Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

ULKUS DIABETIKUM

Disusun Sebagai Syarat Kelengkapan Program Dokter Internship

Oleh:

dr. Andre Fellino Muhammad Harahap

Pendamping:

dr. Saidi Maghfur Ginting

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SULAIMAN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Ulkus Diabetikum”. Penulisan laporan ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Serdang Bedagai, 6 Juli 2022

dr. Andre Fellino Muhammad Harahap


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul....................................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
2.1. Definisi................................................................................................................
2.2. Etiologi................................................................................................................
2.3. Patofisiologi.........................................................................................................
2.4. Klasifikasi............................................................................................................
2.5. Diagnosis...........................................................................................................
2.6. Tatalaksana........................................................................................................
BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................................
3.1. Identitas Penderita.............................................................................................
3.2. Anamnesis.........................................................................................................
3.3. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................
3.4. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................
3.5. Diagnosis Kerja.................................................................................................
3.6. Terapi................................................................................................................
BAB IV FOLLOW UP....................................................................................................
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM II) telah menjadi salah satu masalah di belahan dunia
ini, tingginya kadar gula darah akan mempengaruhi metabolisme dan dapat
menjadi
toksik bagi jaringan normal tubuh, merupakan salah satu penyakit seumur hidup
yang diderita oleh pasien. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya diabetes
yang dapat mengganggu fungsi normal dari jaringan tubuh. Terkadang masyarakat
tidak menyadari penyakit ini, pasien datang untuk berobat sudah dalam fase
komplikasi dari diabetes mellitus itu sendiri.

Ulkus diabetikum merupakan luka kronis dimana memiliki hubungan


jangka panjang dengan terjadinya kematian, kecacatan dan kualitas hidup pada
pasien. Pasien dengan gangren diabetikum memiliki faktor risiko lebih tinggi akan
kematian dini, infark miokard dan struk fatal disbanding dengan pasien yang tidak
mengalami sakit ini.

Sepuluh persen dari 25 % pasien diabetes akan berkembang dan memiliki


ulkus pada tahap selanjutnya. Setidaknya terdapat 50.000 – 60.000 operasi
amputasi
dikerjakan pada pasien diabetes setiap tahunya di Amerika Serikat. Telah
dilakukan
perhitungan setidaknya didapatkan setiap 20 detik di dunia dilakukan amputasi
pada bagian bawah tubuh sebagai komplikasi dari diabetes. Angka risiko kematian
meningkat seiring dengan level atau tingkat keparahan dari amputasi sekitar 50-
68% dalam lima tahun, hal ini lebih buruk dibanding dengan keganasan pada
kanker.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ulkus diabetikum adalah luka yang terjadi pada bagian tubuh penderita
diabetes yang kejadian lukanya dipicu dan diperburuk oleh penyakit diabetes yang
diderita.2

2.2 Etiologi

Penyebab dari ulkus ulkus diabetikum ada beberapa komponen yaitu


meliputineuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan
kalus, infeksidan edema. faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari
2 faktor yaitufaktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik
metabolik, angiopatidiabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu
trauma, infeksi, dan obat

Terdapat 2 penyebab ulkus diabetik secara umum yaitu neuropati dan


angiopati diabetik. Neuropati diabetik adalah suatu kelainan pada urat saraf akibat
dari diabetes melitus akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dapat merusak
urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, apabila penderita mengalami trauma
kadangkadang tidak terasa. Kerusakan saraf menyebabkan mati rasa dan
menurunnya kemampuan merasakan sensasi sakit, panas atau dingin. Titik
tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu sempit menyebabkan
terjadinya kerusakan saraf yang dapat mengubah cara jalan klien. Kaki depan
lebih banyak menahan berat badan sangat rentan terhadap luka tekan. Dapat
disimpulkan bahwa gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di
telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.

Angiopati diabetik merupakan suatu penyempitan pada pembuluh darah


yang terdapat pada penderita diabetes. Pembuluh darah besar atau kecil pada
penderita diabetes mellitus mudah mengalami penyempitan dan penyumbatan
oleh
gumpalan darah. Jika terjai sumbatan pada pembuluh darah sedang atau besar
pada
tungkai, maka dapat mengakibatkan terjadinya gangrene diabetik, yaitu luka pada
daerah kaki yang berbau busuk dan berwarna merah kehitaman.
Adapun angiopati dapat menyebabkan terganggunya asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotik sehingga kulit sulit sembuh. Dengan kata lain, meningkatnya kadar gula
darah dapat menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembuluh darah arteri
dan kapiler (makro/mikroangiopati). Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya
asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan, sehingga timbul risiko terbentuknya
nekrotik.3

2.3 Patogenesis

Proses masalah ulkus pada penderita diabetes mellitus terjadi diawali


dengan adanya hiperglikemi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan
neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik
maupun motoric dan autonom menyebabkan berbagai perubahaan pada otot dan
kulit yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan ditribusi tekanan pada
telapak kaki dan kemudian akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi mengakibatkan infeksi mudah merebak menjadi
infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan ulkus diabetikum.

