Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

ULKUS DIABETIKUM

Disusun oleh:
REYZA OCTARIENT
NIM. 1608438246

Pembimbing:

dr. Kisman Harahap, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD
PROVINSI RIAU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ulkus diabetikum merupakan salah satu luka kronis akibat komplikasi
kronik diabetes melitus. Pada pasien diabetes melitus beresiko untuk terkena
penyakit ulkus kaki diabetes karena rentan untuk mengalami kerusakan saraf yaitu
neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah.1
ulkus diabetikum juga merupakan penyebab tersering dilakukannya
amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali
lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan penderita non DM.2 Di
Amerika dan Eropa penyakit ulkus kaki diabetes merupakan penyakit dengan
prevalensi 50% yang berakhir dengan amputasi.3
Di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan
pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta
penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan
7,2 persen di rural. Sehingga resiko terjadinya ulkus diabetikum cukup tinggi.
Penderita DM pasca amputasi juga memiliki prognosis yang masih sangat buruk,
dimana sebanyak 14,3% akan meninggal dalam 1 tahun setelah amputasi dan
sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun setelah amputasi.4
Pada pasien diabetes luka yang timbul spontan atau karena trauma,
misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal sempit
dan bahan yang keras. Luka terbuka menimbulkan bau dari gas gangren, dapat
mengakibatkan infeksi tulang (osteomielitis).2
Elemen standar dalam pengobatan untuk ulkus diabetikum meliputi
debridemen, memperbaiki perfusi vaskular, perawatan luka yang baik,
memperbaiki tekanan, serta pengendalian infeksi.5 Oleh karena itu, perlu
dilakukan upaya penatalaksanaan penderita kaki diabetik secara multidisiplin dan
komprehensi sesuai dengan karakteristik luka.

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus diabetikum


2.1.1 Definisi ulkus diabetikum
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada
penderita diabetes mellitus (DM), dimana penderita DM rentan untuk mengalami
kerusakan saraf, infeksi, ulkus dan masalah yang berhubungan dengan neuropati
dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah. Ulkus diabetes mudah
terinfeksi karena respon kekebalan tubuh penderita DM biasanya menurun.2
Ulkus diabetik tergolong sebagai luka kronik karena mengalami hambatan
proses penyembuhan akibat gangguan vaskuler atau pemanjangan fase inflamasi,
sehingga dapat meningkatkan risiko amputasi dan risiko infeksi. Pada pasien usia
18-65 tahun, diabetes merupakan penyebab utama amputasi organ ekstremitas
bawah. Luka ini dapat berlangsung selama beberapa minggu atau berbulan-bulan
bahkan tahunan.6

2.1.2 Faktor risiko ulkus diabetikum


Faktor risiko terjadi ulkus diabetikum pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk terdiri atas:7
A. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
 Umur ≥60 tahun.
 Lama DM ≥10 tahun.
B. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya
hidup)
 Neuropati (sensorik, motorik,  Insusifiensi Vaskuler karena
perifer). adanya Aterosklerosis yang
 Obesitas. disebabkan :
 Hipertensi.  Kolesterol Total tidak
 Glikolisasi Hemoglobin terkontrol.
(HbA1C) tidak terkontrol.  Kolesterol HDL tidak

 Kadar glukosa darah tidak terkontrol.

terkontrol.  Trigliserida tidak terkontrol.


3

 Kebiasaan merokok.  Perawatan kaki tidak teratur.


 Ketidak patuhan Diet DM.  Penggunaan alas kaki tidak
 Kurangnya aktivitas Fisik. tepat.
 Pengobatan tidak teratur.

2.1.3 Patofisiologi ulkus diabetikum8


1. Neuropati diabetik
 Neuropati sensorik, hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan
terhadap rasa nyeri, tekanan dan suhu yang dialami pasien sehingga menyebabkan
pasien rentan terhadap trauma fisik, kimia dan termal, sehingga meningkatkan
risiko terjadinya ulkus
 Neuropati motorik dapat menyebabkan atrofi dan kelemahan otot-otot
instrinsik (interoseus, lumbrikal) yang menyebabkan deformitas pada kaki
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki.
 Neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat berkurang, kulit
kering dan mudah pecah. Neuropati ini menyebabkan vasodilatasi perifer
sehingga menyebabkan peningkatan pintasan arteri-arteri yang menyebabkan
perubahan perfusi tulang pada ekstremitas bawah, terjadi peningkatan resorpsi
tulang sehingga mudah terjadi fraktur neuropati.
2. Gangguan pembuluh darah
Orang dengan diabetes dua kali lebih berisiko untuk memiliki Peripheral Arteri
Disease (PAD) dari pada orang yang tanpa diabetes. Ini juga merupakan faktor
risiko utama untuk terjadinya amputasi pada ekstremitas bawah. Kelainan
pembuluh darah jarang menjadi faktor pencetus ulkus, namun hal ini dapat
menghambat penyembuhan luka.
4

Gambar. 1 Patofisiologi ulkus diabetikum

2.1.4 Klasifikasi ulkus diabetikum


Klasifikasi ulkus diabetik menurut wagner, terdiri dari:9
Tabel 1. Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner.
Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, mungkin terdapat deformitas atau selulitis
1 Ulkus diabetes superficial (partial atau atau full thickness)
2 Ulkus meluas sampai ligament, tendon, kapsula sendi atau fasia dalam
dalam tanpa abses atau osteomielitis.
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi
4 Gangren yang terbatas pada kaki bagian depan atau tumit
5 Gangren yang meluas meliputi seluruh kaki
5

Klasifikasi kaki diabetik menurut Edmonds, terdiri atas:10


1. Stage 1 : normal foot
2. Stage 2 : high risk foot
3. Stage 3 : ulcerated foot
4. Stage 4 : infected foot
5. Stage 5 : necrotic foot
6. Stage 6 : unsavable foot

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan


dapat ditentukan sebagai berikut : 9

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

b. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

c. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan


tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut).

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki


diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

a. Insisi : abses atau selulitis yang luas

b. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

c. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

d. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

e. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

2.2 PENGELOLAAN ULKUS DIABETIKUM


2.2.1 Moist Wound Healing
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound
healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus
memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang
6

bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang
mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut
ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka
yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive
dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka
kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers”.
Metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban
luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan
luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.11

Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembab antara


lain:11,12
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup
akan merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi neutrofil
yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berlangsung
lebih dini.

Selain bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga


sellayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus. Untuk
pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang
dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini.
7

Mempertahankan kelembaban luka dan balutan yang baik

Bertambahnya produksi eksudat adalah bagian dari fase inflamasi yang


normal pada proses penyembuhan luka. Peningkatan permeabilitas kapiler
pembuluh darah, menyebabkan cairan yang kaya akan protein masuk ke rongga
interstitial. Hal ini meningkatkan produksi dari cairan yang memfasilitasi
pembersihan luka dari permukaan luka dan mempertahankan kelembaban
lingkungan lokal yang maksimal untuk memaksimalkan penyembuhan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci
dalam mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang
berlebihan pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan
luka.
Keuntungan dari moist wound healing adalah :
 Mengurangi pembentukan jaringan parut
 Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan
 Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan
devitalisasi/yang mati
 Menambah pertahanan imun permukaan luka
 Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast
 Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan
air yang tipis
 Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari
balutan kasa konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi
penggantian balutan dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat
menghemat biaya yang dibutuhkan.
8

Berbagai tipe ”moist wound dressing” adalah sebagai berikut :5


1. Hydrogel
Hydrogel dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik secara
autolitik (Stimulates autolytic debridement). Hydrogel berbahan dasar gliserin/air
yang dapat memberikan kelembapan. Hydrogel digunakan sebagai dressing
primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent film).
Hydrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Dressing
ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan eksudat
minimal atau tidak ada. Gel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang
akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik menciptakan dan
mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang moist/lembab dan
digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung
diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau
kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk
mendukung penyembuhan luka.

Gambar 2. Cutimedgel

2. Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar
ganggang laut. Alginate dan hidrofiber merupakan tipe produk yang sama.
Alginate ideal digunakan untuk luka eksudatif, keuntungan lainnya Alginate
bersifat absorbent/penyerap. Alginate juga digunakan pada luka dengan drainase
sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan pada luka yang kering. Karena saat
luka kering akan membuat rasa perih saat mengganti dressing.
Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering. Tersedia dalam bentuk
9

lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.

Gambar 3. Alginate
3. Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan
untuk luka luka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi.
Terbuat dari polyurethane film yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap
eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak.

Gambar 4. Film Dressing

4. Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembab,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu
menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support
autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin,
gelatin, carboxymethylcellulose, dan elastomers.
10

Indikasi: luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.


Kontraindikasi: luka terinfeksi atau luka grade III-IV.

Gambar 5. Hydrocolloid

5. Absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat
banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari
polyurethane; non-adherent wound contact layer, highly absorptive.
Indikasi : eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

Gambar 4. Absorbant dressing


11

2.2.2 Wound Bed Preparation For Diabetic Foot Ulcer. 5,13,14,15,16

Wound Bed Preparation For Diabetic Foot Ulcer


1. Tissue Management
Langkah pertama perawatan luka adalah evaluasi keadaan luka untuk
mengetahui adanya jaringan nekrotik dan jaringan ikat. Jaringan nekrotik terdiri
dari sel-sel mati dan sisa lainnya. Sebaliknya, jaringan ikat terdiri dari bahan
fibrin, pus dan protein. Akumulasi jaringan nekrotik pada luka kronis diperkirakan
dapat mendorong kolonisasi bakteri dengan menyediakan media pertumbuhan
yang akhirnya mencegah penutupan luka secara tuntas.

Tissue management merupakan proses menghilangkan jaringan nekrotik


atau deviasi, bakteri dan sel yang menghambat proses penyembuhan untuk
mengurangi kontaminasi luka dan kerusakan jaringan. Tujuannya adalah untuk
mengembalikan dasar luka yang layak dengan matriks ekstraselular fungsional.
Luka kronis diubah menjadi luka akut dengan dikeluarkannya beban nekrotik dari
sel-sel senescent, matriks ekstraselular, sel-sel inflamasi dan biofilm yang
12

mengandung koloni bakteri. Debridement jaringan nekrotik dapat membantu


mengurangi jumlah mikroba, toksin dan zat lain.
Pilihan metode debridement (surgical or sharp, autolytic, enzymatic,
mechanical and biosurgery) tergantung pada banyak faktor termasuk ukuran dan
posisi luka, jenis luka, efisiensi dan selektifitas metode debridement, manajemen
nyeri, tingkat eksudat, risiko infeksi dan pembiayaan.
 Autolytic debridement.
Debridement autolitik didasarkan pada kemampuan makrofag untuk
memfagositosis debris dan jaringan nekrotik. Penggunaan hydrocoloids dan
hydrogels digunakan secara luas untuk mendukung lingkungan yang lembab yang
akan meningkatkan aktifitas makrofag. Alginat juga dapat digunakan untuk
mendukung suasana lembab.
 Biological debridement.
Maggots atau belatung berasal dari larva lalat lucilia sericata yang mensekresikan
enzim yang dapat memecah jaringan nekrotik menjadi semi-liquid form (lunak)
sehingga dapat dicerna oleh belatung dan hanya meninggalkan jaringan yang
sehat.
 Enzymatic debridement.
Debridemen enzimatik juga dapat mendukung autolysis sontohnya penggunaan
enzym seperti elastase, collagenase, dan fibrinolysin. Enzim-enzim tersebut dapat
melepaskan ikatan jaringan nekrotik terhadap bantalan luka.
 Mechanical debridement
Metode mechanical debridement antara lain; wet-to-dry dressing dengan
menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCL kemudian ditempelkan pada
luka dan dibiarkan mengering, setelah itu diangkat. Cara ini dapat mengangkat
slough dan eschar ketika balutan luka diganti namun efek negatifnya
menimbulkan nyeri pada pasien dan dapat merusak jaringan yang baru. Irigasi
dengan tekanan tinggi juga dapat digunakan dan efektif untuk jumlah bakteri pada
luka dibanding dengan mencuci luka dengan cara biasa.
13

 Sharp atau Surgical debridement


Merupakan metode debridement yang paling cepat namun tidak cocok
untuk semua jenis luka (utamanya luka dengan perfusi jelek) selain itu
sharp/surgical debridement dapat menimbulkan resiko perdarahan, oleh karena itu
harus dilaksanakan oleh petugas yang telah kompeten, terlatih dan profesional.
Dalam kasus luka kronis yang tidak disembuhkan, mungkin lebih tepat
untuk melakukan debridemen biasa atau bahkan terus menerus daripada
debridemen tunggal pada saat inisiasi perawatan luka. Penelitian melaporkan
bahwa penyembuhan ulkus kaki diabetik kronis meningkat secara signifikan
dengan frekuensi debridemen.

2. Infection or Inflamation

Infeksi adalah ancaman bagi penderita diabetes karena pasien berisiko


tinggi pada pasien immunocompromised, sementara pada mereka yang memiliki
fungsi kontrol metabolik rendah, maka fungsi fagositosis yang terganggu. Infeksi
menjadi salah satu faktor terhadap resiko amputasi besar. Staphylococci dan
streptococci adalah patogen yang paling umum, walaupun organisme gram negatif
dan anaerobik terjadi. Pada sekitar 50% pasien, dan infeksi sering bersifat
polymicrobial., Respon imun yang buruk pada pasien ulkus diabetikus dengan
infeksi dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang parah. Manajemen
pengobatan antibakteri yang diberikan adalah terapi topikal, yang terdiri dari of
cleansing agents and antimicrobials, and systemic antibiotics.
- Iodine sebagai antimikrobial action berguna untuk antisepsis tanpa
gangguan dalam proses penyembuhan. Jangan gunakan iodine pada
jaringan nekrotik, atau pada pasien yang hipersensitivitas dan hanya
digunakan jangka pendek.
- Senyawa perak, atau silver sulfadiazin dapat efektif Staphylococcus aureus
termasuk methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan spesies
pseudomonas. Silver dapat berikatan dengan membran sel bakteri,
serta berekasi dengan merusak jalur transportasi elektron bakteri,
dan terikat dengan DNA bakteri, serta dapat membuat jalur blok di sel
mikroorganisme tersebut. Kosensus Internasional tahun 2012
14

tentang pedoman khusus penggunaan silver sebagai dressing yang


digunakan untuk luka yang terinfeksi atau berisiko tinggi
terinfeksi selama 2 minggu dalam masa percobaan, bahwa menggunakan
dressing silver menunjukkan hasil yang lebih baik dari bada non silver.

3. Moisture Balance
Salah satu efek menguntungkan dari lingkungan luka yang lembab adalah
mempercepat epitelisasi luka. Selain itu, menjaga luka tetap lembab dapat
meminimalkan tingkat infeksi. Di satu sisi, cairan luka yang berlebihan
mengandung matriks metaloproteinase dan protease serin yang dapat memecah
atau merusak bahan matriks ekstraselular penting. Kelembaban yang berlebihan
juga bisa menyebabkan maserasi pada tepi luka. Di sisi lain, kelembaban yang
tidak adekuat dapat menghambat aktivitas seluler dan meningkatkan pembentukan
eschar. Dengan demikian, keseimbangan kelembaban merupakan proses
penyembuhan luka dengan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan.
Eksudat dapat dikelola secara langsung melalui penggunaan sejumlah bahan
rias, tergantung pada status kelembaban bedak. Sebagai contoh, pada luka yang
sangat eksudatif, dressing absorptif seperti busa akan sesuai, sedangkan pada
eschar luka kering, dressing oklusif atau semi-oklusif seperti hidrokoloid akan
sesuai untuk mencapai keseimbangan kelembaban yang tepat. Penggunaan elevasi
kompresi dan ekstremitas untuk menghilangkan cairan dari lokasi luka harus
diaplikasikan pada borok vena atau pada luka dengan edema sekitarnya.
Keseimbangan kelembaban dapat dicapai secara tidak langsung melalui terapi
sistemik yang mengurangi edema, seperti pada gagal jantung, atau penggunaan
obat untuk mengurangi respons inflamasi pada penyakit tertentu.
Penanganan biologis, seperti allograft kulit, bisa membantu mengatasi luka
kronis. Ini membentuk penghalang mekanis melawan kehilangan cairan, protein
dan elektrolit, sehingga mencegah pengeringan jaringan dan juga invasi mikroba.
Allograft kulit juga dapat digunakan sebagai tes 'take' sebelum pencangkokan
kulit autologous.
Terapi luka tekanan negatif (negative preassure wound therapy) dapat
digunakan untuk mengatasi luka yang parah. Terapi luka tekanan negatif juga bisa
mengurangi edema, berkontribusi pada perfusi jaringan yang lebih baik, juga
15

berperan penting dalam wound bed preparation dengan mengurangi ukuran dan
kompleksitas luka.

4. Epithelial (Edge) Advancement


Penyembuhan luka bukan hanya menyiapkan bantalan luka, tapi yang juga
tak kalah penting adalah menyiapkan tepi luka (wound edge). Selama ini dalam
perawatan luka kita hanya berfokus pada lukanya dan mengabaikan perawatan
kulit sekitar luka. Tepi luka yang berwarna pink merupakan gambaran luka yang
sehat sebaliknya tepi luka yang menebal atau tidak jelas batasnya merupakan
gambaran luka yang kurang baik. Untuk perawatan tepi luka dapat dilakukan
dengan mengontrol eksudat agar tidak mengenai tepi luka, memberi kelembaban
pada kulit sekitar luka dapat menggunakan skin tissue, skin lotion, dll.

2.2.4. Wound Management Dressing Guide


Type of tissue in
Therapeutic Role of
the Treatment options
goal dressing
Wound
Wound bed Primary Secondary
preparation dressing dressing
Necrotic, black, Membuang Wound bed Surgical atau Hydrogel Polyurethane
Dry jaringan mati. hidrasi atau mechanical Honey film
autolitik dressing
debridement
Sloughy, Membuang Rehydrate Surgical atau Hydrogel Polyurethane
yellow, brown, jaringan yang wound mechanical Honey film
black or grey sudah Bed jika dressing
Dry to low terkelupas, Kontrol pertimbangk Low adherent
Exudate jadikan luka kelembapan an (silicone)
bersih untuk Autolitik antiseptik. dressing
mendukung debridement
granulasi.
Sloughy, Membuang Menyerap Surgical atau Absorbe Retention
yellow, brown, jaringan yang kelebihan Mechanical nt bandage
black or grey sudah cairan. jika dressing or
Moderate to high terkelupas, Lindungi pertimbangk (alginate/ polyurethane
Exudate jadikan luka periwound an CMC/foa film dressing
bersih untuk Untuk antiseptik. m)
mendukung mencegah Pertimbangk Untuk
granulasi. maserasi. an luka dala
Manajemen Autolitik menggunaka gunakan
eksudat debridement. n bantalan cavity
pelapis. strips,
rope or
ribbon
versions
16

Granulating, Memulai Perhatikan Wound Hydrogel Pad and/or


clean, red proses keseimbangan cleansing Low retention
Dry to low granulasi dan kelembapan. adherent bandage.
Exudate Epitelisasi. (silicone) Avoid
Lindungi dressing bandages
jaringan baru For deep that may
yang sedang wounds cause
tumbuh use occlusion and
cavity maceration.
strips, Tapes
rope or should be
ribbon used
versions with caution
Granulating, Managemen Perhatikan Wound Dressing due
clean, red eksudat. keseimbangan cleansing yang to allergy
Moderate to high Memulai kelembapan. Consider menyera potential
Exudate proses barrier p and secondary
granulasi dan products (alginate/ complications
Epitelisasi CMC/foa
m)
Epithelialising, Memulai Lindungi Wound Hydrocoll
red, pink epitelisasi jaringan kulit cleansing oid (thin)
No to low and maturasi baru. Consider Polyuret
Exudate kulit barrier hane film
products dressing
Low
adherent
(silicone)
Dressing

Infected Mengatasi Antibiotik Wound Antimicro


Low to high infeksi bakteri Kelembapan cleansing bial
Exudate dan eksudat luka (consider dressing
managemen Penyerapan antiseptic
serta bau wound
mengontrol cleansing
bau. solution)
Consider
barrier
Products

Tabel 3. Wound Management Dressing Guide

2.3. Amputation and post amputation care 15

Menurut pedoman IDF, pilihan akhir amputasi dapat diindikasikan dalam


beberapa keadaan sebagai berikut :
- Ischaemic rest pain yang tidak bisa ditangani dengan analgesia atau dan
re-vaskularisasi
17

- Infeksi pada kaki yang mengancam jiwa yang tidak bisa ditatalaksana
dengan tindakan lain
- Non-healing ulcer yang disertai beban penyakit yang lebih tinggi daripada
yang akan terjadi dari amputasi. Dalam beberapa kasus, komplikasi pada
diabetes membuat kaki secara fungsional tidak dapat digunakan, maka
amputasi menjadi pilihan terbaik.

Sekitar setengah dari pasien yang menjalani amputasi


akan mengembangkan diabetic foot ulceration lebih lanjut pada kontralateral
ektremitas dalam waktu 18 bulan setelah amputasi.
Pasien dengan risiko tinggi mengalami ulserasi (seperti pasien yang telah
mengalami amputasi untuk sebuah DFU) harus ditinjau 1-3 bulan dengan satu
kaki oleh Tim perlindungan. Untuk pendidikan perawatan kaki intensif, sepatu
khusus serta perawatan kulit dan kuku. Khusus pengaturan tersebut harus
dilakukan untuk orang-orang dengan kecacatan dan imobilitas. The Skotlandia
Intercollegiate Panduan Jaringan (SIGN) telah merekomendasikan Spesialis
diabetes podiatrist untuk perawatan pasien dengan riwayat amputasi dan ulserasi.
18

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien

Nama : Ny. ED
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karya Indah blok Q No. 983 Bukit Raya, Pekanbaru
Masuk RS : 3 Januari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 8 Januari 2018

ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan Utama: luka pada kaki kanan yang melebar dan sulit sembuh sejak 2
bulan SMRS.

Riwayat penyakit sekarang:


2 bulan SMRS pasien mengeluhkan luka di punggung kaki kanan, pasien
tidak menyadari kalau kakinya luka, luka awalnya berbentuk gelembung,
berwarna merah dan terasa tidak nyeri. luka semakin hari semakin melebar dan
sulit sembuh. Sebelumnya pasien sering merasakan kesemutan. Pasien
mengkonsumsi obat gula tidak rutin.
1 bulan SMRS, luka semakin melebar dan menggerogoti kaki pasien, luka
mulai berwarna kehitaman didaerah punggung kaki kanan serta jari 3 dan 4.
Pasien sulit berjalan dan beraktivitas. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
3 minggu SMRS pasien badan terasa lemas, nyeri pada punggung kaki
kanan dan kedua tungkai terasa kebas serta tidak mau makan. GDS 400.
Kemudian pasien berobat ke RSUD Arifin Achmad, pasien di rawat inap serta
direncanakan untuk operasi amputasi jari 3 dan 4 karena jaringannya sudah mati.
19

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat DM (+) sejak 2 tahun yang lalu
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat luka di kaki sebelumnya (+)
Riwayat penyakit keluarga:
 Riwayat DM (+)
 Riwayat sakit jantung dan stroke (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Nafas : 16 x/menit
 Suhu : 36,5°C
 Kepala dan Leher : DBN
 Thorax : DBN
 Abdomen : DBN
 Ekstremitas : Status Lokalis
 KGB : DBN
 Genitourinary : DBN

Status Lokalis
Regio pedis dextra:
 Inspeksi : ulkus (+) berwarna hitam sebagian, ukuran 9x4 cm dengan
kedalaman 1,5 cm, dasar otot dan tendon (-), tulang (-), darah (+), pus (+) dan
bau (+)
 Palpasi : pulsasi (sulit dinilai) dan sensibilitas (-)
20

DIAGNOSIS KERJA:
Gangren diabetikum et pedis dextra, Wegner grade 5 dan Edmond grade 5.

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Gula Darah
2. Darah Rutin
3. Kimia Darah
4. Kultur Pus

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium :
1. Gula Darah
GDS : 400 mg/dl
2. Darah Rutin
Hb : 12,7 g/dl
Leukosit : 14.120 /UL
Trombosit : 172.000 /UL
Ht : 36,3%
3. Kimia Darah
Ureum : 37 mg/dl Na+ : 134 mmol/L
Kreatinin : 1,10 mg/dl K+ : 5,4 mmol/L
AST : 81 U/L Cl- : 96 mmol/L
ALT : 51 U/L
4. Kultur Pus
Ditemukan Serratia marcescens
21

Doc : 8 Januari 2018

Doc : 12 Januari 2018


22

DIAGNOSIS AKHIR:
Post debridement dan amputasi digiti III - IV ec gangren diabetikum et pedis
dextra

Tatalaksana :
Non Farmakologi :
- GV 1 kali/hari dengan salep Burnazin dan Cutimedgel.

Farmakologi :
- IVFD Asering 20tpm
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
- Inj. Novorapid 12-8-12
- Inj. Lovemir 0-0-32
- Metformin tab 3 x 500 mg
- Metronidazole tab 3 x 500 mg
- Inj. Ketorolac 30mg 3x1
- Inj. Ondansentron 4 mg k/p
23

FOLLOW UP :

8 Januari 2018

Catatan : Tampak ulkus di punggung kaki pasien serta digiti 3 dan 4 dengan
warna kulit disekitar ulkus berwarna pink yang artinya termasuk proses
ephitelisasi, warna kuning pus dan bewarna hitam yang berarti jaringan nektotik.
Tampak gambaran digiti 1 dan 5 belum nekrotik. Pasien di GV dan diberikan
cutimedgel sebagai dressing dan dilapisi dengan silver sulfadiazin.

10 Januari 2018
24

Catatan : Tampak ulkus di punggung kaki pasien serta digiti 3 dan 4 dengan
warna kulit disekitar ulkus berwarna pink yang artinya termasuk proses
ephitelisasi, warna kuning pus dan bewarna hitam yang berarti jaringan nektotik.
Tampak gambaran digiti 1 dan 5 belum nekrotik. Pasien di GV dan diberikan
cutimedgel sebagai dressing dan dilapisi dengan silver sulfadiazin.

12 Januari 2018
Amputasi Digiti 3 dan 4 ec gangren diabetikum et pedis dextra
Catatan : Pada pasien dilakukan debridement terhadap jaringan nekrotik dan
amputasi digiti 3 dan 4 atas indikasi gangren diabetikum et digiti 3 dan 4 pedis
dextra. Selanjutnya luka dikaki pasien diberikan burnazin (silver sulfadiazin).
Sementara untuk pencegahan infeksi pasien mendapatkan obat ciprofloksasin
2x500mg.

22 Januari 2018

Catatan : Hari ke 10 post amputasi digiti 3 dan 4, tampak ulkus dikaki pasien
terlihat lembab, warna kulit disekitar ulkus berwarna pink yang artinya proses
ephitelisasi, warna kuning artinya pus dan berwarna hitam yang berarti jaringan
nekrotik. Pasien di GV dan diberikan cutimedgel sebagai dressing dan dilapisi
dengan silver sulfadizin. Pasien direncanakan debridement jaringan nekrotik pada
tanggal 29 januari 2018.
25

31 Januari 2018

Catatan : Hari ke 2 post debridement, tampak ulkus dikaki pasien sudah terlihat
kering, jaringan nekrotik (-), eksudat (-), bau (+). Pasien di GV dan diberikan
cutimedgel sebagai dressing dan dilapisi dengan silver sulfadizin
26

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang didapatkan pasien mengalami gangren diabetikum et pedis dextra.
Ulkus berawal dari munculnya luka di punggung kaki kanan, luka awalnya
berbentuk gelembung, berwarna merah dan terasa tidak nyeri, semakin hari
semakin melebar dan sulit sembuh. Pasien juga terdapat riwayat DM (+) sejak 2
tahun yang lalu tidak terkontrol. Pasien juga memiliki riwayat penyakit keluarga
DM (+) yaitu orangtua pasien.
Pada status lokalis didapatkan pada regio pedis dextra dari inspeksi
didapatkan ulkus (+) berwarna hitam sebagian, ukuran 9x4 cm dengan kedalaman
1,5 cm, dasar otot dan tendon (-), tulang (-), darah (+), pus (+) dan bau (+) dan
pulsasi (sulit dinilai) dan sensibilitas (-).
Penatalaksanaan pada gangren diabetikum pada pasien ini mengikuti
pengelolaan kaki diabetik menurut standar Wound Bed Preparation yang terdiri
dari tissue management, infection or inflamation, moisture balance, epithelial
(edge) advancement.
Langkah pertama perawatan luka adalah evaluasi keadaan luka untuk
mengetahui adanya jaringan nekrotik dan jaringan ikat. Pada pasien ini ditemukan
adanya jaringan nekrotik sebelumnya di jari 3 dan 4 sehingga dilakukan amputasi
pada kaki pasien.
Untuk prinsip yang petama yaitu tissue management. Pada pasien
diberikan cutimedgel sebagai dressing debridement autolitik didasarkan pada
kemampuan makrofag untuk memfagositosis debris dan jaringan nekrotik.
Penggunaan hydrocoloids dan hydrogels digunakan secara luas untuk mendukung
lingkungan yang lembab yang akan meningkatkan aktifitas makrofag.
Untuk prinsip yang kedua yaitu infection or inflamation, pada pasien ini
didapatkan secara klinis ulkus yang berbau (+), demam (-), leukosit 14.120 /UL,
sudah dillakukan kultur pus didapatkan hasil Ditemukan Serratia marcescens,
bakteri ini termasuk multiresisten, pilihan terapi yang sensitif terhadap bakteri ini
adalah ceftriaxone. Sementara antibiotik topikal yang diberikan adalah silver
sulfadiazin.
27

Untuk prinsip yang ketiga yaitu moisture balance, pada pasien ini sudah
menggunakan hydrogels untuk menghasilkan lingkungan luka yang lembab untuk
mempercepat proses penyembuhan luka.
Sedangkan untuk prinsip yang keempat adalah epithelial (edge)
advancement. Dilakukan evaluasi perubahan warna dari jaringan ulkus setiap
penggantian perban, dan diawasi tanda-tanda kematian jaringan digiti 1 dan 2 et
pedis dextra.
28

Daftar Pustaka

1. Midwest Orthopaedics at Rush [homepage on the internet]. USA: The


Association; c2004-2016 [updated 2017; cited 2017 Mei 30]. Available
from: https://www.rushortho.com/body-part/foot-ankle/diabetic-foot-disease

2. Waspadji S. Kaki diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta;
2009. h.1961-6

3. Ya Langi. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. 2011.

4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

5. Powers JG, Higham C, Broussard K, Tania J. Wound healing and treating


wounds: Chronic wound care and management. J Am Acad Dermatol
Volume 74, Number 4.

6. American Diabetes Association. (2009). Implication of the diabetes control


and complication trial. Journal of Diabetes Spectrum, 4, (3), 27.

7. Subekti I . Neurophaty Diabetic. Dalam: Aru W, dkkeditors, ilmu penyakit


dalam, jilid III, edisi keempat. Penerbit FK UI,Jakarta.2006.

8. Tellechea A, Leal E, Veves A, Carvalho E. Inflammatory and angiogenic


abnormalities in diabetic wound healing: Role of neuropeptides and
therapeutic perspective. The Open Circulation and Vascular 2010;3:43-55.

9. Wagner, F.W., 1979. A classification and treatment program for diabetic,


neuropathic, and dysvascular foot problems. Am Acad Orthop Surg
Instructional Course Lect. 28:143– 65.

10. Edmonds, M.E., 1986. The neuropathic foot in diabetes: part 1. Blood flow.
Diabet Medicine. 3: 111–15.

11. Theoret CL. Clinical techniques in equine practice. 3rd ed. 2004. Chapter 2,
Update on wound repair; p.110-22.
29

12. Fernandez R, Griffi ths R, Ussia C. The eff ectiveness of solutions,


techniques and pressure in wound cleansing. JBI Reports 2004; 2(7): 231-
70.

13. Sibbald RG, Goodman L, Woo KY, Krasner DL, Smart H, Tariq G, et al.
Special considerations in wound bed preparation 2011: An update(c) Adv
Skin Wound Care. 2011;24:415–36.

14. Granick M, Boykin J, Gamelli R, Schultz G, Tenenhaus M. Toward a


common language: surgical wound bed preparation and
debridement. Wound Repair Regen. 2006;14 (Suppl 1):S1–10

15. Chin C, Schultz G, Stacey M. Contributions from the Wound Bed Advisory
Board Principles of wound bed preparation and their application to the
treatment of chronic wounds. Vol. 11 No. 4 November 2003.

16. Wounds International. Best Practice Guidelines : Wound Management In


Diabetic Foot Ulcers. 2013.
30

Ringkasan Notulensi Diskusi Case “Ulkus Diabetikum”


Oleh : Reyza Octarient
Pembimbing : dr. Kisman Harahap, Sp.B

Pertanyaan :

1. Sebagai dokter umum tindakan apa yang di lakukan pada faskes


tingkat 1 pada pasien ini?
Jawab :

- Menggunakan teknik wound bed preparation


T : Tissue -> tidak ada lagi jaringan mati, semua jaringan mati dibersihkan

I : Infeksi/inflamasi -> tidak ada lagi infeksi, berikan antibiotic


menggunakan iodine dan senyawa perak

M : Moist -> menjaga luka tetap lembab

E : Edge -> menjaga pinggir luka tetap terjai epitelisasi

- Dressing
1 . Hydrogel -> untuk menghancurkan jaringan mati
2 . Argentum -> pemberian antibiotic
3 . Foam -> penyerap jika luka berair atau basah
4 . Film -> jika luka kering, untuk melembabkan luka
5 . Alginate -> untuk menyerap air

2. Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh ulkus diabetikum?


Jawab :
- Infeksi
- Gangren
- Osteomielitis
- Sepsis
- Amputasi
- Kematian
3. Apa saja indikasi amputasi ?
Jawab :
- Iskemik, rest pain yang tidak bias di atasi dengan pemberian analgetik
- Infeksi pada kaki yang mengancam jiwa dan tidak bias ditatalaksana
dengan tindakan lain
- Jika organ tersebut sudah mati
- Jika sembuh tetapi fungsional tidak dapat digunakan lagi
-
31

4. Berapa lama pemberian hydrogel ?

Jawab :

- Tidak ada waktu lama pemberian, hydrogel diganti jika airnya sudah
banyak atau berbau, jika moist masih lembab dan cairan tidak banyak
tidak perlu diganti sehingga gv tidak perlu setiap hari
5. Apa yang harus difollow up pada pasien ini >
Jawab :
- Keadaan umum
- Tanda tanda vital
- Faktor pemberat penyembuhan luka
- Kondisi luka sesuai teknik wound bed preparation
6. Kapan luka diberikan supratul ?
Jawab :
- Supratul digunakan bila luka bersih untuk mencegah infeksi karna
supratul mengandung antibiotic
- 2 macam luka
o Akut -> bersih, tidak ada infeksi  hanya perlu dibersihkan,
tidak perlu antibiotik
o Kronik -> kotor dan infeksi  beri gel dan antibitoik (silver
sulfadiazine )
- Primary dressing : gel , argentum, foam
- Jika terdapat luka nilai terlebih dahulu
o Jaringan mati ? ada -> berikan gel
o Infeksi ? ada -> berikan argentum
o Eksudat ? ada -> pasang foam atau alginate
o Kering ? jika iya -> pasang film

Kemudia tutup dengan verban, secondary dressing agar jaringan


tidak rusak yang diberikan adalah paravin (konsistensinya minyak )
tujuannya agar jaringan dan sel epitel tidak rusak saar gv.

- Penanganan luka akut


o Cuci luka dengan cara disiram sekitar 100cc / 1cm
menggunakan air atau nacl
o Mengeksisi jaringan mati
o Menutup luka -> primer : dengan penjahitan untuk aproximasi
o Antibiotic
o Profilaksis tetanus
32

7. Tatalaksana ulkus diabetikum yang mengalami gangguan vascular ?


Jawab :
- Sesusai teknik wound bed preparation selain menangani luka atasi
terlebih dahulu cormobiditynya
8. Apa antibiotic yang diperlukan pada pasien ulkus diabetikum ?
Jawab :
- Antibiotic oral tidak diperlukan kalau bukan sistemik, karena sudah
diberikan antibiotilk topical
9. Apakah semua pasien ulkus diabetic harus dirujuk ? apa indikasi
rujuk ?
Jawab :
- Tergantung bentuk lukanya, jika kita sebagai dokter umum bisa
tatalaksana sesuai kemampuan kita, jika tidak sembuh dalam 2 bulan
baru dirujuk
- TOWA ( Triangle of wound assessment )

- Prinsip penanganan semua luka kronis sama

Anda mungkin juga menyukai