Anda di halaman 1dari 18

LUKA DIABETES MELITUS

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Yudi Akbar, M.Kep

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
Cut Almunira
Zahrun Nasabi
Isna Halimahtusakdiah
Dewi Nuraida

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
TAHUN PELAJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Luka Diabetik" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Luka. Selain


itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, 26 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................................3
B. Penyebab Luka Diabetik........................................................................................3
C. Mekanisme luka Diabetik......................................................................................4
D. Tanda-Tanda luka Diabetik...................................................................................5
E. Derajat Luka Diabetik...........................................................................................6
F. Penatalaksanaan.....................................................................................................6
G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.....................................7
BAB III ASKEP LUKA DIABETIK........................................................................8
A. Pengkajian..............................................................................................................8
B. Diagnosa.................................................................................................................10
C. Rencana Keperawatan............................................................................................10
D. Evaluasi..................................................................................................................13
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................14
A. Kesimpulan.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................15
H.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Hidup sehat adalah hidup yang bebas dari semua masalah rohani
(mental) ataupun masalah jasmani (fisik). Hidup sehat bisa diartikan sebagai
seseorang yang hidup sehat secara fisik dan psikis tanpa ada masalah kesehatan
sedikit pun. Hidup sehat merupakan sebuah penyemangat bagi kita dalam
menjalankan gaya hidup sehat (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Sehat adalah
kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan
hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara segar, sinar
matahari, diet seimbang, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta pikiran,
kebiasaan dan gaya hidup yang baik (WHO, 2014).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula
darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena
menurunnya jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Pankreas adalah suatu alat
terletak di retroperitonial dalam abdomen bagian atas, didepan vertebrae lumbalis I
dan II . Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel sel yang
membentuk pulau pulau Langerhans,karena pankreas tidak menghasilkan cukup
insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (Drs. H. Syaifuddin,
2011). Diabetes merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi
salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak
lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus
meningkat selama beberapa dekade terakhir (WHO, 2016).
Menurut International Diabetes Federation Pada tahun 2019, diperkirakan 463
juta orang mengidap diabetes dan jumlah ini diproyeksikan mencapai 578 juta pada
tahun 2030, dan 700 juta pada tahun 2045. Dua pertiga penderita diabetes tinggal di
daerah perkotaan orang di dunia dan akan terus meningkat dengan 153 persen
peningkatan (IDF, 2019). Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012.
Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta
kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat
puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun.
Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70
tahun lebih tinggi di negara negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di
negara-negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2016).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah ini
adalah:
1. Apa itu luka diabetik?
2. Apa penyebab terjadinya luka diabetik?
3. Bagaimana mekanisme luka diabetik itu

1
4. Tanda-tanda luka diabetik?
5. Bagaimana derajat luka diabetik?
6. Penatalaksanaan pada penderita diabetik?
7. Askep luka diabetik?

C. Tujuan
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang apa itu luka diabetes, bagaimana penatalaksanaannya hingga
asuhan keperawatan luka diabetik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati (Yuliana dalam NANDA, 2015).
Sel khusus pankreas menghasilkan sebuah hormon yang disebut insulin untuk
mengatur metabolisme. Tanpa hormon ini, glukosa tidak dapat masuk sel tubuh dan
kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya, individu dapat dapat mulai mengalami
gejala hiperglikemia. Secara sederhana, proses ini dinyatakan sebagai pembentukan
diabetes melitus (Rosdahi, 2015).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai in-asif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer
(Andyagreeni,2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai
sebab utama mothiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Viubelik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, (zaidah 2005).

B. Penyebab Luka Diabetik


Faktor-faktor yang berpengaruh terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor Endogen
a. Genetik,metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor Ekstrogen
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat-obatan

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah


angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. !pabila sumbatan darah terjadi pada

3
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levis,1993) infeksi merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum
akibat berkurangnnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus diabetikum (Askandar 2001).

C. Mekanisme luka Diabetik


1. Diabetes tipe 1.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia – puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya , glukosa
tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieskresikan ke dalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga menganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin,proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan Keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau
aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.