Ulkus diabetikum terdiri dari adanya kavitas sentral dan biasanya lebih
besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi oleh kalus keras dan tebal. Awalnya
pembentukan ulkus berhubungan dengan adanya hiperglikemia yang memberikan
dampak terhadap saraf perifer, keratin, kolagen dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin yang keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer dapat menyebabkan
terjadinya trauma berulang yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
area kalus. selanjutnya dapat menyebabkan terbentuknya kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur yang melus sampai ke permukaan kulit dan menimbulkan
terjadinya ulkus. Adanya iskemia dan penyembuha luka abnormal menghalangi
resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan close space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi system imun yang abnormal, bakteri sulit dibersihkan, dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013).
Penyakit neuropati dan vaskuler adalah factor utama yang mengkontribusi
terjadinya luka. Terjadinya masalah luka pada pasien diabetik terkait erat dengan
pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal dengan
neuropati perifer.

Pada neuropatimekanisme umum yang dapat dijelaskan adalah Adanya


Polyol Pathway. Kejadian neuropati yang diakibatkan karena status hiperglikemia
akan memacu aktifitasenzim Aldostase Reductase dan Sorbitol
Dehydrogenase.Hal ini mengakibatkanterjadinya konversi glukosa intraseluler
menjadi sorbitol dan fructose. Akumulasi kedua produk gula tersebut
menghasilkan penurunan pada sinstesis saraf Myoinositol, yang dibutuhkan untuk
konduksi neuron normal.

Selanjutnya konversi kimiawi glukosa menghasilkan penurunan cadangan


nikotonamid adenine dinukliotid pospat (NADP) , yang dibutuhkan untuk
detoksifikasi reaksioksigen dan untuk sintesis vasodilator nitric oksida (NO).
terjadinya peningkatkanstress oksidatif pada sel saraf dan peningkatan
vasokonstriksi menyebabkaniskemia, yang pada akhirnya meningkatkat injuri
pada sel saraf dan kematian.

Hiperglikemia dan stress oksidatif juga berkontribusi terhadap proses glikasi


protein sel saraf dan aktivasi yang tidak tepat dari protein kinase C, yang
mengakibatkan disfungsi system saraf dan iskemia (Tarwoto & Dkk., 2012).
Pasien diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan
sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan Pheripheral Vascular Disease
(PAD) yang merupakan factor perkembangan ulserasi kaki sampai 50% kasus.
Kondisi ini umumnya mempengaruhi arteri peroneal pada otot betis dan arteri
tibialis. Disfungsi sel endotelial dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada
pembuluh arteri sebagai konsekuensi status hiperglikemia yang peristen.
Perkembangan selanjutnya mengakibatkan penurunan kemampuan vasodilator
endothelium yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh arteri. Lebih jauh
hiperglikemia pada diabetes dihubungkan dengan peningkatkan thromboxane A2,
suatu vasokontriktor dan agonisagregasi platelet, yang memicu peningkatan
hiperkoagulasi plasma. Selain itu juga terjadi penurunan fungsi matriks
ekstraseluler pembuluh darah yang memicu terjadinya stenosis lumen arteri.
Akumulasi kondisi diatas memicu terjadinya penyakit obstruksi arteri yang pada
akhirnya mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah dan meningkatkan
Risiko ulserasi pada DM. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada
saraf. Hal ini terkait dengan neuropati yang berdampak pada sistem saraf
autonom,
yang mengontrol fungsi otot-otot kalus, kelenjar dan organ visceral. Adanya
gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah terjadinya
perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalitas aliran darah.

Peningkatan viskositas darah yang terjadi


pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah
sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya
harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah
dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi
non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada
kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari
dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi
hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus
dengan kadar glukosa darah.4

2.4 Klasifikasi

Terdapat berbagai macam klasifikasi ulkus diabetikum, diantaranya:


1. Klasifikasi Wagner

Klasifikasi Wagner merupakan klasifikasi ulkus diabetik yang paling


umum dipakai. Sistem pengklasifikasian ulkus diabetik menurut Wagner adalah
sebagai berikut:

2. Klasifikasi Texas

Muncul pada era tahun 1990-an dikeluarkan oleh universitas Texas.


