Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN LUKA ULKUS

DIABETIKUM

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Ns.Sugiyono,M.Kep

Disusun oleh Kelompok :

1. Nisa Nurfitra (201940037)


2. Puji Dwijayanti (201940042)
3. Ria fauziah ( 201940048 )
4. Rhelisa Puspitaloka (201940050)
5. Rini Apriyanti L ( 201940052 )
6. Sindy Pratiwi ( 201940056 )
7. Siti Indah Sari ( 201940057 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ICHSAN MEDICAL CENTRE


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEMESTER 5B

TAHUN PELAJARAN 2021


LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR TENTANG ULKUS DIABETIKUM


1. Definisi
Ulkus diabetikum adalah komplikasi diabetes yang berhubungan dengan
morbiditas, mortalitas, biaya, dan kualitas hidup (Syafril, 2018).
Menurut Schaper et al (2019) dalam panduan pencegahan The International
Working Group on Diabetic Foot (IWGDF) mendefinsikan bahwa ulkus
diabetikum adalah luka dengan ketebalan penuh yang menghancurkan jaringan
dalam, berkembang ke pergelangan kaki distal yang berhubungan dengan
kelainan neurologis.
2. Etiologi
Etiologi ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri,
tekanan (trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar dari ulkus diabetikum
adalah diabetik neuropati; yang dapat ditemukan pada 80-90% pasien dengan
ulkus. Kondisi iskemik disebabkan oleh penyakit arteri perifer menghambat
penyembuhan, terutama saat infeksi terjadi dimanademand lebih banyak
diperlukan.
Deformitas atau abnormalitas struktur kaki memainkan peran yang penting
dalam pembentukan ulkus diabetikum, karena memberikan tekanan abnormal
yang dapat membentuk luka. Deformitas atau abnormalitas bentuk kaki yang
dimaksud, diantaranya flat foot, hallux valgus, Charcot neuroartropati,
atau hammer foot.
Mikrobiologi Ulkus Diabetikum
Pada ulkus diabetikum, diperkirakan kondisi infeksi disebabkan oleh
polimikrobial yang dapat melibatkan hingga 5-7 organisme yang berbeda. Pola
mikrobial ulkus diabetikum dipengaruhi oleh kedalaman luka, jaringan yang
terlibat, dan penggunaan antibiotik sebelumnya
Infeksi superfisial : Seringkali mengandung kokus aerobik gram positif (S.
aureus, S. agalactiae, S. pyogenes, dan Staphylococcus coagulase-negative)
Infeksi dalam : Seringkali mengandung bakteri yang ada di infeksi superfisial
ditambah dengan organisme enterokokus, Enterobacteriaceae,Pseudomonas
aeruginosa, dan bakteri anaerob. Infeksi dengan inflamasi ekstensif, nekrosis,
cairan eksudat berbau, atau gangrene dengan tanda-tanda toksisitas sistemik
dapat mengandung semua organisme di atas dan organisme anaerobik. Patogen-
patogen yang termasuk adalah Streptococcus anaerob, spesies Bacteroides, dan
spesies Clostridium.
 Faktor Risiko
Faktor risiko yang akan meningkatkan kemungkinan terkena ulkus
diabetikum diantaranya adalah :
1. Neuropati diabetic
2. Penyakit vaskular perifer
3. Faktor biomekanis (Sendi kaku/joint stiffness, kalus, Charcot foot)
4. Ulkus diabetikum sebelumnya
5. Riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol
6. Merokok
7. Retinopati dan nefropati diabetikum
8. Penggunaan insulin sebagai penanda progresi diabetes 1 dan 2
3. Klarifikasi
1) Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini
biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2) Stadium 2
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa
terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan
sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini
dapat sembuh 1 2 dalam 10-15 hari.
3) Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur
fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati
fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4) Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh
dalam 3-6 bulan.
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari ulkus dekubitus di bagi berdasarkan stadium, yaitu
sebagai adalah sebagai berikut :
1. Stadium 1
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih
hangat), Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
Perubahan sensasi (gatal atau nyeri), Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada
yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
2. Stadium 2
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium 3
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka
terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium 4
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang
yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka
tekan.
5. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
5. Patofisiologi
Patofisiologi ulkus diabetikum berkaitan dengan neuropati dan penyakit
arteri perifer yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Hiperglikemia
menghasilkan stres oksidatif pada sel saraf dan menyebabkan neuropati.
Disfungsi saraf tambahan terjadi lebih lanjut oleh karena glikosilasi protein sel
saraf, yang menyebabkan iskemia lebih lanjut. Perubahan sel ini terwujud pada
komponen motorik, otonom, dan sensorik dari ulkus diabetikum.
Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease/PAD) merupakan
faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan ulkus diabetikum hingga
50% kasus. Disfungsi sel endotel dan kelainan sel otot polos terjadi di arteri
perifer sebagai konsekuensi dari keadaan hiperglikemik yang terus-menerus,
sehingga mengakibatkan penurunan resultan pada vasodilator endotelium yang
menyebabkan penyempitan. Selanjutnya, hiperglikemia pada diabetes dikaitkan
dengan peningkatan tromboksan A2, agonis agregator vasokonstriktor dan
platelet, yang menyebabkan peningkatan risiko hiperkoagulabilitas plasma. Ada
juga potensi perubahan dalam matriks ekstraselular vaskular yang
menyebabkan stenosis lumen arteri. Selain itu, merokok,hipertensi, dan
hiperlipidemia adalah faktor lain yang umum terjadi pada pasien diabetes dan
berkontribusi pada perkembangan PAD. Secara kumulatif, hal ini mengarah
pada penyakit arteri oklusif yang menyebabkan iskemia pada ekstremitas
bawah dan peningkatan risiko ulserasi pada pasien diabetes.
Neuropati mempengaruhi saraf motorik, sensorik, dan otonom. Kelainan
motorik dapat menyebabkan kelemahan otot, atrofi, dan paresis. Kemudian
kelainan sensoris mempengaruhi daya sensasi nyeri, tekanan, dan panas.
Karena hal ini, banyak luka yang terjadi tidak diketahui oleh pasien sehingga
terus-menerus terkena trauma atau tekanan yang repetitif. Kelainan saraf
otonom juga berkontribusi untuk meningkatkan risiko infeksi karena
mengurangi produksi keringat dan vasodilatasi.
Kaki Charcot (neuropatik osteoartropati) dialami oleh sekitar 2% dari
pasien diabet, dan disebabkan oleh gabungan neuropati motorik, otonom, dan
sensorik. Kaki Charcot adalah sebuah kondisi inflamasi yang mempengaruhi
tulang, persendian, dan jaringan lunak di kaki dan pergelangan kaki (ankle).
Ciri-ciri kaki Charcot termasuk destruksi, subluksasi, dislokasi atau deformitas
tulang, kaki ‘rocker-bottom’ (gangguan otot dan persendian yang mengubah
lengkung/arch kaki), dan hilang/kurangnya rasa nyeri bila dibandingkan dengan
pasien normal. Bila kondisi ini terus berlanjut, ulkus bisa terbentuk di lokas-
lokasi tekanan abnormal (seperti bagian medial tulang navicular, dan bagian
inferior tulang kuboid).
Penyakit arteri perifer (Peripheral Arterial Disease /PAD) adalah
penyebab utama iskemik pada kaki diabetikum. Pasien diabetes memiliki angka
kejadian aterosklerosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa
diabetes, dan lokasi penyumbatan sering kali terbentuk di segmen
infrapopliteal. Peningkatan kejadian penyakit arteri di pasien diabetes
kemungkinan karena gangguan metabolik seperti peningkatanvery low-density
lipoprotein (VLDL), peningkatan plasma von Willenbrand factor, inhibisi
sintesa prostasiklin, peningkatan plasma fibrinogen dan peningkatan adhesi
platelet.
Infeksi tentunya juga berperan penting dalam patofisiologi ulkus
diabetikum. Kaki adalah lokasi yang rumit karena memiliki banyak
kompartemen yang saling berhubungan dan memiliki banyak jaringan lunak
yang mudah terkena infeksi. Infeksi dapat menyebar secara inter-kompartemen.
Infeksi juga dapat menyebar ke dalam korteks tulang hingga menyebabkan
osteomyelitis.
6. Pathway

PATHWAY ULKUS DIABETIKUM

Diabetes Melitus Makroangiopati Penebalan


pembuluh darah tunika intima Infeksi : Kuman
Aerobik
Kadar Glukosa Staphylokokus
Tidak Terkendali Aterosklerosis/ Kebocoran atau streptokukos.
penyumbatan albumin
pembuluh darah keluar kapiler Kuman Anaerobik
Neuropati besar : C. Septikum,
Pseudomonas
Sirkulasi jaringan Distribusi
Motorik Sensorik Otonomi menurun darah ke
Ulkus
jaringan
Kelemahan Kehilangan Diabetikum
Iskemik terganggu
otot/Atropi sensasi pada Keringat
ekstremitas/ berkurang
Deformitas trauma tidak Nekrosis jaringan Eritema yang
terasa Kulit kering, semakin meluas,
rusak Ulkus edema, cairan
Resiko berubah purulent,
Diabetikum Infeksi
Penurunan saraf nyeri yang lebih
simpatikPembusukan dan sensitive,
Hilang atau berkurangnya
Ulserasi - (perubahanpengeluaran peningkatan
nadi pada arteri dorsalis
Ulkus regulasi aliran
prostaglandin temperature tubuh,
pedis, tibialis, poptealis,
peningkatan
kaki menjadi atrofi, dingin
jumlah sel darah
dan kuku menebal
Merangsang putih dan timbul
Gangguan Perfusi
reseptor Nyeri bau yang khas
Jaringan
Serotonin bradikinin Nyeri
keluar – merangsang
ujung saraf

Gg. Rasa Nyaman Kerusakan Integritas


Gangguan Pola Tidur Kulit
Nyeri

7. Pemeriksaan penunjang
1) Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130
mg/dl mengindikasikan diabetes.
2) Hemoglobin glikosilat
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama
140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3) Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua
jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4) Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan
kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
6) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7) Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans ( islet cellantibody)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu
kendali metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali
infeksi, dan edukasi mengenai perawatan kaki mandiri. Langkah awal
penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah mengklasifikasikan luka tersebut.
Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang dapat
membantu menentukan intensitas dan durasi terapi.
 Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi
mengenai perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan
neuropati.
 Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana
debridemen yang ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi
tekan/beban di ulkus, dan kontrol infeksi.
 Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol
infeksi, perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di
kategori ini berrrisiko untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik
dan koordinasi antara pekerja kesehatan.
 Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit,
seringkali memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi
dan terkadang amputasi.
9. Komplikasi dan Prognosis

 Osteomyelitis
Pada penderita ulkus diabetik, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan
bakteri yang subur.
 Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika :
1) Kuman aerobik : Staphylokokus atau Streptokokus
2) Kuman anaerob : Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum.
 Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki Diabetik memberikan komplikasi
osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit
penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan
kemungkinan adanya osteomielitis.
 Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus
sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus
pada tulang yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis.
 Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan
60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10–21 hari gambaran
kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini
masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati
neuropati.

 Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi


adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur
dan dislokasi, gas gangren, deformitas kaki.
 Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu karena
memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti
osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang
 Prognosis
Tergantung pada :
1. Usia
2. Grade ulkus
3. Lamanya menderita diabetes melitus
4. Adanya infeksi yang berat
5. Derajat kualitas sirkulasi P.D
6. Keterampilan dari tenaga medis
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN
LUKA DIABETES MELLITUS
1. Pengertian
Melakukan tindakan perawatan terhadap luka, mengganti balutan dan
membersihkan luka.
2. Tujuan
a. Mencegah infeksi
b. Membantu penyembuhan luka
c. Meningkatkan harga diri klien
3. Peralatan dan bahan
Bak instrumen yang berisi:
a. 2 buah pinset anatomi
b. 2 buah pinset chirugis
c. Gunting jaringan
d. Cucing 2 buah
Peralatan lain:
a. Trolly
b. Tromol berisi kasa steril
c. Korentang
d. 1 pasang sarung tangan bersih
e. 1 pasang sarung tangan steril
f. Hipafiks secukupnya
g. Gunting plester
h. Perlak kecil
i. H2O2 (Perhidrol)
j. NaCl 0,9 %
k. Bengkok
l. Tas kresek
m. Obat sesuai advis

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Tahap Pra Interaksi
- Melakukan verifikasi program terapi
- Mencuci tangan
- Memakai sarung tangan bersih
- Menempatkan alat ke dekat pasien
b. Tahap orientasi

- Mengucapakan salam dan menyapa klien


- Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada
klien
- Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
- Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum tindakan
c. Tahap kerja
- Menjaga privacy klien
- Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh
perawat
- Membuka bak instrument
- Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing
- Menuangkan H2O2 ke dalam cucing
- Mengambil kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam cucing
yang berisi larutan NaCl 0,9%
- Mengambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
- Memeras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing
- Taruh perasan kasa di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen
bagian dalam
- Pasangkan perlak di bawah luka klien
- Buka balutan luka klien, sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks
dengan NaCl atau semprot dengan alcohol
- Masukan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
- Observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak
dan kedalaman luka
- Buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan gunting
jaringan
- Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan streil
- Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl
0,9% dan larutan H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
- Oleskan obat luka (jika ada)
- Tutup luka dengan kasa kering streil secukupnya
- Fiksasi luka dengan hipafiks
- Rapikan klien
d. Tahap terminasi
- Bereskan peralatan
- Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai
- Sampaikan terimakasih atas kerjasamanya
- Lepas sarung tangan
- Cuci tangan
- Dokumentasikan kegiatan

Anda mungkin juga menyukai