4
2. Diabetes Tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akat terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. (HHNK)
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun tahun) dan progresif, maka diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mecakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang lama sembuh sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%),
penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja
(misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah
satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan. Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan
menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas.
Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah (Brunner dan Suddarth, 2014).

D. Tanda-Tanda luka Diabetik


Luka diabetik biasanya muncul pada bagian-bagian tubuh sulit dijangkau oleh
aliran darah, seperti ujung jari kaki. Biasanya pada luka diabetik memiliki tanda
seperti:

5
1. Masa penyembuhan luka mengalami fase penyembuhan sangan lambat dan
sulit disembuhkan
2. Luka biasanya mengalami pembusukan jaringan secara perlahan
3. Luka diabetikum biasanya menimbulkan aroma busuk
4. Kadang pula luka yang mengeluarkan gas
5. Luka diabetikum biasanya menimbulkan gatal-gatal

E. Derajat Luka Diabetik


Klasifikasi: Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan yaitu:
1. Derajat 0: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”
2. Derajat I: Ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis
6. Derajat V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. Penatalaksanaan
Menurut Singh et al. dalam Dafianto (2016), perawatan standar untuk ulkus
diabetik idealnya diberikan oleh tim multidisiplin dengan memastikan kontrol
glikemik, perfusi yang adekuat, perawatan luka lokal dan debridement biasa, off-
loading kaki, pengendalian infeksi dengan antibiotik dan pengelolaan komorbiditas
yang tepat. Pendidikan kesehatan pada pasien akan membantu dalam mencegah ulkus
dan kekambuhannya.
1. Debridement
Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan dengan
menghapus jaringan nekrotik, partikulat, atau bahan asing, dan mengurangi
beban bakteri. Cara konvensional adalah menggunakan pisau bedah dan
memotong semua jaringan yang tidak diinginkan termasuk kalus dan eschar.
2. Dressing
Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry); dressing
mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid, hydrofibers, transparent
films dan alginat) yang menyediakan debridement fisik dan autolytic masing-
masing; dan dressing antiseptik (dressing perak, cadexomer). Dressing canggih
baru yang sedang diteliti, misalnya gel Vulnamin yang terbuat dari asam
amino dan asam hyluronic yang digunakan bersama dengan kompresi elastic
telah menunjukan hasil yang positif.
3. Off-loading
Tujuan dari Off-loading adalah untuk mengurangi tekanan plantar
dengan mendistribusikan ke area yang lebih besar, untuk menghindari
pergeseran dan gesekan, dan untuk mengakomodasi deformitas.

6
4. Terapi medis
Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan penggunaan diet
diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin. Infeksi pada jaringan lunak dan
tulang adalah penyebab utama dari perawatan pada pasien dengan ulkus
diabetik di rumah sakit. Gabapentin dan pregabalin telah digunakan untuk
mengurangi gejala nyeri neuropati
DM.
5. Terapi adjuvan
Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular yang rusak
pada ulkus diabetik termasuk mengganti kulit dari sel-sel kulit yang tumbuh
dari sumber autologus atau alogenik ke kolagen atau asam polylactic.
Hieprbarik oksigen telah merupakan terapi tambahan yang berguna untuk
ulkus diabetik dan berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi.
Keuntungan terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis juga telah
tercatat.
6. Manajemen bedah
Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3 yaitu wound closure
(penutupan luka), revascularization surgery, dan amputasi. Penutupan primer
memungkinkan untuk luka kecil, kehilangan jaringan dapat ditutupi dengan
bantuan cangkok kulit, lipatan atau pengganti kulit yang tersedia secara
komersial. Pasien dengan iskemia perifer yang memiliki gangguan fungsional
signifikan harus menjalani bedah revaskularisasi jika manajemen medis gagal.
Hal ini mengurangi risiko amputasi pada pasien ulkus diabetik iskemik.
Amputasi merupakan pilihan terakhir jika terapi-terapi sebelumnya gagal.

