Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Anemia Berat Hipokromik Mikrositer dan

Diabetes Melitus tipe 2

Disusun oleh :
Wangi Kamtala Syafti 1710070100079

Preseptor :
dr.Lidia Dewi,Sp.PD FINASIM

SMF INTERNE
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BAITURRAHMAH
SOLOK
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepadaAllah


dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad, berkat rahmat dankarunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas case report session dengan judul“Anemia Berat
Hipokromik Mikrositer dan Diabetes Melitus tipe 2 tidak terkontrol” yang merupakan
salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Penyakit Dalam RS M
Natsir Kabupaten Solok Fakultas KedokteranUniversitas Baiturrahmah.
Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima
kasihyangsebesar-besarnya kepada dr. Lidia Dewi, Sp. PD FINASIM selaku
pembimbing dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik
yang membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga case report ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 11 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
1.1Latar belakang................................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................6
2.1 Anemia..........................................................................................................................7
2.1.1 Defenisi..............................................................................................................7
2.1.2 Etiologi .............................................................................................................7
2.1.3 Klasifikasi..........................................................................................................8
2.1.4 Tanda dan Gejala............................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi....................................................................................................12
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................14
2.1.7 Peatalaksanaan................................................................................................16
2.2 Diabetes Melitus.........................................................................................................17
2.2.1 Defenisi.............................................................................................................17
2.2.2 Klasifikasi.........................................................................................................18
2.2.3 Faktor Resiko...................................................................................................18
2.2.4 Patofisiologi.....................................................................................................20
2.2.5 Gejala Klinis.....................................................................................................20
2.2.6 Diagnosis..........................................................................................................20
2.2.7 Penatalaksanaan...............................................................................................21
BAB IIILAPORAN KASUS.....................................................................................24
BAB IVPENUTUP.....................................................................................................32
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................................32
Daftar pustaka...........................................................................................................33

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anemia merupakan penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga

tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup

ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia

ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red

cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian

hematokrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaankeadaan tertentu dimana ketiga

parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,

perdarahan akut dan kehamilan.1

Menurut WHO berdasarkan tingkat keparahannya, anemia dapat dikategorikan

menjadi: tidak anemia (kadar Hb >11 gr %), anemia ringan (kadar Hb 9- 10 gr%),

anemia sedang (kadar Hb 7-8 gr%), dan anemia berat (kadar Hb < 7 gr%). Data

Kementerian Kesehatan RI memaparkan bahwa prevalensi anemia di Indonesia

sebesar 21,7% dengan proporsi di perkotaan 20,6%, di pedesaan 22,8%, laki-laki

18,4%, dan perempuan 23,9%. Di kabupaten Probolinggo, pada tahun 2015, remaja

putri yang mengalami anemia sebanyak 9,3%.2

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kerja

insulin.3 Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus merupakan salah satu di

antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa akan datang.

4
Terdapat dua tipe utama diabetes melitus yaitu, diabetes melitus tipe 1 yang

disebabkan kurangnya sekresi insulin dan diabetes melitus tipe 2 yang disebabkan

oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolik insulin.

Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut sebagai resistensi

insulin.4

Penderita diabetes melitus yang sudah lama yaitu lebih dari 5 tahun dan tidak

terkontrolnya gula darah akan terjadi gangguan pada sel-sel saraf dan pembuluh darah

kecil (mikrovaskular) serta pembuluh darah besar (makrovaskular) kerusakan pada

masing-masing pembuluh darah tersebut menimbulkan dampak yang berbeda.

Kerusakan pada pembuluh darah kecil terjadi pada mata, ginjal dan saraf. Sedangkan

kerusakan pada pembuluh darah besar dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis.

Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi akut seperti hipoglikemia dan

ketoasidosis diabetika sedangkan komplikasi kronis berupa makroangiopati,

mikroangiopati, dan neuropati. Komplikasi kronis ini biasanya terjadi pada penderita

diabetes melitus yang tidak terkontrol.4

Menurut WHO, pada tahun 2014, 8,5% dari orang dewasa berusia 18 tahun

dan lebih tua menderita DM. Pada tahun 2012 DM menjadi penyebab utama dari 1,5

juta kematian. Pada tahun 2014, Indonesia memiliki sekitar 9,1 juta penyandang DM.

Ini merupakan jumlah terbanyak kelima di dunia. WHO memprediksi kenaikan

jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta

pada tahun 2030 (1,4).5 Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong

dalam DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis

dan paparan terhadap lingkungan.6

5
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang Anemia Berat Hipokromik Mikrositer dan

Diabetes Melitus tipe 2 tidak terkontrol yang dialami pada pasien.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, patogenesa, diagnosa, dan

penatalaksanaanAnemia Berat Hipokromik Mikrositer dan Diabetes Melitus tipe 2.

1.2 Manfaat Penulisan

1. Sebagai sumber media informasi mengenai Anemia Berat Hipokromik

Mikrositer dan Diabetes Melitus tipe 2.

2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Anemia Berat

Hipokromik Mikrositer dan Diabetes Melitus tipe 2.

3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok 2021.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Definisi Anemia7

Anemia merupakan penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga

tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen ke jaringan perifer

(penurunan oxygen carrying capacity). Parameter yang paling umum dipakai untuk

menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh

hematokrit dan hitung eritrosit. Kriteria anemia menurut WHO sebagai berikut:

a) Laki-laki dewasa : Hb < 13 gr/dl

b) wanita dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr/dl

c) wanita dewasa hamil : Hb < 11 gr/dl

2.1.2 Etiologi 7

Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam

penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh

1. Gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

Berkurangnya produksi eritrosit dikarenakan kurangnya bahan essensial

pembentuk eritrosit, gangguan penggunaan (utilisasi) besi, serta adanya

kerusakan sumsum tulang.

2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan).

Hal ini terjadi karena perdarahan akut yang hebat, pendarahan dapat

terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak seperti pada

7
kecelakaan , dan pendarahan kronis.

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya

(hemolisis).

Masa hidup dari eritrosit yang berkurang yaitu kurang dari 120 hari dan

eritrosit telah dihancurkan.

2.1.3 Klasifikasi

2.1.3.1 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Gambaran Morfologi.7

1. Anemia mikrositer hipokrom : apabila MCV < 80 fl MCH <27pg

ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Besi serum

menurun normal

TIBC ↓↓ Feritin normal


TIBC ↑↑
Feritin ↓↓ Feritin N/↑

Besi sumsum Besi sumsum Elektroforesis Ring sideroblast


tulang tulang positif HB dalam sumsum
negatif tulang

HB A2 ↑
HbF ↑

ANEMIA ANEMIA AKIBAT THALASEMIA ANEMIA


DEFISIENSI PENYAKIT KRONIK BETA SIDEROBLASTIK
BESI

8
Bagan 1. Algoritme pendekatan diagnostik anemia mikrositer hipokrom

2. Anemia normositik normokrom : apabila MCV 80-95 fl MCH 27-34 pg

Anemia normokromik normositer

retikulosit

meningkat Normal/menurun

Sumsum
Tanda Riwayat tulang
hemolisis perdarahan
positif akut hipoplastik Anemia aplastik

Tanda hemolisis Riwayat


Anemia pada
positif perdarahan akut
sindrom
displastik
mielodisplastik

Test coomb
infiltrasi Anemia mielosptisik

Faal hati, faal ginjal,


negatif positif normal faal tiroid, penyakit
kronik

Riwayat AIHA
keluarga Anemia pada GGK
positif penyakit hati kronik,
hipotiroidi
peny.kronik
Enzimopati,
Anemia pasca
membrano
perdarahan
pati, akut
hemoglobin
opati

Bagan 2. Algoritme pendekatan diagnostik anemia normositik normokrom

9
3. Anemia makrositer : apabila MCV > 95 fl

Anemia makrositer

retikulosit

meningkat Noemal/
menurun

Riwayat megaloblastik Non


pendarahan
megaloblastik
akut

B12 serum Asam folat


Anemia
rendah rendah -faal tiroid :anemia
pasca
pada hipotiroidisme
pendarahan
akut -faal hati : anemia
pada hipotiroidisme
Anemia defisiensi Anemia Anemia
B12 /asam folat defisiensi B12 defisiensi -displastik : sindrom
dalam terapi asam folat mielodisplastik

Bagan 3. Algoritme pendekatan diagnostic anemia makrositer

2.1.3.2 Klasifikasi Anemia berdasarkan kadar hemoglobin7

1. Anemia Ringn : Hb11-13 gr/dl

2. Anemia sedang : Hb 8-11 gr/dl

3. Anemia berat: Hb <8 gr/dl

2.1.3.3 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiopatogenesis7

Berdasarakan etiopatogenesis anemia dapat dikelompokan menjadi 3 yang

terdiri dari :

10
A. Gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit seperti anemia defisiensi

besi, anemia defisiensi asam folat dan anemia defisiensi vitamin b12

2. Gangguan penggunaan besi seperti anemia akibat penyakit kronik dan

anemia sideroblastik.

