobatan
adalah kadar GH < 2 ng/ml pada pemeriksaan setelah pebebanan dengan
glukosa ( < 1 mcg / l dengan cara IRMA), disamping tercapainya kadar
IGF-1 normal. Pengobatan medisutama adalah dengan analog somatostatin
dan analog dopamin. Oleh karena somatostatin, penghambat sekresi GH,
mempunyai waktu paruh pendek maka yang digunakan adalah analog kerja
panjang yang dapat diberikan 1 kali sebulan.Yang banyak digunakan adalah
octreotide yang bekerja pada reseptor somatostatin sub tipe II dan V dan

6
menghambat sekresi GH. Pengobatan dengan octreotide dapat menurunkan
kadar GH sampai < 5 ng/ml pada 50% pasien dan menormalkan kadar IGF-
1 pada 60% pasien akromegali. Lanreotide, suatu analog somatostatin
“sustained-release” yang dapat diberikan satu kali dua minggu ternyata
efektif dan aman untuk pengobatan akromegali. Bromokriptin merupakan
suatu antagonist dopamin yang banyak digunakan dalam menekan kadar
GH / IGF-1, akan tetapi kurang efektif dibandingkan dengan oktreotid.
Suatu agonist dopamin yang baru, yaitu cabergoline ternyata lebih efektif
dan lebih dapat ditolerir dalam menekan GH terutama apabila terdapat
kombinasi dengan hiperprolatinemia. Akhir- akhir ini pegvisomant, suatu
antagonist reseptor GH terbukti dapat menormalkan kadar IGF-1 dan
memperbaiki gejala klinis.
 Pembedahan
Untuk adenoma hipofisis, pembedahan transsphenoid merupakan pilihan
dan dapat menyembuhkan.Laws dkk. (2000) melaporkan hasil terapi
pembedahan transsphenoid pada 86 pasien akromegali : IGF-1 mencapai
normal pada 67%, kadar GH dapat disupresi sampai < 1 ng/ml oleh beban
glukosa pada 52%. Walaupun pembedahan tidak dapat menyembuhkan
pada sejumlah pasien, namun terapi perbedahan disepakati sebagai terapi
lini pertama.Pada pasien-pasien dengan gejala sisa setelah pembedahan
dapat diberikan pengobatan penunjang (medis dan radiasi). Hipofisektomi
transsfenoid akan segera menghilangkan keluhan-keluhan akibat efek lokal
massa tumor sekaligus menekan / menormalkan kadar GH / IGF-1. Remisi
tergantung pada besarnya tumor, kadar GH dan keterampilan ahli
bedahnya. Angka remisi mencapai 80 – 85% pada mikroadenoma dan 50 –
65% pada makroadenomia. Pembedahan hipofisis transsphenoid berhasil
pada 80 – 90% pasien dengan tumor < 2 cm dan kadar GH < 50 ng/ml.
 Radiasi.
Untuk tercapainya hasil yang diharapkan dengan terapi radiasi diperlukan
waktu bertahun-tahun.Terapi radiasi konvensional saja menghasilkan
remisi sekitar 40% setelah 2 tahun dan 75% setelah 5 tahun terapi, namun
disertai efek negatif berupa pan hipopituitarisme.Di samping itu studi Ariel
dkk (1997) pada 140 pasien akromegali mendapatkan terapi radiasi tidak
dapat menormalkan kadar IGF-1 walaupun kadar GH sudah dapat

7
dikontrol. Oleh karena kekurangannya tersebut, terapi radiasi hanya
diberikan sebagai terapi penunjang untuk tumor besar dan invasif dan
apabila terdapat kontraindikasi operasi.Apabila mungkin, terapi radiasi
harus dihindari untuk pengobatan gigantisme.

b. Abnormalitas Pada Sekresi Antidiretik Hormone:


