Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN ULKUS DM

DILAKUKAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DENGAN TINDAKAN REGIONAL


ANESTESI DI IBS RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus komplikasi

Dosen Pembimbing : Anita Setyowati, S.Tr.Kep

OLEH :
Nur Akbar 1911604078

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ’AISYIYAH YOGYAKARTA
2022

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN ULUKUS DM
DILAKUKAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DENGAN TINDAKAN REGIONAL
ANESTESIDI IBS RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Laporan ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus komplikasi

Oleh :

Nur Akbar 1911604078

Telah diperiksa dan disetujui tanggal ……………..

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Witra Sari,
2017). Penyakit diabetes melitus (DM) menjadi salah satu penyakit yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
berbagai komplikasi yang muncul. Salah satukomplikasiyang terjadi adalah ulkus
diabetikum. Ulkus diabetikum merupakan kejadian lukayang timbul pada penderita
DM akibat komplikasi mikroangiopati dan makroangiopati. (Marissa & Ramadhan,
2017)
Ulkus diabetik terjadi 90% hingga 95% pada penderita diabetes dengan
obesitas, hal ini dikarenakan makin banyak jaringan lemak maka jaringan tubuh dan
otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama pada daerah yang mengalami
penekanan dan terbentuknya keratin keras yang memudahkan terjadinya ulkus
diabetik. (Husen & Basri, 2021). Selain itu ulkus diabetic juga disebabkan oleh tiga
faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemik, neuropati daninfeksi (Roza et al.,
2015). Neuropati perifer akan menyebabkan hilangnya sensasidi daerah distal kaki.
Lamanya seseorang menderita DM akan menyebabkan komplikasi mikroangiopati
sehingga neuropati diabetikum akan menyebabkan timbulnya ulkus pada kaki
(Marissa & Ramadhan, 2017).
Selama perawatan, pasien Ulkus Diabetikum akan mengalami berbagai
masalah keperawatan, sehingga pasien memerlukan intervensi keperawatan, proses
keperawatan dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, mencegah dan mengatasi
masalah keperawatan yang dialami pasien baik masalah keperawatan aktual maupun
potensial untuk meningkatkan kesehatan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh
perawat sangat mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan yang diterima oleh
pasien. (WITRA SARI, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori penyakit BPH?
2. Bagaimana pertimbangan anestesi pada pasien prolaps uteri di IBS RSU PKU
Muhammadiyah Bantul?
3. Bagaimana Web of Caution pada pasien dengan prolaps uteri di IBS RSU PKU
Muhammadiyah Bantul?
4. Bagaimana tinjauan teori asuhan kepenataan anestesi pada pasien prolaps uteri di
IBS RSU PKU Muhammadiyah Bantul?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep teori penyakit BPH?
2. Mengetahui dan memahami pertimbangan anestesi pada pasien dengan prolaps
uteri di IBS RSU PKU Muhammadiyah Bantul?
3. Mengetahui dan memahami Web of Caution pada pasien dengan prolaps uteri di
IBS RSU PKU Muhammadiyah Bantul?
4. Mengetahui dan memahami tinjauan teori asuhan kepenataan anestesi pada pasien
dengan prolaps uteri di IBS RSU PKU Muhammadiyah Bantul?

D. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah berdasarkan studi kasus
di IBS RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara pasien serta pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Ulkus diabetikum merupakan infeksi, tukak, dan destruksi jaringan kulit pada
kaki penderita diabetes melitus yang disebabkan oleh kelainan saraf dan rusaknya
arteri perifer (Octavia Nurul Chasanah, 2021). Selain itu ulkus diabetikum juga
diartikan sebagai luka yang terbentuk pada Sebagian atau seluruh jaringan kulit pada
kaki penderita diabetes melitus sehingga dapat menyebabkan terjadinya neuropati dan
penyakit vaskuler perifer akibat dari efek DM (WITRA SARI, 2017).
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial
Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas ke
jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang
yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul akibat dari
peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Apabila ulkus kaki berlangsung lama,
tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi.
Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri perifer merupakan penyebab
terjadinya gangren dan amputasi ekstremitas pada bagian bawah (Tarwoto & Dkk.,
2012)
Diketahui bahwa penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen
yaitu meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan
kalus, infeksi dan edema. faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari 2
faktor yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik metabolik,
angiopati diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu trauma, infeksi,
dan obat (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013). Terdapat 2 penyebab ulkus
diabetik secara umum yaitu neuropati dan angiopati diabetik. Neuropati diabetik
adalah suatu kelainan pada urat saraf akibat dari diabetes melitus akibat kadar gula
dalam darah 10 yang tinggi dapat merusak urat saraf penderita dan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, apabila penderita mengalami trauma
kadangkadang tidak terasa. Kerusakan saraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya
kemampuan merasakan sensasi sakit, panas atau dingin.
2. Etiologi
Beberapa factor yang menjadi penyebab munculnya ulkus diabetikum pada pasien
DM yaitu sebagai berikut (Roza et al., 2015) :
a. Jenis kelamin
Laki-laki menjadi faktor predominan berhubungan dengan terjadinya ulkus.
Menurut Prastica dkk pasien ulkus diabetikum yang diteliti di RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang adalah laki-laki (56,3%).
b. Lama Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Lamanya seorang pasien menderita DM menyebabkan pasien mengalami
hiperglikemia yang lama. Hiperglikemia yang terjadi terus menerus ini akan
menginisiasi terjadinya hiperglisolia yaitu keadaan sel yang kebanjiran
glukosa. Hiperglosia kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel
tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar
terbentuknya komplikasi kronik DM.
c. Neuropati
Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan
biomekanika kaki dan distribusi tekanan kaki terganggu sehingga
menyebabkan kejadian ulkus meningkat. Gangguan sensorik disadari saat
pasien mengeluhkan kaki kehilangan sensasi atau merasa kebas. Rasa kebas
menyebabkan trauma yang terjadi pada pasien penyakit DM sering kali tidak
diketahui. Gangguan otonom menyebabkan bagian kaki mengalami
penurunan ekskresi keringat sehingga kulit kaki menjadi kering dan mudah
terbentuk fissura. Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang mudah retak
meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetikum.
d. Peripheral Artery Disease
Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas
bawah yang disebakan oleh atherosklerosis. Gejala klinis yang sering ditemui
pada pasien PAD adalah klaudikasio intermitten yang disebabkan oleh
iskemia otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri saat istirahat.
e. Perawatan kaki
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral Artery disease (PAD).
Menurut penelitian Purwanti OK perawatan kaki terdiri dari perawatan
perawatan kaki setiap hari, perawatan kaki reguler, mencegah injuri pada
kaki, dan meningkatkan sirkulasi.
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Roza et al., 2015), tanda dan gejala ulkus diabetikum dapat dilihat
dari:
a. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, poplitea, kaki menjadi
atrofi, kaku, sering kesemutan, dingin, kuku menjadi tebal dan kulit kering.
b. Eksudat, yaitu adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai tempat
berkembangnya bakteri.
c. Edema, di sekitar kulit yang mengalami ulkus diabetikum sebagian besar akan
terjadi edema kurang dari 2 cm, berwarna merah muda, daninflamasi minimal.
Edema pada ulkus diabetikum terdiri dari edema minimal yaitu sekitar 2 cm,
sedang (semua kaki), berat (kaki dan tungkai).
d. Inflamasi
Inflamasi yang terjadi dapat berupa inflamasi ringan , sedang, berat atau tanpa
inflamasi. Warna : merah muda, eritema, pucat, gelap;
e. Nyeri
Nyeri kaki saat istirahat, kepekaan atau nyeri sebagian besar tidak lagi terasa
atau kadang-kadang dan tanpa maserasi atau kurang dari 25% dan maserasi :
tanpa maserasi atau 25 %, 26 – 50 %, > 50 %. (Roza et al., 2015).
4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang terkait
Menurut Smeltzer (2014) pemeriksaan penunjang ulkus diabetik sebagai berikut:
a. Palpasi dari denyut perifer
Apabila denyut kaki bisa di palpasi, maka PAP tidak ada. Jika denyut dorsalis
pedis dan tibial posterial tidak teraba maka dibutuhkan pemeriksaan yang
lebih lanjut.
b. Doppler flowmeter
Dapat mengukur derajat stenosis secara kualitatif dan semi kuantitatif melalui
analisis gelombang doppler. Frekuensi sistolik doppler distal dari arteri yang
mengalami oklusi menjadi rendah dan gelombangnya menjadi monofasik.
c. Ankle Brachial Index (ABI)
Tekanan diukur di beberapa tempat di ekstremitas menggunakan manset
pneumatik dan flow sensor, biasanya doppler ultrasound sensor. Tekanan
sistolik akan meningkat dari sentral ke perifer dan sebaliknya tekanan
diastolik akan turun. Karena itu, tekanan sistolik pada pergelangan kaki
lebihtinggi dibanding Brachium. Jika terjadi penyumbatan, tekanan sistolik
akan turun walaupun penyumbatan masih minimal. Rasio antara tekanan
sistolikdi pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di arteri brachialis (Ankle
Brachial Index) merupakan indikator sensitif untuk menentukan adanya
penyumbatan atau tidak.
d. Transcutaneous Oxymetri (TcPO2)
Berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah ke jaringan. TcPO2
pada arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini sering
digunakan untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka amputasi.
e. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Merupakan teknik yang baru, menggunakan magnetic resonance, lebih
sensitif dibanding angiografi standar. Arteriografi dengan kontras
adalahpemeriksaan yang invasif, merupakan standar baku emas sebelum
rekonstruksi arteri. Pasien-pasien diabetes memiliki risiko yang tinggi untuk
terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun kadar kreatinin normal.
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka
ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan
yang membantu proses penyembuhan luka. Debridement harus dilakukan pada
semua luka kronis untuk membuang jaringan nekrotik dan debris. Metode
debridement yang seringdilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik,
kimia, mekanis danbiologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis, sedangkan metode mekanis membuang jaringan
nekrosis dan jaringan hidup.
b. Penatalaksanaan Operatif
1. Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salahsatu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area
telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Total Contact Casting (TCC)
merupakan metode offloading yang paling efektif. TCCdibuat dari gips
yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan bebanpasien keluar dari
area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama
perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat
mengganggu penyembuhan luka.
2. Penanganan Infeks
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus
diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang
lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti
eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.
Menurut The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi
menjadi 3 kategori:

a) Infeksiringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm

b) Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm

c) Infeksiberat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:


a) Non-limb threatening : selulitis 2cm dan telah mencapai
tulang atau sendi, serta adanya infeksi sistemik.
b) Limb threatening : selulitis >2cm dan telah mencapai tulang
atau sendi, serta adanya infeksi sistemik.

Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb


threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan
streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis
dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin,
amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin. Pada infeksi
berat biasanya karena

infeksi polimikroba, seperti staphylokokus, streptokokus,


enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri
anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus.
Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian
antibiotika yang mencakup gram positif dan gram negatif, serta
aerobik dan anaerobik meliputi imipenemcilastatin, B-lactam B-
lactamase (ampisilin- sulbactam dan piperacilin-tazobactam),
dan cephalosporin spektrum luas.

3. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal.
Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab
telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah
dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target.
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika),
membantu debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan
luka.

B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik
yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan
general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi
dan intravena (Latief, 2007).
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi

Pada anestesi umum pasien diberikan kombinasi obat anestesi intravena


hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang. Induksi dapat
dilakukan dengan diazepam-ketamin atau dengan obat hipnotik lain dilanjutkan
dengan pemberian suksinil kolin secara intravena untuk fasilitas intubasi. Beri
napas bantuan dengan oksigen 100% hingga fasikulasi hilang dan otot rangka
relaksasi. Selanjutnya dilakukan laringoskopi untuk melihat jalan napas pasien
dan pasang pipa endotrakeal. Fiksasi pipa endotrakeal dihubungkan dengan alat
bantu napas pada mesin anestesi. Pernapasan pasien dikendalikan secara
mekanik dengan pemberian suplementasi oksigen sesuai dengan kebutuhan
b. Regional Anestesi
Anestesi spinal merupakan blok regional yang dilakukan dengan menyuntikkan
obat anestesi ke dalam ruang subaraknoid melalui tindakan pungsi lumbal1 .
Tepat setelah injeksi, obat anestesi bekerja dengan menginhibisi konduksi serabut
saraf yang melalui ruang subaraknoid. Ruang subaraknoid spinal terletak di
daerah foramen magnum hingga ke S2 pada orang dewasa dan S3 pada anak-
anak. Injeksi anestesi lokal dibawah L1 pada orang dewasa dan L3 pada anak-
anak membantu dalam menghindari trauma pada medula spinalis.
Anestesi spinal sering pula disebut dengan blok subaraknoid melalui injeksi
intratekal. Dalam melakukan teknik anestesi spinal, terdapat beberapa posisi
pasien yang dapat dipilih. Pasien dapat diposisikan lateral, pronasi, maupun posisi
duduk, dengan melakukan pendekatan midline maupun paramedian. Jarum yang
dipenetrasikan melewati dua struktur yaitu yang pertama penetrasi dari
ligamentum flavum dan yang kedua penetrasi membran dura-araknoid. Kemudian
stilet ditarik dan bila sudah terlihat adanya cairan serebrospinal yang mengalir,
tanda penetrasi jarum sudah berhasil.
Jika selama penetrasi jarum, pasien mengeluh parestesia persisten dan merasa
sakit, maka dokter harus menarik dan mengarahkan jarum kembali2 . Pada pasien
dengan gangguan faal hemostasis, infeksi di daerah lumbal, dehidrasi, syok,
pasien dengan SIRS, serta pasien dengan kelainan tulang belakang, tindakan
anestesi spinal merupakan sutau kontraindikasi
Anestesi spinal dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti posisi dari
pasien saat injeksi dilakukan dan setelah injeksi dilakukan, dosis obat yang
digunakan serta lokasi dari penetrasi jarum anestesi. Ketika dosis obat yang
digunakan lebih tinggi serta lokasi injeksi dilakukan lebih kearah superior, maka
level anestesi akan dirasakan pada arah superior oleh pasien. Faktor lainnya yang
mempengaruhi anestesi spinal seperti umur, cairan serebrospinal, bentuk anatomi
kolumna vertebralis, volume obat yang digunakan, tekanan intraabdominal, arah
jarum saat penetrasi, tinggi badan pasien, serta kehamilan.
Larutan anestesi lokal dapat dibuat dalam kondisi hiperbarik (memiliki
densitas yang lebih tinggi dari CSF) maupun dalam kondisi hipobarik (memiliki
densitas yang lebih rendah dari CSF). Larutan hipobarik dapat dibuat dengan
menambahkan glukosa atau dibuat hipobarik dengan menambahkan air yang
steril maupun fentanyl pada larutan anestesi. Jika pasien diposisikan dengan
keadaan posisi kepala lebih dibawah, maka larutan anestesi hiperbarik berada
diposisi lebih superior, sedangkan larutan hipobarik akan berada pada posisi
kaudal. Begitu pula sebaliknya bila pasien berada pada posisi kepala diatas.
Sedangkan larutan isobarik akan tetap berada pada lokasi injeksi.
Blok epidural adalah tindakan blok regional yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang epidural. Injeksi bisa
dilakukan di daerah torakal, lumbal, maupun kaudal. Diawali dengan memasang
alat pantau yang diperlukan. Kemudian pasien diposisikan kearah lateral kanan
maupun kiri. Selanjutnya dilakukan desinfeksi area injeksi. Larutan anestesi lokal
yang sering digunakan adalah lidokain atau bupivakain. Sebelum memasukkan
obat anestesi, dilakukan uji bebas tahanan sebagai tanda bahwa ujung jarum
sudah masuk ke dalam ruangan epiduraldengan menarik spuit dan memastikan
terisi udara. Setelah obat bekerja,dilakukan penilaian ketinggian blok dengan skor
Bromage. Tekanan darah dan denyut nadi pasien dipantau setelah injeksi obat
anestesi.
Pada operasi daerah abdominal bawah dan inguinal, sering digunakan blok
epidural lumbal. Pada pasien yang tidak kooperatif, gangguan faal hemostatis,
pasien dengan infeksi di daerah pungsi lumbal, dehidrasi, syok, anemia, dan
kelainan anatomi tulang belakang, blok epidural merupakan suatu kontraindikasi
3. Teknik Anestesi
a. General Anestesi General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
1. General Anestesi Intravena atau total intravena (TIVA) General anesthesia
juga dapat dihasilkan melalui suntikan intravena dari bermacam substansi,
seperti thiopental. Agen anestetik intravena memiliki keuntungan yaitu
memerlukan peralatan sedikit, dan mudah diberikan. Kejadian mual muntah
pasca operatif yang rendah membuat metode ini sangat bermanfaat dalam
bedah mata, karena muntah dapat membahayakan pandangan tekanan
intraokuler dan membahayakan pandangan pada mata yang dioperasi.
Anestesi intravena sangat bermanfaat untuk produksi singkat tapi jarang
digunakan dalam prosedur lama seperti pada bedah (Brunner & Suddart,
2010).
2. General Anestesi Inhalasi Anestesi umum inhalasi pada dasarnya merupakan
tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversible yang mencakup trias anestesi yaitu hipnotik, analgesi, dan
relaksasi otot dan terbagi menjadi tiga tahap yaitu induksi, maintenance dan
recovery. Anestesi umum inhalasi menggunakan obat-obat anestesi yaitu
cairan yang mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien,
campuran gas atau uap obat anestesi, dan oksigen masuk mengikuti aliran
udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi
dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas
(Mangku, Senapathi 2010).
3. Anestesi Imbang Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obatobatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi
inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu :
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum
atau obat anestesi umum yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik
opiat atau obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot
atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
b. Regional Anestesi Menurut Pramono (2017),Regional anestesi digolongkan
sebagai berikut :
1. Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal
3-4 atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal
menembus kulit subkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum,
ligamen interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, durameter,
dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah
dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Menurut Latief (2010)
anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah dan
ekstermitas bawah. Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif,
aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak
berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih tetap
sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi
dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat
(Longdong, 2011). Anestesi spinal memiliki komplikasi. Beberapa
komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70% pasien, nyeri punggung 25%
pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural punture
headache di Indonesia insidensinya sekitar 10% pada pasien paska spinal
anestesi (Tato, 2017).
2. Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat di ruang epidural (peridural,
ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan
durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar
tengkorak dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman
ruang rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal terletak
pada daerah lumbal. Anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung
pada saraf spinal yang terletak di bagian lateral. Onset kerja anestesi
epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal. Kualitas blokade sensoris
dan motoriknya lebih lemah
3. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di
ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh
ligamentum sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus
venosus, felum terminale, dan kantong dura. Teknik ini biasanya
dilakukan pada pasien anakanak karena bentuk anatominya yang lebih
mudah ditemukan dibandingkan daerah sekitar perineum dan anorektal,
misalnya hemoroid dan fistula perianal.

4. Rumatan Anestesi
Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi, berikut obat-obat yang dapat digunakan pada kedua teknik tersebut.

No Obat-obatan Anestesi Intravena Obat-obatan Anestesi Inhalasi

1 Atropine sulfat Nitro oxide


2 Pethidine Halotan

3 Atrakurium Isoflurane

4 Ketamin hcl Sevofluren

5 Midazolam Enfluren

6 Fentanyl

7 Rocokuronium

8 prostigmin

5. Resiko
a. Pernapasan Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang
sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak
sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan
sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.
Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih
beratmenyebabkan apnea.
b. Sirkulasi Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup diganti.
Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama
jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan
c. Regurgitasi dan Muntah Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama
anastesi. Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
d. Hipotermi Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu
juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi
ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan
sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat juga
menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi pada
fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons proses
vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
e. Gangguan Faal Lain Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang
disebabkan oleh kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif
karena penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan
anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah

C. Web of caution (WOC)

D. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Asuhan kepenataan anestesi pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam
tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama
b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang diobservasi dan diukur oleh penata. Data
Objektif, didasarkan pada fenomena yang dapat diamati secara faktual. Data
objektif dapat diamati dan diukur. Data objektif adalah hasil observasi atau
pengukuran dari status kesehatan pasien
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Masalah yang ada pada kasus yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan signal bagi tubuh akan cidera atau penyakit yang akan
datang namun nyeri akut akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan
setelah area pulih kembali. Nyeri akut disebabkan oleh aktivitas nosireeptor
dan biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6 bulan,
dan datang tiba tiba. Nyeri akut dianggap memiliki durasi terbatas dan bisa
diprediksi, seperti nyeri pasca operasi, yang biasanya akan menghilang ketika
luka klien sembuh. Klien sebagian besar menggunakan kata kata “tajam”,
“tertusuk”, dan “tertembak” untuk mendeskripsikan nyerinya (Black &
Hawks, 2014)
b. Ansietas
Ansietas dapat diartikan sebagai suatu respon perasaan yang tidak terkendali.
Ansietas adalah respon terhadap ancaman yang sumbernya tidak diketahui,
internal, dan samar-samar. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas,
atau bukan bersifat konflik (Murwani, 2009)
c. Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu inti tubuh dibawah 36ºC (normotermi: 36,6º
C37,5ºC) (Guyton & Hall, 2008). Hipotermia merupakan suatu kondisi
kedaruratan medis yang dapat timbul ketika tubuh kehilangan panas lebih
cepat daripada produksi panas. Ketika suhu tubuh turun, sistem saraf dan
organ lain tidak dapat bekerja normal. Jika tidak ditindaklanjuti, hipotermia
akhirnya dapat menyebabkan kegagalan jantung dan sistem pernapasan, dan
bahkan kematian Hipotermi merupakan salah satu dari komplikasi dari
tindakan pembedahan. Hipotermi sangat sulit dihindari pada pasien post
operasi. Hipotermia post operasi sangat mengganggu kenyamanan pasien
dalam proses pemulihan. Hipotermia ini disebabkan karena ruang operasi dan
ruang ICU memiliki suhu yang rendah. Hipotermia post operasi juga dapat
terjadi karena luka terbuka, aktifitas otot-otot inhalasi gas-gas yang dingin
infus dengan cairan yang dingin, agens obat-obatan (bronkodilator, fenotiasin,
anesthesia), usia lanjut dan neonatus (Black, 2014).
d. Gangguan Rasa Nyaman Mual
Muntah Mual adalah perasaan ingin muntah yang menyebabkan kita pusing
dan kehilangan nafsu makan. Muntah adalah keluarnya isi lambung melalui
mulut. Keduanya dapat terjadi karena adanya kontraksi otot yang kuat di perut
dan dada
e. Hambatan Mobilitas Ekstremitas Bawah
Hambatan mobilitas ekstremitas bawah adalah keadaan dimana seseorang
tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami operasi fraktur pada ekstremitas
bawah
3. Rencana Intervensi
a. Nyeri Akut
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan selama 1 x 20 menit (pre
anestesi) diharapkan masalah Nyeri Akut teratasi atau berkurang
2) Kriteria Hasil
1. Tingkat skala nyeri berkurang dari skala 5 ke 2
2. Pasien dapat menerapkan teknik relaksasi napas dalam
3. Pasien terlihat rileks dan nyaman
3) Rencana Intervensi
a) Kaji nyeri termasuk lokasi, durasi dan skala nyeri serta observasi
tandatanda vital
b) Atur posisi pasien senyaman mungkin
c) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
d) Kolaboarasi dengan dokter terkait pemberian obat ketorolac 30 mg
b. Ansietas
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan selama 1 x 15 menit (pre
anestesi) diharapkan masalah Ansietas teratasi atau berkurang
2) Kriteria Hasil
1. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal (N : 60-100 x/menit dan
Tekanan darah: 120/80 mmHg
2. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal (N : 60-100 x/menit dan
Tekanan darah: 120/80 mmHg Pasien terlihat rileks dan nyaman
3) Rencana Intervensi
a) Kaji tingkat ansietas dengan menggunakan skala HARS (ringan,
sedang dan berat)
b) Ajarkan teknik relaksasi
c) Jelaskan jenis prosedur yang akan dijalani
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sedasi, jika
diperlukan

E. Daftar Pustaka

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi


8,Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.


Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited
12 Februari 2012], avaible from URL:  http://www.hyves.web.id/askep-diabetes-
melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
PASIEN ULKUS DM DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DEBRIDEMENT
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
PADA TANGGAL 03/05/2023

I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
A. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : tn.x
Umur : 65 thn
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : jawa
Status perkawinan` : kawin
Golongan darah :B
Alamat :-
No. CM : 000XXXXX
Diagnosa medis : ulkus pedis dextra
Tindakan Operasi : debridement
Tanggal MRS : 01/05/2023
Tanggal pengkajian : 03/05/2023 Jam Pengkajian:10:00
Jaminan : bpjs

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan memiliki penyakit diabestes militus, pasien
mengatakan nyeri pada luka bagian kaki sebelah kanan, nyeri seperti
tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, pasien mengatakan sulit
berjalan/beraktivitas karena luka pada kaki, pasien mengatakan memiliki
Riwayat DM 4 thn yang lalu
b. Saat Pengkajian
Pasien mangatakan nyeri pada luka kaki sebelah kanan, pasien
mengatakan memiliki penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu, pasien
mengatakan takut akan dioperasi, pasien mengatakan memiliki Riwayat
hipertensi
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Diabetes militus
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
4) Riwayat Penyakit Keluarga
diabetes melitus
c. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran Umum dan tanda vital Kesadaran : Samnolen BB : 70 kg GCS : 9.
Mata: 3, Verbal: 4, Motorik: 2 TB : 178 cm TD : 114/70 mmHg RR :
20x/mnt N : 131x/mnt
b) Status Generalis
- Kepala: Bentuk kepala (bulat), Kesimetrisan (+) Hidrochepalus (-), Luka
(-), Darah (-) Trepanasi (-), Nyeri tekan (+) - Wajah: Ekspresi wajah
(tegang), Dagu kecil (-) Edema (-), Kelumpuhan otot-otot fasialis ( -),
Sikatrik ( -), Micrognathia (-) , Rambut wajah (+/-) Hidung:
- Mata: Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Eksoftalmus (-)
Endotthalmus (-) , Edema (-), Ptosis (-) Peradangan (-), Luka (-), Benjolan
(-), Bulu mata ( tidak rontok), Konjunctiva dan sclera: Sklera tidak ikterik,
pupil isokor, Konjungtiva tidak anemis, dapat membuka mata dengan
spontan, Reaksi pupil terhadap cahaya: isokor (+), Kornea: warna hitam,
Nigtasmus (-), Strabismus (-) , Ketajaman penglihatan (Baik), Penggunaan
kontak lensa :Tidak, Penggunaan kacamata : Tidak
- Mulut dan faring: Warna bibir : kecoklatan, Lesi (-), Bibir pecah (+),
Amati gigi, gusi, dan lidah: Caries (1). Kotoram (-), Gingivitis (-), palsu
(-), gigi goyang (-), gigi maju (-), Kemampuan membuka mulut 3 cm (+),
Warna lidah : merah muda, Perdarahan (-), Abses (-), Orofaring atau
rongga mulut: Bau mulut tidak. uvula (simetris) Benda asing: (tidak)
Tonsil: TO/ T1/T2/ T3/T4
- Hidung: Perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (-), Pembesaran/polip
(-) Pernafasan cuping hidung (-)
- Telinga: Bentuk simestris, Lesi (-), Nyeri tekan (-) Peradangan (-),
Penumpukan serumen ( -), Perdarahan (-), Perforasi (-)
- Leher: Bentuk leher (asimetris), Peradangan (-), Jaringan parut (-),
Perubahan warna (-), Massa (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-),
Pembesaran vena jugularis (-), Pembesaran kelenjar limfe (-), Posisi trakea
( tidak simetris), Mobilitas leher: Ekstensi (+), Fleksi (+), menggunakan
collar (-), Leher pendek: Tidak, Vena jugularis: tekanan.
- Thoraks:
 Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, Tidak ada benjolan,
Tidak ada retraksi otot bantu nafas, Pola nafas regular, RR 18x menit,
Tidak ada bekas luka/jejas.
Palpasi: Fremitus kanan dan kiri memiliki getaran yang sama, Ekspansi
dada maksimal,tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: Resonsan
Auskultasi : Vesikuler
 Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi: Tidak ada pergeseran pada ictus cordis, tidak ada pelebaran
batas jantung
Perkusi: Batas kanan dan kiri jantung normal
Auskultasi : Suara jantung S1,S2 reguler, tidak ada suara tambahan
 Abdomen
Inspeksi: Tidak ada benjolan atau bengkak, tidak ada jejas
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan ,tidak ada pembesaran limpa
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi: Pekak
- Genetalia : Jenis Kelamin laki-laki
- Ekstermitas :
 Atas : Pada tangan kanan terpasang infus  Bawah : Pada kaki kiri
terpasang infus
 Kekuatan otot : 3, 3, 4, 4
- Pemeriksaan Vertebrata : Tidak ada jejas ataupun lebam
- Pemeriksaan Neurologi:
 Memeriksa Tanda-Tanda Rangsangan Otak
Penigkatan suhu tubuh (-), Nyeri kepala (+), Kaku kuduk (-), Mual-
muntah (+) Riwayat kejang (+) Penurunan tingkat kesadaran (+)
Riwayat pingsan (- ).
 Memeriksa Nervus Cranialis
Nervus 1 (Olfaktorius), Cabang Mandibularis, Nervus VI
(Abdusen), Nervus VII (Facialis), Nervus VIII (Auditorius),
Nervus IX (Glosopharingeal), Nervus X (Vagus), Nervus XI
(Accessorius), Nervus XII (Hypoglosal).
d. Pemeriksaan psikologi
Baik
e. Pemeriksaan penunjang

f. Pemeriksaan radiologi
Thorax: Normal
Ct-Scan: Terdapat tumor pada cerebri
g. Terapi saat ini
Injeksi insulin
h. Diagnosa anestesi
Diabetes militus yang akan dilakukan operasi debridement dengan tindakan
spinal anestesi
i. Pertimbangan anestesi
1) Faktor Penyulit : Pasien memiliki riwayat hipertensi
2) Jenis Anestesi : Spinal Anestesi
Indikasi : Prosedur pembedahan ekstremitas bawah
3) Teknik Anestesi : SAB
Indikasi : Prosedur pembedahan

B. Persiapan penatalaksanaan anesteis


1. Persiapan Alat /RA)
Handscone steril, Spinocaine, Kasa, Alcohol, Betadin, spet 5 cc,
2. Persiapan obat
a. Obat antiemetik : ondan,
b. Obat Analgetik : keto
c. Obat anti pendarahan : kalnek
d. Obat emergency : ehpedrine
e. Cairan infuse
Kristaloid
Koloid
3. Persiapan pasien
1. Pasien tiba di IBS pkl: 11.20 WIB di ruang premedikasi.
2. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, periksa status pasien termasuk
informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan.
3. Memindahkan pasien ke brancard IBS
4. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien, nama,
alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, riwayat penyakit dan
alergi, serta berat badan saat ini.
5. Memasang monitor tanda vital (monitor tekanan darah, saturasi oksigen)
Observasi tanda-tandavital: TD: 170/80 mmHg, N : 88 x/mnt; SpO2: 95%;
RR : 20x/mnt.
6. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
7. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien
mengatakan takut dan cemas menjalani operasi.
8. Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan anamnesa, pasien dipindahkan
ke kamar operasi 1.
9. Setelah masuk di kamar operasi pasang monitor tanda-tanda vital seperti
SPO2 dan Tensimeter.
10. Lakukan monitoring tanda-tanda vital per 5 menit sekali.
11. Penatalaksanaan anestesi
12. Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan monitor tekanan
darah, saturasi oksigen , hasil pengukuran.
a. Time Out (menjelaskan identitas pasien,diagnosis pasien, jenis
operasi pasien dan memperkenalkan orang-orang yang terlibat dalam
operasi)
b. Jam 11.40 memberikan obat bucain dan melakukan spinal anestesi

c. Observasi tanda-tanda vital: TD: 130/80 mmHg, N : 70 x/mnt; SpO2:


100%; RR : 20x/mnt.

d. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 11.50 WIB yang sebelumnya


dilakukan time out

e. Pasien kemudian mengatakan kesakitan, kemuadian di berikan tindakan


face mask agar pasien tertidur lebih rileks.

f. Pasien selesai operasi dilakukan sign out Pukul 13.20 WIB

g. Operasi selesai pukul 13.20 WIB, Monitor tanda vital sebelum pasien di
bawa ke RR TD: 150/80 mmHg, N: 90x/mnt; SpO2: 100 %; RR: 20 x/mnt.
Pasien post operasi, diukur menggunakan bromage scoredengan hasil nilai
skor 1.
C. Maintenance
Maintenance menggunakan :
- O2: 3 lt/mnt, Air: … lt/mnt dengan Sevorane … %Vol
- Balance cairan :

 Kebutuhan Cairan Basal (M) = 2 x 60 = 120

 Pengganti puasa (PP) = 120 x 7 = 840

 Stres operasi = 6 x 60 = 360

 Kebutuhan Cairan
Jam I = 120 + 420 + 360 = 900
Jam II = 120 + 210 + 360 =690
Jam III = 160 + 210 + 360 = 660
Jam IV = 120 + 360 = 480
I. ANALISI DATA

No Symptom Etiologi Problem


I. PRE ANESTESI
1 DS: pasien mengatakan Berhubungan dengan agen Nyeri Akut
nyeri pada luka dikaki cedera biologis
bagian kanan, pasien
mengatakan Nyeri hilang
timbul
DO:
- pasien tampak menahan
Nyeri
- P : Pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian
kanan bawah
- Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
- R : Abdomen bagian
kanan bawah
- S:4
- TD : 180/90 mmHg
- N : 120x/mnt
- RR 20x/mnt
- Spo2 : 99%
2 DS: pasien mengtakan Berhubungan dengan prosedure Ansietas
cemas dan takut Karen invasif
belum pernah dilakukan
Tindakan operasi
DO:
- kontak mata buruk,
pasien tampak cemas,
lemas dan pucat
- TD : 180/90
- N : 98x/mnt
- RR : 20x/mnt
- Spo2 : 99%
II. INTRA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem


1 DS: Berhubungan dengan Berhubungan dengan Hipotermi
ketidakefektifan regulasi ketidakefektifan regulasi suhu,
suhu, sekunder akibat efek sekunder akibat efek sedative
sedative medikasi spinal medikasi spinal anestesi
anestesi
DO:
- Pasien terlihat
menggigil
- Bibir pasien terlihat
pucat
- Akral teraba dingin
- TD : 130/86 mmHg
- N : 90 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Spo2 : 99%
III. PASCA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem

1 DS: pasien mengatakan Berhubungan dengan sekunder Gangguan immobilitas


kaki masih belum bisa akibat efek medikasi spinal fisik
digerakkan, pasien anestesi
mengatakan kaki masih
sedikit kesemutan
DO:
- Pasien terlihat tidak
dapat menggerakan
ekstremitas bawah,
- TD : 130/80 mmHg
- N : 89 x/menit,
- RR : 20 x/menit
- Spo2 : 99%

II. Problem ( Masalah )


a. PRE ANESTESI
1. Nyeri akut
2. Ansietas
b. INTRA ANESTESI
1. Resiko aspirasi
c. PASCA ANESTESI
1. Gangguan immobilitas fisik
III.RENCANA INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. Pre Anestesi
Nama : Tn.K No. CM : 10xxxxxx
Umur : 65 tahun Dx : ULKUS DM
Jenis kelamin : Laki-laki Ruang :

No Problem Rencana Intervensi Hari Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Tanggal Paraf
Jam
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan O: O: S:
- Pasien
kepenataan anestesi selama Observasi tanda-tanda vital Mengobservasi tanda-
mengatakan
1 x 15 menit diharapkan pasien. tanda vital pasien.
nyeri sudah
masalah nyeri akut T: T:
berkurang yaitu
berkurang dengan kriteria 1.Kaji tingkatan nyeri 1. Mengkaji tingkatan
di skala 2
hasil: dengan menggunakan nyeri dengan
- Pasien
1. Tingkat nyeri pasien PQRST menggunakan PQRST
mengatakan
berkurang 2.Atur posisi senyaman 2. Mengatur posisi
sedikit lebih
2. Pasien menyatakan rasa mungkin bagi pasien senyaman mungkin
tenang dan lebih
nyaman dan nyeri bagi pasien
nyaman
berkurang.
- Pasien
mengatakan
sudah paham
3. Pasien memahami terkait E: E: terkait edukasi
edukasi relaksasi nafas Ajarkan pasien teknik Mengajarkan pasien Teknik yang diberikan
dalam noninvasif dengan noninvasif dengan O:
4. TTV pasien normal: 90/60 relaksasi nafas dalam. relaksasi nafas dalam. - Pasien tampak
mmHg hingga 120/80 C: C: terlihat tenang
mmHg, RR:16-20 Kolaborasi dengan dokter Mengkolaborasikan dengan - TTV:
x/menit, Nadi: 60-100 kali dalam pemberian analgetik dokter dalam pemberian - TD: 130/75
per menit, SpO2 ; 96%- sesuai indikasi. analgetik sesuai indikasi. mmHg
100% - N: 80 x/menit
- RR: 20 x/menit
- Sp02: 99 %

A:
Masalah nyeri akut
sudah teratasi
P:
Intervensi
dihentikan.
2. Ansietas Setelah melakukan tindakan O: O: S:
keperawatan anestesi selama 1 Kaji tingkat kecemasan Mengkaji tingkat - Pasien
x 15 Menit diharapkan masalah (ringan,sedang, dan berat). kecemasan (ringan, sedang, mengatakan sudah
ansietas dapat teratasi dengan T: dan berat). tidak merasakan
kriteria hasil: Lakukan teknik relaksasi nafas T: cemas dan
1. Pasien terlihat rileks dan dalam bersama pasien. Melakukan teknik relaksasi khawatir
siap untuk dilakukan E: nafas dalam bersama pasien. - Pasien
tindakan pembedahan Ajarkan coping kecemasan E: mengatakan sudah
2. Skala HARS berkurang 17 (Teknik distraksi) Mengajarkan coping memahami
ke 13 C: kecemasan (Teknik prosedur
3. Nadi dan TD normal Kolaborasi dengan perawat distraksi) pembedahan dan
(N:60-100x/mnt) dan TD untuk melakukan pendidikan C: anestesi
(110/70 – 120/80 mmHg). kesehatan tentang prosedur Mengkolaborasikan dengan yang akan
operasi perawat untuk melakukan dilakukan
pendidikan kesehatan tentang O :
prosedur operasi - Pasien tampak
lebih rileks dan
lebih nyaman
- Pasien tampak
memahami
edukasi yang
diberikan

2. Intra Anestesi

No Problem Rencana Intervensi Hari Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Tanggal Paraf
Jam
1. Hipotermi Setelah dilakukan tindakan O : Observasi tanda tanda O: S:
kepenataan anestesi selama 1 vital dan monitoring suhu Mengobservasi tanda- - Pasien mengatakan
x 20 menit (intra anestesi) tubuh pasien tanda vital pasien. sudah sedikit merasa
diharapkan masalah T : Berikan selimut hangat T: hangat
Hipotermi teratasi atau E :- Memasang Tranfusi set atur O :
berkurang dengan hasil : C : Kolaborasi dengan posisi senyaman mungkin - Menggigil pasien
1. Suhu tubuh dalam batas perawat untuk bagi pasien terlihat berkurang -
normal 36,5- 37,5OC mengidentifikasi baju E:- TD : 130/86 mmHg -
2. Pasien tidak terlihat hangat atau selimut C: N : 77 x/menit - RR :
mengigil dan pucat 3 Mengkolaborasi dengan 20 x/menit - Spo2 :
3. Tekanan darah dan nadi dokter untuk pemberian 99%
dalam batas normal (N : terapi cairan dan Obat A : Masalah
60-100 x/menit dan antiperdarahan Hipotermi pasien
Tekanan darah: 120/80 telah teratasi
mmHg) P : Hentikan
intervensi

3. Post Anestesi

No Problem Rencana Intervensi Hari Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Tanggal Paraf
Jam
1. Hambatan Setelah dilakukan O: O: S:
Mobilitas tindakan kepenataan Kaji kebutuhan pasien akan Mengkaji kebutuhan pasien Pasien mengatakan
Ekstremitas Bawah selama 1 x 15 menit kebutuhan peralatan dan akan kebutuhan peralatan kaki masih terasa
diharapkan masalah pelayanan kesehatan danpelayanan kesehatan kesemutan dan rasa
Hambatan Mobilitas T: T: kesemutan belum
Ekstremitas Bawah Posisikan tubuh sejajar Memposisikan tubuh hilang
teratasi atau berkurang untuk mencegah komplikasi sejajar untuk mencegah O:
dengan kriteria hasil : E: komplikasi Pasien terlihat
1. Pasien dapat Posisikan tubuh sejajar E: belum dapat
melakukan aktivitas untuk mencegah komplikasi Memposisikan tubuh menggerakan
dan pergerakan C: sejajar untuk mencegah ekstremitas bawah -
dengan aman Kolaborasi dengan perawat komplikasi TD : 130/86 mmHg
2. Pasien mengerti bangsal untuk selalu C: N : 80 x/menit - RR
mengenai teknik mengawasi pasien Mengkolaborasi dengan : 20 x/menit -
mobilisasi dini perawat bangsal untuk Spo2 : 99% -
selalu mengawasi pasien Suhu : 35.3

A:
Hambatan Mobilitas
fisik pasien telah
teratasi
P:
Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai