ULKUS DIABETIKUM
Laporan ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung
Disusun oleh :
Nama : Flowrence Otmian Theodora
NPM : 23010065
Pembimbing :
dr. Erikson Judika Lumban Tobing, Sp. B
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini, untuk melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Bedah RSUD Tarutung dengan judul “Ulkus
Diabetikum”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Erikson
Judika Lumban Tobing, SP.B, khususnya sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, 06 F e b r u a r i 2024
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya
penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibatgula darah
yang tinggi sehingga pasien sering tidak merasakan luka, luka terbuka dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob ataupun anaerob.Ulkus
diabetikum sering disebut luka diabetes. Kondisi ini merupakan komplikasi umum yang
terjadi pada pasien yang menderita diabetes melitus.1
Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat angka prevalensi diabetes
di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun 1980, angka prevalensi diabetes
di Indonesia terus meningkat. Persentase ulkus diabetikum sebagai komplikasi diabetes
mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah
8.70%.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulkus yang diasosiasikan dengan neuropati
dan/atau penyakit arteri perifer yang mencakup infeksi, ulkus, dan kerusakan jaringan di
ekstremitas bawah pada pasien dengan penyakit diabetes melitus. 1 Ulkus kaki diabetik
adalah lesi non traumatis pada kulit (sebagian atau seluruh lapisan) pada kaki penderita
diabetes melitus (Mariam et al., 2017). Ulkus kaki diabetik biasanya disebabkan oleh
tekanan berulang (geser dan tekanan) pada kaki dengan adanya komplikasi terkait
diabetes dari neuropati perifer atau penyakit arteri perifer, dan penyembuhannya sering
dipersulit oleh perkembangan infeksi.
Berdasarkan WHO dan International Working Group on the Diabetic Foot, ulkus
diabetikum adalah keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan,
yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit pembuluh darah perifer pada
ekstremitas bawah (Hendra et al., 2019).
2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan estimasi risiko ulkus diabetikum di dunia adalah
15% dari keseluruhan penderita diabetes. Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada
tahun 2016 menderita diabetes dan hampir seperempatnya berisiko memiliki
ulkusdiabetikum. 25% kasus ulkus diabetikum berdampak pada amputasi organ. 40%
kasus ulkus diabetikum dapat dicegah dengan rawat luka yang baik. 60% kasus ulkus
diabetikum berkaitan erat dengan neuropati perifer. Diestimasikan bahwa risiko
mengalami komplikasi ulkus kaki diabetes adalah 15%.2
Prevalensi terjadinya penderita ulkus diabetik di indonesia sekitar 15%, angka
amputasi 30%, selain itu angka kemarin 1 tahun pasca amputasi sebesar 14,8%.
Bahkan, jumlah penderira ulkus diabetik di indonesia dapat terlihat dari kenaikan
prevalensi sebanyak 11% (Rikesda, 2018). Prevalensi perawatan ulkus diabetik di
indonesia sekitar 13% penderita dirawat di rumah sakit dan 26% penderita rawat
jalan (Amelia, 2018 dalam Ulfa Husnul Fata, 2020)
Pada tahun 2015, disetimasikan sekitar 1.6 juta kematian disebabkan oleh diabetes.