1. Hiposekresi ADH
Hiposekri ADH mengakibatkan diabetes insipidus. Penyakit diabetes Insipidus
merupakan penyakit yang cukup langka, karena jarang ditemukan. Penyakit
diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan mual, pusing
(simtoma), kondisi dimana tubuh tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak
buang air kecil (poliuria) dan rasa haus yang terjadi terus menerus tidak bisa
berhenti meskipun sudah menghabiskan beberapa liter air (polidipsia). Pada
umunya ada dua jenis diabetes insipidus dengan dua penyebab yang berbeda.
 Diabetes Insipidus Sentral
Jenis diabetes Insipidus yang paling banyak dijumpai, yang pada dasarnya
disebabkan karena terjadi gangguan pada saat hormon antidiurektik
melakukan proses produksi yang disebabkan karena daerah sekitar
hipotalamus mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi pada
hipotalamus dapat disebabkan karena pertumbuhan tumor atau luka cidera
pada hipotalamus itu sendiri, atau bisa juga disebabkan karena kelenjar
hipofisis mengalami kerusakan atau gangguan pada pembuluh darah.
Kondisi tersebut yang jika tidak ditangani dengan cepat akan
mengakibatkan dan memicu munculnya penyakit diabetes Insipidus sentral.
 Diabetes Insipidus Nefrogenesis
Sedangkan untuk jenis penyakit diabetes insipidus nefrogenesis, lebih
disebabkan karena adanya gangguan pada ginjal.Ginjal yang seharusnya
bertugas untuk memberikan reaksi pada hormon vasopresin justru tidak bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik. Hormon vasopresin tetap diproduksi
dengan normal, akan terapi kondisi ginjal yang tidak prima membuat ginjal
tidak mampu untuk merespon dengan baik, maka dari itu cairan urin yang
semestinya bisa dikontrol pengeluarannya jadi tidak bisa terkontrol
sehingga seseorang yang menderita penyakit diabetes insipidus
nefrogenesis akan lebih sering ke kamar kecil untuk buang air kecil.

8
Dibutuhkan serangkaian tes yang cukup rumit dan berat untuk mengetahui
apakah menderita penyakit ini atau hanya menderita penyakit kencing
biasa. s Dan apakah penyebab diabetes inspidius nefrogenesis beserta gejala
nya cocok dengan apa yang dikeluhkan.

2. Hipersekresi
Hipersekresi kadang terjadi setelah hipotalamus mengalami cedera atau
karena tumor. Hal ini mengakibatkan retensi air, dilusi cairan tubuh, dan
peningkatan volume darah. Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya
IDDM, namun berbagai ras dalam satu lingkungan belum tentu memiliki
perbedaan. Orang-orang kulit putih cenderung memiliki insiden paling tinggi,
sedangkan orang-orang cina paling rendah. Orang-orang yang berasal dari
daerah de-ngan insiden rendah cenderung akan lebih berisiko terkena IDDM
jika bermigrasi ke daerah penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita
laki-laki lebih banyak pada daerah dengan insiden yang ting-gi, sedangkan
perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan insiden yang rendah.
Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga mendekati
pubertas, namun semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa
kejadian IDDM yang paling tinggi, yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun.
Kadang-kadang IDDM juga dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan,
meskipun kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat tentunya akan
menimbulkan kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin rash,
malaise yang tidak jelas penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus,
muntah, dan dehidrasi. Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah
dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta
mengkonversi glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan
energi.
Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar
(glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida,
asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat pemecahan
protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di hepar dan
ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin dalam metabolisme.
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di

9
darah dan terjadinya glukoneogenesis terusmenerus sehingga menyebabkan
kadar gula darah sewaktu (GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah
dikategorikan sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang
dari itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu
dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar
IDDM atau kategori yang tidak toleran terhadap glukosa oral.

c. Abnormalitas Sekresi Hormon Tiroid


1. Hipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon tiroid. Hal ini
mengakibatkan penurunan aktivitas metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental
lambat, dan peningkatan simpanan lemak. Pada anak-anak, hipotiroidisme
mengakibatkan retardasi mental dan fisisk, disebut dengan kretinisme.
2. Hipertiroidisme adalah produksi hormon tiroid yang berlebihan. Hal ini
mengakibatkan aktivitas metabolik meningkat, berat badan turun, gelisah,
tumor,diare, frekuensi jantung meningkat, dan pada hipertiroidisme berlebihan,
gejalanya adalah toksisitas hormone.

10
2.3 Pathway

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

“DM JUVENILE”

3.1 Pengkajian
a. Identitas
meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan sebagainya yang digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain.
b. Keluhan utama
Ds :
 Klien mengeluh sering kesemutan
 Klien mengeluh sering buang air kecil dimalam hari
 Klien mengeluh sering merasa haus
 Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan
 Klien mengeluh merasa lemah
 Klien mengeluh pandangan kabur
Do :
 Klien tampak lemas
 terjadi penurunan berat badan
 tonus oto menurun
 terjadi atropi otot
 tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam.
c. Pemeriksaan fisik
 Aktivitas / istrahat.
Tanda : Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
 Sirkulasi
Tanda :
1. Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia.
2. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak
ada.

12
3. Disritmia, krekel : DVJ

 Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) :
kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi: tampak sangat berhati – hati.
 Keamanan
Gejala :
1. Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2. Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot
termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam).
3. Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria
/ anuria jika terjadi hipololemia barat).
d. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2. Aseton plasma : positif secara menyolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Resiko ketidak seimbangan gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus.
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang ditandai
dengan sering lelah, lemah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
e. Resiko cidera berhubungan dengan disfungsi sensoris

13
3.3 Intervensi Keperawatan
a. Resiko ketidak seimbangan gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus.
1. Pantau kadar gula darah
2. Pantau tanda dan gejala hiperglikemi dan hipoglikemi
3. Pantau tanda – tanda vital
4. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai pencegahan dan pengenalan
tanda hiperglikemi dan hipoglikemi beserta manajemennya
5. Kolaborasikan pemberian insulin.
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic yang ditandai.
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitasnya.
3. Pantau TTV.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral.
1. Kolaborasikan tentang diet pada ahli gizi.
2. Pantau berat badan setiap hari
3. Libatkan keluarga dalam perencanaan makanan sesuai dengan indikasi.
4. Kolaborasikan pemberian insulin.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
1. Observasi tanda infeksi dan peradangan
2. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive
3. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan pada orang yang
berhubungan dengan pasien, termasuk pasien sendiri.
4. Lakukan perubahan posisi, dan anjurkan baruk efektif dan napas dalam.
e. Resiko cidera berhubungan dengan disfungsi sensori.
1. Pantau TTV
2. Orientasikan pasien dengan lingkungannya
3. Pantau adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilanan sensori.

3.4 Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan

14
rujukan.

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada
pasien dengan diabetes mellitus adalah : 1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor
kulit, normal. 2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi. 3. Infeksi tidak terjadi 4. Rasa lelah berkurang/Penurunan
rasa lelah 5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