G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka secara umum
berdasarkan faktor instrinsik, yaitu (Purwaningsih, 2014):
a. Usia.
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan, dan semakin tua usia maka jaringannya akan semakin kurang lentur.
b. Nutrisi.
Pada proses penyembuhan luka faktor nutrisi sangat penting. Pada pasien yang
mengalami penurunan tingkat albumin, total limfosit dan transferin adalah
merupakan faktor resiko terhambatnya proses penyembuhan luka. Proses
penyembuhan luka tidak hanya dipengaruhi oleh protein saja, vitamin A, E, dan C
mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan berkurangnya makrofag yang konsekuensinya rentan terhadap
infeksi, retardasi epotelisasi, dan sintesis kolagen. Defisiensi vitamin C dapat
menyebabkan kegagalan fibroblas untuk memproduksi kolagen, mudahnya terjadi
ruptur pada kapiler dan rentan terhadap infeksi.

7
c. Hipovolemia.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
d. Hematoma.
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh. Sehingga
menghambat penyembuhan.
e. Edema.
Adanya edema dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen.
f. Insufisiensi Oksigen jaringan.
Diakibatkan karena adanya gangguan fungsi organ paru, kardiovaskular,
ataupun karena adanya vasokonstriksi setempat.

Selain itu terdapat juga faktor ekstrinsik, (Purwaningsih, 2014):


a. Perawatan jaringan. Cedera dan lambatnya penyembuhan dapat terjadi karena
perawatan jaringan yang tidak benar.
b. Teknik pembalutan tidak tepat. Pembalutan yang terlalu kecil dapat
memungkinkan terjadinya invasi mikroorganisme. Sedangkan pembalutan yang
terlalu ketat akan mengakibatkan pengurangan suplai oksigen dan nutrisi ke
jaringan.
c. Benda asing. Benda asing seperti pasir atau mikroorganismeakan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan leukosit, yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut pus.
d. Medikasi steroid. Medikasi steroid dapat menyamarkan infeksi dengan
mengganggu proses inflamasi normal.
e. Antikoagulan. Penggunaan antikoagulan pada luka dapat menyebabkan hemoragi.
f. Psikososial. Berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek merugikan
pada penyembuhan luka seperti burukmya pemahaman dan penerimaan terhadap
program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan perubahan pada
pekerjaan, penghasilan, hubungan pribadi dan body image.

8
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Riyadi (2008) adalah:
a. Anamnesa
Identittas penderita Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri
pada luka.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas,
gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal dan pemberian
obat-obatan. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya
tak dapat menghasilkan insulin dengan baik akan disampaikan
informasinya pada keturunan berikutnya.
4) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Tarwoto dalam Yunus (2015) yaitu
inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
Pemeriksaan doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa
aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi
tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan
pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan yang tepat.
Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure
Index. Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di
tangan atau lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki,

9
vena ataupun arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda.
Hasil pemeriksaan yang akurat dapat membantu diagnostik ke arah
gangguan vena atau arteri sehingga manajemen perawatan juga berbeda.
Menurut Riyadi (2008) suhu tubuh demam pada penderita dengan
komplikasi infeksi pada luka atau pada jaringan lain. Warna kulit
mengalami perubahan melanin, kerotenemia (pada penderita yang
mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat luka sehingga
menimbulkan gangren, tampak warna
kehitaman disekitar luka).
e. Pemeriksaan Penunjang
X-Ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya
(Tarwoto dalam Yunus, 2015).

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015) diagnosa yang sering muncul antara lain:
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun
karena penyempitan pembuluh darah.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral.
c. Risiko tinggi infeksi/sepsis berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau
penurunan fungsi leukosit atau perubahan pada sirkulasi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik.
e. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme.

C. Rencana Keperawatan
Dx. 1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen
menurun karena penyempitan pembuluh darah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi gangguan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
c. Kulit sekitar luka teraba hangat
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
atur kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal di belakang lutut dan sebagainya.

10
c. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko berupa: hindari diet
tinggi kolesterol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
a. Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan
b. Peningkatan berat badan atau berat badan ideal atau normal
c. Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm
d. Nila laboratorium Hb untuk pria 13-16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl,
nilai laboratorium yang terkait diabetes melitus (terutama GDS 60-
100mg/dl, kolesterol total 150-250 mg/dl, protein total 6-7,0 gr/dl)
e. Pasien habis 1 porsi makan setiap kali makan
f. Pasien tidak mengeluh mual lagi.
Rencana tindakan:
a. Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan setiap hari sesuai
indikasi.
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar
gula yang dimiliki (dengan memakai rumus kebutuhan kalori untuk
laki-laki= berat badan ideal x 30, sedangkan wanita berat badan ideal x
25).
c. Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan, jumlah
nutrisi.
d. Observasi tanda-tanda hipoglikemi (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan).
e. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH,
dan HCO3.
f. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan teknik intravena
secara intermitten atau secara kontinyu.
g. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
h. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntah.
i. Anjurkan pasien makan makanan sedikit dan sering (sesuai dengan
jumlah kalori yang boleh dikonsumsi).