Diabetes diperkirakan akan berada di posisi ke-tujuh sebagai penyebab kematian
terbanyak pada tahun 2030.13 Diabetes menyebabkan kematian sebanyak 6% dari total
4
kematian dari seluruh usia di Indonesia pada tahun 2016. Diabetes menyebabkan sekitar
50,000 kematian di tahun 2016 pada kelompok usia 70tahun ke atas.14Untuk ulkus
diabetikum sendiri, mortalitas seringkali diasosiasikan dengan sclerosis yang terjadi di
arteri besar seperti arteri koroner atau renal. Angka survival jangka panjang untuk pasien
dengan amputasi buruk, terutama pada pasien dengan peripheral artery disease (PAD)
atau insufisiensi renal. Prediktor kematian yang signifikan pada pasien dengan amputasi
adalah usia, kelamin laki-laki, insufisiensi renal kronik, dialisis, dan PAD.15
Amputasi untuk ulkus diabetes menyebabkan morbiditas yang tinggi; sekitar 0.03%
-1.5% pasien dengan ulkus diabetik akan memerlukan amputasi. 1,3 Pada pasien dengan
neuropati, bila manajemen yang baik telah sukses menyembuhkan ulkus diabetikum,
tingkat rekurensi adalah 66% dan tingkat amputasi meningkat menjadi 12%.3
2.1 Etiologi
Etiologi ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri, tekanan
(trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar dari ulkus diabetikum adalah diabetik
neuropati; yang dapat ditemukan pada 80-90% pasien dengan ulkus.2,3
Kondisi iskemik disebabkan oleh penyakit arteri perifer menghambat
penyembuhan, terutama saat infeksi terjadi dimana demand lebih banyak diperlukan.
Deformitas atau abnormalitas struktur kaki memainkan peran yang penting dalam
pembentukan ulkus diabetikum, karena memberikan tekanan abnormal yang dapat
membentuk luka. Deformitas atau abnormalitas bentuk kaki yang dimaksud, diantaranya
flat foot, hallux valgus, Charcot neuroartropati, atau hammer foot.2,3
2.2 Patofisiologi
Patofisiologi ulkus diabetikum berkaitan dengan neuropati dan penyakit arteri
perifer yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Hiperglikemia menghasilkan stres
oksidatif pada sel saraf dan menyebabkan neuropati. Disfungsi saraf tambahan terjadi
lebih lanjut oleh karena glikosilasi protein sel saraf, yang menyebabkan iskemia lebih
lanjut. Perubahan sel ini terwujud pada komponen motorik, otonom,dan sensorik dari
ulkus diabetikum.3,4
5
dari
6
keadaan hiperglikemik yang terus-menerus, sehingga mengakibatkan penurunan resultan
7
2.3 Diagnosis
2.3.1 Anamnesis
Anamnesis pada pasien ulkus diabetikum fokus ke gejala neuropati perifer, gejala
insufisiensi arteri perifer, gejala sistemik, riwayat lesi, riwayat diabetes pasien, serta
penilaian faktor risiko.3,5Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kaki pucat
8
Lakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencari luka dan deformitas, karena
pasien terkadang tidak menyadari. Ulkus dapat ditemukan di:
Area yang menopang beban seperti tumit/heel, area plantar metatarsal, ujung-
ujung jari kaki yang paling menonjol (jari kaki ke-1 atau ke-2), dan ujung
hammertoes. Jangan lupa untuk memeriksa area di antara jari-jari.
Area yang menanggung tekanan/stress seperti bagian dorsal hammer toes.3
Pemeriksaan fisik juga dapat menemukan kalus hipertrofik, kuku-kuku
rapuh, hammer toes, fisura, atau kaki Charcot.3
Pemeriksaan Luka
Ulkus dapat dibagi menjadi dua; akut dan kronik. Ulkus akut dapat dikategorikan
disebabkan oleh dua hal yaitu abrasi dermal atau ulkus plantar di daerah penopang beban.
Ulkus diperiksa untuk drainase, bau, ada/tidak jaringan granulasi, dan jaringan yang
terekspos seperti tendon, kapsul sendi, atau tulang. Periksa tanda-tanda inflamasi pada kaki,
seperti eritema, kehangatan, nyeri, edema, indurasi, dan cairan purulen. Periksakan juga
tanda-tanda sistemik seperti demam, hipotensi, atau takikardia yang dapat menandakan
infeksi sistemik.5,6
9
Pasien juga perlu dilakukan pemeriksaan osteomyelitis, karena hal ini dapat terjadi
dengan atau tanpa gejala infeksi jaringan. Pada pasien dengan ulkus kaki diabetekum,
10
osteomyelitis dapat dicurigai pada luka yang berukuran lebih dari 2 cm 2 dan kedalaman
yang mencapai tulang (sampai tulang terekspos atau pemeriksa dapat merasakan tulang
saat pemeriksaan dalam luka).5
11
2.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding ulkus diabetikum dapat dibuat dari aspek ulkus, aspek
nyeri, dan aspek neuropati. Ulkus diabetikum dapat dibandingkan dengan kelainan lain
yang dapat muncul pada pasien diabetes; seperti dermopati diabetikum, diabetikorum
bulosa, xanthoma eruptif, lipoidika nekrobiosis, dan granuloma annulare.3
Proses inflamasi yang terjadi di kulit dapat menyerupai gejala infeksi. Beberapa
diagnosis banding yang sesuai dengan kategori ini mencakup trauma, artritis, artropati
Charcot akut, fraktur, thrombosis, dan stasis vena. Namun proses infeksi juga dapat
terjadi bersamaan dengan inflamasi, bila penyebab gejala belum dapat dipastikan, dapat
dipertimbangkan pemberian antibiotik empiris.5
Alat ultrasonografi Doppler juga dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan
stenosis atau keberadaan aneurisma.3 Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
mengetahui kondisi infeksi pasien. Pemeriksaan yang disarankan adalah darah lengkap,
gula darah, elektrolit, dan fungsi renal. Pemeriksaan tanda inflamasi seperti erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP) dapat digunakan untuk
memonitor respon terhadap terapi.5
Pemeriksaan kultur dilakukan setelah debridement dan sebelum pemberian terapi antibiotik
empiris. Bahan kultur sebaiknya didapat dari luka menggunakan kuretase dibandingkan swab
atau irigasi agar hasil microbial lebih akurat.7 Pemeriksaan radiologis dasar dapat digunakan
12
untuk melihat deformitas tulang, keberadaan benda asing, dan gas di jaringan lunak. Bila
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, dapat dilakukan magnetic resonance imaging (MRI)
untuk mengevaluasi kelainan jaringan lunak dan osteomyelitis.5
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali
metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi
mengenai perawatan kaki mandiri. Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum
adalah mengklasifikasikan luka tersebut. Klasifikasi yang umum digunakan adalah
klasifikasi Wagner, yang dapat membantu menentukan intensitas dan durasi terapi.7
Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi mengenai
perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan neuropati.
Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana debridemen
yang ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi tekan/beban di ulkus, dan
kontrol infeksi.
Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol infeksi,
perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori ini
berrrisiko untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi
antara pekerja kesehatan.
Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit, seringkali
memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi dan terkadang
amputasi.
Secara umum, setiap kali pasien berobat sebaiknya dilakukan perbandingan dan
catatan perkembangan; klasifikasi dan ukuran luka. Area permukaan dari sebuah ulkus
diabetikum yang sembuh dengan baik seharusnya berkurang sekitar1 % per hari.7
13
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
d. Krisis Hiperglikemiae.
f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
14
pertumbuhan untuk mempromosikan penyembuhan ulkus. Debridement bedah adalah
15
metode standar emas pada ulserasi diabetikum. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
pemotongan jaringan sehat harus diminimalkan dan kelainan bentuk yang dapat memicu
kekambuhan ulkus harus dicegah. Debridement bedah biasanya dilakukan untuk ulkus
dengan jaringan nekrotik yang luas.
Total Contact Cast / Non-removable pressure relieving casts: Gips kontak total
adalah sebuah gips yang menutupi seluruh ekstremitas bawah yang dibuat oleh
plaster of Paris atau fibreglass dan bantalan/padding yang minimal. Alat ini
mendistribusikan ulang beban di kaki, agar beban tidak terfokus ke ulkus karena
mengikuti kontur normal kaki sehingga distribusi beban merata. Kekurangan dari
alat ini adalah ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien di saat-saat tertentu
(seperti saat di kamar mandi), luka yang tidak dapat diperiksa secara rutin,
pemasangan yang harus dilakukan oleh professional, dan kemungkinan
pembentukan ulkus baru bila ukuran tidak pas. Kelebihan alat ini adalah
efektivitasnya dalam penyembuhan ulkus. Menurut Cochrane database review,
penyembuhan luka jauh lebih baik saat 12 minggu dengan penggunaanalat non-
removable cast dibandingkan dengan alat yang dapat dilepas.
Kontraindikasi penggunaan alat ini adalah bila ada ulkus yang terinfeksi,
osteomyelitis, iskemi perifer, ulkus bilateral, amputasi ekstremitas bawah atau
ulkus di tumit.7,8
Instant, non-removable pressure-relieving device: Alat instant, non-removable
pressure reliveing device dapat dipanggil juga sebagai non-removable cast
walkerserupa dengan cast walker biasa yang sudah dimodifikasi agar pasien tidak
dapat melepaskan alat secara mudah. Alat ini tidak memerlukan tenaga
professional untuk melepaskannya, tidak custom atau sesuai bentuk kaki pasien,
dan perlu dilepas jika ingin mengganti perban.8
Kendali Infeksi
Untuk memberikan tatalaksana infeksi, luka dapat dikalsifikasikan menjadi tidak
mengancam tungkai/ekstremitas, dan mengancam tungkai/ekstremitas.Untuk kategori
pertama, ditandai dengan adanya selulitis <2 cm dan tidak menyebar ke tulang atau
persendian. Kategori mengancam tungkai memiliki ciri- ciri adanya selulitis >2 cm dan
infeksi menyebar ke tulang, persendian, ataupun sistemik. Infeksi yang tidak
mengancam luka umumnya disebabkan oleh infeksi Staphyloccus dan Streptococcus.
18
Pemberian pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi bila
19
memungkinkan.7,12
Belum ada pedoman klinis umum yang menentukan jenis antibiotik yang superior
untuk dipakai, dan hasil-hasil penelitian masih terbatas. 7,12 Saat ini untuk infeksi ringan-
sedang tanpa risiko mengancam tungkai, pengobatan antibiotikdapat diberikan secara
oral seperti cephalexin, amoxilin clavulanate, moxifloxin, atau clindamycin. Infeksi
berat yang kemungkinan mengandung infeksi polimikrobial sebaiknya dirawat inap dan
diberikan antibiotik multi-regimen sambil menunggu hasil uji kultur dan resistensi.7,12
2.7 Komplikasi
Komplikasi utama dari ulkus diabetikum adalah amputasi, infeksi yang bertambah
berat, sepsis, dan kematian.5
2.8 Prognosis
20
BAB III
STATUS PASIEN
Nama : LS
Usia : 60 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tarutung
No. RM : 171256
Ruang : Aster
Telaah : Luka borok di kaki kiri dan kaki kanan dialami 16 hari ini.
Luka yang dialami pasien dikarenakan tertusuk paku dari tiga minggu lalu.. Awalnya
hanya berupa kemerahan dan bengkak namun semakin lama muncul luka melepuh dan
keluar cairan nanah. Pasien dibawa ke bidan, untuk dibersihkan lukanya dan diberi
antibiotik. Luka semakin luas sehingga sulit untuk berjalan dan beraktivitas dan luka
terasa nyeri karena tidak kunjung sembuh pasien dibawa ke puskesmas seminggu setelah
berobat dari bidan. Dari puskesmas, pasien dirujuk ke IGD RSUD Tarutung. Pasien juga
sering haus dan lapar, sering BAK dimalam hari dengan frekuensi 5 kali dalam satu hari
diikuti dengan lemas, pasien didiagnosis DM sejak 4 tahun. Pasien mengaku tidak rutin
kontrol ke dokter. Riwayat pemakaian obat DM pasien tidak jelas.
RPO : OAT
21
3.3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Sensorium : Compos mentis
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
SpO2 : 95%
Temperatur : 36°C
BB : 86 kg
TB : 170 cm
b. Keadaan penyakit
Kepala
Mata : Anemis (-)
Ikterus (-)
Pupil: Isokor
Refleks cahaya: direk (+/+)/ indirek (+/+)
Diameter pupil: 3 mm
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir: dalam batas normal
Gigi geligi: dalam batas normal
Tonsil/faring: dalam batas normal
Lidah: dalam batas normal
Leher
Struma : Tidak membesar
Pembesaran KGB : Tidak dijumpai
Nyeri Tekan : Tidak dijumpai
22
Hiperemis : Tidak dijumpsai
Posisi Trakea : Medial
TVJ : R -2 cm H2O
Thorax Depan
Inspeksi : Bentuk: Simetris
Pergerakan: Tidak ada keterlambatan
Palpasi : Nyeri tekan: Tidak dijumpai
Fremitus suara: Normal; kanan = kiri
Iktus: tidak teraba
Perkusi : Sonor
Batas paru - hepar:
Relatif ICS VI
Absolut ICS VII
Batas jantung kiri:
Atas ICS II – III linea parasternalis sinistra
Bawah ICS V linea midclavicularis
sinistra Batas Jantung kanan:
Atas ICS II linea parasternalis dextra
Bawah ICS III – IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Suara pernapasan paru: Vesikuler
Suara pernapasan tambahan: Ronki (+), wheezing
(-)
Jantung: M1>M2, T1>T2, A1<A2, P1<P2; desah
sistolik (-), desah diastolik (-)
HR: 94 x/ menit,regular, intensitas: cukup
Thorax Belakang
Inspeksi : Bentuk: Simetris
Pergerakan: Tidak ada keterlambatan
Palpasi : Nyeri tekan: tidak ada
Fremitus suara: kanan = kiri (normal)
Perkusi : Sonor
Suara pernapasan paru: vesikuler
23
Auskultasi : Suara pernapasan tambahan: Ronki (+), wheezing
(-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Peristatik (-)
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Defance Muskular (+) , Nyeri tekan (+)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba, Ballotement (-)
Pinggang : Nyeri ketok (-)
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas Atas
Deformitas sendi : Tidak dijumpai
Jari tabuh : Tidak dijumpai
Tremor ujung jari : Tidak dijumpai
Telapak sembab : Tidak dijumpai
Sianosis : Tidak dijumpai
Eritema palmar : Tidak dijumpai
CRT : < 2 detik
Akral : Teraba hangat
Ekstremitas Bawah
Edema : Tidak dijumpai
Arteri femoralis : Pulsasi kanan = kiri
A. Tibialis posterior : Pulsasi kanan = kiri
A. Dorsalis pedis : Pulsasi kanan = kiri
Deformitas sendi : Tidak dijumpai
Refleks Fisiologis : Dalam batas normal
Refleks Patologis : Tidak dijumpai
24
3.4. Pemeriksaan penunjang
MCV 86 80-100 fL
3.4 Resume
25
pemakaian obat insulin teratur 3 kali sehari 18 unit/hari.
Keadaan umum: sedang
STATUS PASIEN Keadaan penyakit: berat
Keadaan gizi: obesitas
Kepala, leher, thorax, ekstremitas atas daan bawah dalam batas
PEMERIKSAAN FISIK normal.
Abdomen : dalam batas normal
Darah: polisitemia+ azotemia + leukositosis
LABORATORIUM
Kemih: Tidak diperiksa
RUTIN
Tinja: Tidak diperiksa
- Metronidazole 500gr/8jam
- Dexketoprofen 50mg/12jam
26
BAB IV
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
29