15
BAB IV

LAPORAN KASUS

4.1 Pengkajian

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun baru saja didiagnosis Diabetes Melitus tipe
1 masuk untuk dirawat di Bangsal Anak Rs. Hasil anamnesis anak mengatakan bahwa
ia tidak nafsu makan, banyak minum, banyak kencing, berat badannya turun, enuresis. Ia
juga mudah tersinggung, tidak bisa perhatian lama ketika mengikuti pelajaran sekolah,
merasa lelah, penglihatan kabur, sakit kepala, kalau ada luka sukar sembuh dan mudah
terserang flu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB: 25,5kg, PB: 135 cm, suhu:
37,4oC, nadi: 88x/menit. Respirasi: 24x/menit, TD: 110/70 mmHg. Turgor kulit
kembali segara, kulit kering, membrane mukosa lembab. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan: Hb:11,2gr/dl, Hematokrit:30%, eritrosit: 4,0(x106/uL),
trombosit: 210000/mm3,leukosit: 9.500/uL, glukosa darah 300mg/dl.
Orang tua mengatakan bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya ketika
anaknya didiagnosa Diabetes Melitus tipe 1, padahal tidak ada anggota keluarga yang
menderita Diabetes Melitus. Mereka mengatakan tidak paham tentang Diabetes Melitus
tipe 1 dan cara perawatannya terutama setelah pulang dari Rumah Sakit. Orang tua
khawatir memikirkan masa epan anaknya. Terapi/instruksi medis yang diberikan saat ini:
cek gula darah 2x/hari, insulin 2 unit dari U 100 sebelum makan.

A. Identitas Pasien
Nama :-
Umur : 10thn
Jenis kelamin : Laki – Laki

B. Keluhan Utama
Klien tidak nafsu makan, banyak minum, banyak kencing dan berat badan
menurun.

C. Riwayat keluarga
Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit

16
D. Riwayat sekarang
Diabetes Melitus Tipe 1

E. Hasil Pemeriksaan
BB = 25,5kg, PB = 135cm suhu = 37,4c Nadi = 88kali/menit, tekanan darah =
110/70mmHg.
Turgor kulit kembali segar.kulit kering,membrane mukosa lembab.

F. Hasil Pemeriksaan laboratorium


Hb : 11,2 gr/dl haematorik;30% eritrosit:4,0 {106}
1) Aktivitas / istirahat (Doengoes, 1993)
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur / istirahat.\
Tanda:
a. Takikardi dan takipnea Pada keadaan istirahat / dengan aktivitas
b. Letargi / disorientasi, koma
c. Penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi
IM akut.Klaudiliasi, liebas dan kesemutan pada ekstremitas ulkus pada liali,
penyembuhan yang lama
Tanda:
a. Takikardi
b. Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
c. Nadi yang menurun
d. Disritmia
3) Integritas ego
Gejala :
a. Stress, tergantung pada orang lain.
b. Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
4) Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan pola kemih (poliuria) nokturia.

17
b. Rasa nyeri / terbatas, kesulitan berkemih, isk baru / berulang
c. Nyeri tekan
d. Diare lancer
Tanda :
a. Urine encer, pucat, kuning, poliuri
b. Urine berkabut
c. Abdomen keras, adanya asites
Gejala :
a. Hilang nafsu makan.
b. Mual/muntah
c. Tidak mengikuti diet
d. Penurunan BB Nyeri / kenyamanan
Tanda :
a. Kulit bersisik, turgor jelek
b. Distensi abdomen, muntah
c. Pembesaran Tiroid
d. Neurosensori
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi : tampak berhati-hati

G. Analisa
No Data Etiologi Masalah
DS : Intake nutrisi kurang Nutrisi kurang
1.
- Anak Peningkatan HCL dari kebutuhan
mengatakan Mual,anoresia tubuh
tidak nafsu
Nutrisi kurang dari
makan
kebutuhan
DO
- BB:25,5kg
- PB:135cm
- S: 37,4c

18
- N: 88x/mnit
- RR: 24x/mnit
- TTD:
110/70mmHg
- Kulit kering,
memberane
mukosa
lembab
DS : Hiperglekemi Kekurangan
2.
Banyak minum, Dieresis Osmotik Volume Cairan
banyak kencing, Poli uri
berat badan turun, Kekurangan Volume
enuresis Cairan
DO :
- BB:25,5kg
- PB:135cm
- S: 37,4c
- N: 88x/mnit
- RR: 24x/mnit
- TTD:
110/70mmHg

DS : Peningkatan Kadar Kerusan


3.
- -Kulit kering Gula Dalam Darah Intragritas Kulit
kalau ada Penebalan Membran
luka sukar Dasar Kapiler
sembuh Gangguan Sirkulasi
DO: Darah Priver
- Tanpak kulit Gangguan Hantaran
bersisik Elekterolit
- Klien tanpak Kerusakan Sel
mengaru Endotel
badannya

