Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ULKUS DIABETIKUM

Laporan ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung

Disusun oleh :
Nama : Flowrence Otmian Theodora
NPM : 23010065

Pembimbing :
dr. Erikson Judika Lumban Tobing, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD TARUTUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP
NOMMENSEN MEDAN
2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini, untuk melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Bedah RSUD Tarutung dengan judul “Ulkus
Diabetikum”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Erikson
Judika Lumban Tobing, SP.B, khususnya sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 06 F e b r u a r i 2024

Ona Tri Ulina Simbolon

2
BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya
penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibatgula darah
yang tinggi sehingga pasien sering tidak merasakan luka, luka terbuka dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob ataupun anaerob.Ulkus
diabetikum sering disebut luka diabetes. Kondisi ini merupakan komplikasi umum yang
terjadi pada pasien yang menderita diabetes melitus.1
Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat angka prevalensi diabetes
di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun 1980, angka prevalensi diabetes
di Indonesia terus meningkat. Persentase ulkus diabetikum sebagai komplikasi diabetes
mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah
8.70%.2

Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah mengklasifikasikan luka


tersebut. Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang dapat
membantu menentukan intensitas dan durasi terapi. Penatalaksanaan ulkus diabetikum
mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali vaskular kendali luka,
kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi mengenai perawatankaki mandiri.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulkus yang diasosiasikan dengan neuropati
dan/atau penyakit arteri perifer yang mencakup infeksi, ulkus, dan kerusakan jaringan di
ekstremitas bawah pada pasien dengan penyakit diabetes melitus. 1 Ulkus kaki diabetik
adalah lesi non traumatis pada kulit (sebagian atau seluruh lapisan) pada kaki penderita
diabetes melitus (Mariam et al., 2017). Ulkus kaki diabetik biasanya disebabkan oleh
tekanan berulang (geser dan tekanan) pada kaki dengan adanya komplikasi terkait
diabetes dari neuropati perifer atau penyakit arteri perifer, dan penyembuhannya sering
dipersulit oleh perkembangan infeksi.
Berdasarkan WHO dan International Working Group on the Diabetic Foot, ulkus
diabetikum adalah keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan,
yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit pembuluh darah perifer pada
ekstremitas bawah (Hendra et al., 2019).

2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan estimasi risiko ulkus diabetikum di dunia adalah
15% dari keseluruhan penderita diabetes. Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada
tahun 2016 menderita diabetes dan hampir seperempatnya berisiko memiliki
ulkusdiabetikum. 25% kasus ulkus diabetikum berdampak pada amputasi organ. 40%
kasus ulkus diabetikum dapat dicegah dengan rawat luka yang baik. 60% kasus ulkus
diabetikum berkaitan erat dengan neuropati perifer. Diestimasikan bahwa risiko
mengalami komplikasi ulkus kaki diabetes adalah 15%.2
Prevalensi terjadinya penderita ulkus diabetik di indonesia sekitar 15%, angka
amputasi 30%, selain itu angka kemarin 1 tahun pasca amputasi sebesar 14,8%.
Bahkan, jumlah penderira ulkus diabetik di indonesia dapat terlihat dari kenaikan
prevalensi sebanyak 11% (Rikesda, 2018). Prevalensi perawatan ulkus diabetik di
indonesia sekitar 13% penderita dirawat di rumah sakit dan 26% penderita rawat
jalan (Amelia, 2018 dalam Ulfa Husnul Fata, 2020)

Pada tahun 2015, disetimasikan sekitar 1.6 juta kematian disebabkan oleh diabetes.
Diabetes diperkirakan akan berada di posisi ke-tujuh sebagai penyebab kematian
terbanyak pada tahun 2030.13 Diabetes menyebabkan kematian sebanyak 6% dari total
4
kematian dari seluruh usia di Indonesia pada tahun 2016. Diabetes menyebabkan sekitar
50,000 kematian di tahun 2016 pada kelompok usia 70tahun ke atas.14Untuk ulkus
diabetikum sendiri, mortalitas seringkali diasosiasikan dengan sclerosis yang terjadi di
arteri besar seperti arteri koroner atau renal. Angka survival jangka panjang untuk pasien
dengan amputasi buruk, terutama pada pasien dengan peripheral artery disease (PAD)
atau insufisiensi renal. Prediktor kematian yang signifikan pada pasien dengan amputasi
adalah usia, kelamin laki-laki, insufisiensi renal kronik, dialisis, dan PAD.15
Amputasi untuk ulkus diabetes menyebabkan morbiditas yang tinggi; sekitar 0.03%
-1.5% pasien dengan ulkus diabetik akan memerlukan amputasi. 1,3 Pada pasien dengan
neuropati, bila manajemen yang baik telah sukses menyembuhkan ulkus diabetikum,
tingkat rekurensi adalah 66% dan tingkat amputasi meningkat menjadi 12%.3

