6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Maryunani (2013), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan
yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :
1) Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),
sulfonamides.
2) Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
3) Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling
umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara umum:
a. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengamatan kaki teratur.
d. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
e. Sepatu khusus.
f. Kerjasama tim yang baik
g. Penyuluhan pasien.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda –
tanda vital.
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau
( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
f. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
g. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3. Perencanaan
a. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3) Kulit sekitar luka teraba hangat.
4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5) Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang
lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi
efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat
mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus/gangren.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
3) Rasa nyeri berkurang.
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
1) Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2) Pasien tenang dan wajah segar.
3) Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika
tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-
obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5) Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat
gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
a. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Fajar, K. A. (2017, Juni 17). Mengenal Diabetic Foot: Komplikasi Pada Kaki Akibat Diabetes.
Harahap, Z., & Harahap, S. (2018). Differences Between Wound Care with Modern Technique and
Wound Care with Conventional Technique in Healing Diabetes Mellitus Wound. Health
Notions , 316-322.
Mangiwa, I., Katuk, M. E., & Sumarau, L. (2017). PENGARUH SENAM KAKI DIABETES
TERHADAP NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE II DI RUMAH SAKIT PACARAN KASIH GMIM MANADO. ejournal keperawatan
(e-kp) vol 5 n0 1 , -.
Maryunani, A. (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan Terlengkap,
Sebagai Bentuk Tindakan Mandiri. Jakarta: InMedia.
Restada, E. J. (2016). HUBUNGAN LAMA MENDERITA DAN KOMPLIKASI DIABETES
MELITUS DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI
WILAYAH PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO. Dalam SKRIPSI PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Surakarta: http://eprints.ums.ac.id.
Roza, R. L., Avriant, R., & Edward, Z. (2015). Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada
Pasien. Jurnal Kesehatan Andalas , 243-248.
Widodo, F. Y. (2014). PEMANTAUAN PENDERITA DIABETES MELLITUS. Jurnal “Ilmiah
Kedokteran” Volume 3 Nomer 2 Edisi Oktober , 55-69.