19
Mencetuskan Reaksi
Imun Dan
Peradangan
Luka
Kerusakan Intergrisa
Kulit

DS : Intake Nutrisi Difisi Perawatan


4.
- Klien Menurun Diri
mengatakan Metabolisme
Tubuhnya Menurun
terasa lelah Energi Menurun
DO : Kelemahan Fisik
- Tercium bau
Defisi Perawatan
tak sedap saat
Diri
bicara/ bau
ketong
- Kebutuhan
ADL seperti
makan
minum
mandi klien
di bantu oleh
kelurga dan
perawat

20
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi oral/ penurunan intake oral ditandai dengan mengeluh
mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu makan,
lemah, tonus otot menurun
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka, mencetuskan
reaksi imun dan peradangan
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik,
energi menurun, dan metabolisme menurun

4.3 Intervensi Keperawatan


No DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan a. Timmbang berat
tubuh berhubungan dengan tindakan badan tiap hari
defisiensi oral/ penurunan keperawatan b. Berikan makan
intake oral di tandai degan selama 2x24jm cair yang
mengeluh mual ,muntah,intake akan di dapatkan mengandung zat
tidak adekuat,penurunan nafsu hasil: makanan dan
makan, lemah, tonus otot - Nutrisi elektrolit dengan
menurun terpenuhi segera jika
- Tidak terjadi pasien dapat
penurunan 20% mentoleransinya
- Berat badan melalui
meningkat pemberian
makan melalui
oral
c. Observasi tanda-
tanda
hipoglikemia
seper perubahan

21
tingkat
kesadaran,kulit
dingin,nadi
cepat,sakit
kepala dan
pandangan
berkurang-
kurang.
d. Ajarkan pasien
dan keluarga
bagai mana
membuat jadwal
makan sesuai
dengan diabetes
melitus tipe 1
e. Berikan
pengobatan
insulin secara
teratur dan
metode 1.V
secara intermiten
atau secara
kontineu
f. Kalaborasi
pemeriksaan
glukosa seru
aseton,PH,dan
HC03,kelola
pemberian Insul
konsul dengan
ahli gizi .
2. Kekuran volume cairan Setelah di lakukan 1. Pantau tanda
berhubungan dengan perawatan selama vital .

22
osmotik,kehilangan gastrik 1x24 jam akan 2. Kaji suhu dan
berlebihan,masukan yang mendapatkan hasil: warna kulit dan
terbatas - Keseimbangan kelembaban
intake dan 3. Pantau masukan
output dalam dan
24 jm pengeluaran,catat
- Berat badan bj urin
stabil 4. Ukur BB setiap
hari
5. Pertahankan
cairan 2500
cc/hari jika
pemasuk secara
oral sudah dapat
di berikan
6. Tingkatan
lingkungan yang
nyaman dengan
silimut tipis
7. Catat hal-hal
yang di laporkan
seperti mual ,ny
abdomen
,muntah disenti
lambung
8. Berikan terapi
cairan sesuai
indikasi
9. Pasang selang
NGT dan
melakukan
penghisapan ses
dan indikasi.

23
3. Kerusakan intergasi kulit Setelah di lakukan 1. Kaji tingkat gatal
berhubungan dengan luka tindakan selama yang di rasaka
,mencetuskan reaksi imun dan 4x24 jam klien
peradangan diharapkan 2. Observasi luka
intergritas kulit lecet.
membaik dan tidak 3. Anjurkan pada
terjadi perusakan klien untuk
kulit kriterial hasil menggunakan
terjadi perbaikan pakian yang
status metabolik longar dari
yang di lakukan badan yang
oleh gula darah lembut dan
dalam batas menyerap
normal keringat
4. Memberikan
perawatan kulit
dengan menaburi
salicyl
5. Beri penjelasan
pada klien bila
daerah yang
jarang di garuk
,dan jelaskan
penyebab rasa
gatal.
4. Defisi perawatan diri Setelah di lakukan Kaji kemampuan
berhubungan dengan tindakan perawatan klien dalam
menolong diri
sendiri ,seperti
mandi dan gosok
gigi.