3. Kerusakan sumsum tulang seperti anemia aplastik, anemia mieloplastik,

anemia pada keganasan hematologi, anemia diseritropoietik dan anemia

pada sindrom mielodisplastik.

B. Anemia hemoragik terdiri dari anemia pascaperdarahan akut dan anemia

akibat perdarahan kronik.

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular seperti gangguan membran eritrosit

(membranopati), gangguan enzim eritrosit (enzimopati) akibat defisiensi

G6PD, gangguan hemoglobin (hemoglobinopati), thalassemia dan

hemoglobinopati struktural HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular seperti anemia hemolitik autoimun

dan anemia hemolitik mikroangiopati

2.1.4 Tanda dan Gejala 7

Gejala umum dari anemia adalah lemah, lesu, cepat lelah, telinga

mendenging (tinnitus) , mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan

dispepsia.

Gejala yang spesifik untuk masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:

a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis

11
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas

b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).

c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

2.1.5 Patofisiologi 8

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang

dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat

penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau

dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil

sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan

memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam

sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi

plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, maka hemoglobin akan berdifusi

dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul

karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang

dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap

anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut

sindrom anemia.

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga

kelompok.

12
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal

Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau

sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat

adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang

dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi

yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum

tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta

gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan

untuk proses eritropoesis.

2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah

Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan

terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga

menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara

lain:

a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.

b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis

makanan.

c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.

d. Autoimun.

e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi,

hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

13
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah

Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada

perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya

muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau

kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau

gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 7

Penegakan diagnosa dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

penunjang. pemeriksaan penunjang terdiri dari:

A. Pemeriksaan laboratorium

1. Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.

14
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen.seperti kadar

hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.

2. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan

trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED),

hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

3. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan diagnosis

definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak memerlukan

pemeriksaan sumsum tulang.

4. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya :

a. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (Total Iron Binding

Capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritinin serum,

reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s

stain)

b. Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi

deoksiuridin dan tes Schiling

c. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes coomb, elektroforesis

hemoglobin

d. Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang

B. Pemeriksaan laboratorium non hematologis terdiri dari faal ginjal, faal endokrin,

asam urat, faal hati dan biakan kuman.

C. Pemeriksaan penunjang lain

15
a) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.

b) Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.

c) Pemeriksaan sitogenetik.

d) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:

fluorescence in situ hybridization).

2.1.7 Penatalaksanaan 7

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada penderita

anemia ialah:

1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang

telah ditegakkan terlebih dahulu.

2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.

3. Pengobatan anemia dapat berupa

a. Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut

akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa penderita, atau pada anemia

pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.

b. Terapi suportif

c. Terapi yang khas untuk masing masing anemia

d. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan

anemia teresbut.

4. Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita

terpaksa memberikan terapi percobaan. Disini harus dilakukan pemantauan

yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit

16
penderita dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan

perubahan diagnosis.

5. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda tanda

gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika

anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Disini

diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering

dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan

dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti

furosemid sebelum transfusi.

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) yaitu penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang disebabkan karena kelainan sekresi pada insulin, kerja insulin

atau bahkan keduanya.3 Hiperglikemia menyebabkan gula darah menjadi tertumpuk

di dalam darah sehingga gagal untuk masuk ke sel. Diabetes Melitus (DM)

merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi

glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara

adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

secara efektif.6

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus9

Klasifikasi Deskripsi

17
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan pada
defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai


defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin

Diabetes Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau


mellitus ketiga kehamilandimana sebelum kehamilan tidak
gestational didapatkan diabetes

Diabetes - obat atau zat kimia misalnya penggunaan glukokortikoid pada


mellitus tipe terapi HIV/AIDS atau setalah transplantasi organ)
lain

2.2.3 Faktor Resiko6

DM berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah,

faktor resiko tidak dapat diubah yaitu riwayat keluarga dengan DM, umur ≥45 tahun,

jenis kelamin, riwayat pernah menderita DM gestasional, Faktor risiko yang dapat di

ubah yaitu Obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m 2 atau lingkaran perut ≥80 cm pada

wanita dan ≥90 cm pada laki-laki. Kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dyslipidemia

dan diet tidak sehat, kebiasaan merokok.