11
Dx. 3 Risiko tinggi infeksi/sepsis berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
atau penurunan fungsi leukosit atau perubahan pada sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam sepsis
berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubor, kalor,
dolor, tumor, fungsiolesa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000
ul.
b. Suhu tubuh tidak tinggi (36,5oC-37oC).
c. Kadar GDS 60-100 mg/dl.
d. Glukosa urin negatif.
e. Leukosit dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan,
memakai handscon, masker, kebersihan lingkungan.
c. Pertahankan teknik aseptik dan sterilisasi alat pada prosedur invasif.
d. Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan terutama
membatasi masuknya gula.
e. Bantu pasien untuk personal hygiene.
f. Berikan antibiotik yang sesuai.
g. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.
h. Atur jadwal aktivitas dan istirahat pasien secara berimbang.

Dx. 4 Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 7 jam
diharapkan nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil:
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Mampu mengontrol nyeri
c. Menyatakan rasa nyaman
d. Ekspresi wajah pasien tidak terlihat meringis kesakitan
e. Nadi 80-84 x/menit
f. Skala nyeri 0 atau 1 atau 2 atau 3 atau 4
Rencana tindakan:
a. Kaji faktor yang mengakibatkan kedidakyamanan
b. Kaji nyeri secara komprehensif (penyebab, kualitas, lokasi, skala dan
waktu/durasi nyeri).

c. Observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan

d. Control faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan


e. Ajarkan klien dan keluarga manajemen nyeri non farmakologi dengan
nafas dalam

12
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesic .

Dx. 5 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan


metabolisme
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit
diharapkan kerusakan integritas jaringan dapat berkurang
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan proses penyembuhan luka.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak, teraba hangat, dan
tidak ada pus).
Rencana tindakan:
a. Observasi keadaan luka : lokasi, kedalaman, karakteristik, warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, dan tanda-tanda infeksi lokal).
b. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
d. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi tekanan pada luka.
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga daerah luka agar tetap
bersih dan kering.
f. Anjurkan klien untuk makan makanan yang tinggi protein
g. Beri terapi kolaborasi antibiotik jika perlu.

D. Evaluasi
Pentingnya evaluasi secara menyeluruh tidak dapat disampingkan.
Penemuan hasil pengkajian yang spesifik akan mempengaruhi secara langsung
tindakan yang akan dilakukan. Evaluasi awal dan deskripsi yang detail menjadi
penekanan menjadi penekanan meliputi lokasi, ukuran, kedalaman, bentuk,
inflamasi, edema, eksudat (kualitas dan kuantitas), tindakan terdahulu, durasi,
kalus, maserasi, eritema dan kualitas (Arisanti dalam Yunus, 2015).

13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Yuliana dalam NANDA, 2015).
Sel khusus pankreas menghasilkan sebuah hormon yang disebut insulin untuk
mengatur metabolisme. Tanpa hormon ini, glukosa tidak dapat masuk sel tubuh dan
kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya, individu dapat dapat mulai mengalami
gejala hiperglikemia. Secara sederhana, proses ini dinyatakan sebagai pembentukan
diabetes melitus (Rosdahi, 2015).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai
sebab utama mothiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Viubelik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, zaidah 2005).
Klasifikasi: Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan yaitu:
1. Derajat 0: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”
2. Derajat I: Ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis
6. Derajat V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

14
DAFTAR PUSTAKA

Askandar. 2000. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV.Trans
Info Media
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Rosdahl dan Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10. Vol
5.William dan Wilkins Lippicott. Alih Bahasa Oleh
SetiawanS.Kp.,MNS.,PhD. Jakarta: EGC
Zaidah 2005. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai