Anda di halaman 1dari 7

Tatalaksana dan Terapi Ulkus Diabetikum Pedis

 Terapi Farmakologis

Sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan
pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah
kaki penyandang DM.

 Terapi non Farmakologis

Tujuan utama pengelolaan ulkus diabetikum pedis yaitu untuk mengakses proses
kearah penyembuhan luka secepat mungkin, karena perbaikan dari ulkus kaki dapat
menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan kematian pasien diabetes. Secara
umum pengelolaan ulkus diabetikum pedis meliputi revaskularisasi, debridemen,
wound control, microbiological control, dan pressure control (Munro et al, 2003).

1. Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio


intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih
mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya (Endmonds, 2005).

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular PTCA. Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi (Giugliano et al,
1996).

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat


diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor
vaskular sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada
berbagai faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya (Giugliano et al, 1996).

Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi


dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Walaupun
demikian mash banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada
pengelolaan umum kaki diabetes (Levin et al, 2001).

2. Debridemen

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik,


karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan
fistula. Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka.
Saat ini terdapat beberapa jenis debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik,
biologik dan tajam (Frykberg et al, 2000).

Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang


nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap
bersih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan ulkus (American Diabetes Association 1999).

3. Wound Control

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau
menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus memproduksi sekret
banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben.
Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan
ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat
mempertahankan kelembaban (Clayton and Elasi, 2009).

Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga


selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus. Untuk pembalut
ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang dilembabkan
dengan NaCI 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis
pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti hydrocolloid,
hydrogel, calcium alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan
digunakan hendakya senantiasa mempertimbangkan cost effective dan kemampuan
ekonomi pasien (Waspadji, 2009).

4. Microbiological Control

Dasar utama pemilihan antibiotik dalam penatalaksanaan ulkus diabetikum pedis


yaitu berdasarkan hasil kultur sekret dan sensitivitas sel. Cara pengambilan dan
penanganan sampel berpengaruh besar terhadap ketepatan hasil kultur kuman (Lipsky,
2008).

Sambil menunggu hasil kultur, pada ulkus diabetikum pedis yang terinfeksi
penggunaan antibiotik dapat dipilih secara empirik. Terdapat berbagai klasifikasi
pengelolaan kaki diabetes mulai dari yang sederhana sampai kompleks yang
mencantumkan tuntunan penggunaan antibiotika. Lamanya pemberian antibiotik
tergantung pada gejala klinis, luas dan dalamnya jaringan yang terkena serta beratnya
infeksi. Pada infeksi ringan sampai sedang antibiotik dapat diberikan 1-2 minggu,
sedangkan pada infeksi yang lebih berat antibiotik diberikan 2-4 minggu (Brodsky,
2008).

Efektivitas terapi dievaluasi dengan beberapa parameter, antara lain respon klinis
pasien, suhu, leukosit dan hitung jenis, laju endap darah dan penanda inflamasi
lainnya, kontrol gula darah dan parameter metabolik, serta tanda-tanda penyembuhan
luka dan peradangan (Frykberg et al, 2000).

5. Pressure Control

Kaki yang selalu dipakai untuk menahan berat badan (weight bearing) dan
mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh. Berbagai cara untuk mencapai
keadaan non weight bearing dapat dilakukan antara lain dengan :

 Removable cast walker


 Total contact casting

 Temporary shoes

 Felt padding

 Crutches

 Wheelchair

 Electric carts

 Craddled insoles

Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti:

1. Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses,

2. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head
resection, achilles tendon lengthening, partial calcanectomy (Edmonds et al,
2004).

Komplikasi

Ulkus diabetikum dapat menyebabkan banyak komplikasi dan menyebabkan


rawat inap serta disabilitas fungsional pada pasien diabetes seperti :

 Cellulitis

 Gangrene

 Sepsis

 Abscess

 Ascending lymphangitis

 Osteomyelitis
 Limb ischemia

 Amputation (Boulton, 2014).

Indikasi dilakukannya amputasi adalah :

1. Akibat penyakit vaskular perifer yang tidak dapat direkonstruksi dengan nyeri
iskemik atau infeksi yang tidak dapat ditoleransi lagi akibat stump yang terinfeksi
akibat atau terjadinya osteomilitis direct

2. Nyeri atau infeksi yang tidak dapat ditoleransi lagi pada pasien yang tak dapat
bergerak dengan penyakit vaskular perifer

3. Infeksi yang menyebar secara luas dan tidak responsif terhadap terapi konservatif
(Senra et al, 2011).

Prognosis

Prognosis ulkus diabetik bergantung pada berbagai faktor seperti kontrol


diabetes yang ketat, pengetahuan pasien mengenai ulkus diabetikum, gaya hidup
sehat, dan perawatan luka yang tepat. Pasokan darah yang buruk, infeksi, durasi yang
lama, dan luka yang berulang dapat menyebabkan prognosis yang buruk. Indikator
prognostik ini digunakan untuk mengambil intervensi dan tindakan pencegahan yang
diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi parah seperti osteomielitis dan
amputasi (Ndosi et al, 2018).
REFERENSI

Frykberg RG, Amstrong DG, Giurini JM, Zgonis T, Driver VR, Kravitz SR, et al.
Diabetic foot disorders a clinical practice guidelines. The Journal of Foot and Ankle
Surgery. 2000;35(5): S2-59.

American Diabetes Association. Consensus Development Conference on


Diabetic Foot Wound Care. Diabetes Care. 1999;22(8): 1354-60.

Clayton W, Elasi TA. A review of pathophysiology, classification and treatment


of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes. 2009;27(2):52-8.

Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudayo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penvakit Dalam (Edisi V Jilid III).
Jakarta: Internal Publishing, 2009; p 1961-7.

Lipsky BA. Infectious problems of the foot in diabetic patients. In: Browker JH,
Pfeifer MA, editors. Levin and O'Neal's The Diabetic Foot (Seventh Edition).
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p. 305-18.

Brodsky JW. Classification of foot lesions in diabetic Patients. In: Browker JH,
Pfeifer MA, editors. Levin and O'Neal's The Diabetic Foot (Seventh Edition).
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p.221-6.

Edmonds ME, Foster AVM, Sanders LJ. A Practical Manual ofDiabetic Footcare.
Blackwell Publishing Ltd. 2004.

Senra H, Oliveira RA, Leal I, Vieira C. Beyond the body image: a qualitative
study on how adults experience lower limb amputation. Clin Rehabil. 2012
Feb;26(2):180-91. doi: 10.1177/0269215511410731. Epub 2011 Sep 9. PMID:
21908476.
Ndosi M, Wright-Hughes A, Brown S, Backhouse M, Lipsky BA, Bhogal M,
Reynolds C, Vowden P, Jude EB, Nixon J, Nelson EA. Prognosis of the infected
diabetic foot ulcer: a 12-month prospective observational study. Diabet Med. 2018
Jan;35(1):78-88. doi: 10.1111/dme.13537. Epub 2017 Nov 20. PMID: 29083500;
PMCID: PMC5765512.

Boulton AJ. Diabetic neuropathy and foot complications. Handb Clin Neurol.
2014;126:97-107. doi: 10.1016/B978-0-444-53480-4.00008-4. PMID: 25410217.

Munro N, Rich N, McIntosh C, Foster AVM, Edmonds ME. Infections in the


diabetic foot: a practical management guide to foot care. British Journal of Diabetes &
Vascular Disease. 2003;3:132-6.

Edmonds ME, Foster AVM. Managing the Diabetic Foot. Second edition. Blackwell
Publishing Ltd. 2005.

Giuliano D, Ceriello A. Paulisso G Oxidative stress and diabetic vascular


complications. Diabetes Care 1996;19(3):257-67.

Levin ME. Pathogenesis and general mana gement of foot lesions in the diabetic
patients. Dalam: Levin ME, O'Neal LW, Bowker JH, Pfeifer MA, editors. The
Diabetic Foot, Edisi 6, St Louis. The CV Mosby Company 2001.

Anda mungkin juga menyukai