2.2.4 Patofisiologi10

Resistensi Insulin

18
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan berat

badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot,

lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi

insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat

guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan

meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik

pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk resistensi insulin

di sisi lain, sehingga penyakit DMT2 semakin progresif.

Disfungsi Sel Beta Pankreas

Perjalanan penyakit DM terjadi karena penurunan fungsi sel beta pankreas dan

peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga sel beta pankreas tidak dapat

memproduksi insulin yang adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi

insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%.

Pada tahap lanjut sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya

produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa.

Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya

seperti sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta

pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan

kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi

dan kelangsungan hidup sel beta itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel

19
beta, kemampuan adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban

metabolik dan proses apoptosis sel.

2.2.5 Gejala Klinis11

a. Gejala Klasik

Poliphagia, polidipsia, polyuria, nafsu makan bertambah namu berat badan turun

dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

b. Gejala kronik

Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di

kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah

dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi

impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam

kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

2.2.6 Diagnosis10

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah vena dengan

sistem enzimatik dengan hasil :

1. Gejala klasik + GDP ≥ 126 mg/dl

2. Gejala klasik + GDS ≥ 200 mg/dl

3. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl

4. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl

20
5. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl

6. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl

7. HbA1c ≥ 6.5%

HbA1 Glukosa darah Glukosa plasma


c (%) puasa (mg/dL 2 jam setelag
TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-Diabetes 5,7 – 100 – 140 –
6,4 125 199
Normal < 5,7 70 – 99 70 –
139
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa pada DM dan non-DM

2.2.7 Penatalaksanaan Diabtes Melitus11

Tujuan Penatalaksanaan DM yaitu dalam Jangka pendek: hilangnya keluhan dan

tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian

glukosa darah. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistic.

21
2. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing masing individu. Standar yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat

60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung

dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index

(BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang

dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

IMT = Berat badan (kg) / Tinggi Badan (m) X tinggi Badan (m)

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30

menit.

3. Farmakologi

Oral hipoglikemia dan insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan

latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka

dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral

adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan

insulin sensitizing. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian

hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin

kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada

22
pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.

Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun

metabolism protein dan lemak.

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 39 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Tigo Lurah

Tanggal Masuk : 13 september 2021

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Badan terasa lemah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien datang dengan keluhan badan terasa mudah lemah, letih sejak 3 bulan yang
lalu dan memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

 Pasien mengalami penurunan berat badan 7 bulan yang lalu, dari 55 kg menjadi 45
kg

 Pasien mengeluhkan sering kesemutan pada kaki sejak 7 bulan yang lalu

 Pasien mengeluhkan sering haus meningkat sejak 7 bulan yang lalu.

 Pasien mengeluhkan sering buang air kecil meningkat sejak 7 bulan yang lalu,
tidak berbusa, dan tidak nyeri

24
 Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati hilang timbul dan tidak menjalar sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit.

 Pasien mengeluh sering pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

 Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan

 Pasien tidak mengalami batuk dan flu

 Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada, dan dada berdebar-debar tidak ada

 Pasien tidak mengalami Demam

 BAB pasien normal

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien dikenal DM sejak 10 tahun yang lalu, pasien tidak rutin kontrol dan

minum obat

- Pasien memiliki riwayat buang air kecil berdarah sejak 3 bulan yang lalu

- Pasien pernah di rawat di RSUD M.Natsir pada bulan juni karena anemia

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat kolesterol disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit ginjal disangkal

- Riwayat keganasan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat diabetes melitus disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal.

25
- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit ginjal disangkal

Riwayat Pekerjaan dan psikososial

Pasien seorang perempuan berusia 39 tahun tinggal bersama suami dan 2

anaknya. Pasien sehari-harinya bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan pasien

sebelumnya tidak pernah keluar daerah endemik dan daerah yang terpapar covid-19.

Kebiasaan pasien meinum teh manis sebanyak 2 kali dalam 1 hari. Pasien tidak

merokok.

Status Generalisata

1. Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang

2. Vital Signs

a. Kesadaran : Composmentis

b. Tekanan Darah : 120/85 mmHg

c. Frekuensi Nadi :98 x/ menit

d. Frekuensi Napas : 20 x/menit

e. Suhu : 36,1ºC

3. Status gizi :

Tinggi Badan : 155 cm

Berat badan : 45 kg

IMT : 18,75 (normoweight)

26
3.3 Pemeriksaan Fisik

 Kepala : Normochepal, rambut hitam dan tidak rontok


 Mata : Konjungtiva tidak anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : tidak ditemukan massa, perubahan warna, bengkak
pada auricular, liang telinga tidak ditemukan massa.
 Hidung : septum nasal simetris, os nasal tidak ditemukan
adanya massa,tidak ditemukan adanya mimisan
 Mulut : Simetris, Sianosis(-)
 Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
 Kelenjar Getah Bening : Terdapat pembesaran kalenjar getah
bening pada bagian submandibular kanan dengan ukuran 1x1 cm, padat,
tidak ada nyeri tekan. Terdapat pembesaran kalenjar getah bening pada
auricuris posterior kanan dengan ukuran 3x3 cm, padat, tidak ada nyeri
tekan. Tidak ada pembesaran kalenjar getah bening di
supra/infraclavicula kiri dan kanan.

Paru-paru
A. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan statis
dan dinamis
B. Palpasi : Fremitus kiri sama dengan yang kanan
C. Perkusi : sonor di kedua lapang paru
D. Auskultasi : Vesikular,ronki(-/-) wheezing (-/-)

Jantung
A. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
B. Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
C. Perkusi
Batas kiri : 2jari di RIC V sejajar linea midclavicularis
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra

27
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
D. Auskultasi : reguler,mur-mur (-), gallop (-)
E. Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit, sikatrik (-).
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-) nyeri lepas (-),ascites (-), tidak ada
pembesaran hepar dan lien.
Perkusi : tympani
Auskultasi : Bising usus normal.
Extremitas : Superior
A. Inspeksi : edema(-), sianosis(-), Ptekie (-)
B. Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat, pitting
edema(-/-). CRT (< 2 detik)
C. Tes sensibilitas : kasar (+/+), Halus (+/+)
Extremitas : Inferior
A. Inspeksi : edema(-) sianosis(-), ptekie (-)
B. Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A. Femoralis, A. Dorsalis pedis, A.
Tibialis posterior, dan A. Poplitea kuat angkat, pitting edema (-/-)
C. Tes sensibilitas: kasar (+/+), halus (+/+)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan yang telah dilakukan

 Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan darah tanggal 13 September 2021


Hematologi lengkap
Hb 4.4 g/dL
Eitrosit 2.92 106/mm3
Hematocrit 16.2 %
MCV 55.5 fL
MCH 15.1 pg/cell
MCHC 27,2 g/dl
RDW-CV 19.9%
Leukosit 7.5 103/mm3

28
Trombosit 369 103/mm3
Basophil 1%
Eosinophil 3%
Neutrophil 64%
Limfosit 24%
Monosit 8%
Kimia Klinik
Glukosa darah 386 mg/dl
ureum 15 mg/dl
kreatinin 0,83 mg/dl
Urine lengkap
Blood 1+
Bilirubin Negatif
Keton negatif
Protein 1+
Glukosa 1+
PH 7.00

Pemeriksaan darah tanggal 18 September 2021

Hematologi lengkap

Hb 11.5 g/dL
Eitrosit 5.18 106/mm3
Hematocrit 35.5 %
MCV 68.5fL
MCH 22.2 pg/cell
MCHC 32.4 g/dl
RDW-CV 27.2%
Leukosit 13.7 103/mm3
Trombosit 264 103/mm3