24
4.4 Implementasi Dan Evaluasi
HARI / DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
TANGGAL KEPERAWATAN
17 Agustus Nutrisi kurang dari 1. Melibatkan S:
klien
2017 kebutuhan tubuh keluarga
mengatakan
13:30 WIB berhubungan dalamm masih terasa
mual
dengan defisiensi perencanaan
O:
oral/ penurunan makanan ini BB27kg
- Hanya
intake oral di tandai sesuai dengan
menghabiskan
dengan mengeluh indikasi ¼ porsi
mual-muntah - Napsu makan
2. Menimbang
menurun
,intake tidak berat badan A:
adekuat, penurunan sesuai indukasi Masalah belum
teratasi
nafsu makan, 3. Menentukan P:
lemah, tonus otot program diet dan Intervensi di
lanjutkan
menurun pola makan
pasien dan
bandingkan
dengan makanan
yang dapat di
habiskan pasien
4. Mengidentifikasi
makanan yang
dikehendaki/di
sukai pasien.
5. Melibatkan
keluarga klien
dalam
perencanaan
6. Memberikan
insulin 4 unit
18 Agustus Kerusakan 1. Mengkaji tingkat S :
2017 rasa gatal yang
integritas kulit Klien
13.00 WIB dirasakan klien

25
jaringan 2. Mengobeservasi mengatakan
adanya luka
berhuubungan gatalnya
lecet
dengan reaksi imun 3. Menganjurkan berkurang pada
padea klien
dan peradangan badanya.
untuk untuk
memakai pakian O :
yang longgar
Tanpak kulit
dan bahan yang
lembut dan bersisik klien
mudah menyerap
tanpak
keringat
4. Memberikan menggaruk
perawatan kulit
badannya
dengan menaburi
minyak kayu A:
puti
Masalah teratasi
5. Menjelaskan
kepada klien sebagai
bila daerah yang
P:
gatal jangan di
garuk dan Intervensi di
menjelaskan
lanjutkan
penyebab rasa
gatal

Tanggal 19 Defisit perawatan 1. Mengkaji S:


Agustus diri berhubungan kemampuan Klien masi
2005 dengan kelemahan 2. Klien dalam terbatas
13:30 WIB fisik, menolong pergerakannya.
energi,menurun,dan dirinya sendiri O:
metabolisme seperti mandi, Badan klien
menurun oral hygine. teraba lembab
3. Memandikan kuku jari tangan
klien di tempat tanpak panjang
tidur dan di lap dan kotor tangan
dan di beri kiri masih
makan klien. terpasang infus.
4. Memberi A:
dukungan jika Masalah belum
klien melakukan teratasi

26
perawatan P:
sendiri Intervensi di
5. Jelaskan kepada lanjutkan
klien bahwa
pentingnya oral
hygine seperti
mandi atau
gosok gigi

27
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan


memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,
namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Sistem endokrin memiliki fungsi
untuk mempertahankan hemoestatis, membatu mensekresikan hormon-hormon yang
bekerja dalam sistem persyarafan, pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dan
kontrol perkembangan seksual dan reproduksi.

5.2 Saran

Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik
karena bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan mengkonsumsi
makanan. Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat beraktivitas dengan baik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 (Edisi 8).
Jakarta: ECG
Corwin J. Elizabeth. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (Edisi 2).
Jakarta: ECG
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi III).
Jakarta: ECG
Rostinah. TIM. 2017. Asuhan Keperawatan System Endokrin Dilengkapi Mind Mapping
Dan Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Deepublish
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System Endokrin.
Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai