Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ULKUS KAKI DIABETIK

DISUSUN OLEH:
Ridha Hasanah
I4061211011

PEMBIMBING:
dr. Irham Purnomo, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 22 AGUSTUS - 29 OKTOBER 2022
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:

Ulkus Kaki Diabetik

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. Soedarso Pontianak

Telah disetujui,
Pontianak, Oktober 2022

Pembimbing, Penyusun,

dr. Irham Purnomo, Sp. PD Ridha Hasanah

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Sekitar 150 juta orang
menderita diabetes melitus di seluruh dunia. Prevalensi DM di Indonesia
berdasarkan wawancara pada tahun 2013, yaitu 2,1%. Persentase tersebut
meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007, yaitu 1,1%. Kenaikan ini dapat
terjadi akibat pertumbuhan populasi, penuaan, diet tidak sehat, obesitas, dan gaya
hidup. DM tipe 2 jauh lebih umum dan menyumbang sekitar 90% dari semua
kasus diabetes di seluruh dunia. Hal ini paling sering terjadi pada orang dewasa.1-2
Faktor risiko DM, di antaranya obesitas, aktivitas fisik rendah, riwayat
orang tua dengan DM, etnik, diabetes gestasional, hipertensi, HDL rendah,
trigliserida tinggi, dan riwayat penyakit kardiovaskular. Penyandang DM dapat
mengalami komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati
diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun
makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, dan peripheral vascular disease).
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. Hal ini
menyebabkan angka kecacatan semakin tinggi. Orang yang menderita DM ≥ 5
tahun hampir dua kali lebih memungkinan untuk menderita ulkus dibandingkan
dengan orang yang menderita DM kurang dari 5 tahun. Faktor utama yang
memengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom
dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penanganan kasus ini
membutuhkan diagnosis, mendapatkan spesimen kultur yang baik, pemilihan
terapi antibiotik empirik dan definitif, serta menentukan saat yang tepat untuk
intervensi bedah.1-3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Kaki Diabetik


2.2.1 Definisi
Ulkus kaki diabetik adalah cedera pada seluruh lapisan kulit, nekrosis, atau
gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki pasien diabetes melitus (DM).4
Ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan kelainan
neuropati sensorik, motorik, maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh
darah.5
2.2.2 Epidemiologi
Insidensi tahunan ulkus kaki diabetik di seluruh dunia adalah antara 9,1
hingga 26,1 juta. Sekitar 15 sampai 25% pasien diabetes melitus mengalami ulkus
kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling
sering terjadi pada pasien diabetes melitus usia 45 tahun ke atas. Insidensi ulkus
kaki diabetik terus meningkat di seluruh dunia. Prevalensi ulkus kaki diabetik
tidak diketahui secara akurat, namun diperkirakan 4-27% orang menderita ulkus
kaki diabetik di seluruh dunia.4,6
Prevalensi risiko dan ulkus kaki diabetik di Indonesia diperkirakan tinggi
karena pasien DM yang tidak terdiagnosis juga tinggi. Ulkus kaki diabetik
merupakan satu di antara infeksi kronis DM yang paling ditakuti. Angka kematian
dan amputasi akibat ulkus kaki diabetik di Indonesia masih tinggi, yaitu masing-
masing 16% dan 25%.4
2.2.3 Etiologi
Ada beberapa komponen penyebab munculnya ulkus kaki diabetik pada
pasien diabetes melitus, yaitu:4
1. Faktor penyebab
a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, dan otonom)
Faktor ini merupakan faktor penyebab utama dan terpenting.
Neuropati sensorik menyebabkan kehilangan sensasi protektif yang
mengakibatkan kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga

4
meningkatkan risiko ulkus kaki diabetik. Tidak hanya sensasi nyeri dan
tekanan yang hilang, tetapi propriosepsi dari posisi kaki juga hilang.
Neuropati motorik memengaruhi semua otot di kaki sehingga
mengakibatkan deformitas khas berupa penonjolan tulang yang abnormal
dan perubahan bentuk normal kaki, seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan
pemanjangan pengisian kapiler yang membuat kaki rentan terhadap
trauma.
b. Tekanan plantar kaki tinggi
Keadaan ini terkait dengan dua hal, yaitu keterbatasan mobilitas
sendi dan kelainan bentuk kaki. Pasien dengan neuropati perifer dan
tekanan plantar kaki yang tinggi lebih berisiko mengalami ulkus kaki
diabetik dalam waktu 2,5 tahun dibandingkan dengan pasien tanpa tekanan
plantar kaki yang tinggi.
c. Trauma
Faktor ini menyebabkan ulkus kaki diabetik, terutama trauma
berulang. 21% trauma terjadi akibat gesekan alas kaki, 11% karena cedera
kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% akibat selulitis karena komplikasi
tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku.
2. Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis akibat penyakit arteri perifer, terutama yang
mengenai pembuluh darah femoropopliteal merupakan faktor penyumbang
yang paling penting.
b. Diabetes
Diabetes menyebabkan proses penyembuhan luka terganggu. Selain
itu, penderita diabetes memiliki tingkat infeksi onikomikosis dan tinea
yang lebih tinggi sehingga kulit mudah terkelupas dan mengalami infeksi.
Diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia berkelanjutan serta
peningkatan mediator inflamasi sehingga memicu respons inflamasi yang
menyebabkan peradangan kronis karena hiperglikemia menyebabkan
gangguan mekanisme pertahanan seluler. Peradangan dan neovaskularisasi

5
penting dalam penyembuhan luka, namun pada penderita DM, respons
inflamasi akut menjadi lemah dan angiogenesis terganggu sehingga terjadi
gangguan penyembuhan luka.
2.2.4 Klasifikasi
Ulkus kaki diabetik dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:4
1. Ulkus neuropatik yang ditandai dengan kaki hangat, perfusi masih baik dengan
denyut masih teraba, keringat berkurang, serta kulit kering dan pecah-pecah.
2. Ulkus neuroiskemik yang ditandai dengan kaki lebih dingin, pulsasi tidak
teraba, kulit tipis, halus, dan tanpa rambut, atrofi jaringan subkutan,
klaudikasio intermiten, dan tidak ada nyeri saat istirahat.
Ada beberapa klasifikasi ulkus kaki diabetik, yaitu:1,3
1. Klasifikasi Meggitt Wagner
Tabel 2.1 Klasifikasi Meggitt-Wagner1

2. Klasifikasi University of Texas


Tabel 2.2 Klasifikasi University of Texas3

6
3. Klasifikasi PEDIS
Tabel 2.3 Klasifikasi PEDIS3

2.2.5 Patofisiologi
Infeksi awal terjadi akibat kerusakan sawar pertahanan kulit, umumnya di
daerah trauma atau ulserasi. Neuropati perifer baik sensorik, motorik, maupun
otonom merupakan faktor utama terjadinya kerusakan kulit. Luka terbuka ini
selanjutnya menjadi daerah kolonisasi bakteri (umumnya flora normal) dan
selanjutnya berkembang menjadi invasi dan infeksi bakteri. Iskemia jaringan kaki
berkaitan dengan penyakit arteri perifer umum ditemukan pada penderita ulkus
kaki diabetik. Walaupun jarang menjadi penyebab utama, iskemia pada
ekstremitas akan meningkatkan risiko luka menjadi terinfeksi. Luka pada kaki
penderita diabetik sering menjadi luka kronik, berkaitan dengan advanced
glycation end-products (AGEs), inflamasi persisten, dan apoptosis yang diinduksi
oleh keadaan hiperglikemia.3
Mayoritas kasus ulkus kaki diabetik terbatas pada bagian yang relatif
superfisial. Namun, infeksi dapat menyebar ke jaringan subkutan termasuk fascia,

7
tendon, otot, sendi, dan tulang. Anatomi kaki terbagi menjadi beberapa
kompartemen yang rigid, namun saling berhubungan sehingga infeksi mudah
menyebar antarkompartemen. Respons inflamasi akan meningkatkan tekanan
kompartemen melebihi tekanan kapiler sehingga menyebabkan nekrosis jaringan
akibat iskemia. Tendon yang terdapat dalam kompartemen menjadi perantara
penyebaran infeksi ke proksimal yang umumnya bergerak dari area bertekanan
tinggi menuju tekanan rendah.3
Tanda dan gejala sistemik, seperti demam dan menggigil yang
menandakan leukositosis atau gangguan metabolik signifikan jarang ditemukan.
Adanya tanda sistemik berkaitan dengan keadaan infeksi berat yang berpotensi
membahayakan keselamatan ekstremitas dan nyawa.3

Gambar 2.1 Patofisiologi ulkus kaki diabetik berkaitan dengan berbagai faktor
risiko3
2.2.6 Manifestasi Klinis
Sekitar 50% pasien dengan ulkus kaki diabetik menunjukkan gejala klinis
infeksi. Infeksi ditandai dengan adanya sekret purulen atau setidaknya dua dari
tanda klasik peradangan (eritema, hiperemia, edema atau pembengkakan, dan

8
nyeri), tetapi hal-hal tersebut dapat tidak muncul karena kurangnya sensitivitas
pada pasien akibat neuropati sensorik atau gangguan respons imun. Pasien dengan
infeksi juga berhubungan dengan kontrol metabolik yang buruk. Oleh karena itu,
aspek lain dari ulkus kaki diabetik harus dipertimbangkan, termasuk kurangnya
jaringan granulasi, penyembuhan yang tertunda, atau adanya bau. Kelebihan
beban pada anggota tubuh yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas sendi
membuat plantar fascia mengalami perubahan kualitas kulit, seperti kapalan dan
kering yang kemudian menyebabkan bakteri mudah berkembang biak pada kulit
dan menyebabkan infeksi. Penting untuk mempertimbangkan bahwa nyeri
bukanlah tanda yang menonjol pada pasien dengan ulkus kaki diabetik yang
terinfeksi karena hilangnya sensitivitas yang disebabkan oleh hiperglikemia.
Kemungkinan infeksi harus dipertimbangkan pada setiap pasien DM yang
menunjukkan demam, leukositosis, atau metabolik yang baru saja tidak
terkontrol.7

Gambar 2.2 Gambaran klinis ulkus kaki diabetik3


2.2.7 Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko dikaitkan dengan perkembangan ulkus kaki
diabetik, seperti jenis kelamin (laki-laki), durasi diabetes lebih dari 10 tahun,

9
pasien usia lanjut, indeks massa tubuh tinggi, dan penyakit penyerta lainnya,
seperti retinopati,

10
neuropati perifer diabetik, penyakit arteri perifer, kadar hemoglobin glikosilasi
(HbA1c), deformitas kaki, tekanan plantar tinggi, infeksi, dan kebiasaan
perawatan kaki yang tidak tepat.8
Tabel 2.4 Faktor risiko ulkus kaki diabetik8

2.2.8 Diagnosis
Pendekatan diagnosis ulkus kaki diabetik melalui:3,5
1. Anamnesis
Lama menderita DM, kontrol gula darah, gejala komplikasi, penyakit
penyerta, riwayat pengobatan saat ini, pemakaian sepatu, adanya callus,
adanya kelainan bentuk kaki, riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki, dan
nyeri pada tungkai saat beristirahat.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan vaskular
Palpasi pulsasi arteri, perubahan warna kulit, adanya edema,
perubahan suhu, riwayat perawatan sebelumnya, kelainan lokal di
ekstremitas, seperti kelainan pertumbuhan kaki, rambut, dan atrofi kulit.
b. Pemeriksaan neuropati
Vibrasi dengan garputala 128 Hz, sensasi halus dengan kapas,
perbedaan dua titik, sensasi suhu, panas dan dingin, pinprick untuk nyeri,
pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksaaan klonus, dan tes Romberg.

11
c. Pemeriksaan kulit
Tekstur, turgor dan warna, kulit kering, adanya callus, adanya
fisura, ulkus, gangren, infeksi, jamur, sela-sela jari, adanya kelainan
akantosis nigikans, dan dermopati.
Diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan ditemukannya minimal 2
tanda lokal inflamasi, yaitu eritema, kalor, nyeri, edema, dan sekret
purulen. Tanda lain (sekunder) infeksi meliputi adanya jaringan nekrosis,
granulasi, sekret non-purulen, bau busuk, atau luka yang gagal sembuh
dengan perawatan adekuat. Tanda-tanda ini berguna jika tanda lokal
ataupun sistemik tidak ditemukan akibat neuropati perifer atau iskemi.
d. Pemeriksaan tulang dan otot
Pemeriksaan biomekanik, kelainan struktur kaki (hammer toe,
charcot, riwayat amputasi, foot drop), keterbatasan tendon achilles,
evaluasi cara berjalan, kekuatan otot, dan tekanan plantar kaki.
e. Pemeriksaan sepatu atau alas kaki
Jenis sepatu, kecocokan dengan bentuk kaki, insole, dan benda
asing di dalam.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Kadar laju endap darah (LED) terbukti berguna mendukung
diagnosis. Peningkatan kadar LED yang tinggi (LED > 70 mm/jam)
menunjukkan kemungkinan osteomielitis yang menyertai ulkus kaki
diabetik. Peningkatan kadar C-reactive protein, prokalsitonin, dan jumlah
leukosit dapat menentukan derajat infeksi sistemik.
b. Pencitraan
Foto polos umumnya merupakan modalitas diagnostik utama untuk
menentukan derajat atau luas ulkus kaki diabetik. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menilai adanya osteomielitis. Pencitraan lain meliputi
magnetic resonance imaging (MRI) dan bone scan umumnya untuk
menyingkirkan diagnosis lain pada keadaan klinis atipikal.

12
Tabel 2.5 Gambaran tipikal osteomielitis pada ulkus kaki diabetik
berdasarkan foto polos3

c. Mikrobiologi
Tujuan pemeriksaan mikrobiologi, yakni mengidentifikasi patogen
penyebab serta menentukan antibiotik yang paling tepat sebagai tata
laksana definitif. Sampel pemeriksaan umumnya didapatkan saat kontak
pertama, baik berupa aspirasi sekret maupun spesimen jaringan luka.
2.2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ulkus kaki diabetik di antaranya penyakit arteri
perifer, vaskulitis, thromboangiitis obliterans (penyakit Buerger), venous/stasis
ulcer, trauma tumpul pada tulang, tumor tulang, gas gangrene, penyakit Lyme,
osteomielitis, karsinoma sel skuamosa, dan tromboflebitis superfisial.5-6
2.2.10 Tata Laksana
Tata laksana ulkus kaki diabetik meliputi:3,5
1. Kontrol mekanik:
a. Mengistirahatkan kaki;
b. Menghindari tekanan pada daerah kaki yang luka (non weight bearing);
c. Menggunakan bantal saat berbaring pada tumit kaki/bokong/tonjolan
tulang untuk mencegah lecet;
d. Memakai kasur anti dekubitus bila perlu;
e. Mobilisasi (bila perlu dengan alat bantu berupa kursi roda atau tongkat);
f. Pada luka yang didominasi oleh faktor neuropati maka tujuan utama adalah
mendistribusikan beban tekanan pada kaki, sedangkan yang didominasi
faktor vaskular tujuan utamanya adalah menghindari luka pada daerah
yang rentan.

13
2. Kontrol luka:
a. Evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat perlu dilakukan
secepat mungkin, jika perlu dapat dilalukan dengan tindakan operatif;
b. Pembalutan luka dengan pembalut yang basah atau lembap;
c. Debridemen dan amputasi.
Tujuan debridemen adalah membuang semua jaringan nekrotik
yang avital (non viable), jaringan infeksi, dan juga callus di sekitar
ulkus; mengurangi tekanan pada jaringan kapiler dan tepi luka;
memungkinkan drainase dari eksudat dan pus; dan meningkatkan
penetrasi antibiotik ke dalam luka yang terinfeksi. Indikasi
debridemen, di antaranya terdapat debris dan jaringan nekrosis pada
luka kronis di jaringan kulit, jaringan subkutan, fasia, tendon, otot,
bahkan tulang serta terdapat kerusakan jaringan dan pus pada ulkus
yang terinfeksi. Sementara itu, indikasi amputasi, di antaranya jaringan
nekrotik luas; iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi; gagal
revaskularisasi; Charcot foot dengan instabilttas; infeksi akut dengan
ancaman kematian (gas gangren dan necrotizing fasciitis); infeksi/luka
yang tidak membaik dengan terapi adekuat; gangren; deformitas
anatomi yang berat dan tidak terkontrol; dan ulkus berulang
3. Kontrol infeksi (mikrobiologi):
a. Terapi antimikroba empirik pada saat awal bila belum ada hasil
pemeriksaan kultur mikroorganisme dan resistansi;
b. Luka yang superfisial diberikan antibiotik untuk kuman gram positif,
luka lebih dalam diberikan antibiotik untuk kuman gram negatif
ditambah golongan metronidazol bila ada kecurigaan infeksi bakteri
anaerob;
c. Pada luka yang dalam, luas, disertai gejala infeksi sistemik yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dapat diberikan antibiotik
spektrum luas yang dapat mencakup kuman gram positif, gram negatif,
dan anaerob sehingga dapat digunakan 2 atau 3 golongan antibiotik;

14
d. Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu kemudian dan
disesuaikan dengan hasil kultur mikroorganisme. Durasi optimal terapi
antibiotik pada kasus ulkus kaki diabetik ringan hingga sedang dan
melibatkan infeksi jaringan lunak berkisar 1-2 minggu. Ulkus kaki
diabetik yang berat umumnya memerlukan terapi hingga 3 minggu.
Terapi antibiotik dapat dihentikan jika tanda dan gejala infeksi sudah
menghilang meskipun luka belum sembuh karena antibiotik digunakan
sebagai tata laksana infeksi, bukan untuk penyembuhan luka. Durasi
terapi lebih panjang mungkin dibutuhkan pada penderita
immunocompromised, pada luka dengan perfusi tidak baik, luka
dalam, luas, dan nekrotik disertai osteomielitis.

15
Tabel 2.6 Pilihan regimen antibiotik empirik pada ulkus kaki diabetik3

15
4. Kontrol vaskular:
a. Periksa ankle brachial index (ABI), transcutaneous oxygen tension, toe
pressure, bahkan angiografi;
b. Terapi revaskularisasi diharapkan masih memiliki manfaat pada daerah
dengan oksigenasi yang masih cukup;
c. Tindakan bedah vaskular atau tindakan endovaskular.
5. Kontrol metabolik:
a. Perencanaan nutrisi yang baik selama proses infeksi dan penyembuhan
luka;
b. Regulasi glukosa darah yang adekuat;
c. Pengendalian komorbiditas bila ada, misalnya hipertensi, dislipidemia,
gangguan fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit, anemia, infeksi
penyerta, serta hipoalbuminemia.
6. Kontrol edukasi
Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi ulkus kaki
diabetik pasien saat ini, rencana diagnosis, penatalaksanaan/terapi, penyulit
yang mungkin timbul, serta prognosis selanjutnya. Pemberian edukasi
penting mengingat kerja sama pasien dan keluarganya mutlak diperlukan
dalam penatalaksanaan yang optimal dan untuk menghindari
miskomunikasi.
7. Peran nutrisi dalam penyembuhan luka:
a. Fungsi nutrisi: membantu proses penyembuhan luka (inflamasi,
granulasi, dan epitelisasi/remodelling);
b. Protein 1,5-2 gram/kg berat badan/hari, lemak 20-25% kebutuhan
energi dengan lemak jenuh < 7%, lemak tidak jenuh < 10%, dan
sisanya lemak tidak jenuh tunggal;
c. Vitamin A: kebutuhan per hari 5000 IU;
d. Vitamin B kompleks: kofaktor atau koenzim pada sejumlah fungsi
metabolik yang terlibat pada penyembuhan luka, terutama pada
pelepasan energi dari karbohidrat.

16
2.2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti adalah amputasi ekstremitas. Komplikasi
lain termasuk gangren kaki, osteomielitis, deformitas permanen, dan risiko sepsis.6
2.2.12 Prognosis
Prognosis ulkus ini baik jika diidentifikasi secara dini dan dilakukan
pengobatan yang optimal. Sayangnya, keterlambatan dalam perawatan dapat
menyebabkan amputasi kaki. Pasien yang memiliki ulkus kaki diabetik kronis
memiliki risiko tinggi untuk rawat inap ulang dan rawat inap yang
berkepanjangan.6
2.2.13 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah edukasi kepada pasien.
Pasien harus diedukasi mengenai pentingnya kontrol glikemik yang baik,
perawatan kaki yang tepat, menghindari rokok, dan perlunya pemeriksaan rutin
maka risiko terjadinya ulkus kaki diabetik berkurang secara signifikan. Pasien
harus diingatkan tentang hal-hal ini pada setiap kunjungan dengan dokter layanan
primer. Edukasi yang diberikan terus menerus akan meningkatkan pengetahuan
dan perubahan perilaku pasien.5-6
Langkah-langkah pencegahan yang perlu dijelaskan, di antaranya:5
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di atas pasir dan air;
2. Periksa kaki setiap hari untuk deteksi dini dan laporkan pada dokter/perawat
apabila ada kulit terkelupas, kemerahan, atau luka;
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya;
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembap ke kulit yang kering;
5. Potong kuku secara teratur;
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi;
7. Gunakan kaus kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada
ujung-ujung jari kaki;
8. Jika ada kalus atau mata ikan, ditipiskan secara teratur;
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus;
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi;
11. Jangan gunakan bantal panas atau botol berisi air panas atau batu untuk kaki.

17
BAB III
KESIMPULAN

Ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi tersering pada pasien diabetes


melitus yang tidak terkontrol dengan baik. Biasanya terjadi akibat kontrol
glikemik yang tidak baik, neuropati, penyakit arteri perifer, atau perawatan kaki
yang tidak tepat. Ulkus kaki diabetik biasanya terjadi di area kaki yang mengalami
trauma berulang dan tekanan. Penanganan ulkus kaki diabetik membutuhkan
diagnosis, mendapatkan spesimen kultur yang baik untuk pemilihan terapi
antibiotik empirik dan definitif, serta menentukan saat yang tepat untuk intervensi
bedah. Edukasi pasien mengenai komplikasi dan perlunya perawatan medis yang
tepat akan mengurangi risiko komplikasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhartono, Sari IRN. Ulkus Kaki Diabetik Kanan dengan Diabetes Mellitus
Tipe 2. Jurnal Agromedicine Unila 2017;4(1):133-9.
2. Fitria E, Nur A, Marissa N, Ramadhan N. Karakteristik Ulkus Diabetikum
pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD
Meuraxa Banda Aceh. Buletin Penelitian Kesehatan 2017;45(3):153-60.
3. Hutagalung MBZ, Eljatin DS, Awalita, Sarie VP, Sianturi GDA, Santika GF.
Diabetic Foot Infection (Infeksi Kaki Diabetik): Diagnosis dan Tatalaksana.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran 2019;46(6):414-8.
4. Rosyid FN. Etiology, Pathophysiology, Diagnosis and Management of
Diabetics’ Foot Ulcer. International Journal of Research in Medical Sciences
2017;5(10):4206-13.
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
6. Oliver TI, Mutluoglu M. Diabetic Foot Ulcer [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. 2022 [cited 5 September 2022]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537328/
7. Syafril S. Pathophysiology Diabetic Foot Ulcer. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science 2018;125(0):1-6.
8. Khan Y, Khan MM, Farooqui MR. Diabetic Foot Ulcers: A Review of Current
Management. International Journal of Research in Medical Sciences
2017;5(11):4683-9.

19

Anda mungkin juga menyukai