Menggunakan 16 bagan terdiri dari 4 grade dan 4 stage. Semakin
bertambahnya grade dan stage, luka cenderung tidak sembuh tanpa
adanya revaskularisasi atau amputasi. Merupakan klasifikasi yang tersulit
untuk digunakan dan tidak aplikatif.

3. Klasifikasi PEDIS

Klasifikasi ini berkembang beberapa decade terakhir, secara spesifik


skema ini dibuat untuk membantu klasifikasi pada ulkus diabetik untuk
tujuan penelitian. Dimana perfusi, pemanjangan, kedalaman,infeksi dan
sensasi merupakan komponen diantaranya. Sekali lagi akan banyak
kolom dan kompleksitas yang akan dibentuk dan sulit digunakan untuk
kegiatan praktik.
2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis pada ulkus diabetikum biasanya ditegakkan melalui


pemeriksaan fisik dibanding penunjang, diantaranya:

a. Pemeriksaan Neurologis
 10 G (Semmes-Weinstein) Monofilament
Pemeriksaan yang sering dilakukan pada kebanyakan pasien
untuk menilai ada tidaknya neuropati. Penilaian positif
didapatkan pada ketidakmampuan merasakan monofilament
yang ditekan pada daerah ulkus sampai dapat membengkokan
monofilament tersebut.

 Pemeriksaan Garpu Tala 128 Hz


Pemeriksaan dikatakan positif jika terdapat ketidak mampuan
merasakan getaran dari garpu tala.
Jangan pernah memeriksan neuropati pada daerah kalus, karena
dapat memberikan hasil positif palsu.
b. Pemeriksaan Status Vaskular

Palpasi dari denyut perifer menjadi komponen rutin dalam


melakukan pemeriksaan rutin, termasuk denyut nadi di femoral,
popliteal dan dorsalis pedis. Kaki yang mengalami iskemik akan
nampak berwarna pink dan relatif hangat sekalipun terjadi perfusi
yang kurang. Dapat juga digali apakah ada Riwayat klaudikasio
intermitten, perubahan tropi kulit dan otot, pulsasi arteri dan juga ankle-
brachial index (ABI).

c. Infeksi

Kebanyakan dari ulkus diabetikum adalah infeksi polikiroba.


Pathogen yang tersering didapati adalah gram-positif seperti
staphylococcus aureus, dan gram-negatif berbentuk batang seperti
pseudomonas aeruginosa. Infeksi dengan kuman anerob juga sering
dapat ditimbulkan oleh clostridium perfringes dapat menyebabkan
iskemik ataupun gangren. Kultur luka dalam dan kultur darah mampu
membantu menentukan antibiotik untuk terapi.
2.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan ulkus diabetik harus dilakukan sesegera mungkin.


Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam penanganan ulkus diabetik
antara lain:
 Komponen Metabolik; pengendaliannya diantaranya adalah dengan cara
mengontrol kadar glukosa darah, profil lipid, albumin, hemoglobin dan
sebagainya.
 Komponen Vaskular; perbaikan perfusi dengan cara operasi atau
angioplasty, biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
 Komponen Infeksi; jika terlihat tanda-tanda klinis terjadinya infeksi atau
inflamasi baik local maupun sistemik, maku harus diberikan pengobatan
antimicrobial secara agresif.
 Komponen Luka; pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrotik secara
teratur dengan konsep TIME, yaitu Tissue debridement, Inflammation and
infection control, Moisture balance, dan Epithelial edge advancement.
 Komponen Tekanan; mengurangi tekanan pada daerah ulkus.

Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor


metabolik, infeksi, maupun vaskular. Pengendalian infeksimisalnya, berkaitan
erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kultur.

Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious


Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu: 6

1. Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema <2 cm


2. Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema >2 cm
3. Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Infeksi berat biasanya disebabkan karena infeksi polimikroba, seperti


Staphy lococus sp, Streptococus sp, Enterobacteriaceae, Pseudomonas,
Enterococus dan bakteri anaerob misalnya Bacteriodes, Peptococus,
Peptostreptococus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram positif dan gram negatif, serta
aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat
meliputi imipenem-cilastatin, Blactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
piperacilin-tazobactam) dan cephalosporin spektrum luas. Apabila hasil kultur
belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pemberian antibiotik
triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,
yang dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita ulkus
diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya
luka.7
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama :S
No. RM : 11.09.25
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 46 Tahun
Alamat : Dusun VI Rahmapan Kiri
Tanggal Masuk : 11 Juni 2022
DPJP : dr. Johnny, Sp.B