2.1 Etiologi
Etiologi ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri, tekanan
(trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar dari ulkus diabetikum adalah diabetik
neuropati; yang dapat ditemukan pada 80-90% pasien dengan ulkus.2,3
Kondisi iskemik disebabkan oleh penyakit arteri perifer menghambat
penyembuhan, terutama saat infeksi terjadi dimana demand lebih banyak diperlukan.
Deformitas atau abnormalitas struktur kaki memainkan peran yang penting dalam
pembentukan ulkus diabetikum, karena memberikan tekanan abnormal yang dapat
membentuk luka. Deformitas atau abnormalitas bentuk kaki yang dimaksud, diantaranya
flat foot, hallux valgus, Charcot neuroartropati, atau hammer foot.2,3

2.2 Patofisiologi
Patofisiologi ulkus diabetikum berkaitan dengan neuropati dan penyakit arteri
perifer yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Hiperglikemia menghasilkan stres
oksidatif pada sel saraf dan menyebabkan neuropati. Disfungsi saraf tambahan terjadi
lebih lanjut oleh karena glikosilasi protein sel saraf, yang menyebabkan iskemia lebih
lanjut. Perubahan sel ini terwujud pada komponen motorik, otonom,dan sensorik dari
ulkus diabetikum.3,4

Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease/PAD) merupakan faktor yang


berkontribusi terhadap perkembangan ulkus diabetikum hingga 50% kasus. Disfungsi
sel endotel dan kelainan sel otot polos terjadi di arteri perifer sebagai konsekuensi

5
dari

6
keadaan hiperglikemik yang terus-menerus, sehingga mengakibatkan penurunan resultan

pada vasodilator endotelium yang menyebabkan penyempitan. Selanjutnya, hiperglikemia


pada diabetes dikaitkan dengan peningkatan tromboksan A2, agonis agregator
vasokonstriktor dan platelet, yang menyebabkan peningkatan risiko hiperkoagulabilitas
plasma. Ada juga potensi perubahan dalam matriks ekstraselular vaskular yang
menyebabkan stenosis lumen arteri. Selain itu, merokok, hipertensi, dan hiperlipidemia
adalah faktor lain yang umum terjadi pada pasien diabetes dan berkontribusi pada
perkembangan PAD. Secara kumulatif, hal ini mengarah pada penyakit arteri oklusif
yang menyebabkan iskemia pada ekstremitas bawah dan peningkatan risiko ulserasi pada
pasien diabetes.3,4
Neuropati mempengaruhi saraf motorik, sensorik, dan otonom. Kelainan motorik
dapat menyebabkan kelemahan otot, atrofi, dan paresis. Kemudian kelainan sensoris
mempengaruhi daya sensasi nyeri, tekanan, dan panas. Karena hal ini, banyak luka yang
terjadi tidak diketahui oleh pasien sehingga terus-menerus terkena trauma atau tekanan
yang repetitif. Kelainan saraf otonom juga berkontribusi untuk meningkatkan risiko
infeksi karena mengurangi produksi keringat dan vasodilatasi.1,2,3

7
2.3 Diagnosis

2.3.1 Anamnesis
Anamnesis pada pasien ulkus diabetikum fokus ke gejala neuropati perifer, gejala
insufisiensi arteri perifer, gejala sistemik, riwayat lesi, riwayat diabetes pasien, serta
penilaian faktor risiko.3,5Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Gejala-gejala neuropati perifer termasuk hipestesi, hiperestesi, parestesi, disestesi,nyeri


radikular dan anhidrosis.3 Keluhan terkait neuropati perifer adalah :
 Sering kesemutan

 Nyeri kaki saat istirahat

 Sensari sentuhan pada kulit berkurang

 Rasa panas pada kulit

 Kaki pucat

 Ujung jari terasa dingin

 Luka yang terasa nyeri

Faktor mengenai diabetes sebaiknya juga ditanyakan ke pasien, riwayat diabetes,


penggunaan obat, dan anamnesis mengenai faktor-faktor risiko. Komplikasi lain
diabetes juga sebaiknya ditanyakan seperti fungsi renal (dialisa, transplan, pengecekan
rutin), fungsi retina (gangguan pengelihatan), dan fungsi kardiovaskular (stroke, gejala
gagal jantung kronis, gejala penyakit arteri coroner, dan lainnya).12

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum sebaiknya menilai kondisi ulkus yang
ada, tanda neuropati perifer, tanda penyakit arteri perifer dan deformitas kaki.3,6
1. Pemeriksaan Ekstremitas

8
Lakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencari luka dan deformitas, karena
pasien terkadang tidak menyadari. Ulkus dapat ditemukan di:

 Area yang menopang beban seperti tumit/heel, area plantar metatarsal, ujung-
ujung jari kaki yang paling menonjol (jari kaki ke-1 atau ke-2), dan ujung
hammertoes. Jangan lupa untuk memeriksa area di antara jari-jari.
 Area yang menanggung tekanan/stress seperti bagian dorsal hammer toes.3
Pemeriksaan fisik juga dapat menemukan kalus hipertrofik, kuku-kuku
rapuh, hammer toes, fisura, atau kaki Charcot.3

Pemeriksaan Luka
Ulkus dapat dibagi menjadi dua; akut dan kronik. Ulkus akut dapat dikategorikan
disebabkan oleh dua hal yaitu abrasi dermal atau ulkus plantar di daerah penopang beban.
Ulkus diperiksa untuk drainase, bau, ada/tidak jaringan granulasi, dan jaringan yang
terekspos seperti tendon, kapsul sendi, atau tulang. Periksa tanda-tanda inflamasi pada kaki,
seperti eritema, kehangatan, nyeri, edema, indurasi, dan cairan purulen. Periksakan juga
tanda-tanda sistemik seperti demam, hipotensi, atau takikardia yang dapat menandakan
infeksi sistemik.5,6

Ulkus dapat diklasifikasikan menggunakan sistem klasifikasi Wagner sebagai berikut :


Tingkat/
Deskripsi Lesi
Grade
Tidak ada lesi pada kaki berrisiko tinggi; bisa ada deformitas atau
0
selulitis
Ulkus diabetikum superfisial (dapat mencakup ketebalan
1 kulit

parsial atau full)


Ulkus menyebar hingga ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau fascia
2
dalam tanpa abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis tulang
4 Gangren yang terlokalisasi ke bagian tumit atau kaki depan
5 Gangren ekstensif yang mencakup seluruh kaki
Tabel 1. Klasifikasi ulkus diabetes Wagner6

9
Pasien juga perlu dilakukan pemeriksaan osteomyelitis, karena hal ini dapat terjadi
dengan atau tanpa gejala infeksi jaringan. Pada pasien dengan ulkus kaki diabetekum,

10
osteomyelitis dapat dicurigai pada luka yang berukuran lebih dari 2 cm 2 dan kedalaman
yang mencapai tulang (sampai tulang terekspos atau pemeriksa dapat merasakan tulang
saat pemeriksaan dalam luka).5

2. Pemeriksaan Insufisiensi Arteri Perifer


Pemeriksaan fisik insufisiensi arteri perifer seringkali menunjukkan nadi perifer
yang tidak teraba atau berkurang. Periksa pulsasi perifer dorsalis pedis yang dapat
ditemukan pada lateral dari tendon extensor halluces longus, dan tibia posterior, yang berada
di atas dan di belakang malleolus medial.3,4 Pemeriksaan lain yang dapat menandakan
insufisiensi arteri adalah bruit yang terdengar di atas arteri iliaka/femoral, atrofi kulit,
hilangnya pertumbuhan rambut di pedis, sianosis jari-jari kaki, ulkus atau nekrosis iskemik,
dan warna pucat di kaki.3

3. Pemeriksaan Neuropati Perifer


Saat evaluasi kondisi fisik kaki, sudah dapat terlihat tanda-tanda neuropati perifer
seperti claw toe atau kaki Charcot. Tanda lain juga mencakup neuropati autonomik seperti
kaki yang kering, scaly, atau cracked. Tanda-tanda neuropati perifer adalah hilangnya
sensasi vibrasi dan posisi, hilangnya reflex tendon dalam (terutama pemeriksaan ankle jerk),
ulkus tropis, drop foot, atrofi otot, dan pembentukan kalus yang berlebih. Neuropati perifer
dapat dinilai menggunakan pemeriksaan sensasi fibrasi, sensasi tekanan (monofilamen), dan
nyeri superfisial (pinprick) atau sensasi suhu.3,6

Pemeriksaan sensasi vibrasi dapat dilakukan menggunakan garpu tala 128-Hz


yang digunakan ke tonjolan tulang di jari kaki pertama. Tes ini diperiksa di kedua kaki
dan pasien diminta untuk melaporkan perbedaan sensasi. Pemeriksaan sensasi vibrasi
juga dapat dilakukan secara kuantitatif menggunakan Biothesiometer.6,12

Sensasi tekanan diperiksa menggunakan esthesiometer tekanan monofilament


(monofilament pressure esthesiometer) yang dapat menilai secara kuantitatif batasan
sensasi tekanan pasien.6 Pemeriksaan suhu atau nyeri dapat diperiksa salah satu, tidak
perlu diperiksa keduanya. Tes pinprick menggunakan sebuah jarum diaplikasikan ke
berbagai bagian kaki, kemudian ditanyakan rasa sensasi pasien.6