29
 Pemeriksaan Radiologi 13 september 2021

1.4 Diagnosa Kerja

 Diagnosa Primer : Anemia berat Hipokromik Mikrositer

 Diagnosis Sekunder: Diabetes tipe-2 tidak terkontrol normoweight

3.5 Diagnosa banding

 Diabetes melitus tipe lain

 Chronic Kidney Disease

3.6 Penatalaksanaan

Non farmakologi

 Edukasi tentang penyakit DM

 Istirahat

 Diet DM

Farmakologi

 IVFD Ringer Lactat 12 jam/kolf


 Transfusi packed red cells 1 unit/ hari
 Ferrous sulfate 3x 325 mg

30
 Metformin 2x 500mg
 Cefixime 2x200mg
 Paracetamol 3x 500mg
 B complex 3x1

3.7 Pemeriksaan Anjuran

 Kimia Klinik: GDP, ureum, Kreatinin

 Hematologi Lengkap

 Besi serum, TIBC, serum fernitin

 USG ginjal

3.8 Prognosis

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

31
3.9 Follow Up

Tanggal Subject Objectif Assessment Planning

20/09/21 - Pasien KU: Tampak Sakit Diabetes tipe-2 Non farmakologi


Senin mengeluhkan sedang tidak terkontrol  Istirahat
badan letih Kes: normoweight +  Diet DM (1300
- sakit Composmentis Anemia berat kalori)
dibagian ulu cooperative Hipokromik  Bergerak miring
hati (+) TD: 130/90 mmHg Mikrositer kekanan dan kekiri
- kaki Nadi : 80 x/menit
kesemutan(+) Napas: 22 x/menit Farmakologi
- Bab dan Bak Suhu : 36.5ºC  IVFD Ringer Lactat
lancar 12 jam/kolf
- Makan habis  Transfusi packed red
cells 1 unit/ hari
 Ferrous sulfate
3x 325 mg
 Metformin
2x500mg
 Cefixime
2x200mg
 Paracetamol 3x
500mg
 B complex 3x1

32
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Seorang perempuan 39 tahun dirawat di RSUD M Natsir Solok bangsal interne

pada tanggal 13 september 2021 dengan keluhan badan terasa lemah, letih yang

meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan sering

merasa kesemutan pada kaki dan sering haus. Pasien mengalami penurunan berat

badan 7 bulan yang lalu, dari 55 kg menjadi 45 kg. Riwayat buang air kecil berdarah

pada 3 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik pasien di temukan berat badan 45 kg, tinggi badan 155

cm, keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/85 mmHg, Nadi :

98x/menit, pernafasan : 20x/menit, suhu : 36,1C. Pada pemeriksaan laboratorium

yaitu hematologi lengkap ditemukan nilai Hb 4.47 g/dl, eritrosit 2.92 10 6/mm3, MCV

55.5 fL, MCH 15.1 pg/cell, Trombosit 369 10 3/mm3. Kimia klinik ditemukan glukosa

darah 386 mg/dl. Ureum 15 mg/dl, kreatinin 0.83 mg/dl. Oleh karena itu pasien di

diagnosis anemia berat hipokromik mikrositer dan iabetes mellitus tipe 2 tidak

terkontrol normoweight.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Pendekatan Diagnosis dan Terapi Terhadap Penderita Anemia. Bali
Heal J [Internet]. 2017;1(1):36–48
2. Narsih U, Hikmawati N. Pengaruh Persepsi Kerentanan Dan Persepsi Manfaat
Terhadap Perilaku Remaja Putri Dalam Pencegahan Anemia. Indones J Heal Sci.
2020;4(1):25
3. Suci, M, and Wungouw H. Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Bahu Kota Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm), Vol
3, No 1, 2015
4. Dodie, Natasya J, et al. Pengaruh Lamanya Diabetes Melitus Terhadap Ereksi.
Jurnal E-Biomedik (EBM), vol. 1, no 1. November, 2019, pp. 1120–25.
5. World Health Organization. Diabetes. 2016 June [cited 2016 Sep 29]. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/facts heets/fs312/en/
6. Evi, Kurniawaty, and Bella Yanita. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Majority, vol. 5, no. 2, 2016, pp. 27–31,
7. Aru Sudoyo, Bambang Setiyonadi SS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
8. Baldy Catherine M. Patofisiologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. 271–284 p
9. Soelistijo SA, Lindarto D, Decroll E, Permana H, sucipto KW, Budiman, et al.
Pedoman Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 Dewasa di
Indonesia 2019. Indonesia: Perkeni;2019.
10. Decroli, Eva. Diabetes Melitus tipe 2. Fakultas kedokteran Universitas Andalas.
2019
11. Fatimah, Noor R. Diabetes Melitus Tipe 2. Majority, vol 4, no 5, 2015

34

Anda mungkin juga menyukai