Primary Survey
Tanda dan Gejala Kesimpulan Penanganan Hasil
A (airway) Bebas Airway clear
Snoring (-) SaO2: 99%
Gurgling (-)
Stridor (-)
Crowing (-)
Ronchi (-)
B (breathing) Spontaneous RR: 22 x/menit
 Inspeksi
Napas spontan
Toraks simetris, tidak
terlihat ketinggalan
bernapas
 Palpasi
Tidak dilakukan
 Perkusi
Tidak dilakukan
 Auskultasi
- SP/ST: Ronchi (-)
Vesikular/ -
- RR: 24x/menit
C (circulation) Pasang IV line, dan CRT < 2 detik
CRT < 2 detik pemberian cairan - Akral H/M/K
Akral H/M/K - Suhu: 37,3 ºC
Suhu: 37,3 ºC - T/V: cukup
T/V: cukup - TD:141/88 mmHg
TD: 141/88 mmHg - HR: 103 x/menit,
HR: 103 x/menit Regular
D (disability) GCS 15 Mempertahankan Kesadaran Compos
Kesadaran: A-B-C tetap lancar mentis
AVPU: Alert
GCS 15 (E4M6V5)
Ø pupil: 2 mm / 2 mm,
isokor
RC: +/+
E (exposure) - - -

Lanjutan:
Fluid : IVFD Ringer Laktat 20gtt/i (makro)
Antipiretik : Inj. Norages 200mg (IGD)
Obat lain : Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Antibiotik : Inj. Cefixime 1g/12 jam
Inj. Metronidazole 500mg/12 jam
Test : Cek Darah Rutin, KGD ad Random, Rapid Test COVID-19,
Tubex test, Foto Thorax PA
RPT : DM tipe II
RPO : Tidak jelas
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Luka borok pada perut
Telaah : Luka borok dirasakan pasien sejak beberapa bulan sebelum
masuk rumah sakit. Luka borok terdapat pada daerah perut
bagian bawah, yang dirasakan gatal, baal, berdenyut dan
terkadang nyeri. Pada luka borok tampak nanah mengalir ke
bagian bawah perut. Luka awalnya berukuran kecil dan
terlokalisir, kemudian semakin lama semakin membesar dan
mengeras serta warnanya menghitam.
RPT : DM tipe II
RPO : Tidak jelas
Riwayat Alergi : Tidak ada

3.3. Pemeriksaan Fisik


Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 155/88 mmHg
Nadi : 113 x/i
Frekuensi Napas : 22 x/i
Temperature : 37,3 oC
Sianosis (-), Anemia (-), Ikterik (-), Dyspnea (+)
BB: 66 kg TB: 150 cm

3.4 Status Generalisata


Kepala : Dalam batas normal
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2mm/2mm),
konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),
preorbital edema (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : Bentuk simetris, deviasi septum (-), epistaksis (-)
Tenggorokan : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : SP: Vesikuler
ST: Ronchi -/- Wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak membesar.
(+) luka borok pada perut bagian bawah yang menjalar
sepanjang lipatan perut. Pus (+).
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Genitalia : Perempuan
Ekstremitas : Akral hangat, petekie (-), edem pretibial (-/-)
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan Remarks Satuan
Leukosit 19.090 4.000-10.000 Tinggi /mm3
Eritrosit 4,93 3,50-5,50 Normal Juta/mm3
Kadar Hb 14,5 12,0-16,0 Normal g/dl
Ht 45,3 35,0-50,0 Normal %
Trombosit 559.000 150-450 Tinggi Ribu/mm3
MCV 92,0 80,0-100,0 Normal um3
MCH 29,4 27,0-34,0 Normal Pg
MCHC 33,1 32,0-36,0 Normal gr/dl
GolDar A,B,AB,O
Glukosa ad random 391 <200 Tinggi mg/dL
Anti COVID-19 Negatif Negatif
3.6 Diagnosis Kerja
Ulkus Diabetikum + DM tipe II
3.7 Terapi
1. Tirah Baring
2. IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i (makro)
3. Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam (kalua nyeri)
5. Inj. Cefixime 1g/ 12 jam
6. Inj. Metronidazole 500mg/ 12 jam

3.8 Rencana
1. Debridement bila KGD <200 mg/dl.
BAB IV

FOLLOW UP

12 Juni 2022
S Nyeri pada luka borok di perut bagian bawah
O TD: 130/90 mmHg
HR: 84x/i
RR: 24x/i
T: 37,0 oC
Pemfis: Thorax: SP: vesikuler, ST: ronchi (-/-)
Lab: KGD ad random: 435 mg/dl
HbA1c: 14,8%
Ureum: 31 mg/dl
Kreatinin: 0,9 mg/dl
Elektrolit: K:4,32 Na:127 Cl:88
A Ulkus Diabetikum + Abses + DM tipe II
P 1. Tirah Baring
2. IVFD Ringer Laktat 20gtt/i (makro)
3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
4. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
5. Inj. Metronidazole 500 mg/12 jam
6. Inj. Ketorolac 30 mg jika nyeri
7. Apidra 3 x 14 U
8. Lantus 1 x 14 U
9. Diet MB, tinggi protein
10. Rencana debridement pada tanggal 13 Juni 2022
13 Juni 2022
S Nyeri pada luka post-op di daerah perut
O TD: 130/80 mmHg
HR: 88x/i
RR: 24x/i
T: 36,6 oC
Pemfis: Thorax: SP: vesikuler, ST: ronchi (-/-)
Lab: KGD puasa: 258 mg/dl
Elektrolit: K:4,22 Na:132 Cl: 93
A Ulkus Diabetikum + Abses + DM tipe II
P 1. Tirah Baring
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)
3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
4. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
5. Inj. Metronidazole 500 mg/12 jam
6. Inj. Ketorolac 30 mg jika nyeri
7. Apidra 3 x 16 U
8. Lantus 1 x 16 U
9. Ganti tampon luka setiap hari
10. Diet MB, tinggi protein
14 Juni 2022
S Nyeri pada luka post-op di daerah perut
O TD: 130/90 mmHg
HR: 92x/i
RR: 20x/i
T: 36,9 oC
Pemfis: Thorax: SP: vesikuler, ST: ronchi (-/-)
Lab: KGD puasa: 179 mg/dl
KGD 2 jam PP: 220 mg/dl

A Ulkus Diabetikum + Abses + DM tipe II


P 1. Tirah Baring
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)
3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
4. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
5. Inj. Metronidazole 500 mg/12 jam
6. Inj. Ketorolac 30 mg jika nyeri
7. Apidra 3 x 16 U
8. Lantus 1 x 16 U
9. Ganti tampon luka setiap hari
10. Diet MB, tinggi protein
15 Juni 2022
S Nyeri pada luka post-op sudah berkurang
O TD: 120/70 mmHg
HR: 90x/i
RR: 22x/i
T: 36,7 oC
Pemfis: Thorax: SP: vesikuler, ST: ronchi (-/-)
Lab: KGD puasa: 256 mg/dl
KGD 2 jam PP: 313 mg/dl
A Ulkus Diabetikum + Abses + DM tipe II
P 1. PBJ, kontrol ke poli
2. Cefixime 2 x 200 mg
3. Metronidazole 3 x 500 mg
4. Vit B Comp 2 x 1
5. Lantus 1 x 16 U
6. Apidra 3 x 16 U
BAB V

KESIMPULAN

Ulkus diabetikum adalah luka yang terjadi pada bagian tubuh penderita
diabetes yang kejadian lukanya dipicu dan diperburuk oleh penyakit diabetes yang
diderita. Diagnosa umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan
fisik.
Pada kasus ini, pasien datang dengan adanya luka borok pada daerah perut
bagian bawah yang terasa gatal dan terkadang nyeri. Luka awalnya merah,
kemudian lama kelamaan melebar dan warna menghitam disertai keluarnya
nanah. Dilakukan pemeriksaan KGD dan HbA1c untuk menunjang diagnosis
ulkus diabetik dengan hasil yang mendukung. Terapi yang diberikan yaitu terapi
operatif berupa debridement dan terapi farmakologis berupa antibiotik dan insulin.
Evaluasi dilakukan setiap hari dengan memantau tanda vital, KGD puasa dan 2
jam PP, serta elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wounds International. (2013). International Best Practice Guidelines :


Wound Management in Diabetik Ulcers.
2. Purnamasari, D. 2016. ‘Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus’. Dalam
Aru W Sudoyo, Siti Setiati, Idrus Alwi dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.
3. PERKENI. 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus
tipe-2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
4. Amstrong DG, Lavery LA. Diabetik foot ulcer: prevention, diagnosis and
classification. Am Fam Physician. 2008;57(6):1337-8.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi ke-IV. Jakarta: Interna Publishing; 2007
6. Frykberg RG. Diabetik foot ulcer: pathogenesis and management. Am Fam
Physician. 2002;66(9):1655-62.
7. Rowe VL. Diabetik ulcers [internet]. California: Department of Surgery,
Division of Vascular Surgery, Keck School of Medicine of the University of
Southern California; 2017.

Anda mungkin juga menyukai