11
2.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding ulkus diabetikum dapat dibuat dari aspek ulkus, aspek
nyeri, dan aspek neuropati. Ulkus diabetikum dapat dibandingkan dengan kelainan lain
yang dapat muncul pada pasien diabetes; seperti dermopati diabetikum, diabetikorum
bulosa, xanthoma eruptif, lipoidika nekrobiosis, dan granuloma annulare.3
Proses inflamasi yang terjadi di kulit dapat menyerupai gejala infeksi. Beberapa
diagnosis banding yang sesuai dengan kategori ini mencakup trauma, artritis, artropati
Charcot akut, fraktur, thrombosis, dan stasis vena. Namun proses infeksi juga dapat
terjadi bersamaan dengan inflamasi, bila penyebab gejala belum dapat dipastikan, dapat
dipertimbangkan pemberian antibiotik empiris.5

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menilai penyakti vaskular perifer,
neuropati perifer, pemeriksaan laboratorium untuk menilai kondisi infeksi, dan
pemeriksaan imaging untuk melihat deformitas, osteomyelitis, dan lainnya.
Pemeriksaan untuk penyakit vaskular perifer mencakup ankle brachial index
yang menggunakan alat Doppler yang membandingkan rasio tekanan darah sistolik
tumit dan lengan. Tingkat keparahan penyakit arteri perifer dapat diinterpretasi sebagai
berikut1:
 0.91 – 1.30 : Normal

 0.70 – 0.90 : Obstruksi ringan

 0.40 – 0.69 : Obstruksi sedang

 < 0.40 : Obstruksi berat

 > 1.3 : Poorly compressible vessel

Alat ultrasonografi Doppler juga dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan
stenosis atau keberadaan aneurisma.3 Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
mengetahui kondisi infeksi pasien. Pemeriksaan yang disarankan adalah darah lengkap,
gula darah, elektrolit, dan fungsi renal. Pemeriksaan tanda inflamasi seperti erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP) dapat digunakan untuk
memonitor respon terhadap terapi.5
Pemeriksaan kultur dilakukan setelah debridement dan sebelum pemberian terapi antibiotik
empiris. Bahan kultur sebaiknya didapat dari luka menggunakan kuretase dibandingkan swab
atau irigasi agar hasil microbial lebih akurat.7 Pemeriksaan radiologis dasar dapat digunakan

12
untuk melihat deformitas tulang, keberadaan benda asing, dan gas di jaringan lunak. Bila
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, dapat dilakukan magnetic resonance imaging (MRI)
untuk mengevaluasi kelainan jaringan lunak dan osteomyelitis.5

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali
metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi
mengenai perawatan kaki mandiri. Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum
adalah mengklasifikasikan luka tersebut. Klasifikasi yang umum digunakan adalah
klasifikasi Wagner, yang dapat membantu menentukan intensitas dan durasi terapi.7

 Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi mengenai
perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan neuropati.
 Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana debridemen
yang ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi tekan/beban di ulkus, dan
kontrol infeksi.

 Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol infeksi,
perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori ini
berrrisiko untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi
antara pekerja kesehatan.
 Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit, seringkali
memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi dan terkadang
amputasi.
Secara umum, setiap kali pasien berobat sebaiknya dilakukan perbandingan dan
catatan perkembangan; klasifikasi dan ukuran luka. Area permukaan dari sebuah ulkus
diabetikum yang sembuh dengan baik seharusnya berkurang sekitar1 % per hari.7

Kendali Metabolik (Metabolic Control)


Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi
glukosadarah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya
diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentasi glukosa darah. Berbagai hal lain
harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi
Hb, dan derajat oksigenisasi jaringan.12

13
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

b. Penurunan berat badan yang cepat

c. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

d. Krisis Hiperglikemiae.

e. Gagal dengan kombinasi OHO (obat hipoglikemik oral) dosis optimal

f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

g. Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional

h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

j. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Kendali Vaskular (Vascular Control)


Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah
melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya. Untuk oklusi yang panjang,
dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek, dapat dipikirkan
untuk prosedur endovascular
- PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. Dengan
berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga
hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.12

Kendali Luka (Wound Control)


Kendali luka dilakukan dengan cara perawatan luka dengan konsep TIME: Tissue
Debridement (Membersihkan Luka Dari Jaringan Mati). Debridement ulkus diabetikum
merupakan langkah awal yang penting dalam pengelolaan luka. Beberapa manfaat dapat
dihasilkan dari debridement yang tepat termasuk pemotongan jaringan nekrotik yang
tidak dapat bertahan serta menjaga agar luka tetap terjaga. Kita harus berhati-hati dalam
menilai ulkus jika diduga iskemia. Intervensi revaskularisasi mungkin diperlukan
sebelum debridement dilakukan. Debridement juga merangsang pelepasan faktor

14
pertumbuhan untuk mempromosikan penyembuhan ulkus. Debridement bedah adalah

15
metode standar emas pada ulserasi diabetikum. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
pemotongan jaringan sehat harus diminimalkan dan kelainan bentuk yang dapat memicu
kekambuhan ulkus harus dicegah. Debridement bedah biasanya dilakukan untuk ulkus
dengan jaringan nekrotik yang luas.

Inflammation And Infection Control (Kontrol Inflamasi Dan Infeksi)

Lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrumluas,


mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin),
dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti
misalnya metronidazol). Bagi pasien rawat jalan dengan antibiotik oral, durasi
pengobatan biasanya 7-14 hari. Pada mereka yang dirawat secara parenteral tapi tanpa
osteomielitis, 2-4 minggu pengobatan sudah cukup. Durasi terapi yang lebih lama
diperlukan untuk orang-orang dengan osteomielitis yaitu minimal 4-6 minggu minimal.

Moisture Balance (Menjaga Kelembaban)


Diabetes bisa menyebabkan perubahan pada kulit. Terkadang kulit menjadi sangat
kering. Kulit bisa mengelupas dan retak. Saraf yang mengendalikan minyak dan
kelembaban pada kulit mungkin tidak lagi bekerja. Setelah mandi, keringkan kulit dan
jaga kelembaban dengan pengolesan emolien.

Epithelial Edge Advancement


Keberadaan re-epitalisasi menandakan perbaikan luka. Pada tahapan ini,
kontraksi luka dan pertumbuhan epitel dievaluasi untuk melihat apakah dressing
dan perawatan luka yang dilakukan sudah sesuai atau belum. Beragam modalitas terapi
untuk meningkatkan efektifitas epitelisasi luka sudah dikembangkan, seperti
penggunaan electromagnetic therapy (EMT), terapi laser, dan terapi ultrasound.

Kendali Tekanan (Pressure Control)


Off-loading merupakan teknik yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada
permukaan plantar kaki atau area ulkus diabetikum dengan mentransferbeban ke daerah
lainnya. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi.
TCC (total contact casting) adalah salah satu teknik off- loading. TCC dirancang
mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi
secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan
permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang bagian tumit.
16
TCC mengurangi panjang langkah yang memperlambat kaki dan mengurangi gaya
yang diterapkan pada kaki. TCC telah terbukti mengurangi tekanan plantar sebesar 32%,
63%, dan 69% pada bagian distal metatarsal kelima, keempat, dan pertama; 65% pada
ibu jari kaki; dan 45% di tumit. Bila pada anggota gerak terdapat tulang yang menonjol
atau kelainan anatomi/ deformitas, tatalaksana lanjutan memerlukan tindakan
pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.13
Secara umum, modalitas yang dapat digunakan dalam kendali tekanan adalah:
1. Tidak Bisa Dilepas / Non-Removable

Modalitas kendali tekanan yang tidak bisa dilepas, di antaranya:

 Total Contact Cast / Non-removable pressure relieving casts: Gips kontak total
adalah sebuah gips yang menutupi seluruh ekstremitas bawah yang dibuat oleh
plaster of Paris atau fibreglass dan bantalan/padding yang minimal. Alat ini
mendistribusikan ulang beban di kaki, agar beban tidak terfokus ke ulkus karena
mengikuti kontur normal kaki sehingga distribusi beban merata. Kekurangan dari
alat ini adalah ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien di saat-saat tertentu
(seperti saat di kamar mandi), luka yang tidak dapat diperiksa secara rutin,
pemasangan yang harus dilakukan oleh professional, dan kemungkinan
pembentukan ulkus baru bila ukuran tidak pas. Kelebihan alat ini adalah
efektivitasnya dalam penyembuhan ulkus. Menurut Cochrane database review,
penyembuhan luka jauh lebih baik saat 12 minggu dengan penggunaanalat non-
removable cast dibandingkan dengan alat yang dapat dilepas.
Kontraindikasi penggunaan alat ini adalah bila ada ulkus yang terinfeksi,
osteomyelitis, iskemi perifer, ulkus bilateral, amputasi ekstremitas bawah atau
ulkus di tumit.7,8
 Instant, non-removable pressure-relieving device: Alat instant, non-removable
pressure reliveing device dapat dipanggil juga sebagai non-removable cast
walkerserupa dengan cast walker biasa yang sudah dimodifikasi agar pasien tidak
dapat melepaskan alat secara mudah. Alat ini tidak memerlukan tenaga
professional untuk melepaskannya, tidak custom atau sesuai bentuk kaki pasien,
dan perlu dilepas jika ingin mengganti perban.8

2. Bisa Dilepas / Removable


Modalitas kendali tekanan yang bisa dilepas, di antaranya:
17
 Removable cast walker: Alat cast walker adalah sebuah penyangga/brace yang
dipasang di kaki, tidak harus custom, dan dapat mendistribusikan beban seperti
gips kontak total. Alat ini harus dilepas untuk mengganti verban, dan dapat
mempengaruhi kepatuhan (compliance) pasien karena ia bisa melepaskannya.
Beberapa penelitian melihat distribusi beban pada kaki sehat yang dipasangkan
cast walker, dan hasilnya serupa dengan gips kontak total. Namun data untuk
distribusi beban pada kaki dengan deformitas/ulkus belum tersedia.7,8
 Therapeutic footwear: Setelah ulkus sembuh, pasien dapat menggunakan sepatu
terapi untuk menghindari rekurensi pembentukan luka. Sepatu yang dimaksud
lebih tebal, lebih lebar, lebih empuk dibandingkan sepatu biasa, dan bentuk
terbuka untuk menghindari infeksi jamur akibat keringat berlebih. Terdapat dua
jenis sepatu ini; sepatu jangka pendek atau half shoe, atau sepatu jangka panjang
yang disesuaikan dengan pasien (bespoke). Half shoe memiliki wedge di bagiaan
kaki depan atau tumit, untuk mengurangi beban kaki depan atau tumit. Sepatu ini
memberi keuntungan karena dapat membantu penyembuhan luka di lokasi sulit
seperti di tumit. Namun, kekurangan sepatu ini adalah sulitnya penggunaan pada
pasien lanjut usia dengan gangguan propriosepsi. Sepatu ini mempersulit cara
jalan pasien, dan terkadang pasien tidak dapat berjalan karena tidak dapat
menyesuaikan.1,7,8
 Padding: Bantalan dapat dibentuk oleh berbagai alat seperti kain wol, untuk
mengurangi tekanan pada kaki yang bersifat sementara. Bantalan dapat
disesuaikan untuk luka akut/kronik, ukuran, lokasi, tipe dan status penyembuhan
luka. Namun pemakaian bantalan harus diwaspadai karena dapat memindahkan
beban dari satu tempat ke tempat yang lain, bukan mendistribusikan secara merata.
Penggunaan bantalan harus diganti secara sering dan rutin karena bahandapat
melekat ke kaki atau sepatu, atau ‘kempes’.8

Kendali Infeksi
Untuk memberikan tatalaksana infeksi, luka dapat dikalsifikasikan menjadi tidak
mengancam tungkai/ekstremitas, dan mengancam tungkai/ekstremitas.Untuk kategori
pertama, ditandai dengan adanya selulitis <2 cm dan tidak menyebar ke tulang atau
persendian. Kategori mengancam tungkai memiliki ciri- ciri adanya selulitis >2 cm dan
infeksi menyebar ke tulang, persendian, ataupun sistemik. Infeksi yang tidak
mengancam luka umumnya disebabkan oleh infeksi Staphyloccus dan Streptococcus.

18
Pemberian pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi bila

19
memungkinkan.7,12
Belum ada pedoman klinis umum yang menentukan jenis antibiotik yang superior
untuk dipakai, dan hasil-hasil penelitian masih terbatas. 7,12 Saat ini untuk infeksi ringan-
sedang tanpa risiko mengancam tungkai, pengobatan antibiotikdapat diberikan secara
oral seperti cephalexin, amoxilin clavulanate, moxifloxin, atau clindamycin. Infeksi
berat yang kemungkinan mengandung infeksi polimikrobial sebaiknya dirawat inap dan
diberikan antibiotik multi-regimen sambil menunggu hasil uji kultur dan resistensi.7,12

2.7 Komplikasi
Komplikasi utama dari ulkus diabetikum adalah amputasi, infeksi yang bertambah
berat, sepsis, dan kematian.5

2.8 Prognosis

Prognosis ulkus diabetikum tergantung dari derajat ulkus ketika mencari


pengobatan, pada ulkus diabetikum derajat Wagner 0-2 maka prognosisnya adalah dubia
dan derajat 3-5 adalah dubia ad malam.

20
BAB III

STATUS PASIEN

3.1. Identitas pasien

Nama : LS

Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 10 Mei 1963

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tarutung

Agama : Kristen protestan

No. RM : 171256

Ruang : Aster

Tanggal Masuk : 25 Januari 2024

3.2. Anamnesis penyakit

Keluhan Utama : Luka borok di kaki kiri

Telaah : Luka borok di kaki kiri dan kaki kanan dialami 16 hari ini.
Luka yang dialami pasien dikarenakan tertusuk paku dari tiga minggu lalu.. Awalnya
hanya berupa kemerahan dan bengkak namun semakin lama muncul luka melepuh dan
keluar cairan nanah. Pasien dibawa ke bidan, untuk dibersihkan lukanya dan diberi
antibiotik. Luka semakin luas sehingga sulit untuk berjalan dan beraktivitas dan luka
terasa nyeri karena tidak kunjung sembuh pasien dibawa ke puskesmas seminggu setelah
berobat dari bidan. Dari puskesmas, pasien dirujuk ke IGD RSUD Tarutung. Pasien juga
sering haus dan lapar, sering BAK dimalam hari dengan frekuensi 5 kali dalam satu hari
diikuti dengan lemas, pasien didiagnosis DM sejak 4 tahun. Pasien mengaku tidak rutin
kontrol ke dokter. Riwayat pemakaian obat DM pasien tidak jelas.

RPT : Diabetes militus tipe II + riwayat TB paru

RPO : OAT

RPK : Tidak dijumpai

21
3.3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum
Sensorium : Compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

SpO2 : 95%

Temperatur : 36°C

BB : 86 kg

TB : 170 cm

IMT : 29,8 kg/m2 (obesitas)

b. Keadaan penyakit
Kepala
Mata : Anemis (-)
Ikterus (-)
Pupil: Isokor
Refleks cahaya: direk (+/+)/ indirek (+/+)
Diameter pupil: 3 mm
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir: dalam batas normal
Gigi geligi: dalam batas normal
Tonsil/faring: dalam batas normal
Lidah: dalam batas normal

Leher
Struma : Tidak membesar
Pembesaran KGB : Tidak dijumpai
Nyeri Tekan : Tidak dijumpai

22
Hiperemis : Tidak dijumpsai
Posisi Trakea : Medial
TVJ : R -2 cm H2O
Thorax Depan
Inspeksi : Bentuk: Simetris
Pergerakan: Tidak ada keterlambatan
Palpasi : Nyeri tekan: Tidak dijumpai
Fremitus suara: Normal; kanan = kiri
Iktus: tidak teraba
Perkusi : Sonor
Batas paru - hepar:
 Relatif ICS VI
 Absolut ICS VII
Batas jantung kiri:
 Atas ICS II – III linea parasternalis sinistra
 Bawah ICS V linea midclavicularis
sinistra Batas Jantung kanan:
 Atas ICS II linea parasternalis dextra
 Bawah ICS III – IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Suara pernapasan paru: Vesikuler
Suara pernapasan tambahan: Ronki (+), wheezing
(-)
Jantung: M1>M2, T1>T2, A1<A2, P1<P2; desah
sistolik (-), desah diastolik (-)
HR: 94 x/ menit,regular, intensitas: cukup

Thorax Belakang
Inspeksi : Bentuk: Simetris
Pergerakan: Tidak ada keterlambatan
Palpasi : Nyeri tekan: tidak ada
Fremitus suara: kanan = kiri (normal)
Perkusi : Sonor
Suara pernapasan paru: vesikuler

23
Auskultasi : Suara pernapasan tambahan: Ronki (+), wheezing
(-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Peristatik (-)
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Defance Muskular (+) , Nyeri tekan (+)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba, Ballotement (-)
Pinggang : Nyeri ketok (-)
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas Atas
Deformitas sendi : Tidak dijumpai
Jari tabuh : Tidak dijumpai
Tremor ujung jari : Tidak dijumpai
Telapak sembab : Tidak dijumpai
Sianosis : Tidak dijumpai
Eritema palmar : Tidak dijumpai
CRT : < 2 detik
Akral : Teraba hangat

Ekstremitas Bawah
Edema : Tidak dijumpai
Arteri femoralis : Pulsasi kanan = kiri
A. Tibialis posterior : Pulsasi kanan = kiri
A. Dorsalis pedis : Pulsasi kanan = kiri
Deformitas sendi : Tidak dijumpai
Refleks Fisiologis : Dalam batas normal
Refleks Patologis : Tidak dijumpai

24
3.4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan 24/06/23 Nilai normal Satuan


Hematologi
12-14 (P),
Hemoglobin 15,9 g/dL
12-16 (L)
37-54 (L)
Hematokrit 47.0 %
36-48 (P)
Leukosit 17,8 4,5-10x103 /mm3
Trombosit 287 150-450 x103 /mm3
4,2-5,4 (L),
Eritrosit 5.48 Juta/mm3
3,6-5,0 (P)

MCV 86 80-100 fL

MCH 28.9 27-32 Pg

MCHC 33.7 32-36 g/dL

Hitung Jenis Leukosit


Basofil 0.6 0,0-1,0 %
Eosinofil 1.2 1,0-3,0 %
Neutrofil 84.0 50,0-70,0 %
Limfosit 9.5 20,0-40,0 %
Monosit 4.7 2,0-8,0 %
Kimia Darah
KGD 231 <200 mg/dL

3.4 Resume

Keluhan Utama : Ulkus Diabetikum


Telaah: Hal ini dialami pasien kurang lebih sudah sejak 3
minggu lalu. Luka yang dialami mengeluarkan pus. Pasien
ANAMNESIS mengeluhkan nyeri. Pasien mengeluhkan kesemutan (+) pada
kaki kiri. Dipsnue (+).polifagi (+), poliuri (+), polidipsi (+)
dan BAB dalam batas normal.
Riwayat Diabetes (+), kira-kira sudah selama 4 tahun, Riwayat

25
pemakaian obat insulin teratur 3 kali sehari 18 unit/hari.
Keadaan umum: sedang
STATUS PASIEN Keadaan penyakit: berat
Keadaan gizi: obesitas
Kepala, leher, thorax, ekstremitas atas daan bawah dalam batas
PEMERIKSAAN FISIK normal.
Abdomen : dalam batas normal
Darah: polisitemia+ azotemia + leukositosis
LABORATORIUM
Kemih: Tidak diperiksa
RUTIN
Tinja: Tidak diperiksa

3.5. Diagnosa utama

Ulkus diabetikum grade III + Diabetes militus tipe II

3.6. Diagnosa banding

1. Ulkus diabetikum grade III + + DM tipe II


2. Dermopati diabetikum + DM tipe II
3. Diabetikum bulosa + DM tipe II

3.7. Penatalaksanaan awal

Aktivitas : Tirah baring

Tindakan suportif : Diet DM

Tindakan Supotif : IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i

Medikamentosa :- Cefixime 1 gr/12 jam

- Metronidazole 500gr/8jam

- Dexketoprofen 50mg/12jam

- Ranitidin 10mg/12 jam

26
BAB IV

KESIMPULAN

Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulkus yang diasosiasikan dengan neuropati


dan/atau penyakit arteri perifer yang mencakup infeksi, ulkus, dan kerusakan jaringan di
ekstremitas bawah pada pasien dengan penyakit diabetes melitus. Hiperglikemia
menghasilkan stres oksidatif pada sel saraf dan menyebabkan neuropati. Ulkus
diklasifikasikan menggunakan sistem klasifikasi Wagner. Penatalaksanaan ulkus diabetikum
mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali
tekanan, kendali infeksi, dan edukasi engenai perawatan kaki mandiri.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, Bachtiar Noor.2011.Uji Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil Asetat, dan


Etanol Ekstrak Jintan Hitam Terhadap Zona Hambat Bakteri Ulkus Diabetikum
secara In Vitro, FKIK UMP, Purwokerto.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, 2015)
3. Widyahening, I. S.; van der Graaf, Y.; Soewondo, P.; Glasziou, P.;van der
Heijden, G. J. Awareness, agreement, adoption and adherence to type 2 diabetes
mellitus guidelines: a survey of Indonesian primary care physicians. See
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24755412for further details.
4. Reiber GE. The epidemiology of diabetic foot problems. Diabet Med.
1996;13(suppl 1):S6-S11.
5. Boulton AJ, Vileikyte L, Ragnarson-Tennvall G, Apelqvist J. Theglobal burden of
diabetic foot disease. Lancet. 2005;366(9498): 1719- 1724.
6. Soewondo, P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in
Indonesia: Results from the International Diabetes ManagementPractices Study
(IDMPS), J Indonesia Med Assoc. 2011, 61.
7. Widyahening, I. S.; van der Graaf, Y.; Soewondo, P.; Glasziou, P.; vander Heijden,
G. J. Awareness, agreement, adoption and adherence to type 2 diabetes mellitus
guidelines: a survey of Indonesian primary care physicians. See
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24755412for further details.
8. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, et al. 2012 Infectious Diseases Society of
America clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clin Infect Dis. 2012;54(12):e132-e173.

9. Saswono Wespadji. PAPDI - kaki diabetes. 2003.

10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. (PerkumpulanEndokrinologi
Indonesia, 2015)
11. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan Persadia. Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus pada Layanan Primer, ed.2, 2012. (Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas Indonesia FKUI, 2012)
12. Faries PL, Teodorescu VJ, Morrissey NJ, Hollier LH, Marin ML. The role of
28
surgical revascularization in the management of diabetic foot wounds. Am J Surg.
2004 May. 187(5A):34S-37S.
13. Snyder, R.J., et al., The management of diabetic foot ulcers through optimal off-
loading building consensus guidelines and practicalrecommendations to improve
outcomes. J Am Podiatr Med Assoc, 2014. 104(6): p. 555–67.
14. Lee, L. T. Glycemic control in the diabetic patients after stroke., Crit Care Nurs
Clin N Am. 2009, 21, 507-515

29

Anda mungkin juga menyukai